BAB I PENDAHULUAN
E. Metode
Penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui PBI Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada dasarnya merupakan kegiatan penelitian berbasis metode deskriptif analitis terhadap kebijakan/regulasi dan implementasi jaminan sosial yang terkait dengan perlindungan risiko kecelakaan kerja, risiko kematian bukan karena kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua bagi Pekerja PBI.
II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Untuk merumuskan norma Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua digunakan pendekatan;
1. Teori kewenangan peratnggungajawaban pemerintah, 2. Teori harmonisasi hukum,
3. Teori pembentukan peraturan perundang-undangan.
B. Kajian Konsep Tenaga Kerja Formal - Informal dan Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja (DHK) – Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (LHK)
Sektor usaha formal adalah lapangan bidang usaha yang mendapat izin dari pejabat yang berwenang dan terdaftar di kantor Pemerintahan. Badan usaha tersebut apabila dilihat di kantor pajak maupun kantor perdagangan dan perindustrian terdaftar nama dan bidang usahanya. Sedangkan sektor usaha informal yaitu bidang usaha yang tidak memiliki keresmian usaha dan usaha tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah dan tidak terdaftar di lembaga pemerintahan.
Dalam perspeketif UU SJSN, istilah sektor formal – informal digunakan dalam konteks perluasan kepesertaan Program Jaminan Sosial. Dalam kontek penentuan besarnya iuran, UU SJSN menggunakan istilah “Peserta Penerima Upah” dan “Peserta Bukan Penerima Upah”.
Dalam perspektif ketenagakerjaan digunakan istilah Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja (TK DHK), yaitu orang yang bekerja dengan menerima upah, dan Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja (TK LHK), yaitu orang yang bekerja atas risiko sendiri.
Seringkali orang mengidentikkan antara “pekerja informal” dengan “Pekerja Bukan Penerima Upah”. Mengacu pada salah satu ciri usaha formal dan informal, pada sektor usaha formal juga terdapat Pekerja Penerima Upah, sebagai contoh adalah praktek dokter per orangan.
Sebaliknya pada sektor usaha informal juga tidak sedikit orang yang bekerja dengan menerima upah, contohnya adalah usaha warung makan yang dalam menjalankan usaha tersebut pemiliknya dibantu oleh satu atau beberapa orang dengan mendapatkan upah.
C. Kajian Kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu yang Berhak Menjadi Pe-serta PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Pasal 14 ayat (2) UU SJSN mengamanatkan bahwa PBI program jaminan sosial adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan khusus diperuntukkan bagi pekerja, oleh karena itu yang berhak menjadi Peserta PBI Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan adalah fakir miskin yang bekerja atau “Pekerja Miskin” dan orang tidak mampu yang bekerja atau “Pekerja Tidak Mampu”.
Sumber data penetapan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah Data PBI JKN yang bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (Kementerian Sosial) melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampu (BPU Kemitraan dan PPU usaha mikro).
Kriteria penetapan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai berikut:
1. Pekerja miskin (BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM) - Terdaftar sebagai peserta PBI JKN.
- Usia 18-65 tahun.
- Belum terdaftar sebagai Peserta JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.
2. Pekerja tidak mampu (BPU Kemitraan untuk program JHT) - Terdaftar sebagai peserta PBI JKN.
- Usia 18-65 tahun.
- Mempunyai surat keterangan sebagai mitra kerja.
- Terdaftar sebagai Peserta JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.
3. Pekerja tidak mampu (PPU Mikro untuk program JHT) - Terdaftar sebagai peserta PBI JKN.
- Usia 18-56 tahun.
- Terdaftar sebagai Peserta JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.
D. Kajian Dampak Fiskal
Jumlah anggaran dari APBN yang harus dialokasikan Pemerintah untuk pembayaran iuran PBI JKK, JKM, dan JHT tergantung pada 2 (dua) variabel, yaitu jumlah Peserta PBI serta besaran iuran program JKK, JKM, JHT per orang per bulan. Adapun ketentuan penerima bantuan iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai berikut:
1. PBI JKK dan JKM diberikan untuk pekerja miskin (BPU Mandiri).
2. PBI JHT (parsial subsidi) diberikan untuk pekerja tidak mampu (BPU Kemitraan dan PPU Mikro), dengan syarat telah membayar iuran program JKK dan JKM.
3. Besaran iuran PBI untuk program JKK dan JKM disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp.
16.800,-4. Besaran iuran PBI untuk program JHT disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp.
20.000,-5. Manfaat yang didapatkan oleh peserta PBI sama dengan peserta Non-PBI.
Terdapat 2 skema pelaksanaan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan:
a. Impelementasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama diberikan bantuan iuran program JKK dan JKM sampai dengan tahun 2024. Terdapat 3 opsi jumlah PBI program JKK dan JKM
• Opsi 1:
Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara bertahap dimulai pada program JKK dan JKM dari tahun 2022 sebesar 5.000.000 pekerja, tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.
• Opsi 2:
Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara bertahap dimulai pada program JKK dan JKM dari tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.
• Opsi 3:
Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mulai diimplementasikan pada tahun 2024 dengan cakupan sebesar 20.000.000 pekerja.
Berdasarkan asumsi dan opsi-opsi sebagaimana tersebut diatas, dapat dirumuskan kebutuhan anggaran untuk Iuran PBI JKK dan JKM sebagai berikut:
Tabel 1 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 1
Opsi
Kebutuhan Anggaran per Tahun (M)
2022 2023 2024
Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah)
1 5.000.000 1.008.000.000.000 10.000.000 2.016.000.000.000 20.000.000 4.032.000.000.000
2 - - 10.000.000 2.016.000.000.000 20.000.000 4.032.000.000.000
3 - - - - 20.000.000 4.032.000.000.000
penerima bantun iuran program JHT dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal negara.
b. Impelementasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan tanpa pentahapan untuk program JKK, JKM, dan JHT. Terdapat 3 opsi jumlah PBI program JKK, JKM dan JHT.
• Opsi 1:
PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimulai pada tahun 2022 sebesar 5.000.000 pekerja, tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.
• Opsi 2:
PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimulai pada tahun 2022 sebesar 5.000.000 pekerja, tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.
• Opsi 3:
Hanya diberikan pada BPU mandiri dan BPU Kemitraan
Berdasarkan asumsi dan opsi-opsi sebagaimana tersebut diatas, dapat dirumuskan kebutuhan anggaran untuk Iuran PBI JKK, JKM, dan JHT sebagai berikut:
Tabel 2 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 2
Opsi
Kebutuhan Anggaran per Tahun (M)
2022 2023 2024
Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah) 1 9.000.000 1.968.000.000.000,00 19.000.000 4.176.000.000.000,00 33.000.000 7.152.000.000.000,00 2 5.000.000 1.046.400.000.000,00 10.000.000 2.092.800.000.000,00 20.000.000 4.185.600.000.000,00 3 5.000.000 1.046.400.000.000,00 10.000.000 2.092.800.000.000,00 20.000.000 4.147.200.000.000,00
E. Kajian Praktik Empiris
1. Program Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Miskin
Bantuan sosial bagi masyarakat miskin diberikan dalam bentuk:
a. Bantuan langsung berupa; sandang, pangan dan papan, pelayanan kesehatan, penyediaan tempat penampungan sementara, pelayanan terapi psikososial di rumah perlindungan, uang tunai, keringanan biaya pengurusan dokumen kependudukan dan kepemilikan, penyediaan kebutuhan pokok murah, penyediaan dapur umum, air bersih dan sanitasi yang sehat serta penyediaan pemakaman.
b. Penyediaan aksesibilitas dilakukan dengan kegiatan; melakukan rujukan, mengadakan jejaring kemitraan, menyediakan fasilitas dan informasi.
c. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan kegiatan; menyediakan dukungan sarana dan prasarana, melakukan supervisi, evaluasi dan pengembangan sistem, memberikan bimbingan dan pengembangan sumber daya manusia serta mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan.
Bantuan sosial yang langsung dalam impelementasinya diberikan dalam bentuk:
a. Program Keluarga Harapan (PKH) oleh Kemensos b. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) oleh Kemensos c. Bantuan Sosial Pangan (BSP) oleh Kemensos d. Bantuan Sosial Tunai (BST) oleh Kemensos
e. Bantuan Langsung Tunai Dana Desa oleh Kemendes f. Bantuan UKM oleh Kemenkop UKM
g. Subsidi Gaji Karyawan dan Program Kartu Prakerja oleh Kemenaker h. Subsidi Listrik
i. Keringanan pinjaman Bank.
2. Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK LHK)
Pada era UU Jamsostek, subsidi iuran Jamsostek diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan kepada TK LHK. Subsidi iuran tersebut bersifat stimulan agar mereka bersedia menjadi peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan secara sukarela, sehingga di akhir program mereka dapat melanjutkan iuran secara sukarela.
3. Penerima bantuan iuran dalam Program Jaminan Kesehatan
Pasal 17 ayat (4), (5) dan ayat (6) UU SJSN memuat ketentuan pokok bahwa iuran bagi fakir miskin dan orang tidak mampu dibayar oleh pemerintah, tahap pertama untuk Jaminan Kesehatan, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya diatur dalam PP 101/2012 sebagaimana telah diubah dengan PP 76/2015 tentang PBI Jaminan Kesehatan.
Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang didaftarkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan ditetapkan berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT). Penetapan PBI Jaminan Kesehatan dilakukan oleh Menteri Sosial, yang kemudian disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Pendaftaran PBI Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dilakukan oleh Menteri Kesehatan, dan iuran bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Kesehatan.
Pada awal beroperasinya BPJS Kesehatan menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan, Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dibiayai dari APBN dan Peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dikelola oleh PT. ASKES (Persero) otomatis menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan.
4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Penyelenggaraan Program JKK dan JKM saat ini dilaksanaakan secara segementatif oleh 3 entitas, yaitu BPJS Ketenagakerjaan, PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero).
Pendafatarn PPU dilakukan oleh Pemberi Kerja, sedangkan bagi PBPU dilakukan oleh Pekerja yang bersangkutan.
Iuran JKK dan JKM bagi PPU ditetapkan berdasarkan persentase dari upah sesuai dengan tingkat risiko lingkungan kerja, dan iuran PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan. Iuran JKK terendah bagi PBPU sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah), sedangkan Iuran JKM bagi PBPU sebesar Rp. 6.800,- (enam ribu delapan ratus rupiah) dan tidak dibedakan berdasarkan penghasilan. Sejauh ini Pekerja Informal diberlakukan sama dengan PBPU, baik yang bekerja dengan menerima upah maupun yang bekerja atas risiko sendiri. Formula manfaat JKK dan JKM berlaku sama untuk semua Peserta, baik PPU maupun PBPU.
5. Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
Penyelenggaraan Program JHT saat ini dilaksanakan secara segementatif oleh 3 entitas, yaitu BPJS Ketenagakerjaan, PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero). Pendafatarn PPU dilakukan oleh Pemberi Kerja, sedangkan bagi PBPU dilakukan oleh Pekerja yang bersangkutan.
Iuran JHT bagi PPU ditetapkan berdasarkan persentase dari upah, sedangkan iuran PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan. Iuran JHT bagi PBPU sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) dan tidak dibedakan berdasarkan penghasilan. Sejauh ini Pekerja Informal diberlakukan sama dengan PBPU, baik yang bekerja dengan menerima upah maupun yang bekerja atas risiko sendiri. Formula manfaat JHT berlaku sama untuk semua Peserta, baik PPU maupun PBPU.
6. Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang Mengalami Kecelakaan
Peserta PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami kecelakaan kerja, yang tidak menjadi Peserta JKK namun dijamin oleh BPJS Kesehatan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (2) UU SJSN yang mengamanatkan bahwa “Subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan”.
7. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam
Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam maka kelompok tersebut mendapatkan perlindungan risiko kecelakaan kerja dan risiko kehilangan jiwa dengan mendapatkan bantuan iuran dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Adanya bantuan pembayaran premi asuransi jiwa dan Asuransi Perikanan atau Asuransi Pergaraman (untuk kecelakaan kerja) menunjukkan bahwa pada dasarnya sudah ada praktek penerima bantuan premi atau iuran pada program yang sejenis dengan Program Kecelakaan Kerja dan Program Jaminan Kematian. Hanya saja pelaksanaannya tidak dalam kerangka Sistem Jaminan Sosial Nasional.
F. Distribusi Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu
Pelaksanaan bantuan iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diperuntukkan bagi pekerja miskin dan pekerja tidak mampu. Pada tahap pertama penerima bantuan iuran Jamsosnaker diberikan kepada BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM. Dalam rangka
untuk pengembangan dan perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diberikan kepada BPU Kemitraan dan PPU Mikro, maka dibuat skema subsidi parsial (matching defined contribution/MDC) program JHT dengan syarat sudah terdaftar pada program JKK dan JKM.
Penahapan penerima batuan iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan berdasarkan demografi pekerja yang terdiri dari variabel usia, jenis kelamin, status perkawinan, hubungan dengan kepala keluarga, jenis disabilitas dan jumlah tanggungan. Berdasarkan data penerima iuran jaminan kesehatan Oktober 2021, teridentifikasi 16 sektor pekerjaan pada pekerja dengan status menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga.
Tabel 3 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga
Informasi Umum
Data PBI JKN (Sumber Kemensos) 77.651.606
Data PBI JKN Hasil Cleansing 42.919.222
Usia 18-65 tahun 37.345.449
Hasil Exercise
Exclude PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD/Anggota Legislatif Demografi
Laki-Laki & Perempuan Sebagai Kepala Keluaraga 15.862.141
Laki-Laki 13.381.818
Laki-Laki Non Disabilitas 13.266.927 Laki-Laki Disabilitas 114.891
Perempuan 2.480.323
Perempuan Non Disabilitas 2.450.027 Perempuan Disabilitas 30.296 Sektor Pekerjaan
Pertanian tanaman padi dan palawija 5.504.261
Perkebunan 700.972
Perikanan tangkap 400.193
Peternakan 14.612
Industri pengolahan 17.501
Bangunan/Konstruksi 159.172
Perdagangan 3.645.426
Hotel dan Rumah Makan 369 Transportasi dan pergudangan 190.148 Informasi dan komunikasi 64 Keuangan dan asuransi 201
Jasa pendidikan 25.449
Jasa kesehatan 1.507
Jasa kemasyarakatan,pemerintahan dan perorangan 2.259.955
Pemulung 209
Lainnya 2.942.102
TOTAL 15.862.141
Sumber: Diolah Dari Data Kementerian Sosial, Oktober 2021
Berdasarkan tabel 3 diatas total PBI Jaminan Kesehatan yang berstatus sebagai kepala rumah tangga sebesar 15.86.141 pekerja. Dari data 15.862.141 pekerja dilakukan proses screening lebih lanjut dengan mekanisme pentahapan kepesertaan sebagai berikut:
1. Perempuan sebagai kepala keluarga pada seluruh sektor pekerjaan
2. Laki-Laki sebagai kepala keluarga disabilitas pada seluruh sektor pekerjaan.
Berdasarkan proses screening lebih lanjut berdasarkan mekanisme pentahapan diatas, didapatkan sebanyak 2.595.214 PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang terdiri dari 2.480.323 pekerja dengan status perempuan sebagai kepala rumah tangga pada seluruh sektor usaha dan 114.891 pekerja dengan status laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan penyandang disabilitas pada seluruh sektor pekerjaan.
G. Pelajaran dari Kajian Praktik Empiris
1. Pada tahap pertama penerima bantuan iuran Jamsosnaker diberikan kepada BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM. Dalam rangka stimulus untuk pengembangan dan perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diberikan kepada BPU Kemitraan dan PPU Mikro, maka dibuat skema parsial subsidi/matching contribution program JHT dengan syarat sudah terdaftar pada program JKK dan JKM.
2. Kriteria PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengacu pada DTKS PBI JKN melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampu; BPU Kemitraan dan PPU usaha mikro.
3. Kebutuhan anggaran untuk iuran PBI JKK dan JKM ditentukan oleh 2 variabel, yaitu jumlah Peserta PBI dan besaran iuran.
4. Pada regulasi PBI JKK, JKM, dan JHT diatur bahwa Menteri Ketenagakerjaan mendaftarkan Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan. Demikian juga dengan alokasi anggaran untuk iuran PBI JKK, JKM, dan JHT berasal dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.
5. Iuran dan manfaat bagi Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT tidak memerlukan pengaturan tersendiri, cukup mengacu pada regulasi yang sudah ada.
III. ANALISA DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A. Peraturan Perundang-undangan yang Dijadikan Objek Anslisis dan Evaluasi
Peraturan yang dijadikan obyek analisis dan evaluasi meliputi; UU SJSN, UU BPJS, UU Usaha Mikro Kecil dan Menengah, UU Perlindungan Nelayan, PP 44/2015. PP 101/2012, Perpres 109/2013 dan Perpres 82/2018.
B. Analisis dan Evaluasi
1. Kepesertaan dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
UU SJSN mewajibkan Pemerintah untuk mendaftarkan PBI dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS. Dalam Pasal 17 dimuat ketentuan bahwa iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.
Urgensi penerima bantuan iuran JKK dan JKM terkait dengan adanya pengaturan bahwa pelayanan kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang mengalami kecelakaan kerja dijamin oleh
BPJS Kesehatan. Disatu sisi pengaturan ini dapat melindungi pekerja miskin dan pekerja tidak mampu yang mengalami kecelakaan kerja, namun disisi lain hal ini membebani keuangan BPJS Kesehatan yang tidak seharusnya terjadi.
Selain itu juga terkait dengan pengaturan dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 yang mengatur bahwa usaha mikro wajib mengikuti Program JKK dan JKM. Selain itu
2. Dasar Penetapan Iuran Program JKK, JKM, dan JHT
Iuran JKK, JKM, dan JHT bagi PPU ditetapkan sebesar persentase tertentu dari upah, untuk PBPU ditetapkan berdasarkan nominal tertentu. Iuran JKK bagi PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan. Iuran JKM bagi PBPU ditetapkan sama bagi semua Peserta tanpa melihat tingkat penghasilan, demikian juga dengan manfaat, diberikan sama tanpa dikaitkan dengan tingkat upah/penghasilan.Iuran JHT bagi PBPU berdasarkan dengan nominal tertentu.
Pasal 34 UU SJSN hanya mengamanatkan pengaturan iuran JKK untuk PPU dan PBPU, dan Pasal 46 hanya mengamanatkan pengaturan iuran JKM untuk PPU dan PBPU, serta Pasal 38 hanya mengamanatkan pengaturan iuran JHT untuk PPU dan PBPU. Ketiga Pasal tersebut tidak mengamanatkan tentang pengaturan iuran bagi PBI untuk program JKK, JKM, dan JHT.
3. Cakupan Manfaat
Cakupan manfaat JKK, JKM, dan JHT berlaku sama untuk semua Peserta, baik PPU maupun PBPU.
4. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam
Pelaksanaan penerima subsidi premi tersebut dapat diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan melalui Program JKK dan JKM tanpa harus menunggu revisi UU Nelayan.
Undang-Undang tentang Perlindungan Nelayan antara lain memuat tentang pemberian bantuan premi asuransi risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa bagi Nelayan Kecil, Pembudi Daya Ikan Kecil dan Petambak Garam Kecil. Pola ini sama dengan pola kepesertaan PBI dalam Program SJSN. Pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah:
a. Definisi Asuransi Perikanan dan Asuransi Pergaraman tidak menunjukkan bahwa Asuransi tersebut merupakan lembaga khusus, sehingga Pemerintah dapat menunjuk Asuransi manapun.
b. Penugasan kepada BUMN atau BUMD sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 32 menggunakan kata “dapat”, sehingga tidak ada keharusan dan Pemerintah juga dapat menugaskan badan lain yang menyelenggarakan asuransi.
c. Pasal 29 ayat (1) UU SJSN memuat ketentuan bahwa “Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial”.
d. Pasal 43 ayat (1) UU SJSN memuat ketentuan bahwa “Jaminan Kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial”.
e. Ketentuan sebagaimana pada huruf c dan huruf d menunjukkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara Program JKK dan JKM dapat diakatakan sebagai salah satu bentuk lembaga Asuransi. Dengan adanya ketentuan ini, maka BPJS Ketenagakerjaan memenuhi syarat untuk ditugaskan menyelenggarakan perlindungan risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa sebagaimana dimaksud dalam UU Nelayan.
f. Salah satu konsideran “mengingat” pada UU Nelayan adalah Pasal 28 H ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 yang bunyinya
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Selain itu Pasal 32 ayat (2) UU Nelayan memuat ketentuan bahwa “Pelaksanaan Asuransi Perikanan dan Asuransi Pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Peraturan perundang-undangan yang paling tepat dalam pelaksanaan perlindungan risiko kecelakaan kerja dan risiko kehilangan jiwa adalah peraturan perundangan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
5. Peraturan Pelaksanaan Penerima Bantuan Iuran
Peraturan Pemerintah tentang PBI JKK, JKM, dan JHT dibuat atas atas amanat Pasal 17 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU SJSN. Peraturan Pemerintah ini sekaligus mengatur tentang besarn Iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Peraturan terkait dengan PBI dibuat melalui penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, dengan judul “Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial”.
Inisiator dari Peraturan Pemerintah ini adalah Kementerian Sosial.
C. Poin Penting Hasil Analisis dan Evaluasi Regulasi
a. Penyusunan ketentuan Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dalam regulasi tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial sebagai pelaksanaan dari Pasal 17 ayat (6) UU SJSN.
b. Penerima bantuan iuran JKK, JKM, dan JHT dapat diatur secara terintegrasi dengan PBI JKN dalam PBI Bantuan Iuran Jaminan Sosial diinisiasi oleh Kementerian Sosial.
c. Regulasi tentang PBI Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua sekaligus mengatur tentang besaran iuran dan manfaat PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
d. Kriteria Pekerja Miskin dan PekerjaTidak Mampu dapat ditetapkan oleh Menteri Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan.
e. Anggaran untuk PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.
f. Penunjukan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pelaksana perlindungan risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud dalam UU Nelayan dapat diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dengan memuat klausul bahwa; “Pelaksanaan Asuransi Pergaraman/Asuransi Perikanan untuk perlindungan risiko kecelakaan kerja, dan Asuransi Jiwa untuk perlindungan risiko kehilangan jiwa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Sistem Jaminan Sosial Nasional”.
IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Jaminan Kecelakaan Kerja pada dasarnya merupakan risiko yang menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja yang mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Demikian juga halnya dengan risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja pada saat masih aktif bekerja. Selain itu Jaminan Hari Tua juga memberikan perlindungan atas risiko
berkurangnya pendapatan ketika seorang telah mecapai usia pensiun
Orang yang bekerja secara mandiri merupakan pemberi kerja bagi dirinya sendiri, sehingga
Orang yang bekerja secara mandiri merupakan pemberi kerja bagi dirinya sendiri, sehingga