• Tidak ada hasil yang ditemukan

Executive. Summary I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Executive. Summary I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh masyarakat melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sampai dengan tahun ketujuh impelementasi penyelenggaraan SJSN, penerima bantuan iuran Program Jaminan Sosial bagi fakir miskin dan orang tidak mampu masih terbatas pada Program Jaminan Kesehatan. Masih terdapat pekerja di usia produktif dalam kategori miskin dan tidak mampu yang layak sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI), tetapi belum menjadi peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan. Dari data PBI JKN yang berumber dari Kementerian Sosial, sebesar 96,15 juta pada Oktober 2021, terdapat 43,83 juta (45,27%) yang berstatus sebagai pekerja mandiri yang bisa dijadikan sebagai sumber utama calon penerima PBI Jamsosnaker.

Jumlah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) Program JKK, JKM dan JHT masih relatif kecil yang mengakibatkan timbulnya kerentanan pekerja mandiri terhadap resiko kerja yang dihadapinya. Data kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan per Oktober 2021 menunjukan bahwa cakupan kepesertaan program JKK, JKM peserta PBPU sebesar 6,96%

lebih kecil dibanding cakupan kepesertaan PPU yang telah mencapai 39,17%. Demikian juga dengan Program JHT sebesar 0,60% dibandingkan dengan PPU yang telah mencapai 22,83%.

Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pekerja informal (55,72%) yang merupakan bagian yang lebih besar dibanding pekerja formal (44,28%).

Implementasi PBI jaminan sosial ketenagakerjaan belum dapat terlaksana karena belum adanya regulasi yang mengatur hal tersebut. Ketentuan Pasal 17 ayat (5) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) menetapkan bahwa tahap pertama PBI jaminan sosial adalah untuk Program Jaminan Kesehatan yang diatur lebih lanjut dengan PP 101 Tahun 2012 jo PP 76 Tahun 2015 tentang PBI Jaminan Kesehatan.

Untuk tahap selanjutnya dibutuhkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan PBI program jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (6) UU SJSN. Oleh karena itu peraturan pelaksana PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan perlu segera diterbitkan, mengingat bahwa telah ditetapkannya target jumlah cakupan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sampai dengan tahun 2024 sebanyak 20.000.000 peserta yang diatur dalam Lampiran 1 BAB IV point 8 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024.

Pada tahap awal, program PBI jaminan sosial ketenagakerjaan dapat dimulai dari program JKK dan JKM. Secara rasional, program yang bersifat jangka pendek seperti program JKK dan JKM lebih dibutuhkan agar setiap orang mendapatkan perlindungan dan bisa mempertahankan derajat hidup yang layak. Selain pertimbangan hal tersebut, besaran iuran program JKK dan JKM relatif kecil dibandingkan iuran JHT dan JP. Besaran iuran ini harus

Executive

Summary

(3)

menjadi pertimbangan dalam penahapan PBI, mengingat bantuan iuran bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang tentunya akan menambah pengeluaran keuangan negara.

Pentahapan selanjutnya dalam PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah program JHT.

Program JHT dibutuhkan untuk mempertahankan derajat hidup yang layak bagi peserta pada saat mencapai usia pensiun, catat total tetap, meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya. Berdasarkan proyeksi demografi, Indonesia akan memasuki era populasi menua (ageing population) setelah tahun 2030. Oleh karenanya, urgensi dari program perlindungan hari tua harus dipersiapkan sedini mungkin. Di sisi lain, kepesertaan wajib program JHT masih belum diamanatkan kepada pekerja penerima upah pada skala usaha mikro dan pekerja bukan penerima upah yang pada umumnya termasuk kategori pekerja tidak mampu, sehingga menjadi rentan bagi mereka di hari tuanya terutama ketika Indonesia sudah memasuki era ageing population. Dengan demikian, perlindungan hari tua melalui pembayaran iuran JHT oleh Pemerintah kepada pekerja tidak mampu sebagai PBI Program JHT menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendasar.

Menyadari hal tersebut, sebagaimana ketentuan Pasal 17 ayat (4) dan ayat (6) UU SJSN menetapkan bahwa ketentuan penerima bantuan iuran program jaminan sosial bagi fakir msikin dan orang tidak mampu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, maka untuk mengimplementasikan penerima bantuan iuran untuk program JKK, JKM dan JHT harus disusun Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jaminan Sosial Ketenagakerjaan). Dalam rangka penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud, perlu dilakukan kajian tentang

“Penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan”.

B. Identifikasi Masalah

Sampai saat ini penduduk Indonesia banyak bergantung pada pekerjaan sektor informal dan masuk dalam kategori fakir miskin dan orang tidak mampu secara ekonomi.

Beberapa isu strategis yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan ketentuan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Sosial meliputi:

1. Apa indikator yang akan digunakan dalam penetapan kriteria pekerja yang berhak menjadi Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT?

2. Bagaimana penahapan kepesertaan PBI JKK, JKM, dan JHT?

3. Bagaimana mekanisme penetapan dan pendaftaran Peserta PBI Program JKK, JKM, dan JHT?

4. Kementerian/Lembaga apa saja yang terlibat dalam proses penetapan dan pendaftaran PBI Program JKK, JKM, dan JHT?

5. Bagaimana perubahan data dari Peserta PBI menjadi Peserta Non PBI Program JKK, JKM, dan JHT atau sebaliknya dilakukan?

6. Bagaimana pertimbangan dalam menetapkan besaran iuran dan manfaat PBI Program JKK, JKM, dan JHT?

(4)

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian Penerima bantuan iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua meliputi:

1. Konsep “pekerja formal-pekerja informal” dan konsep “pekerja dalam hubungan kerja- pekerja luar hubungan kerja”.

2. Kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu.

3. Dampak Fiskal

4. Program Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Miskin

5. Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja pada Era UU Jamsostek.

6. Distribusi Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu.

7. Penerima bantuan iuran dalam Program Jaminan Kesehatan.

8. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua.

9. Pelaksanaan penerima bantuan iuran pada Program Jaminan Kesehatan 10. Pelayanan kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang mengalami kecelakaan kerja.

11. Perlindungan kecelakaan kerja dan asuransi kehilangan jiwa bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

12. Strategi graduasi PBI Jamsos Ketenagakerjaan berbasis stimulus/insentif.

D. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan dari kajian ini adalah untuk merumuskan:

a. Pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan peraturan pemerintah.

b. Jangkauan dan arah pengaturan.

c. Materi muatan pengaturan.

2. Kegunaan kajian adalah untuk:

a. Sebagai referensi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis untuk mencantumkan ketentuan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam RPP tentang Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Sosial dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas);

b. Mempermudah Pemerintah sebagai pembentuk Peraturan Pemerintah dalam menemukan landasan filosofis, sosiologis, yuridis, empiris, substantif, dan teknis dalam pembahasan RPP tentang Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Sosial dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas);

c. Memberikan rambu-rambu agar RPP tentang Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Sosial konsisten melaksanakan amanat UU SJSN dan UU BPJS serta teknik penyusunan Peraturan Perundang- undangan.

E. Metode Penelitian

Penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui PBI Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada dasarnya merupakan kegiatan penelitian berbasis metode deskriptif analitis terhadap kebijakan/regulasi dan implementasi jaminan sosial yang terkait dengan perlindungan risiko kecelakaan kerja, risiko kematian bukan karena kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua bagi Pekerja PBI.

(5)

II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Untuk merumuskan norma Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua digunakan pendekatan;

1. Teori kewenangan peratnggungajawaban pemerintah, 2. Teori harmonisasi hukum,

3. Teori pembentukan peraturan perundang-undangan.

B. Kajian Konsep Tenaga Kerja Formal - Informal dan Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja (DHK) – Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (LHK)

Sektor usaha formal adalah lapangan bidang usaha yang mendapat izin dari pejabat yang berwenang dan terdaftar di kantor Pemerintahan. Badan usaha tersebut apabila dilihat di kantor pajak maupun kantor perdagangan dan perindustrian terdaftar nama dan bidang usahanya. Sedangkan sektor usaha informal yaitu bidang usaha yang tidak memiliki keresmian usaha dan usaha tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah dan tidak terdaftar di lembaga pemerintahan.

Dalam perspeketif UU SJSN, istilah sektor formal – informal digunakan dalam konteks perluasan kepesertaan Program Jaminan Sosial. Dalam kontek penentuan besarnya iuran, UU SJSN menggunakan istilah “Peserta Penerima Upah” dan “Peserta Bukan Penerima Upah”.

Dalam perspektif ketenagakerjaan digunakan istilah Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja (TK DHK), yaitu orang yang bekerja dengan menerima upah, dan Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja (TK LHK), yaitu orang yang bekerja atas risiko sendiri.

Seringkali orang mengidentikkan antara “pekerja informal” dengan “Pekerja Bukan Penerima Upah”. Mengacu pada salah satu ciri usaha formal dan informal, pada sektor usaha formal juga terdapat Pekerja Penerima Upah, sebagai contoh adalah praktek dokter per orangan.

Sebaliknya pada sektor usaha informal juga tidak sedikit orang yang bekerja dengan menerima upah, contohnya adalah usaha warung makan yang dalam menjalankan usaha tersebut pemiliknya dibantu oleh satu atau beberapa orang dengan mendapatkan upah.

C. Kajian Kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu yang Berhak Menjadi Pe- serta PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Pasal 14 ayat (2) UU SJSN mengamanatkan bahwa PBI program jaminan sosial adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan khusus diperuntukkan bagi pekerja, oleh karena itu yang berhak menjadi Peserta PBI Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan adalah fakir miskin yang bekerja atau “Pekerja Miskin” dan orang tidak mampu yang bekerja atau “Pekerja Tidak Mampu”.

Sumber data penetapan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah Data PBI JKN yang bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (Kementerian Sosial) melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampu (BPU Kemitraan dan PPU usaha mikro).

(6)

Kriteria penetapan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai berikut:

1. Pekerja miskin (BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM) - Terdaftar sebagai peserta PBI JKN.

- Usia 18-65 tahun.

- Belum terdaftar sebagai Peserta JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.

2. Pekerja tidak mampu (BPU Kemitraan untuk program JHT) - Terdaftar sebagai peserta PBI JKN.

- Usia 18-65 tahun.

- Mempunyai surat keterangan sebagai mitra kerja.

- Terdaftar sebagai Peserta JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.

3. Pekerja tidak mampu (PPU Mikro untuk program JHT) - Terdaftar sebagai peserta PBI JKN.

- Usia 18-56 tahun.

- Terdaftar sebagai Peserta JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.

D. Kajian Dampak Fiskal

Jumlah anggaran dari APBN yang harus dialokasikan Pemerintah untuk pembayaran iuran PBI JKK, JKM, dan JHT tergantung pada 2 (dua) variabel, yaitu jumlah Peserta PBI serta besaran iuran program JKK, JKM, JHT per orang per bulan. Adapun ketentuan penerima bantuan iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai berikut:

1. PBI JKK dan JKM diberikan untuk pekerja miskin (BPU Mandiri).

2. PBI JHT (parsial subsidi) diberikan untuk pekerja tidak mampu (BPU Kemitraan dan PPU Mikro), dengan syarat telah membayar iuran program JKK dan JKM.

3. Besaran iuran PBI untuk program JKK dan JKM disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp. 16.800,-

4. Besaran iuran PBI untuk program JHT disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp. 20.000,-

5. Manfaat yang didapatkan oleh peserta PBI sama dengan peserta Non-PBI.

Terdapat 2 skema pelaksanaan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan:

a. Impelementasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama diberikan bantuan iuran program JKK dan JKM sampai dengan tahun 2024. Terdapat 3 opsi jumlah PBI program JKK dan JKM

Opsi 1:

Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara bertahap dimulai pada program JKK dan JKM dari tahun 2022 sebesar 5.000.000 pekerja, tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.

Opsi 2:

Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara bertahap dimulai pada program JKK dan JKM dari tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.

Opsi 3:

Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mulai diimplementasikan pada tahun 2024 dengan cakupan sebesar 20.000.000 pekerja.

(7)

Berdasarkan asumsi dan opsi-opsi sebagaimana tersebut diatas, dapat dirumuskan kebutuhan anggaran untuk Iuran PBI JKK dan JKM sebagai berikut:

Tabel 1 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 1

Opsi

Kebutuhan Anggaran per Tahun (M)

2022 2023 2024

Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah)

1 5.000.000 1.008.000.000.000 10.000.000 2.016.000.000.000 20.000.000 4.032.000.000.000

2 - - 10.000.000 2.016.000.000.000 20.000.000 4.032.000.000.000

3 - - - - 20.000.000 4.032.000.000.000

penerima bantun iuran program JHT dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal negara.

b. Impelementasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan tanpa pentahapan untuk program JKK, JKM, dan JHT. Terdapat 3 opsi jumlah PBI program JKK, JKM dan JHT.

Opsi 1:

PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimulai pada tahun 2022 sebesar 5.000.000 pekerja, tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.

Opsi 2:

PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimulai pada tahun 2022 sebesar 5.000.000 pekerja, tahun 2023 sebesar 10.000.000 pekerja dan tahun 2024 sebesar 20.000.000 pekerja.

Opsi 3:

Hanya diberikan pada BPU mandiri dan BPU Kemitraan

Berdasarkan asumsi dan opsi-opsi sebagaimana tersebut diatas, dapat dirumuskan kebutuhan anggaran untuk Iuran PBI JKK, JKM, dan JHT sebagai berikut:

Tabel 2 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 2

Opsi

Kebutuhan Anggaran per Tahun (M)

2022 2023 2024

Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah) Jumlah TK Anggaran (Rupiah) 1 9.000.000 1.968.000.000.000,00 19.000.000 4.176.000.000.000,00 33.000.000 7.152.000.000.000,00 2 5.000.000 1.046.400.000.000,00 10.000.000 2.092.800.000.000,00 20.000.000 4.185.600.000.000,00 3 5.000.000 1.046.400.000.000,00 10.000.000 2.092.800.000.000,00 20.000.000 4.147.200.000.000,00

E. Kajian Praktik Empiris

1. Program Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Miskin

Bantuan sosial bagi masyarakat miskin diberikan dalam bentuk:

(8)

a. Bantuan langsung berupa; sandang, pangan dan papan, pelayanan kesehatan, penyediaan tempat penampungan sementara, pelayanan terapi psikososial di rumah perlindungan, uang tunai, keringanan biaya pengurusan dokumen kependudukan dan kepemilikan, penyediaan kebutuhan pokok murah, penyediaan dapur umum, air bersih dan sanitasi yang sehat serta penyediaan pemakaman.

b. Penyediaan aksesibilitas dilakukan dengan kegiatan; melakukan rujukan, mengadakan jejaring kemitraan, menyediakan fasilitas dan informasi.

c. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan kegiatan; menyediakan dukungan sarana dan prasarana, melakukan supervisi, evaluasi dan pengembangan sistem, memberikan bimbingan dan pengembangan sumber daya manusia serta mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan.

Bantuan sosial yang langsung dalam impelementasinya diberikan dalam bentuk:

a. Program Keluarga Harapan (PKH) oleh Kemensos b. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) oleh Kemensos c. Bantuan Sosial Pangan (BSP) oleh Kemensos d. Bantuan Sosial Tunai (BST) oleh Kemensos

e. Bantuan Langsung Tunai Dana Desa oleh Kemendes f. Bantuan UKM oleh Kemenkop UKM

g. Subsidi Gaji Karyawan dan Program Kartu Prakerja oleh Kemenaker h. Subsidi Listrik

i. Keringanan pinjaman Bank.

2. Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK LHK)

Pada era UU Jamsostek, subsidi iuran Jamsostek diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan kepada TK LHK. Subsidi iuran tersebut bersifat stimulan agar mereka bersedia menjadi peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan secara sukarela, sehingga di akhir program mereka dapat melanjutkan iuran secara sukarela.

3. Penerima bantuan iuran dalam Program Jaminan Kesehatan

Pasal 17 ayat (4), (5) dan ayat (6) UU SJSN memuat ketentuan pokok bahwa iuran bagi fakir miskin dan orang tidak mampu dibayar oleh pemerintah, tahap pertama untuk Jaminan Kesehatan, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya diatur dalam PP 101/2012 sebagaimana telah diubah dengan PP 76/2015 tentang PBI Jaminan Kesehatan.

Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang didaftarkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan ditetapkan berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT). Penetapan PBI Jaminan Kesehatan dilakukan oleh Menteri Sosial, yang kemudian disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Pendaftaran PBI Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dilakukan oleh Menteri Kesehatan, dan iuran bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Kesehatan.

Pada awal beroperasinya BPJS Kesehatan menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan, Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dibiayai dari APBN dan Peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dikelola oleh PT. ASKES (Persero) otomatis menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan.

(9)

4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

Penyelenggaraan Program JKK dan JKM saat ini dilaksanaakan secara segementatif oleh 3 entitas, yaitu BPJS Ketenagakerjaan, PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero).

Pendafatarn PPU dilakukan oleh Pemberi Kerja, sedangkan bagi PBPU dilakukan oleh Pekerja yang bersangkutan.

Iuran JKK dan JKM bagi PPU ditetapkan berdasarkan persentase dari upah sesuai dengan tingkat risiko lingkungan kerja, dan iuran PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan. Iuran JKK terendah bagi PBPU sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah), sedangkan Iuran JKM bagi PBPU sebesar Rp. 6.800,- (enam ribu delapan ratus rupiah) dan tidak dibedakan berdasarkan penghasilan. Sejauh ini Pekerja Informal diberlakukan sama dengan PBPU, baik yang bekerja dengan menerima upah maupun yang bekerja atas risiko sendiri. Formula manfaat JKK dan JKM berlaku sama untuk semua Peserta, baik PPU maupun PBPU.

5. Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua

Penyelenggaraan Program JHT saat ini dilaksanakan secara segementatif oleh 3 entitas, yaitu BPJS Ketenagakerjaan, PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero). Pendafatarn PPU dilakukan oleh Pemberi Kerja, sedangkan bagi PBPU dilakukan oleh Pekerja yang bersangkutan.

Iuran JHT bagi PPU ditetapkan berdasarkan persentase dari upah, sedangkan iuran PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan. Iuran JHT bagi PBPU sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) dan tidak dibedakan berdasarkan penghasilan. Sejauh ini Pekerja Informal diberlakukan sama dengan PBPU, baik yang bekerja dengan menerima upah maupun yang bekerja atas risiko sendiri. Formula manfaat JHT berlaku sama untuk semua Peserta, baik PPU maupun PBPU.

6. Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang Mengalami Kecelakaan

Peserta PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami kecelakaan kerja, yang tidak menjadi Peserta JKK namun dijamin oleh BPJS Kesehatan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (2) UU SJSN yang mengamanatkan bahwa “Subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan”.

7. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam

Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam maka kelompok tersebut mendapatkan perlindungan risiko kecelakaan kerja dan risiko kehilangan jiwa dengan mendapatkan bantuan iuran dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Adanya bantuan pembayaran premi asuransi jiwa dan Asuransi Perikanan atau Asuransi Pergaraman (untuk kecelakaan kerja) menunjukkan bahwa pada dasarnya sudah ada praktek penerima bantuan premi atau iuran pada program yang sejenis dengan Program Kecelakaan Kerja dan Program Jaminan Kematian. Hanya saja pelaksanaannya tidak dalam kerangka Sistem Jaminan Sosial Nasional.

F. Distribusi Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu

Pelaksanaan bantuan iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diperuntukkan bagi pekerja miskin dan pekerja tidak mampu. Pada tahap pertama penerima bantuan iuran Jamsosnaker diberikan kepada BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM. Dalam rangka

(10)

untuk pengembangan dan perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diberikan kepada BPU Kemitraan dan PPU Mikro, maka dibuat skema subsidi parsial (matching defined contribution/MDC) program JHT dengan syarat sudah terdaftar pada program JKK dan JKM.

Penahapan penerima batuan iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan berdasarkan demografi pekerja yang terdiri dari variabel usia, jenis kelamin, status perkawinan, hubungan dengan kepala keluarga, jenis disabilitas dan jumlah tanggungan. Berdasarkan data penerima iuran jaminan kesehatan Oktober 2021, teridentifikasi 16 sektor pekerjaan pada pekerja dengan status menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga.

Tabel 3 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga

Informasi Umum

Data PBI JKN (Sumber Kemensos) 77.651.606

Data PBI JKN Hasil Cleansing 42.919.222

Usia 18-65 tahun 37.345.449

Hasil Exercise

Exclude PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD/Anggota Legislatif Demografi

Laki-Laki & Perempuan Sebagai Kepala Keluaraga 15.862.141

Laki-Laki 13.381.818

Laki-Laki Non Disabilitas 13.266.927 Laki-Laki Disabilitas 114.891

Perempuan 2.480.323

Perempuan Non Disabilitas 2.450.027 Perempuan Disabilitas 30.296 Sektor Pekerjaan

Pertanian tanaman padi dan palawija 5.504.261

Perkebunan 700.972

Perikanan tangkap 400.193

Peternakan 14.612

Industri pengolahan 17.501

Bangunan/Konstruksi 159.172

Perdagangan 3.645.426

Hotel dan Rumah Makan 369 Transportasi dan pergudangan 190.148 Informasi dan komunikasi 64 Keuangan dan asuransi 201

Jasa pendidikan 25.449

Jasa kesehatan 1.507

Jasa kemasyarakatan,pemerintahan dan perorangan 2.259.955

Pemulung 209

Lainnya 2.942.102

TOTAL 15.862.141

Sumber: Diolah Dari Data Kementerian Sosial, Oktober 2021

(11)

Berdasarkan tabel 3 diatas total PBI Jaminan Kesehatan yang berstatus sebagai kepala rumah tangga sebesar 15.86.141 pekerja. Dari data 15.862.141 pekerja dilakukan proses screening lebih lanjut dengan mekanisme pentahapan kepesertaan sebagai berikut:

1. Perempuan sebagai kepala keluarga pada seluruh sektor pekerjaan

2. Laki-Laki sebagai kepala keluarga disabilitas pada seluruh sektor pekerjaan.

Berdasarkan proses screening lebih lanjut berdasarkan mekanisme pentahapan diatas, didapatkan sebanyak 2.595.214 PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang terdiri dari 2.480.323 pekerja dengan status perempuan sebagai kepala rumah tangga pada seluruh sektor usaha dan 114.891 pekerja dengan status laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan penyandang disabilitas pada seluruh sektor pekerjaan.

G. Pelajaran dari Kajian Praktik Empiris

1. Pada tahap pertama penerima bantuan iuran Jamsosnaker diberikan kepada BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM. Dalam rangka stimulus untuk pengembangan dan perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diberikan kepada BPU Kemitraan dan PPU Mikro, maka dibuat skema parsial subsidi/matching contribution program JHT dengan syarat sudah terdaftar pada program JKK dan JKM.

2. Kriteria PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengacu pada DTKS PBI JKN melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampu; BPU Kemitraan dan PPU usaha mikro.

3. Kebutuhan anggaran untuk iuran PBI JKK dan JKM ditentukan oleh 2 variabel, yaitu jumlah Peserta PBI dan besaran iuran.

4. Pada regulasi PBI JKK, JKM, dan JHT diatur bahwa Menteri Ketenagakerjaan mendaftarkan Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan. Demikian juga dengan alokasi anggaran untuk iuran PBI JKK, JKM, dan JHT berasal dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.

5. Iuran dan manfaat bagi Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT tidak memerlukan pengaturan tersendiri, cukup mengacu pada regulasi yang sudah ada.

III. ANALISA DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT

A. Peraturan Perundang-undangan yang Dijadikan Objek Anslisis dan Evaluasi

Peraturan yang dijadikan obyek analisis dan evaluasi meliputi; UU SJSN, UU BPJS, UU Usaha Mikro Kecil dan Menengah, UU Perlindungan Nelayan, PP 44/2015. PP 101/2012, Perpres 109/2013 dan Perpres 82/2018.

B. Analisis dan Evaluasi

1. Kepesertaan dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

UU SJSN mewajibkan Pemerintah untuk mendaftarkan PBI dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS. Dalam Pasal 17 dimuat ketentuan bahwa iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.

Urgensi penerima bantuan iuran JKK dan JKM terkait dengan adanya pengaturan bahwa pelayanan kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang mengalami kecelakaan kerja dijamin oleh

(12)

BPJS Kesehatan. Disatu sisi pengaturan ini dapat melindungi pekerja miskin dan pekerja tidak mampu yang mengalami kecelakaan kerja, namun disisi lain hal ini membebani keuangan BPJS Kesehatan yang tidak seharusnya terjadi.

Selain itu juga terkait dengan pengaturan dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 yang mengatur bahwa usaha mikro wajib mengikuti Program JKK dan JKM. Selain itu

2. Dasar Penetapan Iuran Program JKK, JKM, dan JHT

Iuran JKK, JKM, dan JHT bagi PPU ditetapkan sebesar persentase tertentu dari upah, untuk PBPU ditetapkan berdasarkan nominal tertentu. Iuran JKK bagi PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan. Iuran JKM bagi PBPU ditetapkan sama bagi semua Peserta tanpa melihat tingkat penghasilan, demikian juga dengan manfaat, diberikan sama tanpa dikaitkan dengan tingkat upah/penghasilan.Iuran JHT bagi PBPU berdasarkan dengan nominal tertentu.

Pasal 34 UU SJSN hanya mengamanatkan pengaturan iuran JKK untuk PPU dan PBPU, dan Pasal 46 hanya mengamanatkan pengaturan iuran JKM untuk PPU dan PBPU, serta Pasal 38 hanya mengamanatkan pengaturan iuran JHT untuk PPU dan PBPU. Ketiga Pasal tersebut tidak mengamanatkan tentang pengaturan iuran bagi PBI untuk program JKK, JKM, dan JHT.

3. Cakupan Manfaat

Cakupan manfaat JKK, JKM, dan JHT berlaku sama untuk semua Peserta, baik PPU maupun PBPU.

4. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam

Pelaksanaan penerima subsidi premi tersebut dapat diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan melalui Program JKK dan JKM tanpa harus menunggu revisi UU Nelayan.

Undang-Undang tentang Perlindungan Nelayan antara lain memuat tentang pemberian bantuan premi asuransi risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa bagi Nelayan Kecil, Pembudi Daya Ikan Kecil dan Petambak Garam Kecil. Pola ini sama dengan pola kepesertaan PBI dalam Program SJSN. Pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah:

a. Definisi Asuransi Perikanan dan Asuransi Pergaraman tidak menunjukkan bahwa Asuransi tersebut merupakan lembaga khusus, sehingga Pemerintah dapat menunjuk Asuransi manapun.

b. Penugasan kepada BUMN atau BUMD sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 32 menggunakan kata “dapat”, sehingga tidak ada keharusan dan Pemerintah juga dapat menugaskan badan lain yang menyelenggarakan asuransi.

c. Pasal 29 ayat (1) UU SJSN memuat ketentuan bahwa “Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial”.

d. Pasal 43 ayat (1) UU SJSN memuat ketentuan bahwa “Jaminan Kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial”.

e. Ketentuan sebagaimana pada huruf c dan huruf d menunjukkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara Program JKK dan JKM dapat diakatakan sebagai salah satu bentuk lembaga Asuransi. Dengan adanya ketentuan ini, maka BPJS Ketenagakerjaan memenuhi syarat untuk ditugaskan menyelenggarakan perlindungan risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa sebagaimana dimaksud dalam UU Nelayan.

(13)

f. Salah satu konsideran “mengingat” pada UU Nelayan adalah Pasal 28 H ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 yang bunyinya

“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Selain itu Pasal 32 ayat (2) UU Nelayan memuat ketentuan bahwa “Pelaksanaan Asuransi Perikanan dan Asuransi Pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Peraturan perundang-undangan yang paling tepat dalam pelaksanaan perlindungan risiko kecelakaan kerja dan risiko kehilangan jiwa adalah peraturan perundangan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

5. Peraturan Pelaksanaan Penerima Bantuan Iuran

Peraturan Pemerintah tentang PBI JKK, JKM, dan JHT dibuat atas atas amanat Pasal 17 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU SJSN. Peraturan Pemerintah ini sekaligus mengatur tentang besarn Iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Peraturan terkait dengan PBI dibuat melalui penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, dengan judul “Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial”.

Inisiator dari Peraturan Pemerintah ini adalah Kementerian Sosial.

C. Poin Penting Hasil Analisis dan Evaluasi Regulasi

a. Penyusunan ketentuan Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dalam regulasi tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial sebagai pelaksanaan dari Pasal 17 ayat (6) UU SJSN.

b. Penerima bantuan iuran JKK, JKM, dan JHT dapat diatur secara terintegrasi dengan PBI JKN dalam PBI Bantuan Iuran Jaminan Sosial diinisiasi oleh Kementerian Sosial.

c. Regulasi tentang PBI Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua sekaligus mengatur tentang besaran iuran dan manfaat PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

d. Kriteria Pekerja Miskin dan PekerjaTidak Mampu dapat ditetapkan oleh Menteri Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan.

e. Anggaran untuk PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.

f. Penunjukan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pelaksana perlindungan risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud dalam UU Nelayan dapat diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dengan memuat klausul bahwa; “Pelaksanaan Asuransi Pergaraman/Asuransi Perikanan untuk perlindungan risiko kecelakaan kerja, dan Asuransi Jiwa untuk perlindungan risiko kehilangan jiwa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Sistem Jaminan Sosial Nasional”.

IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Jaminan Kecelakaan Kerja pada dasarnya merupakan risiko yang menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja yang mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Demikian juga halnya dengan risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja pada saat masih aktif bekerja. Selain itu Jaminan Hari Tua juga memberikan perlindungan atas risiko

(14)

berkurangnya pendapatan ketika seorang telah mecapai usia pensiun

Orang yang bekerja secara mandiri merupakan pemberi kerja bagi dirinya sendiri, sehingga risiko kecelalakaan kerja, risiko kematian, dan hari tua menjadi tanggung jawab pekerja yang bersangkutan. Tanggung jawab tersebut dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua diwujudkan dalam bentuk pembayaran iuran, namun ketika pekerja tersebut tidak mampu membayar iuran karena keterbatasan penghasilan, maka tanggung jawab tersebut harus diambil alih oleh negara.

Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana sila ke-5 dari dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Keadilan sosial bermakna bahwa keadilan itu berlaku dalam masyarakat pada segenap bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.12

B. Landasan Sosiologis

Kasus pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah berdampak pada terjadinya PHK besar- besaran. Kondisi ini telah menyebabkan semakin meningkatnya komposisi pekerja informal yang merupakan salah satu indikator tingkat kemiskinan.

Dalam perspektif penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan kepada rakyatnya adalah dengan memberikan bantuan iuran Program Jaminan Sosial kepada fakir miskin dan tidak mampu. Dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua bantuan iuran tersebut diberikan kepada fakir miskin dan tidak mampu yang berstatus sebagai pekerja.

C. Landasan Yuridis

Secara konstitusional setiap orang di Negara Republik Indonesia dijamin haknya atas jaminan sosial. Pemenuhan hak atas jaminan sosial tersebut menjadi tanggungjawab Negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945.

Kemudian dalam Pasal 34 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 Negara diamanatkan untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Sebagai pelaksanaan dari amanat UUD Negara RI Tahun 1945 telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS sebagai dasar hukum pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945.

Penyusunan Peraturan Pemerintah yang mengatur PBI Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua dilakukan atas dasar perintah dari Pasal 17 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

12 Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm.

21.

(15)

V. JANGKAUAN, ARAH DAN MATERI MUATAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan

Jangkauan dan arah pengaturan Peraturan Pemerintah tentang PBI JKK, JKM, dan JHT meliputi:

1. PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diatur secara terintegrasi dengan regulasi PBI JKN dengan Kementerian Sosial sebagai inisiator.

2. Kriteria pekerja miskin dan tidak mampu yang berhak menerima bantuan iuran program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan berdasarkan pada DTKS PBI JKN melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampu; BPU Kemitraan dan PPU usaha mikro.

3. Penetapan kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja tidak mampu yang akan menjadi Peserta PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan oleh Menteri Sosial setelah berkordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan.

4. Data calon penerima PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari data penerima iuran jaminan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.

5. Pada tahap pertama penerima bantuan iuran Jamsonaker diberikan kepada BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM. Dalam rangka stimulus untuk pengembangan dan perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diberikan kepada BPU Kemitraan dan PPU Mikro, maka dibuat skema parsial subsidi/matching contribution program JHT dengan syarat sudah terdaftar pada program JKK dan JKM

6. Penetapan dan Pendaftaran pekerja miskin dan tidak mampu sebagai PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan.

7. Penetapan jumlah calon PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan oleh Menteri Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Keuangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan/atau pimpinan lembaga terkait

8. Perubahahan data penerima PBI dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan berkordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan atau sebaliknya.

9. Strategi graduasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan dengan pendekatan berbasis stimulus, dengan mekanisme sebagai berikut:

• Pekerja miskin sebagai PBI JKK dan JKM dapat menerima parsial subsidi program JHT sepanjang telah berpindah status menjadi pekerja tidak mampu dengan membayar sendiri iuran JKK dan JKM.

• PPU tidak mampu pada badan usaha mikro dan kecil sebagai PBI JHT dapat menerima reward berupa program JKP. Pendanaan program JKP bersumber dari rekomposisi iuran program JKK dan JKM serta subsidi iuran dari Pemerintah Pusat, dan telah berpindah status sebagai peserta PPU BU yang terdaftar dalam 4 program jaminan sosial (JKN, JKK, JKM dan JHT).

10. Besaran iuran JKK dan JKM disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp 16.800, dan iuran JHT disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp 20.000.

11. Pendanaan untuk PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN yang dialokasikan pada anggaran Kementerian Ketenagakerjaan.

(16)

12. Anggaran untuk iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diusulkan oleh Menteri Ketenagakerjaan kepada Menteri Keuangan berdasarkan usulan dari DJSN.

13. Manfaat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi PBI diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua, termasuk bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.

14. Bantuan premi asuransi sosial bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam, diintegrasikan dengan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dengan sumber dana dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.

B. Ruang Lingkup Materi Muatan

a. Dasar dan mekanisme penetapan kriteria pekerja miskin dan tidak mampu.

b. Kementerian yang menetapkan kriteria pekerja miskin dan tidak mampu.

c. Pendataan Pekerja Miskin dan Tidak Mampu.

d. Basis data yang digunakan dalam penetapan jumlah PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan secara nasional.

e. Penahapan Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan f. Penetapan jumlah PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan g. Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan h. Perubahan Data.

i. Besaran Iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan j. Pendanaan.

k. Pengusulan anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Diusulkan tahap kedua PBI untuk program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan melakukan perluasan pengaturan kepesertaan program bantuan iuran melalui pembentukan Peraturan Pemerintah;

2. Pengaturan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara terintegrasi dengan regulasi PBI JKN yaitu PBI Jaminan Sosial;

3. Besaran iuran JKK dan JKM disamakan dengan iuran segmen BPU yaitu sebesar Rp 16.800, dan iuran JHT disamakan dengan iuran segmen BPU yaitu sebesar Rp 20.000 4. Manfaat bagi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sama dengan manfaat JKK, JKM,

dan JHT bagi PPU dan PBPU;

5. PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimulai dengan Program Bantuan Iuran untuk JKK dan JKM kepada Pekerja Miskin. Sedangkan PBI JHT Bersyarat untuk pekerja tidak mampu yang sudah menjadi peserta JKK & JKM;

6. Sumber data PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengacu pada DTKS PBI JKN melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, dan memastikan tidak ada data exclusion dan inclusion error;

7. Integrasi sistem data dukcapil, kedua BPJS, pajak, perbankan, dan layanan publik lainnya;

8. Pendanaan bagi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN;

9. Strategi graduasi PBI dengan menyepakati kriteria graduasi, mekanisme validasi dan verifikasi eligibilitas PBI secara berkesinambungan melalui integrasi sistem.

(17)

B. Rekomendasi

1. Kementerian Sosial segera menyelesaikan Rancangan Revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasionan (PBI JKN) yang sudah mendapatkan ijin prakarsa dari Presiden menjadi Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial yang sudah dilakukan rapat Tim Panitian Antar kementerian (PAK) terakhir pada tanggal 16 November 2021, draft RPP PBI Jaminan Sosial bagian PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sudah disampaikan oleh DJSN kepada Biro Hukum Kementerian Sosial.

2. Dalam rangka melaksanakan fungsi sinkronisasi, DJSN agar melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Koordinasi dimaksud dilakukan agar dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan memuat klausul bahwa Asuransi Kecelakaan Kerja dan Asuransi Kehilangan Jiwa sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang tentang perlindungan Nelayan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

3. DJSN sebagai Lembaga perumus kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN agar melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menyampaikan hasil kajian kepada Kementerian terkait dan BPJS Ketenagakerjaan.

2) Menyusun draft ketentuan teknis PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

(18)

EXECUTIVE SUMMARY...i

DAFTAR ISI ...xVii DAFTAR TABEL ...xix

DAFTAR GAMBAR ...xix

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Ruang Lingkup ... 8

D. Tujuan dan Kegunaan ... 8

E. Metode ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ... 10

A. Kajian Teoritis ... 10

B. Kajian Konsep Tenaga Kerja Formal – Informal dan Tenaga Kerja dalam Hubungan Kerja (TK DHK) – Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK LHK) ... 19

C. Kajian Kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu yang Berhak Menjadi Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT ... 21

D. Kajian Dampak Fiskal ... 22

E. Kajian Praktik Empiris ... 28

1. Program Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Miskin dan Tidak Mampu ... 28

2. Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK LHK) ... 29

3. Penerima bantuan iuran dalam Program Jaminan Kesehatan ... 30

4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian .. 35

5. Penyelenggaaraan Program Jaminan Hari Tua ... 38

6. Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang Mengalami Kecelakaan ... 40

7. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam... 40

F. Distribusi Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu ... 42

G. Pelajaran Dari Hasil Kajian ... 44

BAB III ANALISA DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ...45

A. Peraturan Perundang-Undangan Yang Dijadikan Objek Analisis Dan Evaluasi ... 45

B. Analisis dan Evaluasi ... 46

1. Kepesertaan Dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua ... 46

2. Dasar Penetapan Iuran Program JKK dan JKM ... 49

3. Dasar Penetapan Iuran JHT ... 51

4. Cakupan Manfaat Program JKK dan JKM ... 52

5. Cakupan Manfaat Program JHT ... 54

6. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam... 55

7. Peraturan Pelaksanaan PBI ... 57

C. Poin Penting Hasil Analisis dan Evaluasi Regulasi ... 59

Daftar

Isi

(19)

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS ...60

A. Landasan Filosofis ... 60

B. Landasan Sosiologis ... 62

C. Landasan Yuridis ... 63

BAB V JANGKAUAN, ARAH DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKErJAAN ...66

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan ... 68

1. Regulasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 68

2. Kriteria Pekerja Miskin dan Tidak Mampu yang berhak untuk didaftarkan sebagai PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. ... 68

3. Kementerian yang ditugaskan untuk menetapkan kriteria pekerja miskin dan tidak mampu yang berhak didaftarkan sebagai PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 68

4. Sumber Data PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 68

5. Penahapan ... 69

6. Alur pendaftaran PBI Sosial Ketenagakerjaan ... 69

7. Penetapan Jumlah PBI dan Pendaftaran Peserta ... 72

8. Perubahan data Penerima PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 72

9. Strategi Graduasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 73

10. Iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74

11. Sumber pendanaan untuk iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74

12. Mekanisme pengusulan anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74

13. Manfaat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74

14. Integrasi Program Bantuan Premi Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam ... 74

B. Ruang Lingkup Materi Pengaturan ... 74

BAB VI PENUTUP ...75

A. Kesimpulan ... 75

B. Rekomendasi ... 76

DAFTAR PUSTAKA ...77

(20)

Tabel 1 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 1 ... vi

Tabel 2 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 2 ... vi

Tabel 3 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status Menikah/Sudah Menikah dan Sebagai Kepala Keluarga ... ix

Tabel 4 Data Kepesertaan Program JKK/JKM dan JHT Berdasarkan Segmentasi Peserta Per Oktober 2021 ... 3

Tabel 5 Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Bagi Peserta Penerima Upah . 5 Tabel 6 Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 6

Tabel 7 Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2014 – 2019 ... 7

Tabel 8 Dampak Fiskal Berdasarkan Skema 1 ... 23

Tabel 9 Dampak Fiskal Pertahun Berdasarkan Skema 2 Opsi 1 ... 24

Tabel 10 Dampak Fiskal Pertahun Berdasarkan Skema 2 Opsi 2 ... 24

Tabel 11 Dampak Fiskal Pertahun Berdasarkan Skema 2 Opsi 3 ... 25

Tabel 12 Kelebihan dan Kekurangan dari Masing-Masing Opsi Dampak Fiskal ... 26

Tabel 13 Iuran Program Jaminan Sosial TK LHK Era UU Jamsostek ... 29

Tabel 14 Data Peserta JKN Pada Tahun 2014 ... 32

Tabel 15 Data Perkembangan Kepesertaan PBI JKN Tahun 2015 sd Tahun 2020 ... 32

Tabel 16 Data Perkembangan Besaran Iuran PBI dan PBPU ... 33

Tabel 17 Iuran Program JKK Bagi PPU ... 36

Tabel 18 Tabel Penghasilan dan Iuran Program JKK bagi PBPU ... 37

Tabel 19 Tabel Penghasilan dan Iuran Program JHT bagi PBPU ... 39

Tabel 20 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan ... 42

Tabel 21 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga ... 43

Tabel 22 Hasil Screening Pentahapan Bantuan Iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan .. 43

Tabel 23 Tabel Iuran JHT ... 51

Daftar Tabel Daftar Gambar

Gambar 1 alur pendaftaran prioritas 1 BPU Mandiri (pekerja miskin) untuk program JKK dan JKM ... 69

Gambar 2 alur pendaftaran prioritas 2a BPU Kemitraan (pekerja tidak mampu) untuk program JHT ... 70

Gambar 3 alur pendaftaran prioritas 2b PPU Mikro (pekerja tidak mampu) untuk program JHT ... 71

Gambar 4 alur perubahan data penerima PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 72

(21)

UUD NRI Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional

DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial JKN Jaminan Kesehatan Nasional

JKK Jaminan Kecelakaan Kerja

JHT Jaminan Hari Tua

JP Jaminan Pensiun

JKM Jaminan Kematian

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah PPU Peserta Penerima Upah

PBPU Peserta Bukan Penerima Upah PBI Penerima Bantuan Iuran

TK DHK Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja TK LHK Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja

PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial BPS Badan Pusat Statistik

UMP Upah Minimum Provinsi BUMN Badan Usaha Milik Negara BUMD Badan Usaha Milik Daerah

DTKS Data Terpadu Kesejahteraan Sosial KHL Kebutuhan Hidup Layak

PHK Pemutusan Hubungan Kerja

Daftar

Singkatan

(22)

A. LATAR BELAKANG

Jaminan sosial merupakan salah satu hak dalam Pasal 34 Ayat (2) UUD NRI 1945 yang mengamanatkan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Ayat (4) Pasal yang sama menetapkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.”

UUD NRI 1945 hanya memuat aturan-aturan pokok, memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah dan penyelenggaraan negara untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial demi kesejahteraan masyarakat. Sedangkan aturan-aturan teknis pelaksanaanya diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuat, mengubah dan mencabutnya.2

Adanya ketentuan-ketentuan tersebut merupakan aspek Hak Asasi Manusia (HAM), yang perlindungannya merupakan salah satu ciri dari negara hukum.3 Dalam negara hukum jaminan perlindungan HAM menjadi salah satu bagian yang fundamental untuk dilaksanakan, karena merupakan hak yang paling mendasar dan melekat pada setiap diri manusia dimanapun ia berada. Tanpa adanya hak ini, berarti berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar.

Karena itu, HAM adalah suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan hukum.4

Menindaklanjuti amanat UUD NRI 1945 sebagaimana tersebut diatas, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia dengan payung Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) serta seluruh peraturan turunannya. Pengaturan yang demikian sesuai dengan teori jenjang norma yang menyatakan bahwa norma-norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan, dimana norma yang rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma tertinggi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, dan bersifat hipotesis serta fiktif yaitu norma dasar.5

2 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Pembentukannya (Yogyakarta:

Kanisius, 1998), hlm. 45.

3 Pada setiap negara hukum akan terlihat ciri-ciri akan adanya: (1) Jaminan perlindungan hak asasi manusia;

(2) Peradilan yang merdeka; (3) Legalitas dalam arti hukum, yaitu baik pemerintah/negara, maupun warga negara dalam bertindak harus berdasar atas dan melalui hukum. [Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2008), hlm. 46-47.

4 Frans Sayogie, Perlindungan Negara terhadap Hak Kebebasan Beragama dalam Islam dan HAM Universal (Jakarta: Penerbit Trans Pustaka dengan Yayasan Pusat Kajian dan Advokasi Hak-Hak Minoritas, 2013), hlm. 16.

5 Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang (Jakarta: Tanpa Penerbit, 2010), hlm.

PENDAHULUAN

BAB I

(23)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada definisi universal mengenai “jaminan sosial” (sosial security), secara umum ia diartikan sebagai penyedia perlindungan yang dilakukan lewat prosedur publik atas berbagai kerugian atau kehilangan penghasilan karena sakit, kehamilan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, cacat, usia lanjut, dan kematian.6

Komitmen pemerintah dalam memperkuat Sistem Jaminan Sosial Nasional diwujudkan dengan membuat perubahan pada beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Perubahan tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana pemerintah menambahkan 1 (satu) program, yaitu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Melalui program-program jaminan sosial ini setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.

Enam program jaminan sosial yang ditetapkan dalam UU SJSN meliputi:

a. Jaminan Kesehatan;

b. Jaminan Kecelakaan Kerja;

c. Jaminan Hari Tua;

d. Jaminan Pensiun; dan e. Jaminan Kematian.

f. Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Pasal 5 ayat (1) UU SJSN menetapkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang. Untuk menindaklanjuti amanat Pasal 5 tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menetapkan Undang-Undang Nomor Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Undang-Undang BPJS menetapkan BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKM), serta dalam perubahan yang terdapat di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja BPJS Ketenagakerjaan juga diamanatkan dalam menyelenggarakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Semua ini disusun karena negara memiliki kewajiban untuk menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakatnya, seperti yang ditekankan oleh Sodikin bahwa tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada warga masyarakat untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.7

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan 9 prinsip sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 UU SJSN, yaitu prinsip: kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan 6 Michael Raper, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, (Jakarta:

Trade Union Rights Centre, 2008), hlm 17.

7 Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan: Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 (Jakarta:

Penerbit Djambatan, 2007), hlm. 97.

(24)

program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut dinyatakan bahwa prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya. Sedangkan prinsip kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.

Sistem jaminan sosial di Indonesia bersifat kontribusi (contribution based bukan tax based), dimana seluruh peserta berkewajiban membayar kontribusi kepesertaan program jaminan sosial. Pekerja Penerima Upah (PPU), melakukan kontribusi melalui presentase gaji, sedangkan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran secara mandiri. Meskipun begitu, Negara tetap hadir melindungi kelompok fakir miskin dan orang tidak mampu melalui penerima bantuan iuran atau melalui bantuan sosial. Oleh karena itu, sistem perlindungan sosial di Indonesia terdiri dari Social Assistance (Bantuan Sosial) dan Social Insurance (Jaminan Sosial).

Program Jaminan Sosial bidang Ketenagakerjaan (JKK, JKM, JKP, JHT, dan JP) diperuntukkan bagi setiap orang yang bekerja, baik di sektor formal maupun informal, pekerja yang bekerja dalam hubungan kerja (Peserta Penerima Upah/PPU) maupun pekerja yang bekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri (Pekerja Bukan Penerima Upah/PBPU). Khusus Program Jaminan Pensiun hanya diperuntukkan bagi Pekerja Penerima Upah (PPU).

Sampai dengan tahun ke-7 implementasi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang diselenggarakan berdasarkan UU SJSN, cakupan kepesertaan masih relatif kecil. Data kepesertaan Program JKK, JKM dan JHT berdasarkan segmentasi Peserta sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 4 data kepesertaan program jkk dan jkm dan jht berdasarkan segmentasi peserta per Oktober 2021

Jumlah Pekerja/Segmen Peserta Program

JKK dan JKM JHT

Jumlah Pekerja formal = 56,02 (jt) *)

Jumlah PPU (jiwa) 20.451.032 16.092.450

Jakon 7.156.184 -

Total PPU + Jakon 27.607.216 16.092.450

Cakupan (%) 39,17% 22,83%

Jumlah Pekerja informal = 70,49 (jt) *) terdiri dari:

1. Jumlah Pekerja informal BPU 43,64 (jt) 2. Jumlah Pekerja informal PU 26,85 (jt)

Jumlah PBPU (jiwa) 3.037.322 263.828

Cakupan (%) 6,96% 0,60%

Sumber Data : Sakernas diolah dari Data DJSN

*) Sakernas

Peserta Penerima Upah (PPU) pada umumnya bekerja di sektor formal, sehingga cakupan kepesertaan PPU dalam hal ini menggunakan jumlah pekerja di sektor formal sebagai acuan. Demikian juga dengan Peserta Bukan Penerima Upah, yang pada umumnya bekerja di sektor informal. Oleh karena itu cakupan kepesertaan PBPU dalam hal ini menggunakan

(25)

jumlah pekerja di sektor informal. Dalam kenyataannya pada sektor informal juga terdapat orang yang bekerja dengan menerima upah, sebagai contoh adalah pada usaha warung tegal atau usaha rumah tangga yang mempekerjakan 1 sampai dengan 4 orang tenaga kerja. Dalam skala industri kelompok ini termasuk pada jenis usaha mikro.

Pada Tabel 4 sebagaimana tersebut diatas terlihat bahwa Jumlah PBPU Program JKK, JKM dan JHT masih relatif kecil. Data kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan per Oktober 2021 menunjukan bahwa cakupan kepesertaan program JKK, JKM peserta PBPU sebesar 6,96% lebih kecil dibanding cakupan kepesertaan PPU yang telah mencapai 39,17%. Demikian juga dengan Program JHT sebesar 0,60% dibandingkan dengan PPU yang telah mencapai 22,83%. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pekerja informal (55,72%) yang merupakan bagian yang lebih besar dibanding pekerja formal (44,28%). Pada awal penyelenggaraan SJSN upaya perluasan kepesertaan Program Jaminan Sosial memang lebih difokuskan pada sektor formal. Hal ini sesuai dengan amanat UU SJSN yang dimuat dalam penjelasan umum, yang menjelaskan tentang prinsip kepesertaan wajib, yaitu; “Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi.

Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahap pertama dimulai dari pekerja sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara suka rela, sehingga dapat mencakup petani, nelayan, dan mereka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat”.

Beberapa pasal dalam UU SJSN menunjukkan bahwa pendanaan penyelenggaraan Program Jaminan Sosial bersumber dari iuran, sehingga seseorang dapat dikatakan telah menjadi peserta jika telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Terkait dengan pembayaran iuran, Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) memuat ketentuan bahwa iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.

Pada tahap pertama pembayaran iuran oleh Pemerintah adalah untuk program Jaminan Kesehatan. Kemudian pada ayat (6) dinyatakan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”.

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 17 ayat (6) sebagaimana tersebut diatas, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Sampai dengan tahun ketujuh impelementasi penyelenggaraan SJSN, penerima bantuan iuran Program Jaminan Sosial bagi fakir miskin dan orang tidak mampu masih terbatas pada Program Jaminan Kesehatan. Belum ada regulasi yang mengatur penerima bantuan iuran untuk program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan. Pada kenyataannya cukup banyak masyarakat yang berstatus sebagai pekerja yang layak atas bantuan iuran program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan karena memenuhi kriteria sebagai fakir miskin dan orang tidak mampu, namun karena belum ada regulasinya maka penerima bantuan iuran tersebut belum dapat diimplementasikan.

Ketentuan Pasal 17 ayat (5) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) menetapkan bahwa tahap pertama PBI jaminan sosial adalah untuk Program Jaminan Kesehatan yang diatur lebih lanjut dengan PP 101 Tahun 2012 jo PP 76 Tahun 2015 tentang PBI Jaminan Kesehatan. Untuk tahap selanjutnya dibutuhkan regulasi

(26)

berupa Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan PBI program jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (6) UU SJSN. Olehkarena itu peraturan pelaksana PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan perlu segera diterbitkan, mengingat bahwa telah ditetapkannya target jumlah cakupan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sampai dengan tahun 2024 sebanyak 20.000.000 yang diatur dalam Lampiran 1 BAB IV point 8 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 - 2024.

Pada tahap awal, program PBI jaminan sosial ketenagakerjaan dapat dimulai dari program JKK dan JKM. Secara rasional, program yang bersifat jangka pendek seperti program JKK dan JKM lebih dibutuhkan agar setiap orang mendapatkan perlindungan dan bisa mempertahankan derajat hidup yang layak. Selain pertimbangan hal tersebut, besaran iuran program JKK dan JKM relatif kecil dibandingkan iuran JHT dan JP. Besaran iuran ini harus menjadi pertimbangan dalam penahapan PBI, mengingat bantuan iuran bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang tentunya akan menambah pengeluaran keuangan negara.

Selain pertimbangan hal tersebut, besaran iuran program JKK dan JKM relatif kecil dibandingkan iuran JHT dan JP. Besaran iuran ini harus menjadi pertimbangan dalam penahapan penerima bantuan iuran, mengingat bantuan iuran bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang tentunya akan menambah beban keuangan negara. Besaran iuran program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan bagi Peserta Penerima Upah (PPU) sebagaimana pada Tabel 1.2 dibawah ini:

Tabel 5 iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi peserta penerima upah

No. Program Besaran Iuran

Keterangan Pekerja Pemberi Kerja

1 JKK -

0,24%

0,54%

0,89%

1,25%

1,74%

Risiko sangat rendah Risiko rendah

Risiko sedang Risiko tinggi

Risiko sangat tinggi

2 JKM - 0,3% -

3 JHT 2,0% 3,7% Total = 5,7%

4 JP 1,0% 2,0% Total = 3,0%

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa iuran Program JKK bervariasi sesuai dengan tingkat risiko lingkungan kerja, mulai dari tingkat risiko sangat rendah dengan iuran sebesar 0,24%

dari upah, sampai dengan tingkat risiko sangat tinggi dengan iuran sebesar 1,74% dari upah.

Iuran untuk tingkat risiko sangat tinggi masih jauh lebih kecil dibanding iuran program jaminan sosial jangka panjang (JHT dan JP). Demikian juga dengan iuran JKM yang hanya sebesar 0,3% dari upah.

Iuran program jaminan sosial bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) ditetapkan berdasarkan jumlah nominal. Peserta Bukan Penerima Upah hanya dapat mengikuti 3 program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan selain Program Jaminan Pensiun, dengan besaran iuran sebagaimana pada tabel berikut:

(27)

Tabel 6 iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan

No Program Besaran Iuran (Rp) Keterangan

1 JKK

10.000 (terendah)

207.000 (tertinggi)

Dasar penghasilan penetapan manfaat Rp. 1 jt

Dasar penghasilan penetapan manfaat Rp. 20,7 jt

2 JKM 6.800 Sama untuk semua peserta

3 JHT 20.000

414.000

Terendah Tertinggi

Iuran Program JKK untuk PBPU bervariasi sesuai tingkat penghasilan yang dilaporkan pada saat pendaftaran, mulai dari yang terendah sebesar Rp.10.000;- (sepuluh ribu rupiah) per bulan, yaitu untuk PBPU yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 1.000.000;- (satu juta rupiah) per bulan. Iuran yang tertinggi adalah sebesar Rp. 207.000;- (dua ratus tujuh ribu rupiah), yaitu untuk yang berpenghasilan sebesar Rp. 20.200.000;- (dua puluh juta dua ratus ribu rupiah) atau lebih per bulan. Besaran iuran yang dipilih berkorelasi langsung dengan besaran manfaat santunan cacat total tetap dan santunan kematian akibat kecelakaan kerja yang diterima. Santuan cacat total tetap adalah sebesar 56 kali penghasilan yang dipilih, dan santuan kematian akibat kecelakaan kerja adalah sebesar 48 kali penghasilan.

Pentahapan selanjutnya dalam PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah program JHT.

Program JHT dibutuhkan untuk mempertahankan derajat hidup yang layak bagi peserta pada saat mencapai usia pensiun, catat total tetap, meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya. Berdasarkan proyeksi demografi, Indonesia akan memasuki era populasi menua (ageing population) setelah tahun 2030. Oleh karenanya, urgensi dari program perlindungan hari tua harus dipersiapkan sedini mungkin. Di sisi lain, kepesertaan wajib program JHT masih belum diamanatkan kepada pekerja penerima upah pada skala usaha mikro dan pekerja bukan penerima upah yang pada umumnya termasuk kategori pekerja tidak mampu, sehingga menjadi rentan bagi mereka di hari tuanya terutama ketika Indonesia sudah memasuki era ageing population. Dengan demikian, perlindungan hari tua melalui pembayaran iuran JHT oleh Pemerintah kepada pekerja tidak mampu sebagai PBI Program JHT menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendasar.

Variasi iuran PBPU pada Program JKK dan JKM juga berlaku pada Program JHT, mulai dari yang terendah sebesar Rp. 20.000;- (dua puluh ribu rupiah) bagi PBPU yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 1.000.000;- (satu juta rupiah) per bulan, sampai dengan yang tertinggi sebesar Rp. 414.000;- (empat ratus empat belas ribu rupiah) bagi PBPU yang berpenghasilan sebesar Rp. 20.700.000;- (dua puluh juta tujuh ratus ribu rupiah) per bulan. Besaran iuran yang dipilih juga berkoreasi langsung dengan manfaat JHT yang akan diterima. Semakin besar iuran, maka akumulasi iuran berserta pengembangannya juga akan semakin besar.

Sedangkan iuran Jaminan Kematian berlaku sama untuk semua Peserta, hal ini karena manfaat Jaminan Kematian sama untuk semua peserta dan tidak dikaitkan dengan besaran penghasilan.

Mengingat ketentuan Pasal 17 UU SJSN menetapkan bahwa ketentuan penerima bantuan iuran program jaminan sosial bagi fakir msikin dan orang tidak mampu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, maka untuk mengimplementasikan penerima bantuan iuran untuk program JKK, JKM dan JHT harus disusun Peraturan Pemerintah yang mengatur

Gambar

Tabel 2 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 2
Tabel 3 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status  menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga
Tabel 4 data kepesertaan program jkk dan jkm dan jht berdasarkan segmentasi peserta per  Oktober 2021
Tabel 5  iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi peserta penerima upah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Operasi : Merupakan software yang paling penting / pokok kerena meruapakan penghubung antara user dengan aplikasi program dan user dengan hardware, saat komputer

Selain inteligensi, faktor eksternal yang lain adalah motivasi, yang secara sederhana pula dikenal dengan do- rongan kuat dari dalam diri individu untuk melakukan atau

Select mungkin merupakan keyword yang paling sering digunakan, karena itu optimasi pada perintah SELECT sangat mungkin dapat memperbaiki kinerja aplikasi secara keseluruhan..

Hasil mean rank uji Wilcoxon pada tabel 10 menunjukan bahwa sekuens T2 PROPELLER memiliki nilai yang lebih tinggi pada kriteria anatomi struktur intraforamen, nerve root

Untuk menguji signifikansi hubungan antara ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek terhadap harga premium

i, dan diamalkan apa yang terkandung

Dalam ijmak kaum muslimin tentang kebolehan jual beli dan hikmah yang terkandung didalamnya. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan

Dari hasil kajian yang dilakukan di tahun 2013, beberapa kendala yang dihadapi pengangguran terdidik dalam mencari pekerjaan atau mengembangkan usaha mandiri adalah: (1)