• Tidak ada hasil yang ditemukan

27 memandang demikian Secara historis ada beberapa kader hizbit di beberapa negara Timur Tengah,

di Libanon misalnya, pernah menjadi anggota dewan, pernah. Dan itu atas nama Hizbut Tahrir. Jadi tidak menutup kemungkinan Hizbut Tahrir akan menjadi partai politik ke depannya. Nah, tapi dalam pandangan kami, perubahan-perubahan besar di dunia ini, lebih-lebih perubahan yang sifatnya revolusioner seperti yang kami gagas, itu justru tidak pernah kamu temukan perubahan itu intraparlementer. Kalau kita cermati fakta-fakta yang ada, itu justru ekstraparlementer. Contoh revolusi Bolshevik, ekstraparlementer. Nggak usah jauh-jauh, reformasi di Indonesia, itu yang mengendorse itu ekstraparlementer. Bahkan tegaknya Daulah Madinah di kota Madinah tadi itu juga ektraparlementer. Jadi karena pertimbangan-pertimbangan itulah, hingga hari ini kami lebih banyak memilih di ekstraparlementer. Nah, dengan ekstraparlementer itu orang tidak mengidentifikasi kami punya kepentingan. Bayangkan kalau jadi partai politik, wah paling kepentingan kursi. Akhirnya kalau kita mau silaturahim ke PKS, ini jangan-jangan silaturahmi politik, datang ke PKB, politik. Kalau sekarang kami mau silaturahmi ke Golkar, PKB, PDIP, silaturahmmi dakwah, bukan silaturahmi politik. Itu tanggapan orang. Jadi kami merasa enjoy dengan posisi yang ada sekarang karena dianggap netral. Jadi ya untuk saat ini masih tetap memilih begini.

P: Visi misinya HTI apa, Ustad?

UM: Visinya itu tadi. Tapi kalo di Indonesia kami punya visi khusus, menjadi partai politik yang terkemuka. Saya lupa persisnya.

P: Sudah tercapai visinya?

UM: Dalam proses. Ada yang tercapai pada indikator-indikator tertentu, ada yang belum. Dalam banyak kesempatan memang tokoh-tokoh memberikan testimoni mereka, mereka punya harapan yang besar terhadap Hizbut Tahrir. Kalau dulu ada pernyataan begini: “Hizbut Tahrir itu bagus, tapi sayangnya muda-muda.” Kalau sekarang itu sudah berubah: “Hizbut Tahrir itu bagus, orangnya muda-muda lagi.” Nah, sudah berubah.. Nah, itu perlu waktu sekitar 20 tahunlah sampe berubah. Di Indonesia kita kan sejak tahun 80-an, kira-kira 30 tahunan. Ya paling tidak ketika rencana pencapaian itu sudah mulai kelihatan dari beberapa survey yang dilakukan Syariah Economist Management Institute ya, itu melakukan penelitian dari hasil penelitian itu, dari subjek yang diteliti, kecenderungan mereka terhadap syariah lebih dari 80% walaupun pemahaman mereka tentang syariah masih gagap. Kemudian syariah yang mana yang mereka setujui, mana yang tidak, memang kita minta SEM untuk melakukan penelitian tentang itu. termasuk yang ditanyakan SEM adalah harapan mereka terhadap ormas-ormas Islam. nah, FPI, PKN, HTI. HTI termasuk yang pling diharapkan oleh umat untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Artinya apa? HTI sekarang harapan bahkan boleh dikatakan yang paling diharapkan terlepas dari ya… yang namanya penelitian itu kan kadang-kadang.. tapi yang jelas kami minta yang betul-betul objektif.

P: Kalau di Hizbut Tahrir Jogja, posisi Ustad apa?

UM: Saya di… semacam departemen pendidikanlah.

P: Sekarang kita beralih ke soal lain ya, Ustad, tentang keluarga Ustad. Istrinya Ustad pernah punya keinginan untuk bekerja nggak?

UM: Ya, mungkin ada, ya. Mungkin ada.

P: Ustad nggak pernah tanya?

UM: Ya, ada. Ada. Saya juga membolehkan, kalau mau bekerja ya silakan, bahkan yang sangat mendorong itu mertua, karena mungkin yang menyekolahkan sampai lulus S1 kan mertua, ya.. Pernah daftar sekali PNS, tapi belum lolos. Tapi kalau ke perusahaan nggak pernah dan kalo ke perusahaan mungkin nggak saya izinkan karena perusahaan kan tadi jam kerjanya pagi sampe sore itu saya khawatir itu dampaknya ke anak-anak.

P: Iya. Kalau PNS itu sampe jam?

UM: Tergantung ya, kalau di Pemda biasanya enggak sampe sore. Kalau dia mau juga itu sebenarnya saya mengarahkan ke guru atau ke dosen. Cuma kalo dosen itu kan minimal S2. Tapi anak-anak masih kecil juga. Logika rizki itu bukan logika matematika, kalo saya sendiri PNS, gaji saya 2 juta, terus sekarang dibagi 5 itu apa ya cukup. Tapi kenyataannya cukup. Kalau nggak cukup kan masih bisa ngutang. Ya kan gitu, dijalani.

28

P: Tentang saudara kandungnya Ustad, bagaimana orang tua Ustad memperlakukan Ustad dan adik Ustad,pembagian perannya seperti apa..

UM: Dalam hal kasih sayang, memang agak beda ya perlakuan ayah terhadap saya, perlakuan ayah terhadap adik, begitu pula dengan ibu. Ayah itu lebih sayang ke adik. Ibu lebih sayang saya. Kalau dalam hal materi, rata-rata standar, nggak jadi persoalan. Dalam hal kasih sayang memang agak beda, tapi saya juga nggak iri karena saya paham biasanya begitu, secara psikologis juga biasanya ayah lebih dekat ke anak perempuan, ibu lebih dekat ke anak laki-laki. Secara umum, ya. Tapi juga nggak selalu begitu.

P: Berapa tahun bedanya, Ustad?

UM: Nggak sampe 2 tahun. Satu hal yang menarik dari bapak saya adalah orangnya sangat perhatian. Sekarang saya di jogja dan hampir tiap hari saya ditelepon.

P: Oh ya? Sampe sekrang?

UM: Sampe sekarang, sampe gini “Enten opo, Pak?” “Yo rapopo, mung pengen krungu suaramu tok..”

P: Hehehe.. Sama kayak ibu saya, Ustad..

UM: Nah, itu malah bapak, kalo ibu jarang, hampir nggak pernah malah, walaupun kalo ketemu itu perhatiannya terasa, ya..

P: Termasuk dekat ya, Ustad. Sampe sekarang masih telepon-teleponan.

UM: Iya.

P: Masih di Banjarmasih?

UM: Kalau bapak saya itu hampir 300 kiloan malah dari Banjarmasin, di perbatasan..

P: Oh ya, ada pertanyaan yang lupa waktu itu. Adegan yang paling tidak Ustad sukai di Perempuan Berkalung Sorban itu apa?

UM: Apa ya, satu-satu, ya.. Satu waktu kiai nggebrak meja, tapi itu bukan yang paling tidak saya suka. Kemudian waktu Samsudin, ya, yang mengajak istrinya waktu haid. Mungkin itu yang paling saya nggak suka, waktu ngajak istrinya ketika istrinya haid, karena itu sudah keterlaluan, pelanggaran, karena dalam Islam perempuan haid nggak boleh.

P: Apa lagi selain itu?

UM: Itu dulu deh..

P: Nggak papa, Ustad.. sekalian..

UM: Ummm.. Apa, ya? Pak kiainya waktu ngajar duduknya kok nggak sopan, ya? Ada, kan? Duduknya jigrang itu..

P: Oh ya, ya..

UM: Nah itu..

P: Waktu di kelas itu, ya?

UM: Ya, itu tidak sopan, apalagi kiai yang megang pesantren, ya..

P: Pembakaran buku?

UM: Itu adegannya gimana itu? Bukunya siapa yang dibakar?

P: Buku-bukunya seperti Bumi Manusia, Perempuan di Titik Nol..

UM: Itu bukunya si Nisa?

P: Bukunya Nisa ceritanya.. Punyanya Nisa. Buku-bukunya itu kayak buku-bukunya Pram.. Ustad pernahbaca bukunya Pram?

UM: Pram siapa?

P: Pramoedya Ananta Toer..

29

P: Ya, itu ada beberapa buku yang..

UM: Udah baca?

P: Bumi Manusia udah baca. Kan tetralogi… Anak Semua Bangsa masih setengah.

UM: Itu novel atau apa?

P: Roman, ya.. novel.. Novel sejarah.

UM: Saya belum pernah. Saya itu sebenarnya senang buku-buku fiksi. Waktu kecil itu saya baca

Wirosableng, kemudian ya macem-macemlah. Tapi setelah saya terlibat dalam dakwah, saya jadi mikir skala prioritas, mana yang harus saya baca duluan, mana yang nanti. Saya tetap meneruskan hobi saya mbaca buku fiksi itu misalnya kalau dalam perjalanan. Kayak kemaren waktu ke Bandung saya menyelesaikan Sang Pemimpi Andrea Hirata. Laskar Pelangi sudah. Karena kalo serius-serius malah mumet e di jalan.. Terus kalo pulang kampung kalo mbaca buku berat nggak kebaca karena nggak kondusif suasananya. Jadi akhirnya saya baca buku yang tetap memotivasi saya untuk baca.

Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta-nya Habbiburahman, sudah baca?

P: Belum.

UM: Nah, bagus itu. Kalau menurut saya bagus.. Saya satu malam menyelesaikan itu. Saya kalo udah baca fiksi gila… Nah, itu. Tapi kalo Ayat-ayat Cinta itu, sebagaimana Andrea Hirata, kan cerita perjalanan hidup. Ayat-ayat Cinta itu mengajarkan ajaran-ajaran Islam. Kita bahkan bisa menemukan beberapa kitab yang dirujuk oleh Habibburahman.

P: Itu juga filmnya Hanung sebelum Perempuan Berkalung Sorban.

UM: Iya, saya juga jual bukunya itu.

P: Iya, dulu kan Ustad menjual novel Perempuan Berkalung Sorban juga..

UM: Iya, saya jual. Saya nggak tau kalo itu kontroversi. Saya taunya bukunya dengan filmnya memang agak beda. Yang paling kontroversi kan filmnya. Tapi setelah saya tau kontroversinya bukunya nggak pernah saya jual lagi. Apalagi sekarang…. kalo dulu gambarnya itu gambar kuda. Eeee.. perempuan naik kuda. Kalo yang baru kan gambarnya si Nisa itu menghadap ke kita, pake sorban, yang lain ke belakang. Itu kan filosofis banget. Artinya menentang arus.

P: Filosofinya sorban itu apa sih, Ustad?

UM: Sorban itu yang dipakai laki-laki, ya.. Terutama para kiai, ustad.. Artinya apa? Nisa itu mau pakai atributnya laki-laki.

P: Ustad pernah liat atau merasa perempuan diperlakukan beda dengan laki-laki dan itu nggak adil nggak?Secara umum..

UM: Di Indonesia?

P: Di mana saja.

UM: Oh, kalau di Indonesia banyak pelanggaran terhadap hak-hak perempuan.

P: Misalnya?

UM: Memaksa perempuan bekerja lebih dari jam kerjanya, kalo menurut persepsi saya merugikan perempuan, meskipun kadang perempuan itu sendiri yang.. perempuan nyangkul di sawah, itu menurut saya tidak sesuai dengan kodrat perempuan dan itu bagian dari tidak menghargai perempuan. Atau juga kadang kondisi ekonomi memaksa. Ini persoalannya. Kalo kebutuhan- kebutuhan pokok terpenuhi perempuan nggak perlu bekerja sekeras itu. Jadi saya melihat ada hal yang kontradiksi di negeri ini. Di satu sisi kesetaraan gender diserukan.. Di sisi lain, sistem ekonomi yang sekarang ini menyebabkan terjadinya kemiskinan sehingga terpaksalah perempuan masuk ke sektor-sektor yang sebenarnya itu nggak banyak dilakuakan oleh perempuan, termasuk ini, ke luar negeri. TKW. TKW itu kan nggak perlu kalau di dalam negeri ada lapangan pekerjaan. Jadi sesungguhnya kalau Islam diterapkan, nggak perlu terjadi hal-hal yang seperti itu. perempuan nggak perlu ke luar negeri ee.. karena kebutuhan hidupnya dipenuhi. Kalau suaminya nggak mampu, suaminya dibantu oleh keluarganya, keluarganya enggak mampu, negara akan memberikan bantuan, entah secara hukum, uang, atau lapangan pekerjaan. prosedurnya demikian.. eee.. ya gitu..

30