• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Tinjauan Teori

2.2.6. Pengertian Return On Equity (ROE)

2.2.6.1. Unsur-Unsur Pembentuk Return On Equity (ROE)

2.2.6.1.2. Modal Sendiri

Setiap perusahaan pasti mempunyai modal untuk dapat menjalankan usahanya, baik itu dari hasil pinjaman perbankan atau dari investor bahkan dari pemilik perusahaan. Perusahaan memiliki modal dari beberapa sumber atau bahkan dari satu sumber, apabila modal yang dimiliki perusahaan dari hasil pinjaman atau tertanam dalam perusahan pada periode tertentu serta pihak yang memberikan kredit tidak menghiraukan atau memperdulikan perusahaan tersebut memperoleh keuntun gan atau kerugian dalam menjalankan usahanya, maka modal tersebut tidak dapat dikatakan modal sendiri tetapi disebut utang perusahaan. Sedangkan modal yang tertanam dalam perusahaan untuk selamanya atau dari investor, dimana pihak tersebut tentunya memperdulikan atau mengharapkan keuntungan dari modal yang diinvestasikannya pada perusahaan tersebut. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai modal sendiri.

Menurut Zaki Baridwan (2002: 25) menyatakan bahwa, “Modal sendiri adalah perbedaan antara aktiva dengan utang dan merupakan kewajiban perusahaan kepada pemilik”. Sedangkan modal sendiri menurut Bambang Riyanto (2001:146) adalah: Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan

untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas didalamnya memiliki modal sendiri yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yang terdiri dari : Modal Saham, Cadangan dan laba ditahan.

A. Modal Saham

Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau bukti kepemilikan dalam suatu perseroan terbatas. Bagi perusahaan, uang yang diterima dari hasil penjualan sahamnya akan tetap tertanam di dalam perusahaan tersebut selama hidupnya, meskipun bagi pemegang saham sendiri itu bukanlah merupakan penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya.

B. Cadangan

Cadangan dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun yang berjalan (Reserve that are surplus). Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri adalah : cadangan ekspansi, cadangan modal kerja, cadangan selisih kurs dan cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya (cadangan umum) atau diprediksi.

Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat dibayarkan sebagian sebagai deviden dan sebagiannya lagi dapat ditahan oleh perusahaan. Penahanan keuntungan tersebut dilakukan dengan tujuan tertentu atau dibentuk sebagai cadangan untuk melakukan penambahan pada modal perusahaan.

2.2.6.2. Manfaat Return On Equity

ROE merupakan pendapatan bersih setelah pajak dibagi dengan stockholder equity sehingga didapat tingkat hasil pengembalian investasi bagi pemegang saham. Indikator ini sering dijadikan tolak ukur oleh investor atau kreditur dengan alasan bahwa dengan mengetahui semakin besar nilai ROE maka dapat mengidentifikasikan semakin besar pula tingkat pengembalian yang diterima oleh investor, selain itu pula investor dapat mengobservasi evektivitas perusahaan dalam menggunakan assetnya untuk memperoleh laba.

Menurut survei yang dilakukan oleh Gibson (2001), investor memandang nilai ROE sebagai suatu indikator profitabilitas yang paling penting. Hal ini dapat dimaklumi karena jika dinyatakan bahwa manajemen perusahaan bertugas untuk menghasilkan keuntungan modal yang maksimal bagi pemilik modal (pemilik perusahaan). Maka ROE yang menjadi cara terbaik untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Suad Husnan

(2001: 74) yang menyatakan bahwa, “ROE berguna bagi investor, karena dari analisis tersebut dapat diketahui tingkat keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dibandingkan dengan investasi yang dilakukan oleh penanam modal”. Secara umum semakin tinggi Return On Equity (ROE) semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.

2.2.7. Pengertian Net Profit Margin

Net Profit Margin merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini sangat penting bagi manajer operasi karena mencerminkan strategi penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha. Syamsuddin (2007:62), mendefinisikan “Net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (Net Profit) yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expense termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan”. Semakin tinggi NPM, semakin baik operasi suatu perusahaan”.

Menurut Alexandri (2008: 200) Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak.

Menurut Bastian dan Suhardjono (2006: 299) Net Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Menurut Sulistyanto (tanpa tahun: 7) angka NPM dapat dikatakan baik apabila > 5 %.

Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Bastian dan Suhardjono,2006).

Net Profit Margin Laba Bersih Setelah Pajak

= x 100 %

(NPM) Penjualan

2.2.7.1. Faktor-Faktor Penentu Net Profit Margin

Menurut Bambang Riyanto (2001:39) Besar kecilnya Net profit margin pada setiap transaksi sales ditentukan oleh 2 faktor, yaitu net

sales dan laba usaha. Besar kecilnya laba usaha atau net operating income tergantung kepada pendapatan dari sales dan besarnya biaya usaha (operating expense). Dengan jumlah operating expense tertentu, profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil sales, atau dengan menekan atau memperkecil operating expanse. Dengan demikian maka ada 2 alternatif dalam usaha untuk memperbesar profit margin, yaitu :

1. Dengan menambah biaya usaha (operating expenses) sampai pada tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan sales yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain tambahan sales harus lebih besar daripada tambahan operating expenses. Perubahan besarnya sales dapat disebabkan karena perubahan harga jual per unit produk sudah tertentu. Dengan demikian dapatlah dikaitkan bahwa pengertian menaikkan tingkat sales di sini dapat berarti memperbesar pendapatan dari sales dengan jalan:

a.Memperbesar volume sales unit pada tingkat harga penjualan tertentu, atau

b. Menaikan harga penjualan per unit produk pada luas sales dalam unit tertentu.

2. Dengan mengurangi pendapatan dari sales sampai pada tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan operating expenses yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain mengurangi biaya usaha relative lebih besar dibandingkan dengan berkurangnya pendapatan dari sales. Meskipun

jumlah sales selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena disertai dengan berkurangnya operating expense yang lebih sebanding maka akibatnya ialah bahwa profit marginya makin besar.

2.3. Hubungan Antar Variabel