• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Ijmali (Global)

Dalam dokumen METODE PENELITIAN QUR AN DAN HADIS (Halaman 48-54)

PENELITIAN KONSEPTUAL ILMU AL-QURAN

1) Metode Ijmali (Global)

Ijmali secara etimologi berarti global, sehingga dapat diartikan tafsir al-ijmali adalah tafsir ayat Al-Quran yang penjelasannya masih bersifat global. Secara termiologis menurut al farmawi adalah penafsiran Al-Quran berdasarkan urut-urutan ayat dengan suatu urutan yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat baik yang awam maupun yang intelek.16

Sistematika dalam penulisan tafsir model ini mengikuti susunan ayat-ayat Al-Quran. Selain itu mufasir juga meneliti, mengkaji dan menyajikan sebab nuzul ayat melalui penelitian dengan menggunakan hadis-hadis yang terkait. Kitab-kitab tafsir yang termasuk dalam kategori pendekatan metode Ijmali adalah seperti, kitab tafsir Al-Quran Al Karim karangan Muhammad Farid Wajdi, Al Tafsir al Wasith terbitan Majina al Buhuts al Islamiyyat

16Abu al-Hayy Al-Farmawy, ALBidayah Fi alaTafsir al-maudhu‟iy, (Mesir: Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977), h. 25.

dan tafsir al Jalalain serta tafsir taj al Tafsir karangan Muhammad Utsman Al-Mirqhuni.17

Adapun ciri-ciri metode ini secara garis besar tidak berbeda jauh dengan metode model pendekatan analisis, letak perbedaannya yang menonjol pada aspek wawasannya. Kalau metode analisis operasional penafsirannya itu tampak hingga mendetail, sedangkan metode global tidak uraian penjelasannya lebih ringkas, sederhana dan tidak berbelit-belit. Ciri-ciri yang nampak pada metode ijmali adalah, mufasirnya langsung menafsirkan Al-Quran dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Selain itu tidak terdapat ruang atau kesempatan untuk menjelaskan secara rinci, namun tafsirannya ringkas dan umum, seakan-akan kita masih membaca Al-Quran, walaupun sebenarnya yang kita baca adalah kitab tafsirnya.18 2) Metode Tahlili

Tahlili adalah akar kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha

dan lam, yang berarti membuka sesuatu,19 sedangkan kata tahlily sendiri masuk dalam bentuk infinitf (mashdar) dari kata hallala, yang secara semantik berarti mengurai, menganalisis, menjelaskan bagian-bagiannya serta memiliki fungsi masing-masing. Secara terminologi metode Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan dengan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat terebut; ia menjelaskan dengan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, asbabun

nuzulnya hadis-hadis yang berhubungan dan pendapat para mufasir

17 Ibid., h. 43-44.

18Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Alquran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 35.

19Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‟jam Maqayis al-Lughah, Juz 11 (Mesir: Isa al-Babiy al-Halabiy, 1990), h. 20.

terdahulu yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.20

Dalam menafisirkan Al-Quran dengan motode tahlily mufassir biasanya memulianya sesuai dengan urutan mushaf, ayat demi ayat, surah demi surah, dan juga memasukkan asbabun nuzul ayat yang ditafsirkan.

Adapun macam-macam pendekatan metode Tahlily yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan Bi al–Ma‟tsur

Tafsir dengan metode Riwayat (ma‟tsur) adalah rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al-Quran, sunah, atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al-Quran dengan sunah nabawiyah. Dengan kata lain yang dimaksud dari tafsir al ma‟tsur adalah tafsir Al-Quran dengan Al-Al-Quran, Al-Al-Quran dengan As-Sunah atau penafsiran Al-Quran menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.21

Contoh Tafsir Al-Quran dengan Al-Quran;

...      ...

...Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu...22

Ayat di atas menjelaskan tentang binatang ternak yang halal. Kemudian dijelaskan lagi dalam ayat berikutnya, tentang hal-hal yang diharamkan untuk dimakan, termasuk didalamnya binatang ternak yang haram.

     

20Al-Farmawy, AL Bidayah Fi ala Tafsir al-maudhu‟iy., h. 52.

21Muhammad Ali Ash-Shabuuniy, StudiIlmuAlquran, terj, Amiudin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 248.

                                                            

Artinya: diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,

dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.23

b. Pendekatan bi Al-Ra‟yu

Al-Ra‟yu secara etimologi berarti keyakinan, qiyas dan

ijtihad. Sedangkan menurut ulama tafsir, metode ini dinamakan dengan tafsir ra‟yu atau tafsir dengan akal (ma‟qul), adalah karena penafsiran kitab Allah bertitik tolak dari pendapatnya dan ijtihadnya, tidak berdasarkan pada apa yang dinukilkan dari sahabat atau Tabi‟in. Namun yang dimaksud Ra‟yu disini adalah ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, bisa diikuti serta sewajarnya digunakan oleh orang yang hendak mendalami tafsir Al-Quran atau mendalami pengertiannya. Maksud Ra‟yu disini bukanlah menafsirkan Al-Quran berdasarkan kata hati atau kehendaknya. Al-Qurtubi mengatakan; ”barangsiapa yang menafsهrkan Al-Quran berdasarkan imajinasinya (yang tepat menurut pendapatnya) tanpa berdasarkan kaidah-kaidah, maka ia adalah termasuk orang-orang yang keliru dan tercela.24

Terdapat banyak perdebatan (pro dan kontra) mengenai boleh atau tidaknya menafsirkan Al-Quran dengan pendekatan al-Ra‟yu (akal). Diantara sekian banyak ulama yang ada, mayoritas ulama enggan menafsirkan Al-Quran dengan pendekatan al Ra‟yu. Dari perdebatan yang ada, tidak berarti pendekatan tafsir Al-Quran dengan Ra‟yu tidak mendapat tempat dikalangan ulama. Sebagian ulama yang menerima menafsirkan Al-Quran dengan pendekatan al-Ra‟yu

23 QS. Al-Maidah: [5] 3

ini memberikan syarat-syarat dan kaidah-kaidah yang ketat. Diantara syarat-syaratnya adalah:

(1) Menguasai Bahasa Arab dan cabang-cabangnya; (2) Menguasai Ilmu-ilmu Al-Quran;

(3) Berakidah yang baik dan benar;

(4) Mengetahui prinsip-prinsip pokok-pokok agama Islam dan menguasai imu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang ditafsirkan.25

Terkait dengan tafsir Al-Quran dengan pendekatan

Ra‟yu ini tidak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelebihannya yaitu: uang lingkup yang luas, dapat menampung berbagai ide yang ada hal terpenting dari pendekatan dengan ra‟yu ini adalah, apabila kita hendak menginginkan pemahaman dan maksud dari ayat Al-Quran yang lebih luas dan mendalam dengan melihat dari beberapa aspek yang ada, tidak ada jalan lain kecuali dengan menggunakan pendekatan ra‟yu. Sedangkan kekurangan dari pendkatan ra‟yu yaitu: Menjadikan petunjuk ayat Al-Quran yang ada bersifat parsial (hal ini menimbulkan kesan seakan-akan Al-Quran memberikan pedoman tidak utuh dan konsisten karena adanya perbedaan, akibat dari tidak diperhatikannya ayat-ayat yang mirip), melahirkan penafsiran yang bersifat subyektif (hal ini berakibat banyaknya mufasir yang menafsirkan Al-Quran sesuai dengan kemauan hawa nafsunya), masuknya pemiiran israiliat (hal ini terjadi akibat dari terlalu lemahnya dalam membatasi pemikiran-pemikiran yang ada).26

Contoh dari kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ra‟yu adalah kitab Hadarik al-Tanzil wa Haqiq al-ta‟wil karya Mahmud al-Nasafiy, kitab Anwar al-tanzil wa Asrar al

ta‟wil karya al-Baidhuwiy dan lain-lainnya.

25Supriana, Ulumul Qur‟an dan PengenalanMetodologiTafsir, h. 308.

Dalam dokumen METODE PENELITIAN QUR AN DAN HADIS (Halaman 48-54)

Dokumen terkait