III. METODE PENELITIAN
3.6 Metode Analisis Data
3.6.2 Metode Analisis Konsekuensi dan Dampak Kesepakatan Bilateral
Analisis mengenai konsekuensi dan dampak IUSEPA terhadap arus perdagangan dan penerimaan pemerintah biasanya dilakukan menggunakan baik framework keseimbangan parsial (partial equilibrium) maupun umum (general equilibrium).
Dengan titikberat pada pasar maupun produk individu, model-model keseimbangan parsial memungkinkan dilakukannya studi yang sangat mendetail akan dampak dari perubahan instrumen kebijakan perdagangan. Sebaliknya, model-model keseimbangan umum berusaha untuk mengestimasi efek preferensi tarif yang diskriminatif terhadap perekonomian secara keseluruhan, dengan cara mempertimbangkan keterkaitan antar sektor. Pada dasarnya, model-model keseimbangan umum lebih cocok untuk menganalisis efek terhadap perdagangan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Kelemahan terbesar dari model-model ini adalah kebutuhan akan ketersediaan informasi yang mendetail mengenai perekonomian yang terlibat, seperti data produksi sektoral dalam bentuk neraca sosial ekonomi/ SNSE (social Accounting
Matrix/SAM).
Selain SNSE, untuk kajian yang lebih luas terutama dikaitkan dengan kesejahteraan (welfare), untuk kajian dampak dari free-trade ini dapat digunakan General
Equilibrium Models seperti GTAP (General Trade Analysis Project). GTAP ini adalah
merupakan suatu perangkat metodologi penting dalam analisis kebijakan perdagangan, dikarenakan GTAP tidak hanya mengukur efek langsung dari perubahan yang disimulasikan, akan tetapi juga efek tidak langsungnya (second-round), yang mana terdiri dari efek inter-industri dan adjustment ekonomi makro.
Di samping general equilibrium models seperti GTAP, terdapat juga partial
equilibrium models diantaranya adalah dengan pendekatan SMART Model. Model ini
memiliki beberapa keterbatasan, salah satu yang utamanya adalah implikasi intersektoral (efek second-round) dari perubahan kebijakan perdagangan tidak diikutkan dalam perhitungan. Terlepas dari keterbatasan tersebut, partial equilibrium framework lebih cocok untuk melihat perlakuan yang berbeda dan khusus yang mendasar pada analisis
simulasi. Partial equilibrium models memiliki keuntungan yaitu bekerja pada level yang sangat detail.
Karena data produksi domestik yang diperlukan kurang baik kualitasnya, maka dalam kajian ini analisis terhadap efek perdagangan dan fiskal dari kesepakatan kemitraan ekonomi menggunakan framework keseimbangan parsial dengan pendekatan SMART Model.
Secara umum terdapat dua model dasar keseimbangan parsial yang dapat dipergunakan untuk menganalisis kedua efek tersebut. Model pertama berlandaskan asumsi komoditas homogen, sedangkan model kedua dibangun berdasarkan asumsi ”Armington” (Armington, 1969), dimana Armington meneliti sifat dari fungsi permintaan impor ketika barang-barang impor dan barang produksi domestik dipergunakan sebagai barang substitusi tidak sempurna. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori yang kedua, karena mayoritas ekspor Jepang, Amerika Serikat dan Eropa ke Indonesia terdiri dari barang-barang manufaktur. Komoditas-komoditas manufaktur berupa peralatan transportasi serta telekomunikasi, dan mesin listrik serta non-listrik akan cenderung terdiferensiasi berdasarkan negara asal dibandingkan bahan mentah atau barang-barang pertanian.
Secara teoritis FTA akan memberikan harapan adanya keuntungan berupa trade
creation yang lebih besar dari kerugian berupa trade diversion bagi masing-masing
negara pelaku kesepakatan bilateral. Menurut Hady (2001), dengan analisis partial
equilibrium, trade creation adalah penggantian dimana produk domestik suatu negara
yang melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan FTA atau CU (custom
unions) dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain. Jika seluruh sumber
daya digunakan secara full employment dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan
comparative advantage, masing-masing negara akan memperoleh dampak positif berupa
peningkatan kesejahteraan masyarakat karena memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah.
Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the world).
- Sejumlah Prinsip Dasar dalam Kerjasama Perdagangan
Dalam bagian ini kita akan memahami landasan teori dari sejumlah prinsip dasar yang ada dalam kerja sama liberalisasi perdagangan multilateral (WTO) maupun regional (RTA). Konsep-konsep most-favoured nations (MFN), reciprocity, dan national
treatment perlu dibahas dengan pertimbangan bahwa konsep-konsep tersebut menjadi
bagian integral dalam kesepakan-kesepakatan WTO. Dalam tataran kerja sama regional, konsep Trade Diversion dan Trade Creation dijelaskan dengan pendekatan partial
equilibrium. Kedua konsep tersebut membantu kita dalam memahami bahwa
penbentukan RTA pada dasarnya dapat mendatangkan keuntungan tapi juga kerugian bagi negara anggota. Konsep rules of origin (ROO) dielaborasi untuk memahami mengapa efektivitas RTA dapat terancam bila konsep ini tidak diterapkan dengan baik.
Konsep most-favoured nations (MFN) dalam kerja sama perdagangan merujuk pada status yang diberikan oleh suatu negara kepada negara mitra dagangnya, dimana negara mitra dagang tersebut akan memperoleh semua kemudahan perdagangan, misalnya tarif yang rendah, seperti yang diperoleh negara-negara ketiga lainnya. Dalam praktek, negara yang memperoleh status MFS setidaknya tidak akan diperlakukan lebih buruk dari negara lainnya. WTO pada dasarnya mengharuskan setiap negara anggota untuk memberikan status MRN kepada negara anggota lainnya. Perkecualian diterapkan pada perdagangan dengan sejumlah negara berkembang, kerja sama-kerja sama perdagangan regional, dan upaya anti-dumping.
Konsep MFN umumnya dibedakan dengan konsep reciprocity. Dalam konsep terakhir tersebut, perlakuan istimewa yang diberikan suatu negara kepada negara mitra dagangnya hanya berlaku jika negara mitra dagang tersebut juga memberikan perlakuan istimewa hanya kepada negara pertama tersebut. Negara-negara di luar kesepakatan dimaksud tidak menikmati perlakuan istimewa tersebut. Paling maksimal, negara-negara tersebut hanya mendapatkan kemudahan MFN.
Di bawah perlakuan nasional (national treatment), bilamana sebuah negara memberikan hak istimewa, keuntungan, ataupun kemudahan tertentu kepada warga negaranya, negara tersebut juga memberikan keuntungan-keuntungan tersebut kepada warga negara-negara lain yang berada di negara pertama tersebut. Dalam perjanjian antar
negara, perlakuan nasional berarti bahwa suatu negara harus memberikan perlakuan yang sama bagi warga negara-negara yang melakukan kesepakatan.
Viner (1950) adalah pihak pertama yang mencetuskan konsep trade diversion (TD) dan trade creation (TC). TD adalah situasi dimana RTA mengalihkan perdagangan dari pemasok yang lebih efisien di luar RTA ke pemasok yang kurang efisien yang berasal dari dalam RTA. TD bisa meningkatkan kesejahteraan negara anggota RTA, namun mungkin pula menurunkannya. Sementara itu, TC pada dasarnya adalah lahirnya perdagangan pasca pembentukan RTA. Pasokan berasal dari negara dengan efisiensi produksi yang lebih baik. TC mendorong kenaikkan kesejahteraan negara anggota RTA.
Untuk menjelaskan baik TC maupun TD dengan pendekatan partial equilibrium, kita asumsikan bahwa suatu negara kecil A menjalin gubungan ekspor-impor sebuah produk homogen x dengan dua negara besar B dan C. Negara A mengenakan tarif MFN spesifik untuk impor x dari kedua negara. Negara A akan menjalin kerjasama perdagangan regional (RTA) dengan negara B. Setelah RTA terbentuk, impor x dari negara di luar RTA (C) tetap dikenakan tarif seperti semula. Di sini juga diasumsikan bahwa negara C dapat memproduksi produk x dengan lebih efisien daripada negara B. Dalam arti, produk tersebut ditawarkan di pasar dunia oleh negara C dengan harga lebih murah. Di bawah ini , kita akan menganalisa dampak kesejahteraan, khususnya bagi negara A, dari pembentukkan kerja sama RTA di atas.
(a) Penciptaan Perdagangan (Trade Creation)
Secara umum, penciptaan perdagangan memiliki arti, area perdagangan bebas menciptakan perdagangan yang tidak akan ada sebelumnya. Sebagai akibatnya, pasokan terjadi dari produsen suatu produk yang lebih efisien. Dalam semua kasus, penciptaan perdagangan akan meningkatkan kesejahteraan nasional suatu negara. Seperti yang dijelaskan dalam diagram pada Gambar 12.
Dari Gambar 10 dapat kita lihat bagaimana terjadinya efek positif dari trade
creation sebagai akibat dilakukannya Kesepakatan Perdagangan Bilateral. Awalnya, pada
saat tarif masih dikenakan atas impor, kurva penawaran adalah S1+T, dimana jumlah impor komoditas X adalah sebanyak JH dan produksi komoditas X domestik adalah sebesar GJ. Sedangkan, setelah diberlakukan kesepakatan Perdagangan dengan dicabutnya tarif, kurva penawaran adalah S1, dimana jumlah impor komoditas X meningkat menjadi sebanyak CB, dan produksi domestik komoditas X menurun menjadi sebanyak AC. Peningkatan impor dari JH menjadi CB inilah yang merupakan efek positif sebagai dampak trade creation akibat diberlakukannya kesepakatan perdagangan bilateral. Penjelas lebih lanjut mengenai trade creation (TC) tersebut dapat dilihat melalui diagram yang tertera pada Gambar 11.
Px(U$) Sx A C B Dx E G J H M N U V Z W S1 S1 + T Qx Gambar 10. Terjadinya Trade Creation Sebagai Dampak Dari Kesepakatan
Perdagangan Bilateral
Gambar 11. Kurva Demand dan Supply dalam Trade Creation Sumber: Suranovic, 1997
Diagram pada Gambar 11 menunjukan kurva demand dan supply untuk Negara A. PB dan PC menggambarkan harga pasokan barang dalam perdagangan bebas dari Negara B dan Negara C dan sebaliknya. Perlu dicatat bahwa Negara C diasumsikan mampu untuk memasok produk pada tingkat harga yang lebih rendah dibandingkan dengan Negara B. Perlu dicatat bahwa Negara B harus memiliki tarif untuk produk yang diimpor dari Negara C, pasar pada Negara B akan dipasok oleh C.
Sama halnya denga pengalihan perdagangan, pada penciptaan perdagangan diasumsikan bahwa A memiliki tarif spesifik tB = tC = t* dimana A mengimpor dari Negara B dan C. Tarif mengakibatkan meningkatnya harga pasokan dalam negeri dari PTB ke PTC. Besarnya tarif dinotasikan dengan garis hijau terputus dalam diagram, dimana menunjukan bahwa t*=PTB – PB = PTC – PC.
Sejak diberlakukannya tarif, harga autarky di Negara A yang ditunjukan dengan symbol PA pada diagram menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga dengan tarif PTB dan PTC, dalam hal ini produk tidak akan diimpor, kecuali jika Negara A akan memasok permintaan dalam negerinya pada S1 = D1. Dalam kasus ini tarif original dilarang.
Selanjutnya, asumsikan negara A dan B membentuk FTA dan A menghapuskan tarif impornya dari Negara B. Sekarang tB = 0 tetapi tc sama seperti at t*. Harga barang
dalam negeri dari Negara B dan C sekarang menjadi PB dan PTc. Sejak PB < PA, Negara A akan mengimpor semua produk dari Negara B setelah adanya FTA. Pada harga dalam negeri yang lebih rendah, PB, import akan meningkat ke batas garis biru atau dari D2 ke S2. Sejak perdagangan terjadi dengan FTA, dan tidak akan terjadi sebelumnya, hal tersebut bisa dikatakan perdagangan diciptakan. Efek Kesejahteraan di Gambarkan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Efek Kesejahteraan dari Free Trade terhadap Trade Creation (TC)
Efek Kesejahteraan dari Free Trade Area membentuk Penciptaan Perdagangan
Negara A Surplus Konsumen + (a + b + c) Surplus Produsen - a Penerimaan Pemerintah 0 Kesejahteraan Nasional + (b + c) Sumber: Suranovic, 1997 Dampak FTA terhadap:
(1) Konsumen Negara A – Konsumen produk dari Negara yang mengimpor memperoleh keuntungan dari adanya FTA. Penurunan harga dalam negeri dari barang impor dan subtitusi dalam negeri meningkatkan surplus konsumen di dalam pasar. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan surplus konsumen;
(2) Produsen Negara A – Produsen di Negara pengimpor menderita kerugian sebagai akibat dari FTA. Penurunan harga produk di pasar domestik mengurangi surplus produsen dalam industri. Penurunan harga juga mengakibatkan penurunan output dari perusahaan yang sudah ada sebelumnya (dan mungkin beberapa perusahaan akan menutup usahanya), penurunan penyerapan tenaga kerja dan penurunan keuntungan dan atau pembayaran untuk biaya tetap. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan surplus produsen;
(3) Pemerintah Negara A –Sejak tarif awal dilarang dan produknya tidak secara original diimpor, maka tidak akan ada penerimaaan dari tarif awal. Jadi dalam hal ini FTA menunjukan tidak adanya kehilangan dalam penerimaan;
(4) Kesejahteraan Nasional Negara A - Kesejahteraan agregat bagi Negara dapat ditentukan dengan menjumlahkan penerimaan dan kerugian konsumen, produsen dan pemerintah. Efek bersihnya terdiri dari dua komponen yaitu : (a) perolehan efisiensi produksi (b) perolehan efisiensi konsumsi. Hal tersebut berarti penciptaan perdagangan timbul ketika FTA dibentuk. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan kesejahteraan nasional.
(b) Pengalihan Perdagangan (Trade Diversion)
Selanjutnya dengan model analisis yang sama, trade diversion merupakan dampak negatif dari impor barang yang harganya relatif lebih murah dari negara bukan anggota FTA atau CU, sehingga akan digantikan dengan impor yang harganya relatif lebih mahal dari negara anggota. Hal ini dapat terjadi karena adanya preferential tariff yang diberikan kepada sesama negara anggota. Dengan demikian, trade diversion dapat mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh dari spesialisasi perdagangan internasional berdasarkan comparative advantage. Ini akibat adanya pergeseran produksi dari negara (bukan anggota) yang lebih efisien ke negara (anggota) yang kurang efisien.
Dari Gambar 12. terlihat bagaimana efek negatif dari trade diversion terjadi ketika dilakukan kesepakatan perdagangan bilateral. Sebelum diberlakukannya kesepakatan perdagangan, kurva penawaran komoditas X adalah dari negara 2 adalah sebesar S2+T, dari negara 1 sebesar S1+T, dan impor adalah sebesar JH dari negara 1, dan produksi domestik sebanyak GJ. Selanjutnya setelah dilakukan kesepakatan perdagangan dengan negara 2, maka penawaran dari negara 1 tetap pada S1+T, sedangkan penawaran dari negara 2 adalah S2, maka jumlah impor adalah sebanyak CB dari negara 2, dan produksi domestik sebanyak G’C. Pada situasi ini terjadi efek negatif dari Trade
diversion setelah diberlakukannya kesepakatan dengan negara 2, sebesar hilangnya
Secara umum, pengalihan perdagangan memiliki arti bahwa area perdagangan bebas mengalihkan perdagangan, dari pemasok yang lebih efisien di luar FTA ke pemasok yang lebih tidak efisien di dalam FTA. Dalam beberapa kasus, pengalihan perdagangan akan mengurangi kesejahteraan suatu Negara, akan tetapi di beberapa kasus kesejahteraan nasional dapat meningkat dengan adanya pengalihan perdagangan. Penjelas lebih lanjut mengenai trade diversion (TD) tersebut dapat dilihat melalui diagram yang tertera pada Gambar 12.
Diagram pada Gambar 12 menunjukan kurva demand dan supply untuk Negara A. PB dan PC menggambarkan harga pasokan barang dalam perdagangan bebas dari Negara B dan Negara C dan sebaliknya. Perlu dicatat bahwa Negara C diasumsikan mampu untuk memasok produk pada tingkat harga yang lebih rendah dibandingkan dengan Negara B.
Px(U$)
Qx Gambar 12. Terjadinya Trade Diversion Sebagai Dampak Dari Kesepakatan
Perdagangan Bilateral
Sumber: Diadopsi dari D. Salvatore, 1993 dalam Hady, 2001 E Sx Dx S1 S1+T S2 G G’ J C J’ M N H H’ B Z
Gambar 13. Trade Diversion Sumber: Suranovic, 1997
Diasumsikan bahwa A memiliki tarif spesifik tB = tC = t* dimana A mengimpor dari Negara B dan C. Tarif mengakibatkan meningkatnya harga pasokan dalam negeri dari PTB ke PTC. Besarnya tarif dinotasikan dengan garis hijau terputus dalam diagram, dimana menunjukan bahwa t*=PTB – PB = PTC – PC.
Sejak diberlakukannya tarif, harga produk yang ditawarkan Negara C lebih murah, maka Negara A akan mengimpor produknya dari Negara C dan tidak akan melakukan perdagangan dengan Negara B. Import ditunjukan oleh garis merah, atau dengan jarak antara D1 – S1. Sedangkan penerimaan tarif awal ditunjukan oleh area (c + e), dimana tingkat tarif dikalikan dengan kuantitas barang yang diimpor.
Selanjutnya, asumsikan negara A dan B membentuk FTA dan A menghapuskan tarif impornya dari Negara B. Sekarang tB = 0 tetapi tc sama seperti at t*. Harga barang dalam negeri dari Negara B dan C sekarang menjadi PB dan PTc. Sejak PB < PTc, Negara A akan mengimpor semua produk dari Negara B seteah adanya FTA dan tidak akan mengimpor apa-apa dari Negara C. Pada harga dalam negeri yang lebih rendah, PB, import akan meningkat dari D2 ke S2, yang ditunjukan oleh garis biru. Juga sejak adanya free trade, harga di Negara C lebih rendah dibandingkan harga di Negara B, hal tersebut bisa dikatakan perdagangan dialihkan dari pemasok yang lebih efisien ke pemasok yang lebih tidak efisien. Efek Kesejahteraan digambarkan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Efek Kesejahteraan dari Free Trade terhadap Trade Diversion (TD)
Efek Kesejahteraan dari Free Trade Area membentuk Pengalihan Perdagangan
Negara A Surplus Konsumen + (a + b + c + d) Surplus Produsen - a Penerimaan Pemerintah - (c + e) Kesejahteraan Nasional + (b + d) – e Sumber: Suranovic (1997) Dampak FTA terhadap:
(4) Konsumen Negara A – Konsumen produk dari Negara yang mengimpor memperoleh keuntungan dari adanya FTA. Penurunan harga dalam negeri dari barang impor dan subtitusi dalam negeri meningkatkan surplus konsumen di dalam pasar. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan surplus konsumen;
(5) Produsen Negara A – Produsen di Negara pengimpor menderita kerugian sebagai akibat dari FTA. Penurunan harga produk di pasar domestik mengurangi surplus produsen dalam industri. Penurunan harga juga mengakibatkan penurunan output dari perusahaan yang sudah ada sebelumnya (dan mungkin beberapa perusahaan akan menutup usahanya), penurunan penyerapan tenaga kerja dan penurunan keuntungan dan atau pembayaran untuk biaya tetap. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan surplus produsen;
(6) Pemerintah Negara A – Kerugian pemerintah adalah kehilangan seluruh penerimaan dari tarif barang impor. Penurunan penerimaan pemerintah ini dapat juga mengurangi belanja pemerintah atau bahkan meningkatkanhutang pemerintah. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan penerimaan pemerintah;
(7) Kesejahteraan Nasional Negara A – Kesejahteraan agregat bagi Negara dapat ditentukan dengan menjumlahkan penerimaan dan kerugian konsumen, produsen dan
pemerintah. Efek bersihnya terdiri dari tiga komponen yaitu : (a) perolehan efisiensi produksi (b) perolehan efisiensi konsumsi (c) dan kerugian penerimaan tarif. Perlu dicatat bahwa tidak semua kerugian penerimaan tarif (c + e) ditunjukan dalam kerugian suatu Negara. Hal itu dikarenakan beberapa dari kerugian total (area c) dipindahkan ke konsumen. Berdasarkan Tabel dan Gambar diatas dapat terlihat bagaimana besaran dari perubahan kesejahteraan nasional.
- Pendekatan Analisis Konsekuensi dan Dampak
Dalam pelaksanaannya, direncanakan analisis yang dilakukan dalam kajian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis data “SMART MODEL”. Smart Model ini pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari “Model Produk Terdiferensiasi”, yang dikembangkan oleh Verdoorn (1960) dalam Busse and Groβmann (2004). Model ini pada awalnya diformulasi untuk tujuan analisis lebih dari sisi kepentingan negara konsumen (buyer) dari komoditas-komoditas atau produk-produk yang diimpor dari negara produsen. Namun dalam perkembangan selanjutnya, model tersebut disempurnakan oleh UNCTAD dan the World Bank sehingga dapat digunakan untuk analisis, tidak saja untuk kepentingan negara konsumen tetapi juga negara produsen yang melakukan kesepakatan perdagangan (ekonomi). Model ini dikenal dengan dikenal dengan sebutan “SMART MODEL”. Berikut ini dijelaskan masing-masing model tersebut.
(1) Model Produk Terdiferensiasi
“Model Produk Terdiferensiasi” (Differentiated Product Model) Verdoorn, meskipun telah berumur hampir 50 tahun, namun model ini merupakan model keseimbangan parsial yang tepat untuk menganalisis efek perdagangan dari kesepakatan kemitraan ekonomi yang di usulkan.
Model ini didasarkan pada asumsi-asumsi normal dari analisis keseimbangan parsial, seperti tidak adanya perubahan pada pendapatan atau nilai tukar uang, fungsi permintaan impor yang iso-elastis, dan elastisitas supply yang tidak terhingga. Asumsi terakhir tadi sering diterapkan dalam model-model perdagangan internasional, sangat rasional, karena Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa adalah negara-negara besar dan
total ekspor masing-masing negara ke Indonesia relatif kecil jika dibandingkan dengan total ekspor masing-masing negara ke dunia.
Model Verdoorn menitikberatkan pada impor dari berbagai sumber, yaitu impor dari preference beneficiaries (Q1) dan dari non-beneficiaries (Q2). Model ini berdasarkan pada dua asumsi kunci. Pertama, fungsi permintaan dari the preference donor (Indonesia) untuk berbagai barang, adalah sebagai berikut:
Q1 + Q2 = Q = βP1εα1P2εα2 ... (1) dimana P1 dan P2 adalah harga impor dari beneficiaries dan non-beneficiaries, α1 dan α2 adalah koefisien-koefisien share (α1= Q1/(Q1+Q2), dan α1+α1=1), β adalah sebuah parameter dan ε mewakili elastisitas permintaan impor. Dengan menggunakan elastisitas permintaan impor, data impor dapat dipergunakan tanpa harus mengandalkan data produksi domestik. Asumsi tersebut tidak hanya memudahkan, tetapi juga sangat diperlukan pada kasus Indonesia, karena data yang diperlukan tidak tersedia.
Kedua, elastisitas substitusi (σ) impor preferred dan non-preferred dapat dinyatakan sebagai berikut:
2 1 2 1 P P Q Q ... (2) Jika tarif (t) dihilangkan hanya untuk impor yang preferred Q1 dan elastisitas supply adalah tak terhingga, maka harga impor beneficiaries P1 berubah sebesar:
t t P P 1 1 1 ... (3) Maka total ekspansi impor dari sudut pandang negara-negara yang prefered sehubungan dengan perdagangan preferences dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
t t Q Q 1 1 1 1 1 1 ... (4) Reaksi berantai terjadi dalam dua tahap: pertama, tarif dikurangi hanya terhadap Q1, dan P1 turun, lalu konsumen mensubstitusi Q1 dengan Q2. Persamaan (4) dapat direkaulang dengan cara mensubstitusikan α2 untuk α2:
t t Q Q 1 2 1 ... (5)Perubahan total pada preffered import dapat diuraikan menjadi Trade Creation (TC) dan Trade Diversion (TD). TC didefinisikan sebagai perubahan pada impor dari negara-negara beneficiaries (Q1) dan terdiri dari efek konsumsi, yang merupakan peningkatan pada konsumsi keseluruhan yang diakibatkan oleh penurunan harga, dan pengalihan produksi domestik. Efek ini dapat diturunkan dari sudut pandang negara
prefered sebagai berikut:
t t Q TC 1 1 ... (6) Selanjutnya, TD didefinisikan sebagai substitusi dari baik impor yang bersifat
prefered maupun non-prefered sebagai akibat dari peniadaan tarif yang preferential:
t t Q TD 1 2 1 ... (7) Terakhir, perubahan yang diharapkan pada Penerimaan Cukai/Custom Revenue (CR) adalah sama dengan jumlah kewajiban impor bagi impor dari negara-negara yangprefered Q1, yang sekarang sudah tidak termasuk lagi dalam tarif impor, dan penggantian impor-impor dari negara-negara yang non-prefered (TD) dikalikan dengan tarif impor:
Q TD
tCR 1
... (8) Estimasi TC dan TD dan perubahan pada pendapatan cukai dilakukan pada
Harmonised System (HS) level empat digit. Pada tingkat aggregasi tersebut, Tabel HS
terdiri dari sekitar 1,240 barang. Pendekatan disaggregasi dengan tingkat ketelitian seperti ini menjamin estimasi efek perdagangan yang lebih akurat, karena, pada kasus adanya TD, menyertakan kompetisi dari berbagai negara pada level yang tepat. Selain itu, hal ini memungkinkan identifikasi berbagai komoditas yang kemungkinan besar akan terpengaruh oleh EPA. Berbagai tarif dan data perdagangan diperolah dari berbagai narasumber seperti Trade Analysis and Information System (TRAINS) UNCTAD,