• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memuja dan Menyembah

Dalam dokumen Manusia dan Alam Semesta dalam (Halaman 140-145)

BAB 22 Manusia dan Al-Qur'an

4. Memuja dan Menyembah

Memuja dan menyembah merupakan salah satu perwujudan tertua dan paling mantap dari jiwa manusia dan salah satu dimensi terpenting dari eksistensi manusia. Kalau kita kaji antropologi, kita akan tahu bahwa di mana dan kapan pun manusia ada, di situ ada memuja dan menyembah. Yang beda hanyalah bentuk penyembahan dan Tuhan yang disembah. Bentuk penyembahan juga beragam, mulai dari tarian dan gerakan bersama yang berirama yang disertai tata kebaktian dan bacaan, sampai bentuk penyembahan yang paling tinggi, yaitu menghambakan diri, dan bacaan yang paling maju. Sembahannya beragam, mulai dari kayu dan batu, hingga Wujud abadi yang wajib ada, Wujud yang bebas dari segala bentuk batasan ruang dan waktu.

Menyembah (ibadah) bukanlah rekayasa para nabi. Para nabi hanya mengajarkan cara beribadah yang benar. Para nabi juga mencegah dan melarang penyembahan kepada wujud Iain selain Allah SWT. Menurut ajaran agama yang tak terbantahkan, dan menurut pandangan yang dikemukakan sebagian pakar sejarah seperti Max Mueller, manusia purba adalah manusia tauhid, mereka menyembah satu Tuhan. Menyembah berhala, bulan, bintang atau manusia merupakan penyimpangan yang terjadi di kemudian hari. Dengan kata lain, bukanlah pada awalnya manusia menyembah berhala, menyembah manusia atau makhluk lain, dan berangsur-angsur karena perkembangan budaya lalu manusia menyembah Allah. Menyembah yang sering kali disebut dalam pengertian agama, pada umumnya ada pada kebanyakan orang.

Sudah dikutipkan sebelumnya perkataan Fromme yang berbunyi, "Manusia ada yang menyembah makhluk hidup, pohon, patung emas atau patung batu, Tuhan yang gaib, orang suci atau setan. Ada yang menyembah leluhurnya, bangsanya, kelasnya, kelompoknya, uang dan kesejahteraan. Manusia ada yang menyadari bahwa keyakinan agamanya beda dengan keyakinan non-agamanya, atau justru manusia beranggapan tak beragama. Pertanyaannya bukanlah apakah manusia beragama atau tidak, tetapi pertanyaannya adalah apa agamanya?"

William James, seperti dikutip Dr. Iqbal, mengatakan:

"Dorongan untuk beribadah merupakan konsekuensi wajib dari fakta bahwa karena bawah-sadar diri empiris manusia adalah diri sosial, maka diri sosial ini akan menemukan "sahabat luar biasa"- nya pada dunia ideal. Kebanyakan orang, baik terus-menerus maupun terkadang, menyebut-nyebut "sahabat luar biasa" ini. Orang buangan paling bersahaja di muka bumi ini pun baru akan merasa

riil dan absah kalau dia memiliki pengakuan tinggi seperti ini." (The Reconstruction of Religious Thought in Islam, hal. 89)

Profesor William James, mengenai universalitas pengertian seperti ini pada semua orang, mengatakan:

"Manusia barangkali berbeda sekali dalam sejauh mana mereka dibayangi perasaan bahwa ada pengawas ideal. Perasaan seperti ini merupakan bagian yang jauh lebih penting dari kesadaran sebagian orang, sedangkan pada sebagian orang lainnya kurang penting. Orang-orang yang sangat kuat perasaan seperti ininya, barangkali adalah orang-orang yang sangat religius. Namun saya yakin bahwa bahkan orang-orang yang mengaku tidak memiliki perasaan seperti ini, sebenarnya mereka tengah menipu diri mereka sendiri, dan sesungguhnya sedikit banyak mereka memiliki perasaan seperti ini." (The Reconstruction of Religious Thought in Islam)

Penciptaan pahlawan-pahlawan fiktif dari kalangan atlet, cendikiawan atau ulama terjadi karena dalam diri manusia ada nurani pemuliaan. Nurani ini menginginkan adanya wujud yang terpuji dan menawan hati, dan ingin memujinya sedemikian rupa sehingga wujud tersebut jadi dialami.

Pujian berlebihan manusia modern untuk pahlawan bangsa atau kelompoknya, dan pujiannya untuk kelompok, doktrin, ideologi, bendera, kampung halamannya, dan kesiapannya untuk bekorban demi semua ini, terjadi karena perasaan atau nurani seperti ini juga. Nurani ingin memuji merupakan hasrat naluriah untuk menyembah wujud yang luar biasa sempurna dan indah, satu wujud yang tak ada kelemahannya. Menyembah makhluk, apa pun bentuk penyembahan itu, merupakan penyimpangan perasaan atau nurani ini dari jalurnya yang benar.

Melalui ibadah atau menyembah, manusia ingin melepaskan diri dari keterbatasan eksistensinya untuk bergabung dengan satu kebenaran yang tak ada kelemahannya, yang tak akan hancur, atau yang tak ada batasnya. Ilmuwan besar Einstein mengatakan:

"Dalam keadaan seperti ini manusia sadar bahwa tujuan dan ambisinya tak ada harganya, dan merasa betapa hal-hal yang supranatural dan metafisis membuat dirinya terpesona dan kagum. Berdoa dan bersembahyang yang merupakan sarana untuk mencerahkan jiwa, adalah perbuatan wajar dan sangat dibutuhkan. Melalui sarana ini pulau kecil kepribadian kita sontak menemukan posisinya dalam totalitas kehidupan yang lebih besar." (The Reconstruction of Religious Thought in Islam)

Menyembah dan memuji menunjukkan suatu kemungkinan, suatu hasrat untuk keluar dari lingkungan material, dan suatu kecenderungan untuk masuk dalam cakrawala yang lebih tinggi dan lebih luas. Hasrat seperti ini hanya manusia saja yang punya. Karena itu menyembah atau beribadah merupakan satu lagi dimensi mental dan spiritual manusia.

Beragam dorongan hati mempengaruhi orang seorang. Dan pengaruhnya pada orang yang satu dan orang yang lain beragam. Dan dorongan hati mana yang dipilih oleh individu, antara individu yang satu dengan yang lain beragam pilihannya. Dan ini semua merupakan masalah yang akan dibahas nanti.

Beragam Daya Manusia

Daya atau kekuatan tak perlu didefinisikan. Faktor yang menimbulkan pengaruh disebut daya atau kekuatan. Segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan sumber pengaruh. Karena itu segala sesuatu, apakah sesuatu itu benda non-organis ataukah tumbuhan, binatang atau manusia, memiliki daya atau kekuatan. Bila daya atau kekuatan ini disertai kesadaran, pemahaman dan hasrat, maka disebut kemampuan. Salah satu perbedaan antara binatang dan manusia di satu pihak, serta

tumbuhan dan benda non-organis di lain pihak, adalah bahwa tak seperti benda non-organis dan tumbuhan, binatang dan manusia terdorong untuk menggunakan sebagian daya atau kekuatannya karena menginginkannya atau karena ada kecenderungan untuk menggunakan kekuatan itu atau karena ada rasa takut. Magnet memiliki sifat menarik besi secara otomatis akibat adanya tekanan alamiah. Namun magnet tak tahu kalau magnet tersebut efektif, juga tarikan magnet tersebut terjadi bukan karena kecenderungan magnet sendiri, keinginan magnet tersebut, juga bukan karena adanya rasa takut sehingga magnet tersebut dituntut untuk menarik besi. Begitu pula yang terjadi dengan api yang memiliki sifat membakar, tumbuhan yang memiliki sifat tumbuh, potion yang memiliki sifat berkembang dan berbuah. Namun binatang, bila berjalan, tahu apa yang tengah dilakukan. Binatang berjalan karena memang ingin berjalan. Binatang berjalan bukan karena paksaan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa binatang berjalan karena memang memilih untuk berjalan. Dengan kata lain, beberapa daya binatang merupakan bawahan dari pilihannya. Binatang beraktivitas hanya bila me-nginginkannya.

Begitu pula dengan sebagian kekuatan manusia. Sebagian kekuatan manusia menjadi bawahan dari pilihannya. Namun ada satu perbedaan. Pilihan binatang dikendalikan oleh kecenderungan alamiah dan naluriahnya. Binatang tak berdaya menentang perintah nalurinya. Kalau nalurinya sudah tertarik untuk menuju ke arah tertentu, maka otomatis binatang itu akan ke arah tertentu tersebut. Binatang tak dapat melawan kecenderungan naluriahnya. Binatang juga tak dapat mempertimbangkan untung ruginya. Binatang tak dapat mengetahui bahwa suatu perbuatan, yang sekarang ini tidak menjadi kecenderungannya, kelak sangat dibutuhkan.

Namun yang terjadi pada din manusia tidaklah begitu. Manusia berdaya untuk menentang kecenderungan dan dorongan naluriahnya, dan berdaya untuk tidak mengikuti kecenderungan dan dorongan naluriahnya. Manusia memiliki daya untuk memilah-milah, karena manusia memiliki daya lain yang disebut kehendak. Kehendak ini bekerja atas arahan akal atau fakultas intelektual manusia. Fakultas intelektual inilah yang membentuk pendapat, dan kehendaklah yang mempraktikkan pendapat tersebut.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa daya atau kekuatan manusia beda dengan daya atau kekuatan binatang. Perbedaannya adalah dalam dua hal. Pertama, manusia memiliki sejumlah kecenderungan dan dorongan spiritual yang membuat manusia dapat memperluas bidang aktivitasnya sampai ke cakrawala spiritualitas yang lebih tinggi, sedangkan binatang tak dapat keluar dari batas urusan material. Kedua, manusia memiliki daya akal dan kehendak. Dengan daya ini manusia dapat menolak kecenderungan naluriahnya dan dapat membebaskan diri dari pengaruh kecenderungan naluriahnya yang bersifat memaksa itu. Manusia dapat mengendalikan kecenderungan naluriahnya dengan menggunakan akalnya. Manusia dapat menentukan batas bagi tiap kecenderungannya, dan ini merupakan bentuk kemerdekaan yang paling berharga.

Daya yang luar biasa ini hanya dimiliki manusia, sedangkan binatang tidak memiliki daya seperti ini. Daya inilah yang menjadikan manusia tepat untuk berkewajiban menaati ajaran agama. Daya ini pulalah yang membuat manusia punya hak untuk memilih, sehingga manusia benar-benar merupakan makhluk yang merdeka, berkemauan dan dapat menentukan pilihan.

Kecenderungan dan dorongan merupakan semacam ikatan antara manusia dan sesuatu yang berada di luar dirinya yang menarik manusia ke arah sesuatu tersebut. Kalau manusia semakin tunduk kepada kecenderungannya, maka dia semakin tak dapat mengendalikan dirinya dan semakin terperosok dalam kelesuan dan kesengsaraan batiniah. Nasibnya ditentukan oleh kekuatan yang berada di luar dirinya, suatu kekuatan yang menarik manusia ke arah tertentu. Sebaliknya, daya akal dan kehendak merupakan daya batiniah dan manifestasi personalitas sejati manusia.

Bila seseorang mendapat dukungan akal dan kehendak, berarti dia mendapat kekuatannya sendiri dan sekaligus menyingkirkan pengaruh luar, maka dia pun merdeka dan menjadi "pulau yang merdeka" di tengah samudra dunia ini. Dengan menggunakan akal dan kehendaknya, manusia menjadi tuan bagi dirinya sendiri, dan kepribadiannya pun memperoleh kekuatan. Bisa mengendalikan dan menjadi tuan bagi diri sendiri, dan bisa melepaskan diri dari pengaruh dorongan naluriah, merupakan objek sejati pendidikan Islam, suatu pendidikan yang tujuannya adalah kemerdekaan spiritual.

SadarDiri

Islam sangat menghendaki agar manusia kenal dirinya sendiri dan tahu posianya di alam semesta ini. Al-Qur'an menekankan agar manusia tahu siapa dirinya dan agar menyadari posisi dan statusnya di dunia ini sehingga dengan demikian dapat mencapai posisi yang tinggi yang sesuai bagi dirinya.

Al-Qur'an adalah sebuah kitab yang mengajarkan kepada manusia bagaimana membangun dirinya. Al-Qur'an bukanlah sebuah kitab yang berisi filsafat teoretis yang cuma mengurusi berbagai diskusi dan pandangan. Apa pun pandangan yang dikemukakan Al-Qur'an, itu dimaksudkan untuk dilaksanakan dan ditindaklanjuti. Al-Qur'an mau agar manusia mengenal siapa dirinya. Namun pengenalan diri ini tidak berarti manusia harus tahu siapa nama dirinya, siapa nama ayahnya, tahun berapa dia lahir, apa negerinya, siapa istrinya, atau berapa jumlah anaknya.

Diri yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang diberi nama "roh Tuhan". Mengenal diri ini artinya adalah manusia sadar akan martabat dan kehormatannya dan memahami bahwa bila dirinya berbuat keji maka hal itu tidak sesuai dengan (mencemarkan) posisinya yang tinggi. Manusia supaya sadar akan kesuciannya sendiri sehingga nilai moral dan sosial yang suci akan ada artinya bagi dirinya. Bila Al-Qur'an mengatakan bahwa manusia adalah makhluk pilihan, Al-Qur'an ingin menjelaskan bahwa manusia bukanlah makhluk yang kebetulan ada berkat kejadian tertentu yang buta dan tuli seperti perpaduan atom-atom yang terjadi secara tidak disengaja. Al-Qur'an mengatakan bahwa manusia adalah makhluk pilihan, dan karena alasan itu manusia memiliki misi dan tanggung jawab. Tak syak lagi bahwa di dunia ini manusia adalah makhluk yang paling kuat dan kuasa. Kalau bumi beserta isinya kita samakan dengan rumah tinggal, maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah tuan rumah ini. Namun betulkah manusia telah dipilih untuk menjadi tuan, atau manusia telah memanfaatkan dunia dengan kekuatan atau trik.

Berbagai mazhab filsafat material menyatakan bahwa karena kebetulan semata kalau manusia berkuasa. Jelaslah bahwa dengan pandangan seperti ini maka masalah misi dan tanggung jawab jadi tak ada artinya. Dari sudut pandang Al-Qur'an, manusia dipilih untuk menjadi tuan (penguasa) di muka bumi, karena manusia memiliki kompetensi dan tepat untuk itu. Manusia berkuasa bukan karena kekuatan atau karena perjuangan. Manusia dipilih oleh otoritas yang maha kompeten, yang tak lain adalah Allah Ta'ala. Karena itu, seperti makhluk lain yang juga dipilih, manusia mengemban misi dan tanggung jawab. Karena misinya dari Allah SWT, maka tanggung jawab manusia juga kepada Allah SWT.

Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk pilihan dan diwujudkan dengan tujuan tertentu, menimbulkan pengaruh psikologis dalam diri individu, dan keyakinan bahwa manusia adalah produk dari sejumlah kejadian asal-asalan, menimbulkan pengaruh psikologis yang lain. Arti sadar diri adalah manusia supaya menyadari posisi riilnya di dunia ini. Dia supaya tahu bahwa dirinya bukanlah sekadar makhluk bumi. Dia merupakan refleksi dari ruh ilahiah yang ada dalam dirinya. Manusia supaya tahu bahwa, dalam hal pengetahuan, dirinya berada di depan (mengungguli) malaikat. Manusia merdeka, memiliki daya untuk memilih dan berkehendak, dan bertanggung jawab atas dirinya dan orang lain. Tanggung jawabnya antara lain adalah memajukan dunia:

Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya. (QS. Hud: 61) Manusia supaya tahu bahwa dirinya adalah khalifah (wakil) yang ditunjuk Allah, SWT dan bahwa dirinya unggul bukan karena kebetulan. Karena itu manusia tidak patut mendapatkan sesuatu dengan lalim dan tidak patut mengira tak punya tanggung jawab.

Pengembangan Kemampuan

Ajaran Islam menunjukkan bahwa mazhab suci Islam juga memperhatikan semua dimensi yang dimiliki manusia, apakah dimensi fisis, spiritual, material, moral, intelektual, atau emosional. Mazhab suci Islam sangat memperhatikan semua dimensi ini, apakah individual atau kolektif, dan tidak mengabaikan aspeknya. Mazhab suci Islam memberikan perhatian khusus kepada pengembangan dan pemajuan semua dimensi ini sesuai dengan prinsip-prinsip tertentunya. Satu demi satu kami uraikan secara singkat.

Pengembangan Raga

Terialu banyak memperhatikan raga, dalam pengertian memuaskan hawa nafsu, sangat ditentang oleh Islam. Namun Islam memandang manusia berkewajiban menjaga kesehatan tubuhnya, dan mengharamkan setiap perbuatan yang merugikan atau membahayakan tubuh. Jika suatu kewajiban (seperti puasa) dinilai membahayakan kesehatan, bukan saja kewajiban tersebut kehilangan nilai wajibnya, bahkan dilarang. Setiap perbuatan yang tidak sehat, oleh Islam dianggap haram. Dan banyak garis kebijakan dikemukakan untuk kepentingan menjamin kesehatan tubuh dari sudut pandang ilmu kesehatan.

Sebagian orang tidak membedakan mana yang merawat tubuh, yang merupakan masalah kesehatan, dan mana yang memuaskan kenikmatan jasmani, yang merupakan masalah moral. Menurut mereka, karena Islam menentang pengumbaran nafsu jasmani, berarti Islam juga menentang pemeliharaan kesehatan jasmani. Mereka bahkan berpendapat bahwa perbuatan yang membahayakan kesehatan merupakan perbuatan moral dari sudut pandang Islam. Pikiran seperti ini pada umumnya salah dan membahayakan. Antara memelihara kesehatan dan pemuasan hawa nafsu, bedanya sangat besar. Islam menentang hubungan seksual yang tidak bermoral. Mengumbar hawa nafsu menghalangi perkembangan spiritual. Mengumbar hawa nafsu bukan saja merugikan kesehatan jiwa, namun juga merugikan kesehatan jasmani. Bahkan bisa menghancur-kan kesehatan jasmani, karena mengumbar hawa nafsu menimbulkan keberlebihan, sedangkan keberlebihan pada dasamya mengganggu semua sistem tubuh.

Perkembangan Jiwa

Islam sangat memperhatikan perkembangan kemampuan mental dan pemikiran mandiri . Islam juga menentang semua yang bertentangan dengan kemandirian akal, seperti mengikuti secant membuta para leluhur atau orang terkemuka dan mengikuti mayoritas tanpa melakukan telaah. Mendorong daya kehendak, mendorong pengendalian din dan mendorong kemerdekaan dari kendali mutlak dorongan naluriah, merupakan basis dari banyak rukun dalam ibadah Islam dan ajaran Islam lainnya. Islam memberikan perhatian khusus untuk mendorong orang menyukai kebenaran, suka menuntut ilmu dan mendorong perkembangan rasa estetis dan mendorong orang untuk suka beribadah.

Peran Efektif Manusia dalam Membangun Masa Depannya

Di dunia ini ada dua jenis benda: organis dan non-organis. Benda non-organis seperti air, api, batu dan debu merupakan benda tak bernyawa, dan tak ada perannya dalam pembentukan atau peayempurnaan dirinya. Benda-benda ini terbentuk semata-mata karena dampak faktor-faktor dari

luar dirinya, dan terkadang benda-benda ini jadi sempurna karena dampak faktor-faktor yang sama. Benda-benda ini tidak terlihat berupaya membangun atau mengembangkan dirinya.

Sebaliknya, kita melihat benda-benda hidup seperti tumbuhan, binatang dan manusia selalu berupaya melindungi din dari bahaya, kerugian atau kerusakan. Benda-benda hidup ini menerima materi lain tertentu dan berketurunan. Tumbuhan memiliki sejumlah kemampuan alamiah yang efektif dalam membentuk masa depannya. Tumbuhan memiliki daya untuk menyerap materi dari bumi dan udara. Tumbuhan memiliki daya yang membantunya dari dalam untuk tumbuh dan berkembang. Tumbuhan juga memiliki daya yang memungkinkannya beranak-pinak.

Binatang memiliki semua daya alamiah ini, di samping memiliki sejumlah daya sadar yang lain seperti indera untuk melihat, indera untuk belajar dan meraba, dan dorongan serta kecenderungan alamiah yang disebutkan sebelumnya. Melalui daya dan kemampuan ini, binatang di satu pihak melindungi dirinya dari kerugian dan kecelakaan, dan di pihak lain mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan individualnya dan kelangsungan hidup spesiesnya. Dalam diri manusia ada semua daya dan kemampuan alamiah dan sadar yang ada dalam diri binatang dan tumbuhan. Manusia juga mempunyai sejumlah dorongan yang lain seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Manusia memiliki akal dan kehendak, sehingga nasib manusia sangat banyak ditentukan oleh manusia sendiri. Dan dengan akal dan kehendak ini manusia dapat menentukan masa depannya sendiri.

Dari apa yang telah dipaparkan jelaslah bahwa sebagian benda yang ada, seperti benda non-organis, tak berperan dalam menentukan masa depannya. Ada beberapa benda lagi yang memiliki peran untuk menentukan masa depannya, namun perannya bukan peran yang sadar dan merdeka. Alam mengarahkan daya yang ada dalam dirinya sedemikian rupa sehingga benda-benda ini secara tak sadar melindunginya dan membentuk masa depannya. Inilah yang terjadi pada tumbuhan. Ada lagi benda-benda lain yang perannya lebih besar. Peran benda-benda ini adalah peran yang sadar, meskipun tidak merdeka. Benda-benda ini berupaya menjaga kelangsungan eksistensinya dengan semacam kesadaran diri dan pengetahuan tentang lingkungannya. Itulah yang terjadi pada binatang. Namun peran manusia lebih aktif, lebih ekstensif dan lebih luas dalam menentukan masa depannya. Perannya adalah peran yang sadar dan peran yang merdeka. Manusia sadar akan dirinya dan juga lingkungannya. Melalui kehendak dan daya pikirnya manusia dapat memilih masa depannya seperti yang dikehendakinya. Peran manusia jauh lebih luas daripada peran binatang. Luasnya bidang peran manusia dalam menentukan masa depannya ini terjadi karena manusia memiliki tiga sifat khas:

Dalam dokumen Manusia dan Alam Semesta dalam (Halaman 140-145)