Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu28agar pelaksanaan menghafal al-Qur’an dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan suatu metode dalam menghafal al-Qur’an. Setiap orang mempunyai metode atau caranya masing-masing dalam menghafal. Akan tetapi, metode yang paling banyak digunakan oleh para penghafal adalah metode yang cocok dan menyenangkan bagi mereka.29
Di sini ada beberapa model atau metode menghafal al-Qur’an yang dapat digunakan atau dipraktikkan untuk mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur’an, dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal al-Qur’an untuk mengurangi kesulitan dalam menghafal al-Qur’an.30 Metode-metode tersebut, di antaranya yaitu:
a. Metode Wahdah
Metode ini dilakukan dengan cara menghafal satu persatu pada ayat yang akan dihafalnya (dibaca secara berulang-ulang hingga mampu membentuk pola dalam bayangan). Dengan demikian penghafal akan mampu untuk mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkan dalam bayangannya bukan hanya dalam bayangannya, sehingga dapat membentuk gerak refleks pada lisannya.31 Demikian selanjutnya, sehingga semakin banyak pengulangan maka kualitas hafalan akan semakin representatif.
28Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), 55.
29 Mustofa Kamal, “Pengaruh Pelaksanaan Program Menghafal al-Qur’an terhadap Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus di MA Sunan Giri Wonosari Tegal Semampir Surabaya),” Pendidikan Islam, vol 6, no.2, (2017): 5.
30 Ni’mah Khoiriyah, “Metode Menghafal al-Qur’an (Studi Komparasi Pondok Pesantren Sabilul Huda Banyubiru dan Pondok Pesantren Nazzalal Furqon Salatiga),” 28.
31Ahsin Wijaya al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, 63.
b. Metode Kitabah
Yang dimaksud dengan metode ini yaitu menghafal dengan cara menulis terlebih dahulu ayat yang akan dihafal kemudian dibaca sampai lancar dan benar bacaannya. Untuk berapa banyak jumlah ayat tersebut ditulis itu tergantung dengan kemampuan penghafal. Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis penghafal juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.32
c. Metode Sima’i atau Talaqqi
Maksud dari metode ini adalah tehnik audio/ mendengarkan dalam menghafal.33 Ada dua cara dalam metode ini, yaitu sebagai berikut:
1) Mendengarkan secara langsung dari guru yang membimbingnya.
Di sini, guru dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan teliti dalam membacakan dan membimbingnya karena ia harus membacakan satu persatu ayat untuk dihafal, sehingga penghafal mampu menghafalnya secara sempurna. setelah itu dilanjutkan ke ayat berikutnya dan seterusnya.
2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya ke dalam kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Lalu kaset tersebut diputar dan didengar secara seksama sambil mengikuti perlahan-lahan, kemudian diulang-ulang sehingga ayat-ayat tersebut benar-benar hafal (di luar kepala). Setelah hafalan itu cukup baik barulah lanjut ke ayat-ayat berikutnya.
d. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan antara metode Wahdah dan metode Kitabah. Hanya saja metode Kitabah di sini lebih memiliki fungsional
32Ahsin Wijaya al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, 64.
33Masagus H.A Fauzan, Quantum Tahfidz: Metode Cepat dan Mudah Menghafal al-Qur’an (Jakarta: Erlangga Emir, 2015), 8.
sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Kelebihan pada metode ini adalah adanya fungsi ganda yakni berfungsi untuk menghafal dan sekaligus untuk pemantapan hafalan. Karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.34 Metode tersebut dapat dipilih sesuai dengan keinginan, dan kemampuan penghafal.35
e. Metode Jama’
Yang dimaksud dengan metode ini adalah metode penghafalan al-Qur’an yang dilakukan secara kolektif, dibaca secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang guru.36 Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan, selain itu akan banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkan.37
f. Metode Isyarat
Yang dimaksud metode isyarat adalah menghafal al-Qur’an dilakukan dengan gerakan khas yang mengiringi bacaan hafalan yang berasal dari mulut yang biasanya disesuaikan dengan terjemahannya, dapat dilakukan dengan isyarat tangan, kepala, mulut, mata, kaki bahkan gerakan tubuh.38
g. Metode ODOA (One Day One Ayat)
Secara bahasa one day adalah satu hari, sedangkan one ayat artinya satu ayat. One day one ayat berarti menghafal satu hari satu ayat. Metode ODOA ini menggabungkan antara otak kiri dan otak kanan, selain itu metode ini diterapkan menghafal satu ayat selama satu hari dan harus benar-benar hafal kemudian dihari kedua melanjutkan hafalan ke ayat berikutnya.
34Ahsin Wijaya Al Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, 65-66.
35Munjahid, Strategi Menghafal al-Qur’an 10 Bulan Khatam (Yogyakarta: Idea Press, 2007), 120.
36Moh. Fuad Fachruddin, Al-Qur’an bahasa dan Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1993), 57.
37 Munjahid, Strategi Menghafal al-Qur’an 10 Bulan Khatam, 120.
38Farid Wajdi, Yuk, Menghafal al-Qur’an dengan Mudah dan Menyenangkan (Tangerang: Erlangga, 2017), 25.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode ini merupakan suatu metode menghafal satu hari satu ayat yang dikembangkan berdasarkan multiple intelligences yaitu kecerdasan majemuk penghafal yang memudahkan menghafal dengan proses yang menyenangkan.39 C. Syarat-syarat Menghafal al-Qur’an
Kaidah penting dalam menghafal al-Qur’an adalah mengetahui tentang metode menghafal al-Qur’an. Namun yang paling utama diperlukan dalam menghafal al-Qur’an yaitu memiliki niat yang kuat, semangat yang tinggi, kesungguhan, dan keuletan serta perlu menyediakan waktu khusus untuk menghafalkan al-Qur’an. Kemudian dimulai dengan langkah-langkah yang praktis.40
Menghafal al-Qur’an bukanlah suatu ketentuan hukum yang harus dilakukan orang yang memeluk agama Islam. Oleh karena itu, untuk menghafal al-Qur’an tidak memiliki syarat–syarat yang mengikat sebagai ketentuan hukum. Syarat-syarat yang harus ada dan dimiliki oleh seseorang yang akan menghafal al-Qur’an adalah syarat-syarat yang hanya berhubungan dengan naluri insaniyah,41 seperti sebagai berikut:
1. Niat yang ikhlas
Menghafal al-Qur’an adalah perbuatan yang baik dan merupakan ibadah paling mulia, maka harus disertai dengan niat yang ikhlas mencari ridha Allah dan kebahagian akhirat. Bukan karena ingin mendapat pujian dari manusia, tidak pula karena ingin terkenal.42 Namun bagi penghafal al-Qur’an yang terpaksa atau dipaksa oleh seseorang atau karena tujuan
39De Porter Boobi dan Mike Henarcki, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2011), 210.
40Ahmad Salim Badwilan, Panduan Cepat Menghafal al-Qur’an (Yogyakarta:
Diva Press, 2012), 102-103.
41 Muhaimin Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985), 239-240.
42M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal al-Qur’an, terj. Uril Bahrudin (Jakarta: Gema Insani, 1998), 14.
sesuatu fasilitas dan materi semata, banyak yang tidak berhasil karena tidak ada kesadaran dan rasa tanggung jawab.43
Allah senantiasa akan memudahkan seseorang dalam menghafal al-Qur’an yang berniat ikhlas menghafalnya dan Allah akan menyediakan lingkungan yang cocok untuk menghafal al-Qur’an apabila ia bertekad menghafal al-Qur’an seraya menghadapkan hati sepenuhnya 44 dan memohon pertolongan dari-Nya.45 Sebab, seseorang yang melakukan suatu perbuatan tanpa dasar mencari keridhaan Allah swt. amalannya akan sia-sia belaka.46 Maka dari itu, ketulusan dan keikhlasan hati sangat dibutuhkan dalam menghafal al-Qur’an agar dapat menjalankannya dengan senang hati, ridha dan dapat mengatasi segala halangan dan rintangan dalam perjalanannya.47
2. Menjauhi dari sifat-sifat Madzmumah
Sifat madzmumah adalah sifat tercela yang harus dijauhi oleh setiap orang Muslim, terutama dalam menghafal al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam yang tidak boleh dinodai oleh siapapun dan dalam bentuk apapun.48 Di antara sifat madzmumah seperti ujub, riya’, hasud, cinta dunia, bakhil, berlebih-lebihan, angkuh, banyak makan, angkuh, dan lain-lain.49
43 Muhaimin Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, 240.
44 Abdul Daim al-Kahil, Menghafal al-Qur’an tanpa Guru (Surakarta: Mumtaza, 2011), 4.
45 Ahmad Baduwailan, Menjadi Hafizh: Tips dan Motivasi Menghafal al-Qur’an (Solo: Aqwam, 2016), 168.
46 Bahirul Amali Herry, Agar Orang Sibuk Bisa Menghafal al-Qur’an (Yogyakarta:
ProYou, 2012), 103.
47 Ahmad Salim Badwilan, Panduan Cepat Menghafal al-Qur’an, 15.
48 Muhaimin Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, 240.
49 Ahsin Wijaya al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, 53.
Ujub adalah sifat rasa ingin dikagumi oleh orang lain. Riya’ adalah suatu perbuatan amalan baik yang semata-mata hanya mengharapkan pujian dari orang lain. apabila calon penghafal memiliki kedua sifat tersebut maka dia akan malas menghafalnya ketika tidak ada orang yang melihat dan mengaguminya. Sedangkan hasud adalah suatu perbuatan dengki atau iri hati, yaitu dia tidak merasa senang ketika orang lain mendapatkan kenikmatan dia selalu berusaha agar kenikmatan yang ada pada orang lain itu berpindah kepada dirinya, walaupun jalan yang ditempuhnya itu mencelakakan dirinya atau pun orang lain.50
3. Izin orang tua/wali/suami dari calon penghafal perempuan yang sudah menikah
Izin dari orang tua/wali juga sangat menentukan keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Jika orang tua/wali/suami sudah memberikan izin terhadap anak atau istri untuk menghafal al-Qur’an berarti dia sudah mendapatkan kebebasan menggunakan waktu dan dia rela menggunakan sebagian waktunya tidak untuk kepentingan lain kecuali hanya untuk menghafal al-Qur’an. Karena ketidaksetujuan orang tua/wali/suami akan membawa pengaruh batin kepada dirinya, sehingga menjadi bimbang dan kacau pikirannya yang akhirnya mengakibatkan sulit untuk menghafal.51
4. Istiqomah
Istiqomah dalam arti disiplin segala-galanya, termasuk dalam disiplin waktu, tempat, dan disiplin terhadap materi-materi yang dihafalnya sangat diperlukan. Dengan disiplin waktu, kita diajarkan menjadi orang yang jujur, konsekuensi dan bertanggung jawab segala-galanya. Jika seseorang sedang menghafal al-Qur’an tentu menginginkan keberhasilan dan jika seseorang
50 Muhaimin Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, 240-242.
51 Muhaimin Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, 243-244.
ingin mendapatkan petunjuk atau cara yang baik namun tidak mau melaksanakan petunjuk-petunjuk itu maka janganlah mengharapkan keberhasilan.52
5. Bersedia mengorbankan waktu untuk menghafal
Dalam menghafal al-Qur’an, waktu adalah masalah penting bagi banyak orang dan banyak dari mereka yang terjebak dalam kesia-siaan serta banyak juga yang beralasan dengan kesibukkan.53 Maka dari itu, dalam menghafal al-Qur’an harus memiliki kedisiplinan baik itu waktu, tempat maupun disiplin dalam materi hafalan.54
Metode yang baik dalam mengatur kegiatan yaitu dengan membuat jadwal yang akan dikerjakan pada besok hari dengan cara kegiatan menghafal al-Qur’an ditulis pada urutan pertama kemudian tulis semua kegiatan sesuai dengan prioritas urgensinya.55
6. Sanggup mengulang-ngulang yang sudah dihafal
Al-Qur’an sangatlah mudah lepas dari hati sehingga harus senantiasa dijaga.56 Karena hambatan terbesar dalam menghafal al-Qur’an adalah cepat lupa dengan hafalan. Musababnya akal manusia itu memiliki daya ingat dalam jangka pendek dan jangkat panjang. Maka dari itu, seorang penghafal al-Qur’an harus menjadwalkan kegiatan muroja’ah di samping perencanaan kegiatan menambah hafalan. Hendaknya perencanaan tersebut berdasarkan pada prinsipnya sehingga dapat melakukan pengulangan semua ayat yang telah dihafal satu kali dalam sebulan. Akan menjadi lebih
52 Muhaimin Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, 244-245.
53 Bahirul Amali Herry, Agar Orang Sibuk Bisa Menghafal al-Qur’an, 113.
54 Ni’mah Khoiriyah, “Metode Menghafal al-Qur’an (Studi Komparasi Pondok Pesantren Sabilul Huda Banyubiru dan Pondok Pesantren Nazzalal Furqon Salatiga),” 27.
55 Amjad Qosim, Meski Sibuk Pun Bisa Menghafal al-Qur’an: Metode, Rahasia &
Kisah Nyata Orang-orang yang Super Sibuk akan tetapi dengan Mudah Bisa Hafal al-Qur’an, cet. I (Solo: Al-Kamil Publishing, 2013), 63.
56Sa’id Abdul Adhim, Nikmatnya Membaca al-Qur’an: Manfaat & Cara Menghafal Bacaan al-Qur’an Sepenuh Hati (Solo: Aqwam, 2013), 67.
baik jika perencanaan muroja’ahnya bersifat harian. Namun, itu tergantung pada kondisi dan kemampuan masing-masing.57