• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mencari uang dengan jalan yang merugikan orang seorang atau masyarakat.

Dalam dokumen Manusia dan Alam Semesta dalam (Halaman 124-127)

BAB 20 Ciri Khusus Islam

4. Mencari uang dengan jalan yang merugikan orang seorang atau masyarakat.

Menjual zat-zat yang memabukkan, peralatan judi, benda-benda yang pada dasarnya kotor atau najis, dan menjual benda-benda yang dipalsukan, haram hukumnya. Berjudi, mencemarkan nama seorang mukmin, menyemangati orang yang berbuat salah, dan menerima jabatan atau pekerjaan yang ditawarkan oleh penguasa yang tidak adil, juga tergolong mencari uang dengan jalan yang merugikan orang seorang dan masyarakat.

Ada pula jenis mencari uang yang juga haram. Ada pekerjaan tertentu yang upahnya tidak boleh diterima. Pekerjaan semacam itu terlalu suci untuk diberi upah, karena itu pekerjaan seperti itu tidak boleh dijadikan sarana mencari nafkah. Pekerjaan seperti itu adalah memberikan informasi tentang hukum Islam, melaksanakan keadilan, memberikan pendidikan agama, menyampaikan khotbah dan sebagainya. Profesi tabib atau dokter boleh jadi juga tergolong pekerjaan seperti itu. Pekerjaan seperti itu terlalu suci untuk dijadikan sumber untuk mencari nafkah dan mengumpulkan uang. Pekerjaan seperti itu harus dilakukan tanpa menerima upah.

Perbendaharaan Muslim harus menutup biaya hidup orang-orang yang melakukan pekerjaan suci seperti itu.

Mempertahankan Hak

Melindungi hak orang seorang maupun hak masyarakat, serta memerangi orang yang melanggar hukum, merupakan pekerjaan yang suci. Al-Qur'an mengatakan,

Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (QS. an-Nisâ': 148)

Nabi saw bersabda: "Sebaik-baik jihad adalah berkata benar di hadapan penguasa lalim." Imam Ali bin Abi Thalib as mengutip, bahwa Nabi saw mengatakan: "Suatu bangsa akan dapat menempati posisi terpuji kalau bangsa tersebut mampu menjaga hak si lemah terhadap si kuat tanpa rasa takut." (Nahj al-Balâghah, lihat Surat 53)

Tanpa Henti Berjuang Menentang Kerusakan dan Memperbaiki Kondisi yang Ada

Prinsip amar ma'ruf nahi munkar (menganjurkan kebajikan dan mencegah kemungkaran), dalam kata-kata Imam Muhammad al-Baqir as, menjadi dasar dari seluruh perintah Islam. Prinsip ini membuat seorang Muslim senantiasa berupaya membuat pembaruan dan berjuang terus-menerus menentang kerusakan dan kekejian. Al-Qur'an memfirmankan:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar (QS Ali'Imran: 110)

Nabi saw bersabda: "Kamu harus menyuruh kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Kalau tidak, Allah akan membuatmu dikuasai oleh orang munkar. Kemudian orang baik di antara kamu akan berdoa, namun doanya akan sia-sia." (Nahj al-Balâghah)

Monoteisme

Islam, terutama sekali, adalah agama monoteistis (tauhid). Islam tidak menerima keraguan terhadap tauhid teoretis maupun tauhid praktis. Dalam Islam, semua pikiran, perilaku dan perbuatan diawali dengan Allah SWT dan diakhiri dengan Allah SWT pula.

Islam menolak keras setiap bentuk dualisme, trinitas, dan kemusyrikan. Islam menentang setiap pikiran yang bertentangan dengan tauhid, seperti mengakui dua prinsip yang independen, fundamental dan eksklusif, yaitu dua prinsip Allah SWT dan setan, Allah dan manusia, atau Allah

dan materi. Apa pun yang dilakukan, haruslah diawali dan diakhiri dengan nama Allah, dan harus dilakukan demi Dia dan untuk mendapatkan rida-Nya. Apa saja yang tidak sesuai dengan konsepsi ini, maka tidak Islami. Dalam Islam, semua jalan mengarah ke tauhid. Moral Islam lahir dari tauhid dan berujung pada tauhid. Begitu pula dengan pendidikan Islam, politik Islam, ekonomi Islam dan sosialisme Islam.

Dalam Islam setiap perbuatan diawali dengan nama Allah dan dengan bantuan-Nya. Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah Rabbil-'alamin. Segala sesuatu terjadi dengan nama Allah dan dengan dukungan Allah. "Aku tawakal kepada Allah, dan kepada-Nya kaum mukmin harus bersandar."

Monoteisme Islam (tauhid) bukan semata-mata ide dan keyakinan kering, karena Allah tidak terpisah dari makhluk-Nya. Dia bersama semua makhluk-Nya, dan meliputi semuanya. Segala sesuatu diawali dengan-Nya, dan diakhiri dengan-Nya. Pikiran monoteisme meliputi segenap eksistensi monoteis. Pikiran ini mengendalikan semua gagasannya, kemampuannya, dan perilakunya. Pikiran ini mengarahkannya. Itulah sebabnya Muslim sejati selalu ingat Allah pada awal, pertengahan dan akhir setiap perbuatannya. Muslim sejati tak pernah menyekutukan Allah dengan apa pun.

Meniadakan Perantara

Meskipun Islam mengakui bahwa rahmat Allah SWT turun ke dunia ini melalui perantara tertentu, dan percaya bahwa sistem sebab-akibat berlaku untuk urusan materi dan jiwa, namun Islam tidak mengakui perantara sejauh menyangkut masalah ibadah. Kita tahu, semua agama wahyu selain Islam sudah mengalami perusakan dan perubahan, akibatnya orang lupa akan nilai hubungan langsungnya dengan Allah. Nah, anggap saja ada sekat antara manusia dan Allah, dan hanya kaum pendeta dan ulama saja yang dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Islam memandang pikiran semacam ini musyrik. Dengan tegas Al-Qur'an mengatakan:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. (QS. al- Baqarah: 186)

Kemungkinan Hidup Berdampingan Secara Damai dengan Mereka yang Hanya Percaya Kepada Satu Allah

Dari sudut pandang Islam, dalam kondisi tertentu kaum Muslim dapat hidup damai di negeri mereka dengan para pemeluk agama lain yang semula menganut paham tauhid, sekalipun kini sudah menyimpang dari keyakinan semulanya, seperti kaum Yahudi, Kristiani, Majusi dan sebagainya. Namun kaum Muslim tak dapat hidup bersama di sebuah negeri Muslim dengan kaum musyrik. Bagaimanapun juga, demi kepentingan yang lebih tinggi, kaum Muslim dapat membuat perjanjian damai, pakta non-agresi, atau kesepakatan mengenai subjek tertentu dengan kaum musyrik.

Persamaan hak

Persamaan hak dan non-diskriminasi merupakan prinsip utama ideologi Islam. Dari sudut pandang Islam, semua manusia pada hakikatnya sama haknya. Mereka tidak diciptakan dalam dua lapisan atau lebih. Darah, ras atau kebangsaan bukanlah ukuran unggul tidaknya manusia. Seorang sayid Quraisy dan seorang badui, masing-masing sama haknya. Dalam Islam, kemerdekaan, demokrasi dan keadilan merupakan produk sampingan dari persamaan hak.

Dari sudut pandang Islam, individu dapat kehilangan hak sipilnya demi kepentingannya sendiri dan demi kepentingan masyarakat. Namun hal itu dapat terjadi dalam kondisi yang sangat khusus, dan

hal itu juga hanya untuk jangka waktu tertentu saja. Namun ketentuan ini tak ada kaitannya dengan diskriminasi ras. Dari sudut pandang Islam, perbudakaan yang sifatnya sementara waktu saja yang diperbolehkan, dan itu pun hanya untuk maksud-maksud pembaruan dan pendidikan. Masalah ini tak ada sigmfikansi atau arti ekonomi dan eksploitasinya.

Tak Ada Beda antara Lelaki dan Perempuan

Dalam Islam, hak, kewajiban dan hukuman juga untuk lelaki dan perempuan. Lelaki dan perempuan adalah sama-sama manusia, karena itu keduanya memiliki banyak sifat yang sama. Namun karena keduanya beda jenis kelaminnya, maka ada beberapa sifat yang khas bagi lelaki dan bagi perempuan saja. Hak, kewajiban dan hukuman bagi keduanya juga sama. Dalam hal ini tak ada bedanya antara lelaki dan perempuan. Hak mendapatkan ilmu atau pengetahuan, hak beribadah, hak memilih pasangan hidup, hak memiliki dan memanfaatkan harta, merupakan hak lelaki dan perempuan. Namun dalam beberapa kasus sekunder ketika masalah kelamin ada arti khususnya, posisi lelaki dan perempuan, kendatipun setara, beda.

Dalam dokumen Manusia dan Alam Semesta dalam (Halaman 124-127)