• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1. Definisi Operasional

Berdasarkan permasalahan dan hipotesis yang telah dikemukakan, maka variable yang akan dianalisis dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Dependen Variabel (Y)

Dependen Variabel dalam penelitian ini adalah harga saham tiap tahun perusahan sample penelitian, dengan periode waktu penelitian dari tahun 2007-2010. Harga saham menurut Tandeililin (2001:211) merupakan “Cerminan dari ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earning, aliran kas dan tingkat return yang diisyaratkan investor.”

Harga saham merupakan indikator nilai perusahaan yang memasyarakatkan sahamnya di BEI. Indikator pengukuran menggunakan satuan rupiah. Skala pengukuran adalah rasio.

2. Independen Variabel (X)

Earning Per Share adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi para pemilik perusahaan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Harahap : 2007) :

Laba Bersih

EPS =

Jumlah Lembar Saham

b. Return On Assets (ROA)

Return On Assets adalah rasio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total asset yang digunakan untuk operasional perusahaan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Lestari dan Sugiharto : 2007):

Laba bersih

ROA = x 100%

Total Aktiva c. Return On Equity (ROE)

ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham (Mardiyanto, 2009:196). ROE dianggap sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Lestari dan Sugiharto : 2007) :

Laba Setelah Pajak

ROE = x 100%

Total Modal d. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak (Alexandri, 2008:200). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Bastian dan Suhardjono : 2006) :

Laba Bersih Setelah Pajak

NPM = x 100%

Penjualan

1.2. Populasi dan Sampel

1.2.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari unit analisis yang ciri-ciriya akan diduga. Populasi yang diamati dalam penelitian adalah perusahaan Wholesale and Retail Trade yang jumlah perusahaanya sebanyak 22 dimana saham perusahaan tersebut terdaftar di BEI.

1.2.2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 perusahaan yang kondisi harga pasar sahamnya menurun dari 22 perusahaan wholesale and retail yang terdaftar di BEI selama periode 2007-2010. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriterianya adalah harga pasar saham yang menurun pada perusahaan tersebut.

Adapun perusahaan Wholesale and Retail Trade yang mengalami penurunan tersebut adalah : PT.Alfa Retailindo Tbk, Ancora Indonesia Resources Tbk (d/h TD Resources Tbk), PT.Catur Sentosa Adiprana Tbk, PT.FKS Multi

Agro Tbk (d/h Fishindo Kusuma Sejahtera Tbk, PT.Hero Supermarket Tbk, PT.Kokoh Inti Aribama Tbk, PT.Nusantara Infrastructure Tbk (d/h Metamedia Technologis Tbk), PT.Rimo Catur Lestari Tbk, PT.Toko Gunung Agung Tbk, PT.Triwara Insanlestari Tbk, PT.Wicaksana Overseas International Tbk.

1.3. Jenis dan Sumber Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder, yaitu data rasio keuangan perusahaan (EPS, ROA, ROE, NPM) dan harga saham perusahaan Wholesale and Retail Trade yang terdaftar di BEI pada periode 2007-2010.

Sumber yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan dan harga saham yang terdapat pada ICMD (Indonesian Capital Market Directory) tahun 2007-2010 dan melalui pengunduhan internet dengan alamat situs

www.idx.co.id . Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah

dengan menggunakan teknik dokumentasi.  

1.4. Metode Analisis Data

1.4.1. Analisis Regresi Linier Berganda

Untuk mengetahui pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) terhadap harga saham pada perusahaan Wholesale and Retail Trade digunakan analisis regresi linier berganda.

Y = α + β 1 X1 + β2 X2 + β 3 X3+ β 4 X4 + ℮ Di mana :

Y = Harga saham α = Konstanta

X1 = Earning Per Share (EPS) X2 = Return On Assets (ROA) X3 = Return On Equity (ROE) X4 = Net Profit Margin (NPM) e = Kesalahan pengganggu β1-4 = Koefisien Regresi    

1.4.2. Pengujian Asumsi Klasik.

Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi berganda. Sebelum melakukan pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian perlu dilakukan pengujian asumsi klasik yang meliputi : uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.

1.4.2.1. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2009) menyataan bahwa uji normalitis adalah untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan dependennya memilki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

Menurut Sudarmanto (2003:105), salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis parametik yaitu uji normalitas data populasi.

1.4.2.2. Uji Multikoliniearitas

Yang dimaksud dengan multikolinearitas persamaan regresi berganda yaitu kolerasi antara varibael-variabel bebas diantara satu dengan yang lainnya. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkolerasi, maka variabel-variabel tidak orthogonal. Untuk mengetahui apakah ada kolerasi diantara variabel-variabel bebas dapat diketahui dengan melihat dari nilai tolerance yang tinggi.

Variance inflation factor (VIF) kedua ukuran tersebut menunjukkan setiap

variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan regresian terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolineritas yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF 10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat koliniearitas yang masih dapat diterima. Sedangkan TOL (tolerance) besarnya variasi dari suatu variabel independen yang tidak dijelaskan oleh variabel independent lainnya. Nilai TOL berkebalikan dengan VIF. Batas

TOL dibawah 0,1 dan VIF batasnya diatas 10. Apabila TOL dibawah 0,1 atau VIF diatas 10, maka terjadi multikolinieritas. Konsekuensinya adanya multikolinieritas menyebabkan standart error cenderung semakin besar.

Menurut Sudarmanto (2003:136), uji asumsi multikoliniearitas ini dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan yang linier antara variabel bebas (independen) satu dengan variabel bebas (indipenden) lainya.

1.4.2.3. Uji Heteroskedatisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regeresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Menurut Sudarmanto (2003:147), uji asumsi heteroskedatisitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variasi residual absolute sama atau tidak sama untuk semua pengamatan.

Menurut Gozhali (2009) cara menditeksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitasnya dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y

adalah yang telah diprediksi dan sumbu X residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di standardized. Dasar analisis heteroskedasitas, sebagai berikut :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterodastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak heterokedastisitas.

1.4.2.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengunaan pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2009). Untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini digunakan uji statistic Watson. Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen. Hipotesis yang akan diujii adalah:

 H0 : tidak ada autokorelasi (r = 0)

Menurut Sudarmanto (2003:147), autokorelasi merupakan Korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (seperti sata time series) atau urutan tempat/ruang (data cross section), atau korelasi yang timbul padadirinya sendiri.

1.4.2.5. Uji Hipotesis

Dalam uji asumsi klasik dapat dilakukan analisis hasil regresi atau uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan meliputi : uji parsial (t-test), uji pengaruh simultan (F-test), uji koefisien determinasi (R²).

1.4.2.6. Uji Signifikan Simultan (Uji - F)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel independen terhadap variabel dependen.

Prosedur pengujian hipotesis untuk pengaruh secara simultan adalah : 1. Merumuskan Hipotesis

Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0

artinya : EPS, ROA, ROE, dan NPM secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Ha : β1 ≠β2 ≠β3 ≠β4 ≠ 0

artinya : EPS, ROA, ROE, dan NPM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Hipotesis ini diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi α = 5%.

3. Menentukan criteria pengujian hipotesis : Hipotesis diterima jika F signifikan < 0,05 Hipotesis ditolak jika F signifikan > 0,05

1.4.2.7. Uji Secara Parsial (Uji – t )

Pengujian secara parsial menggunakan uji t (pengujian signifikansi secara parsial). Pengujian secara parsial ini dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. 

Uji – t merupakan uji parametik yang dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara parsial antar variabel dengan langkah sebagai berikut :

a. Merumuskan hipotesis statistik.

H0 : β = 0 ; berarti secara parsial variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan atas variabel tergantung.

Ha : β  0 ; berarti secara parsial variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan atas variabel tergantung.

b. Menentukan besarnya tingkat signifikan sebesar  = 5 %, dengan tingkat kebebasan ( df ) sebesar n – k – 1.

c. Mengukur nilai t hitung dengan menggunakan persamaan berikut :

aj 1

t = ; Se (Aj) = 1²

Se (aj) √ n – k

Keterangan :

aj = koefisien regresi ke-i

Se (Aj) = standard error dari koefisien regresi ke-i

d. Hasil dari

perhitungan t0 (t hitung) dibandingkan dengan t table, maka :

H0 diterima bila : -t /2 atau t0  + t /2, artinya bahwa secara parsial variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan atas variabel tergantung.

H0 ditolak : T0  -t /2 atau t0  + t /2, artinya bahwa secara parsial variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan atas variabel tergantung.

Koefisien determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dependen atau dengan kata lain untuk menguji goodness-fit dari model regresi. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menejelaskan variasi variabel dependen amat terbatas (Ghozali,2009). Nilai yang mendekati 1 berati variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Untuk menhindari bias, maka digunakan nilai Adjusted R2 karena Adjusted R2 dapat naik atau turun apabaila satu variabel independen ditambah ke dalam model. Menurut Gujarati (2003), jika dalam uji empiris di dapat nilai Adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol.

BAB IV