• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

3.5. Metode Penelitian

Berkaitan dengan pilihan paradigma diatas, maka penelitian ini mengarah pada pendekatan kualitatif (qualitative approach), dengan informasi yang bersifat subyektif dan historis. Untuk maksud yang demikian, penelitian ini menggunakan strategi studi kasus5, dengan pertimbangan bahwa penelitian ini memberikan peluang yang sangat kecil bagi peneliti untuk mengontrol gejala atau peristiwa sosial yang diteliti, disamping penelitian yang dilakukan adalah menyangkut peristiwa atau gejala kontemporer dalam kehidupan yang rill (Yin, 1996).

4

Untuk lebih jelasnya persoalan “menemukan realitas”, “melihat realitas”, atau “mempersoalkan realitas” dalam melakukan penelitian lihat Hardiman (2003), Melampaui Positivisme dan Modernitas; Diskursus Filosofis Tentang Metode Ilmiah dan Problem Modrnitas. Kanisius, Yokyakarta.

5

Pilihan atas strategi studi kasus adalah dikarenakan peneliti ingin memahami situasi-situasi yang unik dan kemudian mengidentifikasinya dengan menggali informasi sebanyak mungkin. Kasus yang dipelajari bervariasi seperti, individu, kelembagaan, kelompok sosial, periode waktu, atau komunitas, yang kemudian dijelaskan secara mendalam dan “holistik” (lihat Yin, 1996, Creswell, 1995, Patton, 1990).

Selanjutnya, penentuan atas paradigma yang digunakan jelas telah mengarahkan peneliti untuk menggunakan sejumlah metode yang tentunya masih berada dalam satu ranah. Penelitian bersifat multi metode, diantaranya yaitu :

1). Metode sejarah sosiologis (sociological history) dan metode Sosiologi sejarah (historical sociology)6 yang dimaksudkan untuk melihat antara lain; 1) melihat keberadaan pasar nagari dan pemasaran kayu manis dari masa pra kolonial sampai pada masa pemerintahan kolonial Belanda—sebelum diterapkannya “The Coffee Cultivation System” 1847—hingga sekarang. 2). Untuk melihat pasar nagari sebagai bagian dari kelembagaan ekonomi masyarakat nagari yang “melekat” dalam jaringan kerja sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor, dan dalam sosial-kultural masyarakat secara keseluruhan.

2). Metode Fenomenologi. Metode fenomenologi yang dimaksud adalah fenomenologi Husserl, bukan metode fenomenologi Kant dan Hegel yang membatasi fenomena hanya pada pada gejala-gejala empiris. Kant hanya mengacu pada pada apa yang tampak, sesuatu yang tampak itu dapat dipahami dan dimengerti, sedangkan segala sesuatu yang berada di luar jangkauan pengamatan langsung dianggap berada di luar kajian (wilayah) ilmu pengetahuan. Jadi fenomenologi pada Kant adalah bentuk epistemologi yang meyakini kemungkinan untuk mengetahui fenomena saja dan bukan noumena. Kesadaran dianggap tertutup dan terisolir dari realitas, tidak terkait dengan faktor sosial-historis. Bagi Husserl, sebaliknya, fenomenologi adalah bentuk epistemologi atau metoda yang berupaya untuk mendapatkan pengertian yang benar yaitu yang menangkap realitas seperti apa adanya. Kita menangkap realitas dalam pengertian kita. Dalam pengertian itulah kita bertemu dan bersatu dengan realitas. Dalam pertemuan itulah realitas menampakkan diri dan

6

Mengingat Ketahanan Pasar Nagari dari waktu ke waktu adalah sebuah gejala sosial yang tidak hanya mencakup aspek historis (prosessual) tetapi juga merupakan aspek struktural (sosiologis) maka diharapkan dengan menggunakan kedua metode ini dapat diungkap perubahan atau perspektif sosiologis (unsur-unsur sosial) seperti, struktur sosial, sistem politik, jaringan interaksi, struktur organisasi, pola perilaku dan sebagainya. Dengan demikian yang pertama menunjuk kepada sejarah yang disusun dengan pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua menunjuk kepada studi sosiologi mengenai suatu kejadian atau gejala dimasa lampau. Untuk lebih jelasnya lihat Kartodirdjo, Sartono, (1992, hal. 156-160) Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Cf. Sitorus, (1999, hal. 46-47).

sekaligus juga menyembunyikan diri. Untuk itu ada upaya untuk menyingkap selubung realitas yang didasarkan atas keyakinan bahwa kita dapat melihat kenyataan yang sesungguhnya dalam fenomena7. Pengetahuan semakin lama menjadi semakin sempurna jika mampu mengungkap sisi tersembunyi dari realitas itu, karena manusia menyelidiki terus. Karena itu dapat dimengerti ketika Popper mengemukakan sifat “teori tentative”, artinya kebenaran teori diterima sementara, yaitu sebelum teori itu dibuktikan salah oleh orang lain. Dengan demikian, tidak ada objektivitas tanpa subjek, dan tidak ada pula objek yang tampak tanpa suatu sudut pandang (perspektif) (Lubis, 2004).

3). Metode interpretative hermeneutik. Ini dimaksudkan dalam rangka mencoba menafsirkan fakta, teks-teks8 yang ada, untuk melihat fenomena-fenomena yang terjadi dibalik realitas-realitas yang ada. Ini berangkat dari asumsi bahwa pemasaran adalah suatu realitas yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti politik, sosial-kultural, sehingga dibutuhkan berbagai metoda dalam mendekati fenomena yang ada. Tidak mungkin untuk menggunakan paradigma positivis disini, yang melihat pemasaran sebagai sesuatu yang linier, yang pasti.

Dalam pandangan sosiologis, banyak faktor yang mempengaruhi pemasaran suatu barang/produk. Inilah sebabnya kenapa peneliti mempertimbangkan untuk menggunakan metode-metode dimaksud9. Dengan menggunakan metoda

7

Bandingkan dengan Turner (1998; 352-354), yang melihat bahwa ditangan Husserl (1859-1938), metode fenomenologi telah menjadi sebuah “orgy of subjectivism” dan lebih menonjolkan persoalan realitas kesadaran dan kaitannya dengan kesadaran mental. Turner (1998), juga melihat bahwa dalam proyeknya, Husserl, lebih menekankan bahwa seseorang tidak dapat secara langsung mempunyai kontak dengan realitas, dan kontak tersebut selalu secara tidak langsung dan dimediasi melalui proses pemikiran manusia (human mind). Karenanya proses kesadaran dianggap penting dan menjadi pusat pengetahuan sehingga dalam sebuah penyelidikan harus mencoba memahami bagaimana proses tersebut beroperasi dan mempengaruhi manusia (individu) (Turner, 1998).

8

Dalam metode interpretative hermeneutik, yang dimaksud dengan teks dan inter teks adalah bukan teks dalam artian buku atau sumber-sumber tertulis saja tetapi adalah juga upaya untuk menafsir/”membaca” suatu peristiwa atau realitas yang ada apakah itu realitas bathin berupa;hasil pemikiran, gagasan-gagasan, ide, dan “konteks-konteks tertentu” atau realitas yang nampak yang kemudian kita coba anyam atau tenun menjadi sebuah tulisan (intertektualitas) (lihat Lubis, 2003). Dengan demikian menafsirkan fakta dan teks-teks yang ada diartikan sebagai hari-hari yang diterjemahkan atau ditafsirkan bukan karya atau teksnya saja, tetapi juga konteks saat teks itu dibuat.

9

Dengan demikian kajian ilmiah tentang masalah sosiologi ekonomi atau tindakan ekonomi (economic action) dari individu dalam lingkup kolektif sangat terbantu dengan munculnya pemikiran post-positivis dan post-modernis, yang kemudian dapat dijadikan sebagai dasar berpijak bagi kajian ini. Epistimologi sosiologi ekonomi adalah paradigma holistik yang mencoba untuk menyatukan antara teori dengan praksis emansipatoris. Titik tolak teori yang memadukan antara ilmu pengetahuan (teori) dengan keinginan, kepentingan (perasaan) serta tindakan. Ini tentu saja didasarkan atas teori kritis dan

interpretative hermeneutik dapat secara kritis menyingkap kesalahan dan kebohongan teks, bahkan kemungkinan terdapatnya distorsi pada teks, komunikasi dan tindakan (Lubis, 2004; Guba dan Lincoln, 2000; Salim, 2001:38-47). Dengan demikian, penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memahami tanda-tanda, makna, penampilan/tampilan sesuatu atau simbol-simbol yang muncul dalam suatu peristiwa. Di sini peneliti membuat suatu penafsiran yang muncul dalam suatu peristiwa yang sedang diamati atau yang sedang dialami (Lubis, 2003, 2004; Poespoprodjo, 1987). Seperti penafsiran terhadap tanda-tanda atau simbol-simbol yang muncul dalam transaksi atau proses pertukaran di pasar dan dalam proses pemasaran. Seperti apakah ada tanda dalam ikatan/pengepakan kayu manis yang dibuat, tanda yang dibentuk untuk menentukan kadar air kayu manis, tanda atau isyarat yang disepakati antar pedagang di pasar atau simbol-simbol yang muncul dalam proses pelelangan kayu manis di Pasar Lelang Lokal Kayu manis.

Dengan menggunakan multi-metoda, persoalan yang diungkapkan dan dijelaskan dapat dicapai secara maksimal, sekalipun penjelasan/pemaparan yang dimaksud, diakui tidak mampu mewakili realitas yang sesungguhnya secara keseluruhan. Memang, dalam penelitian kita hanya meneliti realitas tertentu saja (ontology relatif) dari paradigma atau kerangka konseptual tertentu, sehingga sebagai seorang ilmuwan (peneliti) adalah tidak memungkinkan bagi kita untuk mengambil posisi “God’s Eye Point of View” dalam mengobservasi realitas atau fenomena yang ada (Putnam, 1983 dalam Lubis, 2003).

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejalan dengan pilihan metode yang dikemukakan sebelumnya yakni: sejarah sosiologis yang melihat ketahanan (persistence) pasar adalah sebuah gejala yang mengandung dimensi-dimensi struktural (sosiologis) dan dimensi prosesual (history),

postmodernis, dan jelas bukan atas paradigma modern yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai, kepentingan, kuasa dan praksis. Bila modernitas menekankan kesatuan dan universalitas ilmu pengetahuan (grand-narrative) maka teorisi postmodern lebih menerima narasi-narasi (plural) ilmiah yang dapat saja datang dari berbagai etnis, budaya, kelas, warna kulit, sehingga pengakuan terhadap perbedaan dan keanekaragaman itu melahirkan “keanekaragaman suara” atau wacana/narasi ilmiah (Lebih detailnya lihat Lubis, 2004, dalam “Metode Hermeneutika dan Penerapannya Pada Ilmu Sosial, Budaya dan Humaniora; Paradigma Baru Dan Persoalan Metodologi Ilmu Sosial-Humaniora Dan Budaya Pada Era Postmodern, 2004. Metode Fenomenologi, 2004.

agar kedua dimensi ini dapat diungkapkan pilihan strategi studi kasus harus dipadukan dengan sosiologi sejarah dan sejarah sosiologi yang dapat diungkapkan melalui pembacaan dokumen-dokumen historis, dan penuturan lisan dari tokoh masyarakat, kepala kaum (penghulu), niniak mamak, dan anggota KAN. Dengan demikian upaya untuk melihat bagaimana pasar nagari mampu bertahan dari waktu ke waktu sebagai sebuah dinamika sosial dalam masyarakat tentunya akan dapat ”ditangkap”.

Untuk metode fenomenologi, yang berusaha mengungkapkan fenomena mengenai bagaimana aktor bermain di pasar yang kemudian akan ikut menentukan ketahanan pasar di sepanjang waktu, maka tehnik pengumpulan data yang dipilih adalah dengan melakukan pengamatan berperan serta (participant-observation) dalam artian untuk melihat persoalan realitas kesadaran dengan cara melakukan kontak langsung dengan realitas sosial. Dengan demikian akan bisa dipahami bagaimana suatu proses sosial beroperasi dan mempengaruhi manusia (individu) (Turner, 1998).

Dengan demikian teknik pengamatan berperan serta ( participant-observation) dilakukan untuk mendapatkan data primer (Patton, 1990; Bogdan dan Taylor, 1992, Morgan, 1988; Denzin dan Lincoln, 1994; Salim, 2001, Marvasti, 2004; Babbie, 2004), maksudnya peneliti turut terlibat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang diteliti, mendengar dan melihat secara cermat apa-apa yang dikatakan dan dilakukan oleh subjek penelitian. Di samping itu pengumpulan data primer juga dilakukan dengan metoda wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dari para pengelola pasar, aktor ekonomi yang ada (pedagang dan petani kayu manis) di pasar nagari dan para pemuka adat, atau informan10 yang dianggap bisa menjelaskan hal-hal yang ingin digali/diketahui dari daerah penelitian. Untuk penentuan informan ini dilakukan dengan teknik bola salju

10

Sebutan informan ditujukan pada seseorang yang memberikan informasi mengenai hal-hal diluar dirinya sendiri. Menggunakan terminologinya Koentjaraningrat (1994), disini informan akan

dibedakan pada dua bahagian yaitu: informan pangkal dan informan kunci. Yang pertama

dimaksudkan adalah individu yang pertama kali ditemui dan dianggap mampu memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai informan-informan lain yang seharusnya ditemui dan dianggap ahli tentang

hal-hal yang ingin diketahui peneliti. Yang terakhir ini dinamakan informan kunci (lihat

(snowball sampling)11 (Babbie, 2004; 184) sehingga dengan teknik ini diperoleh jumlah informan sebanyak 160 orang yang terdiri dari: 84 orang petani kayu manis, 48 orang pedagang pengumpul kayu manis, 22 orang dari pemimpin nagari dan 6 orang dari unsur pemerintah. Dari 84 orang petani kayu manis mereka dapat dikategorikan lagi menjadi: 43 orang petani panen tidak menentu, 18 orang petani panen satu kali setahun, dan sebanyak 23 orang petani dengan waktu panen dua kali setahun/lebih. Untuk 48 orang pedagang pengumpul pasar nagari mereka dapat dikelompokan menjadi 27 orang pedagang yang bermodal kuat, dan 21 orang pedagang tanpa modal (cingkariak) (10 orang pedagang sumber modalnya dari pedagang besar kabupaten, dan 11 orang pedagang sumber modalnya dari ”inang-inang”. Terakhir sebanyak 7 orang adalah pedagang besar kabupaten/supra lokal.

Teknik wawancara dilakukan secara tidak berstruktur dalam artian wawancara lepas dengan subyek penelitian dengan menyiapkan terlebih dahulu pokok-pokok pertanyaan, karena yang dicari adalah keterangan dan penjelasan lebih dalam dari para aktor yang terlibat dalam tindakan sosial ekonomi di pasar nagari (petani dan pedagang kayu manis serta pengelola pasar) yang menyangkut; pertukaran (pembentukan harga), jaringan kerja, (relasi sosial, dan interaksi sosial)12, regulasi pasar, ekonomi moral, serta “perjuangan” dan “kompetisi” aktor yang terjadi di pasar. Wawancara mendalam (individual depth interview), juga dilakukan dalam penelitian ini. Ini dimaksudkan untuk menjaring kompleksnya persoalan yang dilihat dan kemampuan pengetahuan yang dapat diketahui/digali dari tineliti, serta bila tineliti (orang yang diteliti) tersebar dalam wilayah geografi yang luas serta diduga adanya tekanan dari kelompok kecil (peer pressure) (Debus

11 Snowball sampling adalah suatu metoda sampling yang nonprobability yang sering digunakan dalam penelitian lapangan di mana masing-masing orang yang di interview, memberikan informasi tentang siapa-siapa yang memungkinkan untuk di interview berikutnya (lihat Babbie, 2004; 184).

12

Mencoba memahami konsep yang di perkenalkan Weber, Veeger (1993) menjelaskan bahwa antara

relasi sosial dan interaksi sosial adalah dua konsep yang memiliki arti sama tapi tidak serupa. Dua konsep ini adalah konsep dasar yang abstrak dan bersifat mendasar, yang berusaha untuk menjangkau realitas sosial. Tidak bisa dikatakan bahwa setiap kontak dengan orang lain akan menghasilkan relasi sosial. Relasi sosial hanya bisa dicapai bila dua orang individu atau lebih sebelumnya melakukan tindakan saling “mengamati”, “menafsirkan” (menginterprtasikan) dan mencoba memahami gerak-gerik masing-masing, kemudian barulah kedua belah pihak menentukan tindakan atau tingkah lakunya, sehingga menimbulkan hubungan yang timbal balik. Jadi masing-masing pihak mempunyai maksud dan cara tertentu sebelum bertindak. Sedangkan interaksi sosial menyangkut sejumlah pelaku yang saling mempengaruhi, sehingga relasi antara mereka menjadi kentara dalam suatu kelakuan kongkrit (lihat Veeger, 1993; 174-175).

dan Novelli, 1996). Dengan metoda ini diharapkan upaya melakukan penyelaman (penjelajahan) terhadap realitas bathin (refleksi tahap ke-2) terhadap tineliti dapat dilakukan (Hardiman, 2003).

Faktanya, selama periode pengumpulan data di lapangan (Januari 2006 s/d Februari 2007), peneliti mengalami sejumlah kendala, terutama sulitnya mendapatkan data sekunder yang menyangkut besaran produksi petani kayu manis, nilai produksi, jenis/kualitas yang dibutuhkan pasar dunia serta bagaimana peran

state atau pemerintahan daerah setempat terhadap tataniaga kayu manis. Dapat dikatakan bahwa tidak selamanya faktor kedekatan emosional, kultural (seperti bahasa, sesuku, sekampung) antara tineliti dengan peneliti memberikan kemudahan dalam mendapatkan/mengungkapkan realitas yang sesungguhnya. Untuk kasus ini, semakin dekat ikatan emosional, kultural peneliti dengan tineliti semakin sulit mendapatkan data. Peneliti semakin dicurigai dan tineliti semakin tertutup pada peneliti dan sangat berhati-hati dalam memberikan informasi dan bersikap, sehingga sulit untuk diketahui realitas bathin si tineliti. Ternyata sikap curiga, kehati-hatian atau tidak mau (sangat tertutup) memberikan informasi tineliti-- terutama masalah kualitas cassivera yang diharapkan pedagang supra lokal, harga untuk tiap kualitas kayu manis pada minggu tersebut, besaran permintaan pasar supra lokal yang harus dipenuhi, serta volume pengiriman ke pedagang supra lokal atau eksportir setiap minggunya-- disebabkan karena tineliti tidak mau rahasia dagangnya di tiru orang lain atau diketahui oleh peneliti sebagai seorang putera daerah (sekampung), bahkan dianggap jika peneliti diberi tahu maka ada kekhawatiran kepercayaan masyarakat atau petani akan berkurang padanya.

Untuk mengatasi kondisi dan ketersendatan data ini, peneliti mencoba untuk menggunakan orang luar (outsider) untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, terutama data dari para pedagang perantara. Ternyata, strategi ini berhasil dan data seperti volume pembelian per minggu, volume penjualan ke supra nagari (Padang) per pedagang dan harga penjualan dengan mudah dapat digali. Keberhasilan menggunakan orang luar (outsider) dalam mendapatkan data dari pedagang cenderung disebabkan oleh pedagang merasa tidak akan membahayakan rahasia perdagangannya. Artinya pedagang mau memberikan data secara rinci bahkan memperlihatkan buku atau catatan pembeliannya dan pengirimannya per minggu. Mereka menganggap orang luar setelah penelitian akan pergi dan tidak akan

bertemu dengan mereka lagi. Jadi mereka tidak perlu menganggap orang luar sebagai saingan atau pihak yang harus ditakuti. Sebaliknya, mereka tertutup terhadap peneliti sebagai bagian dari masyarakat setempat dikarenakan mereka merasa takut rahasia perdagangan mereka akan disebarluaskan kepada petani kayu manis lainnya. Berarti anggapan melakukan penelitian di daerah sendiri, tidak selamanya memberikan kemudahan dalam berkomunikasi atau menggali informasi dan mendapatkan data, malah untuk data-data tertentu yang dibutuhkan mereka sangat tertutup terhadap peneliti yang dianggap “orang dalam”.

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, dalam penelitian ini digunakan metode analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan penelusuran terhadap pernyataan-pernyataan umum tentang hubungan antar berbagai kategori data, untuk membangun teori substantif yang berasal dari data yang tersedia (Marshall dan Rossman, 1989). Hal ini sejalan dengan Patton (1990, cf. Marvasti, 2004), yang menjelaskan, dalam penelitian kualitatif, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisirnya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.

Dengan demikian pekerjaan menganalisis data dalam hal ini adalah berupa mengatur, mengurut, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam menganalisis data. Pengkategorian dan pengkodean disesuaikan dengan rumusan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam meng interpretasikan data, menyeleksinya dan kemudian menjelaskannya dalam bentuk sebuah deskripsi analitis.

Untuk menjawab tujuan pertanyaan dalam penelitian ini, data yang dikumpul dikelompokkan menjadi data aktifitas produksi petani, data aktivitas pedagang kayu manis, data aktifitas aktor di pasar nagari, data besaran produksi petani produsen, nilai produksi untuk tiap jenis kualitas kayu manisyang dihasilkan.

Selanjutnya, guna melihat sejauh mana hasil penelitian ini dapat diyakini sebagai sebuah kebenaran,13 dan dapat dipercaya sekalipun derajat kebenaran dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditetapkan secara pasti (masalah validitas internal), peneliti berusaha untuk meraihnya setinggi mungkin. Adapun usaha yang dilakukan adalah dengan menguji keabsahan data dengan cara: 1) melakukan teknik triangulasi metoda; 2). triangulasi sumber; 3) triangulasi teori. Atau dengan melakukan langkah-langkah yakni: 1). pengamatan berulang; 2). Triangulasi; 3). Masukan tineliti (member-check) (Moleong, 1995 dan Lincoln dan Guba, 1985 dalam Sitorus, 1999; 52).

Peneliti melakukan teknik triangulasi metoda dengan cara melakukan pengecekkan derajad kepercayaan hasil temuan dengan beberapa sumber data dengan metoda yang sama. Dalam analisis ini dibandingkan hasil wawancara dengan petani, pedagang dan dengan aktor lainnya, juga dengan instansi terkait menyangkut persoalan yang sama.

Selanjutnya, peneliti juga melakukan teknik triangulasi sumber, yakni dengan membandingkan data hasil wawancara yang individu dengan hasil wawancara kelompok, dengan data hasil pengamatan berperan serta yang dilakukan di kebun kayu manis, pasar-pasar nagari, pasar lelang lokal kayu manis dan di gudang-gudang pedagang kayu manis, yang ada di desa, nagari ataupun di tingkat kecamatan.

Disamping itu, peneliti juga melakukan teknik triangulasi teori, yakni dengan cara membandingkan hasil analisis sendiri dengan tema dan penjelasan dan penelitian lain dan kemudian membandingkan hasil penelitian dengan fikiran logis. Berikut membuat abstraksi dan interpretasi yang kemudian diberi penjelasan kualitatif. Terakhir, sebelum kesimpulan final dari hasil temuan dimunculkan sebagai kesimpulan akhir, dilakukan verifikasi dengan subyek penelitian, sehingga diperoleh kesesuaian pemahaman atau makna (intersubyektifitas) antara peneliti dan tineliti.

13

Perdebatan yang tidak terselesaikan dalam ilmu pengetahuan sekitar masalah benar dan salah, objektif universal versus kebenaran relatif dalam ilmu pengetahuan sering disebabkan karena keterbatasan pemahaman permasalahan epistemologi. Dalam pandangan pascapositivisme, kebenaran teori tidak pernah sempurna,karena ilmuwan selalu menghadapi realitas berdasarkan paradigma (Kuhn), berdasarkan perspektif (Nietzsche) atau kerangka konseptual tertentu (Putnam). Penemuan kepastian (kebenaran mutlak) tentang semua bentuk pengetahuan tidak mungkin karena manusia adalah makhluk yang kontingen dan fallible. Namun bukan berarti bahwa semua ilmu pengetahuan kita salah dan tidak berguna untuk lebih jelasnya lihat Lubis, 2003, 2004).