• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengendalikan Beban Usaha

Dalam dokumen Combine AR Matahari 2014 small SIze (Halaman 128-132)

Beban Usaha meningkat karena peningkatan aktivitas di gerai yang telah beroperasi, pembukaan gerai baru sebagai bagian dari program perluasan usaha Perseroan dan peningkatan biaya upah, komoditas dan produk akibat

inlasi dan kekuatan ekonomi makro lainnya. Perseroan

telah berfokus pada pengendalian biaya operasional dan telah berhasil menekan pertumbuhan Beban Usaha yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan Penjualan Barang Dagangan, sehingga memberikan pengaruh positif pada Laba Kotor yang Disesuaikan dan Marjin EBITDA. Beban Usaha sebagai persentase dari Penjualan Barang Dagangan mengalami peningkatan dari 20,3% pada tahun 2013 menjadi 20,4% pada tahun 2014. Perseroan telah mencapai pertumbuhan Beban Usaha yang lebih lambat melalui program pengendalian biaya yang dirancang untuk menekan Beban Usaha termasuk mengoptimalkan operasi distribusi dan logistik, serta menggunakan daya belinya dengan pemasok dalam bernegosiasi untuk mendapat harga yang lebih baik.

Beban Usaha utama Perseroan adalah Biaya Karyawan, Sewa, Utilitas dan Telekomunikasi Serta Biaya Pemasaran. Beban Usaha Perseroan meningkat karena kenaikan upah

minimum, kenaikan upah karena inlasi dan harga bahan

bakar, listrik dan bahan baku serta peningkatan yang terkait dengan pengembangan usaha. Pembukaan sebuah gerai baru akan menimbulkan peningkatan biaya, seperti tambahan Sewa, Beban Gaji dan Biaya Upah, Penyusutan, Konsumsi Energi dan Asuransi.

Gaji dan Tunjangan sebagai persentase dari Penjualan Barang Dagangan masing-masing adalah 6,2% dan 6,0% pada tahun 2013 dan 2014. Gaji dan Tunjangan meningkat 9,3% pada tahun 2014. Perseroan diwajibkan untuk meningkatkan upah yang dibayarkan kepada karyawan Perseroan untuk mematuhi peraturan kenaikan upah minimum yang terjadi setiap tahun. Peningkatan pada

competitive with wage levels at other retail operators. Wages also increase as additional staffs are employed in connection with the opening of new stores.

The Company incurs annual Rent Expenses associated with its stores, which are all leased, its headquarters and its distribution centre. The Company incurred Rent Expenses of Rp816.6 billion and Rp941.7 billion in 2013 and 2014, which represents 32.6% and 32.0% of the Company’s Operating Expenses for the corresponding periods. The Company typically enters into long term lease agreements.

Utilities and Telecommunications have increased (33.0% in 2013 and 27.2% in 2014) due to the Company opening more stores and increases in utility prices.

Operational Services, which mainly comprise security and cleaning services, have increased (23.8% in 2013 and 12.4% in 2014) as the Company has opened new stores and in line with minimum wage increases.

The Company maintains a low level of inventory shrinkage (or the loss of merchandise for any reason between point of delivery from suppliers and point of sale) by the use of an in-house distribution team, electronic article surveillance system for high price merchandise and tight inventory control. These practices have helped the Company to achieve low level of inventory shrinkage with respect to its DP Goods that did not exceed of 1.2% from 2012 to 2014. The Company is not responsible for inventory shrinkage with respect to Consignment Goods.

Inlation

The Company’s results are affected by inlation through increases in the costs of its Consignment Goods and DP Goods, staff costs and other costs. Although signiicant inlation can dampen overall demand for the Company’s DP and consignment goods as consumers have less discretionary income to spend, inlation at manageable levels, while increasing its costs, tends to actually beneit its business, as inlation-led price increases have a positive impact on its margins. Consumers in its target middle class segment generally have more disposable income so they can typically absorb a portion of consumer price increases. Signiicant inlation will negatively impact the demand for the Company’s products. Indonesia’s annual inlation rate, as measured by changes in Indonesia’s consumer price index, was 8.4% in 2013 and was 8.36% in 2014. Inlation in 2015 is currently projected at 5.8 – 7.3%.

kebijakan upah minimum. Perseroan berusaha untuk tetap kompetitif dalam hal tingkat upah dibandingkan dengan operator ritel lainnya. Upah juga meningkat karena bertambahnya karyawan sehubungan dengan pembukaan gerai baru.

Perseroan mempunyai Beban Sewa tahunan terkait dengan gerai-gerai, yang semuanya menyewa, kantor pusat dan

pusat distribusi. Perseroan membayar Beban Sewa Rp816,6 miliar pada tahun 2013 dan Rp941,7 miliar pada tahun 2014,

yang mewakili 32,6% dan 32,0% dari Beban Usaha Perseroan untuk periode yang sesuai. Perseroan biasanya melakukan perjanjian sewa jangka panjang.

Utilitas dan Telekomunikasi telah meningkat (33,0% pada 2013 dan 27,2% pada tahun 2014) karena Perseroan membuka gerai baru dan adanya kenaikan tarif utilitas.

Jasa Operasional, yang terutama terdiri dari jasa keamanan

dan kebersihan, telah meningkat (23,8% pada tahun 2013 dan 12,4% pada tahun 2014) karena Perseroan telah membuka gerai baru dan sejalan dengan kenaikan upah minimum.

Perseroan mempertahankan rendahnya tingkat penyusutan persediaan (atau kehilangan produk karena alasan apapun antara titik pengiriman dari pemasok dan titik penjualan) dengan menggunakan tim distribusi in-house, sistem pengawasan artikel elektronik untuk produk dagangan bernilai tinggi dan kontrol persediaan yang ketat. Praktik ini telah membantu Perseroan mencapai tingkat penyusutan

persediaan Produk Ritel yang rendah yang tidak melebihi

1,2% pada tahun 2012-2014. Perseroan tidak bertanggung jawab atas penyusutan persediaan Produk Konsinyasi.

Inlasi

Hasil usaha Perseroan dipengaruhi oleh inlasi melalui peningkatan biaya Produk Konsinyasi dan Produk Ritel, biaya karyawan dan biaya lainnya. Meskipun inlasi yang signiikan dapat mengurangi permintaan keseluruhan untuk Produk Ritel dan Produk Konsinyasi karena penghasilan konsumen untuk belanja sekunder berkurang, inlasi

pada tingkat yang terkendali, walaupun meningkatkan biaya, cenderung memberikan keuntungan bisnis, karena

kenaikan harga akibat inlasi memiliki dampak positif pada

marjin. Konsumen di segmen kelas menengah umumnya memiliki lebih banyak disposable income sehingga mereka

dapat menyerap sebagian dari kenaikan harga. Inlasi yang signiikan akan berdampak negatif terhadap permintaan produk Perseroan. Tingkat inlasi tahunan Indonesia, yang

diukur dengan perubahan dalam indeks harga konsumen di Indonesia, adalah 8,4% pada tahun 2013 dan diperkirakan

menjadi 8,36% pada tahun 2014. Tingkat inlasi pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 5,8 – 7,3%.

Seasonality

The Company’s stores experience sales seasonality

throughout the year. The Company promotes and advertises based on key events and holidays such as Lebaran, the June-July period covering school holidays (‘back to school’), Chinese New Year and Christmas. The 44 days prior to Lebaran accounted for 26.8% and 27.6% of Merchandise Sales in 2013 and 2014, respectively. In the month prior to Lebaran, all employees in Indonesia receive an allowance of a month’s salary in accordance with Indonesian labour laws. This increases customers’ disposable income immediately prior to Lebaran and has a positive impact on Merchandise Sales. The mandated allowance also increases the Company’s Operating Expenses, speciically Salaries and Allowances, in the quarter in which the payment occurs, but those increased expenses are small relative to the increase in Merchandise Sales and Net Revenue during the period. The date of Lebaran changes from year to year and the peak in sales may span different quarters in different years.

Musiman

Gerai Perseroan mengalami perubahan tren penjualan sepanjang tahun. Kegiatan promosi dan iklan Perseroan dilakukan dengan mengambil momentum peristiwa penting dan hari libur seperti Lebaran, periode Juni-Juli saat liburan

sekolah (‘back to school’), Tahun Baru Imlek dan Natal.

Periode 44 hari sebelum Lebaran menyumbang Penjualan Barang Dagangan sebesar 26,8% pada tahun 2013 dan 27,6% pada tahun 2014. Sekitar dua minggu sebelum Lebaran, seluruh karyawan di Indonesia menerima tunjangan satu bulan gaji sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan di

Indonesia. Hal ini langsung meningkatkan disposable income

pelanggan sebelum Lebaran dan memiliki dampak positif pada Penjualan Barang Dagangan. Tunjangan wajib juga meningkatkan Beban Usaha Perseroan, khususnya Gaji dan Tunjangan, pada kuartal dimana terjadi pembayaran, tetapi peningkatannya relatif kecil dibandingkan dengan peningkatan Penjualan Barang Dagangan dan Pendapatan Bersih selama periode tersebut. Tanggal jatuhnya hari raya Lebaran berubah dari tahun ke tahun dan puncak penjualan dapat terentang pada kuartal yang berbeda di tahun yang berbeda.

The months of June and July, which coincide with school holidays and overlap with the Idul Fitri period accounted for 29.0%,32.3% of Merchandise Sales in 2013 and 2014, respectively.

The Company also sees increases around Chinese New Year and Christmas. Following Christmas, the Company’s sales return to average levels.

Each of these peak periods has a positive impact on the Company’s results. In addition to Idul Fitri and Chinese New Year, there are several other holidays throughout the year that do not occur on ixed dates. Consequently, the results of a given interim inancial period may or may not be directly comparable to results from the preceding interim period or to the corresponding period in prior years. To the extent that any of these peak sales periods overlap in a particular year, Merchandise Sales may suffer at that particular period relative to years in which the peak sales periods did not overlap. Merchandise Sales can also be impacted by the number of pay periods spanned by a particular peak season. If more pay periods than usual are spanned, the Company may experience increased sales. Likewise, a smaller than usual number of pay periods during the peak season can have a negative impact.

Bulan Juni dan Juli, yang bertepatan dengan liburan sekolah dan berhimpitan waktu dengan periode Idul Fitri menyumbang Penjualan Barang Dagangan 29,0% pada tahun 2013 dan 32,3% pada tahun 2014.

Perseroan juga mengalami peningkatan penjualan di

sekitar Hari Raya Imlek dan Natal. Setelah Natal, penjualan

Perseroan kembali ke tingkat rata-rata.

Setiap periode puncak memiliki dampak positif pada hasil

usaha Perseroan. Selain Idul Fitri dan Hari Raya Imlek, ada

beberapa hari libur lainnya sepanjang tahun yang tidak terjadi pada tanggal yang sama. Akibatnya, hasil dari suatu periode keuangan interim yang diperoleh belum tentu dapat dibandingkan secara langsung dengan hasil dari periode interim sebelumnya atau dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Disamping mengalami periode puncak penjualan yang berdekatan pada tahun tertentu, Penjualan Barang Dagangan dapat mengalami penurunan pada periode tertentu di tahun yang tidak mempunyai periode puncak penjualan yang berdekatan. Penjualan Barang Dagangan juga dapat dipengaruhi oleh jumlah periode pembayaran di puncak musim tertentu. Jika periode pembayaran lebih dari biasanya, Perseroan dapat mengalami peningkatan penjualan. Demikian juga, periode pembayaran yang lebih rendah selama puncak musim dapat memiliki dampak negatif.

Dalam dokumen Combine AR Matahari 2014 small SIze (Halaman 128-132)

Dokumen terkait