BAB III ANALISA DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
C. Poin Penting Hasil Analisis dan Evaluasi Regulasi
a. Penyusunan ketentuan Penerima Bantuan Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dalam regulasi tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial sebagai pelaksanaan dari Pasal 17 ayat (6) UU SJSN.
b. Penerima bantuan iuran JKK, JKM, dan JHT dapat diatur secara terintegrasi dengan PBI JKN dalam PBI Bantuan Iuran Jaminan Sosial diinisiasi oleh Kementerian Sosial.
c. Regulasi tentang PBI Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua sekaligus mengatur tentang besaran iuran dan manfaat PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
d. Kriteria Pekerja Miskin dan PekerjaTidak Mampu dapat ditetapkan oleh Menteri Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan.
e. Anggaran untuk PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.
f. Penunjukan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pelaksana perlindungan risiko kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud dalam UU Nelayan dapat diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dengan memuat klausul bahwa; “Pelaksanaan Asuransi Pergaraman/Asuransi Perikanan untuk perlindungan risiko kecelakaan kerja, dan Asuransi Jiwa untuk perlindungan risiko kehilangan jiwa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Sistem Jaminan Sosial Nasional”.
IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Jaminan Kecelakaan Kerja pada dasarnya merupakan risiko yang menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja yang mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Demikian juga halnya dengan risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja pada saat masih aktif bekerja. Selain itu Jaminan Hari Tua juga memberikan perlindungan atas risiko
berkurangnya pendapatan ketika seorang telah mecapai usia pensiun
Orang yang bekerja secara mandiri merupakan pemberi kerja bagi dirinya sendiri, sehingga risiko kecelalakaan kerja, risiko kematian, dan hari tua menjadi tanggung jawab pekerja yang bersangkutan. Tanggung jawab tersebut dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua diwujudkan dalam bentuk pembayaran iuran, namun ketika pekerja tersebut tidak mampu membayar iuran karena keterbatasan penghasilan, maka tanggung jawab tersebut harus diambil alih oleh negara.
Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana sila ke-5 dari dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Keadilan sosial bermakna bahwa keadilan itu berlaku dalam masyarakat pada segenap bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.12
B. Landasan Sosiologis
Kasus pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah berdampak pada terjadinya PHK besar-besaran. Kondisi ini telah menyebabkan semakin meningkatnya komposisi pekerja informal yang merupakan salah satu indikator tingkat kemiskinan.
Dalam perspektif penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan kepada rakyatnya adalah dengan memberikan bantuan iuran Program Jaminan Sosial kepada fakir miskin dan tidak mampu. Dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua bantuan iuran tersebut diberikan kepada fakir miskin dan tidak mampu yang berstatus sebagai pekerja.
C. Landasan Yuridis
Secara konstitusional setiap orang di Negara Republik Indonesia dijamin haknya atas jaminan sosial. Pemenuhan hak atas jaminan sosial tersebut menjadi tanggungjawab Negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945.
Kemudian dalam Pasal 34 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 Negara diamanatkan untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Sebagai pelaksanaan dari amanat UUD Negara RI Tahun 1945 telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS sebagai dasar hukum pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945.
Penyusunan Peraturan Pemerintah yang mengatur PBI Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua dilakukan atas dasar perintah dari Pasal 17 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
12 Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm.
21.
V. JANGKAUAN, ARAH DAN MATERI MUATAN
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan
Jangkauan dan arah pengaturan Peraturan Pemerintah tentang PBI JKK, JKM, dan JHT meliputi:
1. PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diatur secara terintegrasi dengan regulasi PBI JKN dengan Kementerian Sosial sebagai inisiator.
2. Kriteria pekerja miskin dan tidak mampu yang berhak menerima bantuan iuran program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan berdasarkan pada DTKS PBI JKN melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampu; BPU Kemitraan dan PPU usaha mikro.
3. Penetapan kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja tidak mampu yang akan menjadi Peserta PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan oleh Menteri Sosial setelah berkordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan.
4. Data calon penerima PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari data penerima iuran jaminan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
5. Pada tahap pertama penerima bantuan iuran Jamsonaker diberikan kepada BPU Mandiri untuk program JKK dan JKM. Dalam rangka stimulus untuk pengembangan dan perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diberikan kepada BPU Kemitraan dan PPU Mikro, maka dibuat skema parsial subsidi/matching contribution program JHT dengan syarat sudah terdaftar pada program JKK dan JKM
6. Penetapan dan Pendaftaran pekerja miskin dan tidak mampu sebagai PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan.
7. Penetapan jumlah calon PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan oleh Menteri Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Keuangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan/atau pimpinan lembaga terkait
8. Perubahahan data penerima PBI dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan berkordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan atau sebaliknya.
9. Strategi graduasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan dengan pendekatan berbasis stimulus, dengan mekanisme sebagai berikut:
• Pekerja miskin sebagai PBI JKK dan JKM dapat menerima parsial subsidi program JHT sepanjang telah berpindah status menjadi pekerja tidak mampu dengan membayar sendiri iuran JKK dan JKM.
• PPU tidak mampu pada badan usaha mikro dan kecil sebagai PBI JHT dapat menerima reward berupa program JKP. Pendanaan program JKP bersumber dari rekomposisi iuran program JKK dan JKM serta subsidi iuran dari Pemerintah Pusat, dan telah berpindah status sebagai peserta PPU BU yang terdaftar dalam 4 program jaminan sosial (JKN, JKK, JKM dan JHT).
10. Besaran iuran JKK dan JKM disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp 16.800, dan iuran JHT disamakan dengan iuran segmen BPU sebesar Rp 20.000.
11. Pendanaan untuk PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN yang dialokasikan pada anggaran Kementerian Ketenagakerjaan.
12. Anggaran untuk iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diusulkan oleh Menteri Ketenagakerjaan kepada Menteri Keuangan berdasarkan usulan dari DJSN.
13. Manfaat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi PBI diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua, termasuk bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.
14. Bantuan premi asuransi sosial bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam, diintegrasikan dengan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dengan sumber dana dari APBN yang dialokasikan pada Kementerian Ketenagakerjaan.
B. Ruang Lingkup Materi Muatan
a. Dasar dan mekanisme penetapan kriteria pekerja miskin dan tidak mampu.
b. Kementerian yang menetapkan kriteria pekerja miskin dan tidak mampu.
c. Pendataan Pekerja Miskin dan Tidak Mampu.
d. Basis data yang digunakan dalam penetapan jumlah PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan secara nasional.
e. Penahapan Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan f. Penetapan jumlah PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan g. Pendaftaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan h. Perubahan Data.
i. Besaran Iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan j. Pendanaan.
k. Pengusulan anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diusulkan tahap kedua PBI untuk program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan melakukan perluasan pengaturan kepesertaan program bantuan iuran melalui pembentukan Peraturan Pemerintah;
2. Pengaturan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dilakukan secara terintegrasi dengan regulasi PBI JKN yaitu PBI Jaminan Sosial;
3. Besaran iuran JKK dan JKM disamakan dengan iuran segmen BPU yaitu sebesar Rp 16.800, dan iuran JHT disamakan dengan iuran segmen BPU yaitu sebesar Rp 20.000 4. Manfaat bagi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sama dengan manfaat JKK, JKM,
dan JHT bagi PPU dan PBPU;
5. PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimulai dengan Program Bantuan Iuran untuk JKK dan JKM kepada Pekerja Miskin. Sedangkan PBI JHT Bersyarat untuk pekerja tidak mampu yang sudah menjadi peserta JKK & JKM;
6. Sumber data PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengacu pada DTKS PBI JKN melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, dan memastikan tidak ada data exclusion dan inclusion error;
7. Integrasi sistem data dukcapil, kedua BPJS, pajak, perbankan, dan layanan publik lainnya;
8. Pendanaan bagi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bersumber dari APBN;
9. Strategi graduasi PBI dengan menyepakati kriteria graduasi, mekanisme validasi dan verifikasi eligibilitas PBI secara berkesinambungan melalui integrasi sistem.
B. Rekomendasi
1. Kementerian Sosial segera menyelesaikan Rancangan Revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasionan (PBI JKN) yang sudah mendapatkan ijin prakarsa dari Presiden menjadi Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial yang sudah dilakukan rapat Tim Panitian Antar kementerian (PAK) terakhir pada tanggal 16 November 2021, draft RPP PBI Jaminan Sosial bagian PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sudah disampaikan oleh DJSN kepada Biro Hukum Kementerian Sosial.
2. Dalam rangka melaksanakan fungsi sinkronisasi, DJSN agar melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Koordinasi dimaksud dilakukan agar dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan memuat klausul bahwa Asuransi Kecelakaan Kerja dan Asuransi Kehilangan Jiwa sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang tentang perlindungan Nelayan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
3. DJSN sebagai Lembaga perumus kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN agar melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menyampaikan hasil kajian kepada Kementerian terkait dan BPJS Ketenagakerjaan.
2) Menyusun draft ketentuan teknis PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
EXECUTIVE SUMMARY...i
DAFTAR ISI ...xVii DAFTAR TABEL ...xix
DAFTAR GAMBAR ...xix
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Ruang Lingkup ... 8
D. Tujuan dan Kegunaan ... 8
E. Metode ... 9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ... 10
A. Kajian Teoritis ... 10
B. Kajian Konsep Tenaga Kerja Formal – Informal dan Tenaga Kerja dalam Hubungan Kerja (TK DHK) – Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK LHK) ... 19
C. Kajian Kriteria Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu yang Berhak Menjadi Peserta PBI JKK, JKM, dan JHT ... 21
D. Kajian Dampak Fiskal ... 22
E. Kajian Praktik Empiris ... 28
1. Program Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Miskin dan Tidak Mampu ... 28
2. Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK LHK) ... 29
3. Penerima bantuan iuran dalam Program Jaminan Kesehatan ... 30
4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian .. 35
5. Penyelenggaaraan Program Jaminan Hari Tua ... 38
6. Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PBI JKN yang Mengalami Kecelakaan ... 40
7. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam... 40
F. Distribusi Pekerja Miskin dan Pekerja Tidak Mampu ... 42
G. Pelajaran Dari Hasil Kajian ... 44
BAB III ANALISA DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ...45
A. Peraturan Perundang-Undangan Yang Dijadikan Objek Analisis Dan Evaluasi ... 45
B. Analisis dan Evaluasi ... 46
1. Kepesertaan Dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua ... 46
2. Dasar Penetapan Iuran Program JKK dan JKM ... 49
3. Dasar Penetapan Iuran JHT ... 51
4. Cakupan Manfaat Program JKK dan JKM ... 52
5. Cakupan Manfaat Program JHT ... 54
6. Perlindungan Kecelakaan Kerja dan Kehilangan Jiwa Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam... 55
7. Peraturan Pelaksanaan PBI ... 57
C. Poin Penting Hasil Analisis dan Evaluasi Regulasi ... 59
Daftar
Isi
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS ...60
A. Landasan Filosofis ... 60
B. Landasan Sosiologis ... 62
C. Landasan Yuridis ... 63
BAB V JANGKAUAN, ARAH DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKErJAAN ...66
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan ... 68
1. Regulasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 68
2. Kriteria Pekerja Miskin dan Tidak Mampu yang berhak untuk didaftarkan sebagai PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. ... 68
3. Kementerian yang ditugaskan untuk menetapkan kriteria pekerja miskin dan tidak mampu yang berhak didaftarkan sebagai PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 68
4. Sumber Data PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 68
5. Penahapan ... 69
6. Alur pendaftaran PBI Sosial Ketenagakerjaan ... 69
7. Penetapan Jumlah PBI dan Pendaftaran Peserta ... 72
8. Perubahan data Penerima PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 72
9. Strategi Graduasi PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 73
10. Iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74
11. Sumber pendanaan untuk iuran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74
12. Mekanisme pengusulan anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74
13. Manfaat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 74
14. Integrasi Program Bantuan Premi Bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam ... 74
B. Ruang Lingkup Materi Pengaturan ... 74
BAB VI PENUTUP ...75
A. Kesimpulan ... 75
B. Rekomendasi ... 76
DAFTAR PUSTAKA ...77
Tabel 1 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 1 ... vi
Tabel 2 Kebutuhan Anggaran PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan skema 2 ... vi
Tabel 3 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status Menikah/Sudah Menikah dan Sebagai Kepala Keluarga ... ix
Tabel 4 Data Kepesertaan Program JKK/JKM dan JHT Berdasarkan Segmentasi Peserta Per Oktober 2021 ... 3
Tabel 5 Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Bagi Peserta Penerima Upah . 5 Tabel 6 Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 6
Tabel 7 Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2014 – 2019 ... 7
Tabel 8 Dampak Fiskal Berdasarkan Skema 1 ... 23
Tabel 9 Dampak Fiskal Pertahun Berdasarkan Skema 2 Opsi 1 ... 24
Tabel 10 Dampak Fiskal Pertahun Berdasarkan Skema 2 Opsi 2 ... 24
Tabel 11 Dampak Fiskal Pertahun Berdasarkan Skema 2 Opsi 3 ... 25
Tabel 12 Kelebihan dan Kekurangan dari Masing-Masing Opsi Dampak Fiskal ... 26
Tabel 13 Iuran Program Jaminan Sosial TK LHK Era UU Jamsostek ... 29
Tabel 14 Data Peserta JKN Pada Tahun 2014 ... 32
Tabel 15 Data Perkembangan Kepesertaan PBI JKN Tahun 2015 sd Tahun 2020 ... 32
Tabel 16 Data Perkembangan Besaran Iuran PBI dan PBPU ... 33
Tabel 17 Iuran Program JKK Bagi PPU ... 36
Tabel 18 Tabel Penghasilan dan Iuran Program JKK bagi PBPU ... 37
Tabel 19 Tabel Penghasilan dan Iuran Program JHT bagi PBPU ... 39
Tabel 20 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan ... 42
Tabel 21 Sektor Pekerjaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dengan status menikah/sudah menikah dan sebagai kepala keluarga ... 43
Tabel 22 Hasil Screening Pentahapan Bantuan Iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan .. 43
Tabel 23 Tabel Iuran JHT ... 51
Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar 1 alur pendaftaran prioritas 1 BPU Mandiri (pekerja miskin) untuk program JKK dan JKM ... 69
Gambar 2 alur pendaftaran prioritas 2a BPU Kemitraan (pekerja tidak mampu) untuk program JHT ... 70
Gambar 3 alur pendaftaran prioritas 2b PPU Mikro (pekerja tidak mampu) untuk program JHT ... 71
Gambar 4 alur perubahan data penerima PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 72
UUD NRI Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional
DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial JKN Jaminan Kesehatan Nasional
JKK Jaminan Kecelakaan Kerja
JHT Jaminan Hari Tua
JP Jaminan Pensiun
JKM Jaminan Kematian
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah PPU Peserta Penerima Upah
PBPU Peserta Bukan Penerima Upah PBI Penerima Bantuan Iuran
TK DHK Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja TK LHK Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial BPS Badan Pusat Statistik
UMP Upah Minimum Provinsi BUMN Badan Usaha Milik Negara BUMD Badan Usaha Milik Daerah
DTKS Data Terpadu Kesejahteraan Sosial KHL Kebutuhan Hidup Layak
PHK Pemutusan Hubungan Kerja
Daftar
Singkatan
A. LATAR BELAKANG
Jaminan sosial merupakan salah satu hak dalam Pasal 34 Ayat (2) UUD NRI 1945 yang mengamanatkan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Ayat (4) Pasal yang sama menetapkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.”
UUD NRI 1945 hanya memuat aturan-aturan pokok, memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah dan penyelenggaraan negara untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial demi kesejahteraan masyarakat. Sedangkan aturan-aturan teknis pelaksanaanya diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuat, mengubah dan mencabutnya.2
Adanya ketentuan-ketentuan tersebut merupakan aspek Hak Asasi Manusia (HAM), yang perlindungannya merupakan salah satu ciri dari negara hukum.3 Dalam negara hukum jaminan perlindungan HAM menjadi salah satu bagian yang fundamental untuk dilaksanakan, karena merupakan hak yang paling mendasar dan melekat pada setiap diri manusia dimanapun ia berada. Tanpa adanya hak ini, berarti berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar.
Karena itu, HAM adalah suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan hukum.4
Menindaklanjuti amanat UUD NRI 1945 sebagaimana tersebut diatas, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia dengan payung Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) serta seluruh peraturan turunannya. Pengaturan yang demikian sesuai dengan teori jenjang norma yang menyatakan bahwa norma-norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan, dimana norma yang rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma tertinggi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, dan bersifat hipotesis serta fiktif yaitu norma dasar.5
2 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Pembentukannya (Yogyakarta:
Kanisius, 1998), hlm. 45.
3 Pada setiap negara hukum akan terlihat ciri-ciri akan adanya: (1) Jaminan perlindungan hak asasi manusia;
(2) Peradilan yang merdeka; (3) Legalitas dalam arti hukum, yaitu baik pemerintah/negara, maupun warga negara dalam bertindak harus berdasar atas dan melalui hukum. [Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2008), hlm. 46-47.
4 Frans Sayogie, Perlindungan Negara terhadap Hak Kebebasan Beragama dalam Islam dan HAM Universal (Jakarta: Penerbit Trans Pustaka dengan Yayasan Pusat Kajian dan Advokasi Hak-Hak Minoritas, 2013), hlm. 16.
5 Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang (Jakarta: Tanpa Penerbit, 2010), hlm.
PENDAHULUAN
BAB I
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada definisi universal mengenai “jaminan sosial” (sosial security), secara umum ia diartikan sebagai penyedia perlindungan yang dilakukan lewat prosedur publik atas berbagai kerugian atau kehilangan penghasilan karena sakit, kehamilan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, cacat, usia lanjut, dan kematian.6
Komitmen pemerintah dalam memperkuat Sistem Jaminan Sosial Nasional diwujudkan dengan membuat perubahan pada beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Perubahan tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana pemerintah menambahkan 1 (satu) program, yaitu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Melalui program-program jaminan sosial ini setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Enam program jaminan sosial yang ditetapkan dalam UU SJSN meliputi:
a. Jaminan Kesehatan;
b. Jaminan Kecelakaan Kerja;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pensiun; dan e. Jaminan Kematian.
f. Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Pasal 5 ayat (1) UU SJSN menetapkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang. Untuk menindaklanjuti amanat Pasal 5 tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menetapkan Undang-Undang Nomor Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Undang-Undang BPJS menetapkan BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKM), serta dalam perubahan yang terdapat di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja BPJS Ketenagakerjaan juga diamanatkan dalam menyelenggarakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Semua ini disusun karena negara memiliki kewajiban untuk menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakatnya, seperti yang ditekankan oleh Sodikin bahwa tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada warga masyarakat untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.7
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan 9 prinsip sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 UU SJSN, yaitu prinsip: kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan 6 Michael Raper, Negara Tanpa Jaminan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, (Jakarta:
Trade Union Rights Centre, 2008), hlm 17.
7 Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan: Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 (Jakarta:
Penerbit Djambatan, 2007), hlm. 97.
program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut dinyatakan bahwa prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya. Sedangkan prinsip kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.
Sistem jaminan sosial di Indonesia bersifat kontribusi (contribution based bukan tax based), dimana seluruh peserta berkewajiban membayar kontribusi kepesertaan program jaminan sosial. Pekerja Penerima Upah (PPU), melakukan kontribusi melalui presentase gaji, sedangkan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran secara mandiri. Meskipun begitu, Negara tetap hadir melindungi kelompok fakir miskin
Sistem jaminan sosial di Indonesia bersifat kontribusi (contribution based bukan tax based), dimana seluruh peserta berkewajiban membayar kontribusi kepesertaan program jaminan sosial. Pekerja Penerima Upah (PPU), melakukan kontribusi melalui presentase gaji, sedangkan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran secara mandiri. Meskipun begitu, Negara tetap hadir melindungi kelompok fakir miskin