• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Kepercayaan Melalui Sharing Community

Adapun motif kopi pecah dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

PERAN MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN BATIK BANYUWANGI

5.2 Modal Sosial dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat

5.2.1 Meningkatkan Kepercayaan Melalui Sharing Community

Kepercayaan merupakan unsur utama dalam membina sebuah hubungan antar dua individu atau lebih, terutama dalam sebuah hubungan kerjasama. kepercayaan juga merupakan alasan utama sebagai modal untuk mencapai tujuan. Kepercayaan yang terjadi menghasilkan suatu hubungan yang dapat

menguntungkan kedua belah pihak, sehingga kepercayaan yang terjadi akan sangat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh individu, apakah dia akan mempercayai seseorang ataupun tidak (Grootaert, 2004).

Hal tersebut terjadi pada pengerajin batik yang ada di Banyuwangi, pada awal ketika pengerajin hanya ada tiga orang, mereka merasa bahwa usaha batik tidak dapat berkembang. Dikarenakan pemikiran mereka dulu masih kuno yang artinya dalam berbisnis untuk mencapai kesuksesan dapat dilakukan dengan menjadi yang lebih baik. Maka muncullah sifat individualis diantara pengerajin,sampai pada saat itu muncul wacana bahwa akan dibentuk Asosiasi batik yang mau tidak mau membuat para pengerajin harus saling berkolaborasi untuk dapat mengembangkan Batik Banyuwangi secara bersama-sama. Terbentuknya asosiasi batik hingga sekarang ini membuat suatu kemajuan, salah satunya adanya peningkatan jumlah pengerajin batik pada setiap tahunnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Firman selaku ketua asosiasi batik.

“Sampai saat ini total keseluruhan batik yang ada di banyuwangi kurang lebih berjumlah 30 pengerajin, namun yang terdaftar sebagai Asosiasi Sekar Jagat Blambangan kurang lebih berjumlah 25 pengerajin. Sebagian yang belum terdaftar dalam asosiasi dikarenakan fokus motif batik yang di produksi bukan motif Banyuwangi namun motif Bali” (Firman, Ketua Asosiasi Batik).

Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari Tri Oktivita selaku pendamping klinik UMKM yang memaparkan kondisi pembatik sekarang ini.

“Pembatik di Banyuwangi itu mengalami kenaikan jumlah, yang sampai saat ini kurang lebih ada 30 pembatik yang sudah di data oleh Diskop (sambil memberikan brosur)” (Tri, Pendamping klinik UMKM).

Dibentuknya Asosiasi Batik Sekar Jagad Blambangan, telah meningkatkan kepercayaan antar pengerajin satu sama lain. Namun pada awalnya memang tidak mudah, karena pada awal asosiasi terbentuk asosiasi batik belum terlalu memberikan dampak yang cukup signifikan. Firman menerangkan bahwa adanya

asosiasi batik dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh para pengerajin batik. Ungkapan bertujuan untuk meningkatkan minat yang ada pada pengerajin batik ketika bergabung dengan asosiasi.

“(...) berupaya menyamaratakan harga, hingga menentukan standart kualitas batik (...)” (Firman, Ketua Asosiasi Batik).

Pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa para pengerajin batik nantinya akan diberikan sebuah aturan yang mengikat, di mana hal tersebut memberikan dampak tenang dan percaya terhadap asosiasi batik. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Syamsudin, yang dapat dilihat dibawah ini.

“(...) bukan berarti diluar asosiasi tidak kita perjuangkan. Tapi kita tetep perjuangkan (...)” (Syamsudin, Pengerajin Batik).

Melihat pernyataan-pernyataan yang diungkapkan diatas, dapat di ketahui bahwa setiap hubungan yang dibangun dalam asosiasi mempunyai tujuan bersama yakni ingin mensejahterakan para anggotanya, bahkan di luar asosiasipun mereka juga berupaya membantu. Hal tersebut menimbulkan sebuah kepuasan tersendiri bagi pengerajin batik, setelah mereka bergabung dengan asosiasi batik. ketika kepuasaan tersebut terpenuhi hal tersebut dapat membentuk sebuah kepercayaan. Hal tersebut sependapat dengan Helliwel (2006) dalam Handoyo (2013) bahwa kepuasan hidup berhubungan dengan kepercayaan, yang apabila kepuasan seseorang tersebut dipenuhi akan dapat menimbulkan kepercayaan yang tinggi. Adanya kepuasan yang ingin dicapai pengerajin batik tersebut dapat dikatakan sebuah hubungan timbal balik dari bergabungnya pengerajin batik di asosiasi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Field (2003) bahwa kepercayaan yang timbul pada sebuah komunitas tidak akan muncul secara spontan, namun hal tersebut tergantung pada adanya timbal balik.

Adanya timbal balik yaitu dengan menyamaratakan harga dan menentukan standart kualitas batik, merupakan garis besar untuk membuat hubungan yang

baik antara pengerajin satu dengan yang lainnya. Karena, meyamaratakan harga merupakan strategi untuk mengurangi tingkat persaingan yang nantinya akan merusak pasar batik Banyuwangi. Selain itu, penentuan standart batik menimbulkan adanya pelatihan yang dilakukan bertujuan untuk mengarahkan pengerajin untuk membentuk standarisasi dalam membuat batik. Hal tersebut ditanggapi positif dari para pengerajin, yang dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini.

“Jadi kita banyak difasilitasi. Adanya pelatihan itu cukup signifikan meningkatkan produk kita. Terus menajemen yang dulunya kita tidak pakai, sekarang sudah mulai kita pakai. Jadi banyak peningkatan yang saya rasakan” (Bu Is, Pengerajin batik).

Adapun salah satu pelatihan membatik yang diadakan Diskop pada tahun 2017 dapat dilihat pada gambar dibawah ini (lihat gambar 5.37 dan gambar 5.38),

Sumber: Data diolah dari Diskop Banyuwangi, 2017

Sumber: Data diolah dari Diskop Banyuwangi, 2017

terlihat antusias masyarakat dalam mengikuti pelatihan batik tersebut. Hal tersebut juga sependapat dengan Syamsudin mengenai nilai positif yang didapat dari adanya pelatihan.

“Kalau untuk batik ini banyak sekali pelatihan-pelatihan, terus promosi, pameran pameran keluar kota. Selain itu dari pemerintahan sendiri juga membantu para pengerajin batik untuk mendapatkan modal, istilahnya mempertemukan dari pihak bank ke para pengerajin” (Syamsudin, Pengerajin batik).

Selain adanya timbal balik setelah bergabung dengan asosiasi, timbulnya rasa rasa percaya antar anggota di dalam suatu kelompok juga dapat membangun kepercayaan. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Syahyuti (2008) bahwa kepercayaan yang timbul dalam suatu kelompok akan memerikan dampak sebagaimana yang diharapkan dan hal tersebut juga menimbulkan rasa saling mendukung. Menjadi ketua asosiasi merupakan pilihan yang diwujudkan dari rasa percaya. Sebagai ketua asosiasi, Firman tidak hanya sekedar dipilih namun para Gambar 5.38 Pelatihan Yang Diadakan Di Dominasi Kaum Hawa

pengerajin batik menilai Firman dapat mengatasi permasalahan yang ada dalam upaya mengembangkan batik Banyuwangi. Hal tersebut di ungkapkan Bu Is selaku pengerajin batik tentang ketua asosiasi batik saat ini.

“Nah pak Firman sendiri itu baru kita angkat sebagai ketua, yang awal itu pak Amrin. Ya gitu mas, mungkin pak Amrin sibuk dan waktu itu pak Firman orangnya aktif ya kita yakin sama beliau” (Bu Is, Pengerajin batik).

Selain adanya dukungan dari Bu Is, salah satu pengerajin batik lainnya yaitu Fonny juga menambahkan bahwa ketua sebelumnya tidak aktif, sehingga hal tersebut membuat para pengerajin memilih Firman sebagai ketua asosiasi batik Banyuwangi saat ini.

“Untuk ketuanya dulu iya memang pak Amrin yang dulu ndak aktif soalnya pekerja, dan sekarang ganti jadi pak Firman itu” (Fonny, Pengerajin batik).

Pada pernyataan tersebut menunjukkan adanya nilai kejujuran yang ditunjukkan dari ungkapan para pengerajin yang akhirnya memunculkan rasa percaya untuk memilih Firman sebagai ketua asosiasi batik Banyuwangi. Kepercayaan diantara anggota lainnya juga ditunjukan dalam pernyataan dibawah ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Bu Is mengenai nilai kekeluargaan yang dibangun dalam meningkatkan kepercayaan.

“Kita keluarga mas, jadi misal disini sama kayak pak Firman, saya memasarkan punya temen. Jadi tidak hanya produk dari saya saja. Misal yang lain yang dapet ya saya kasih ke temen-temen, jadi kekeluargaan itu sih mas, dapet berapa persennya itu terakhir. Kita nanti suksesnya, sukses berjamaah kok” (Bu Is, Pengerajin batik).

Selain pernyataan dari Bu Is bahwa adanya nilai kekeluargaan antar anggota asosiasi, dapat menumbuhkan kepercayaan. Selain itu Firman dan Syamsudin juga menambahkan mengenai rasa percaya yang timbul dalam asosiasi batik Banyuwangi.

“Jadi kita itu solid kok di UMKM itu. Biar ada perbedaan, itu bukan berarti masalah, tapi jadi wahana yang bagus untuk berkembang” (Firman, Ketua asosiasi batik).

“Kemudian bukan berarti bahwa ketika kita di asosiasi yang notabene visi misinya memperjuangkan para pengerajin batik itu, bukan berarti diluar asosiasi tidak kita perjuangkan” (Syamsudin, Pengerajin batik).

.

Dalam pernyataan tersebut adanya nilai kejujuran dan nilai bersama membuat para pengerajin semakin percaya, bahwa dalam berbisnis tidak perlu ada yang ditakuti. Justru pengerajin merasa bersemangat karena, mereka akan berusaha lebih baik yang nantinya akan berdampak pada penjualan produknya. Hal tersebut senada dengan Setyawati (2015) bahwa kejujuran dalam suatu kelompok akan cenderung membuat kelompok tersebut jauh lebih cepat berkembang dan maju.

Nilai kebersamaan lainnya juga ditunjukkan melalui komunikasi yang digunakan para pengerajin batik yaitu adanya grup whatsapp. Dengan memanfaatkan teknologi saat ini terbentuklah grup whatsapp yang mempermudah jaringan komunikasi antar anggota asosiasi batik Banyuwangi. Membangun kepercayaan melalui grup whatsapp seperti ini, merupakan pengembangan kepercayaan prosesual (Damsar, 2009). Menurut Damsar (2009) kepercayaan prosesual tersebut merupakan kepercayaan yang timbul akibat dari proses interaksi sosial yang dilakukan pada suatu individu atau kelompok tersebut yang terlibat. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Firman selaku ketua asosiasi batik Banyuwangi dibawah ini.

“Kan ada grup WA (whatsapp), wes kalau ada WA semua langsung narsis-narsis (bukan) gak produk e sing di upload tapi (orangnya) wong e. Jadi untuk menghubungkan itu ya cukup lewat WA kalau ada yang mengundang, ada juga yang lewat E-mail” (Firman, Ketua asosiasi batik).

Sesekali Firman juga melihatkan beberapa aktivitas yang ada di grup

whatsapp-nya, adapun dapat dilihat pada gambar dibawah ini (lihat gambar 5.39),

sumber: Dokumentasi lapang, 2018

Selain itu, pernyataan tersebut juga didukung oleh pengerajin batik lainnya yang menyatakan bahwa adanya grup whatsapp dapat mempermudah komunikasi. Dapat dilihat pada pernyataan yang diungkapkan Syamsudin dan Bu Is dibawah ini.

“(...) karena melalui group WA itu kita jadi dipermudah, karena kita juga tidak harus sering ketemu. WA itu cukup membantu” (Syamsudin, Pengerajin batik).

“Sosialisasi dari WA (whatsapp) itu mudah banget bagi mereka yang aktif, tapi bagi mereka yang ndak aktif ya kayaknya sih masih kesusahan. Soalnya kita harus aktif disitu, jadi kalau ada apa-apa kita tahu, memang fasilitas seperti itu harus kita manfaatkan” (Bu Is, Pengerajin batik).

Kemajuan teknologi memang tidak bisa dipungkiri kehebatannya, karena dapat menyatukan yang jauh menjadi merasa dekat. Grup dirasa lebih efektif untuk digunakan dalam menyalurkan informasi terkait batik, mulai dari pameran, pelatihan, penjualan, hingga persoalan-persoalan dapat didiskusikan dalam grup Gambar 5.39 Firman Saat Ingin Menunjukkan Grup Whatsapp

tersebut. Adanya grup tadi, dapat mempererat hubungan kerjasama dalam sebuah kelompok atau asosiasi (Fukuyama dalam Ulinnuha,2012).

Namun pernyataan tersebut tidak selamanya sesuai karena, apabila dalam sebuah grup tersebut tidak aktif maka kedepannya akan mengakibatkan tertinggalnya informasi yang ter-update mengenai batik Banyuwangi. Senada dengan pernyataan yang diungkapkan Bu Is dibawah ini.

“Sosialisasi dari WA (whatsapp) itu mudah banget bagi mereka yang aktif, tapi bagi mereka yang ndak aktif ya kayaknya sih masih kesusahan. Soalnya kita harus aktif disitu, jadi kalau ada apa-apa kita tahu (...)” (Bu Is, Pengerajin batik).

Karena, memang masih ada beberapa pengerajin batik yang kurang aktif dalam grup tersebut terkait beberapa alasan tertentu. Hal tersebut di tunjukkan oleh Fonny salah satu pengerajin batik yang mengaku masih selektif dalam sebuah grup whatsapp asosiasi batik.

“(...) cuman kurang aktif diasosiasinya. Kenapa ? ya semisal ada pelatihan ini, ada ini, ada ini, sekarang ini masak aku harus ngikuti semuanya. Harus lebih selektif lagi jadi saya tipe yang masih melihat-lihat dulu bila mungkin ada kegiatan yang akan dilakukan. (...)” (Fonny, Pengerajin batik).

Fonny menjelaskan bahwa dalam sebuah grup tersebut tidak aktif dikarenakan kegiatan yang berikan terlalu monoton sehingga membuat Fonny lebih selektif dalam memilih kegiatan yang akan diikuti. Fonny lebih selektif memilih kegiatan yang belum pernah diikuti sebelumnya, karena beranggapan bahwa hal tersebut lebih memberikan ilmu baru ketimbang membuang waktu pada kegiatan yang sama.

Dapat disimpulkan dalam asosiasi batik Banyuwangi, dalam mengembangkan kepercayaan yaitu dapat dilakukan salah satunya melalui peran timbal balik setelah bergabung dalam asosiasi batik Banyuwangi. Hal tersebut senada dengan pernyataan Field (2003) bahwa dalam meningkatkan kepercayaan

tidak muncul secara spontan, namun hal tersebut tergantung pada adanya timbal balik. Putnam (2000) dalam Handoyo (2013) juga menjelaskan bahwa dalam sebuah kelompok kerja yang relatif sukses, terjadi karena terdapat hubungan timbal balik di dalamnya.

Dalam asosiasi batik Banyuwangi, hubungan timbal balik tersebut diwujudkan melalui adanya pelatihan yang diberikan secara gratis kepada para pengerajin batik Banyuwangi. Karena adanya pelatihan, hal tersebut berdampak kepada peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang baik diterapkan dalam peningkatan produksi serta penjualan baik. Hal tersebut akan berdampak kepada peningkatan perkonomian yang terjadi karena kepercayaan yang tinggi yang timbul setelah bergabung dengan asosiasi.

Selain dibutuhkan timbal balik, meningkatkan kepercayaan dapat dilakukan melalui peningkatan interaksi antara anggota asosiasi batik Banyuwangi melalui adanya grup whatsapp. Karena grup whatsapp menurut Damsar (2009) merupakan sebuah media interaksi yang dapat menimbulkan sebuah kepercayaan atau dapat dikatakan kepercayaan prosesual. Dalam grup tersebut, harus mempercayai satu sama lain agar menciptakan nilai kebersamaan atau kesatuan diantara anggota asosiasi batik. Hal tersebut sependapat dengan Fukuyama (2002) dalam Utami (2014) bahwa dalam menciptakan kepercayaan dalam sebuah kelompok, anggotanya harus dituntut untuk bersatu dan memberikan kontribusi pada kelompok tersebut.

Selain terjalin kepercayaan yang terbentuk dari adanya kesatuan antar pengerajin batik, grup whatsaap digunakan sebagai media informasi mengenai batik. Hal tersebut digunakan para pengerajin batik untuk menambah jaringan sosial yang mereka buat agar nantinya dapat menurunkan persaingan usaha. Karena, kepercayaan yang terbentuk tersebut nantinya akan berdampak kepada

kesediaan para pengerajin untuk menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan individu.

Dari temuan diatas, dapat disimpulkan pada tabel 5.8 dibawah ini mengenai kepercayaan yang ada pada pengerajin batik Banyuwangi. Apabila rasa kepercayaan tersebut dapat terus dipupuk maka akan dapat meminimalisir persaingan usaha dalam UMKM batik Banyuwangi.

Tabel 5.9 Ringkasan Hasil Penelitian

Teori Temuan Implikasi

Pendekatan Kepercayaan dalam peningkatan Modal Sosial  Adanya kepercayaan diantara para

pengerajin, dilihat dari pengerajin yang senang hati melakukan

kerjasama dengan pengerajin lain.  Kepercayaan tumbuh

akibat adanya

hubungan timbal balik.  Penggunaan grup

Whatsapp, membantu

para pengerajin lebih percaya satu sama lain (keterbukaan).

 Masih ada pengerajin batik yang kurang aktif dalam grup whatsapp dikarenakan “gagap teknologi”.

 Kepercayaan dapat menimbulkan rendahnya tingkat persaingan dalam berjualan batik.

 Meningkatnya jumlah pengerajin batik Banyuwangi.  Munculnya jaringan sosial akibat terjalin hubungan yang baik diantara para pengerajin batik Banyuwangi.  Terciptanya standart produk batik yang berkualitas.  Terciptanya standart harga melalui kepercayaan antar anggota asosiasi untuk mengurangi persaingan usaha .

Sumber: diolah dari hasil lapang, 2018