• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEPSI TEORI KE ARAH PENDEKATAN MASALAH

2.5. Tindakan Ekonomi dalam Sosiologi Ekonomi VS Teori Pertukaran

Sosiologi ekonomi dimaksudkan; menjelaskan berbagai aktivitas yang kompleks dan terkait dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang-barang dan jasa yang langka (Smelser and Swedberg, 1994; 3). Definisi ini mengisyaratkan adanya proses pengaliran barang atau jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen. Dan ini tentunya melibatkan pihak yang sarat dengan perilaku dan

interaksi sosial. Dalam ilmu ekonomi, proses mengalirnya barang atau jasa dari produsen ke konsumen melalui proses pertukaran inilah yang disebut dengan pemasaran (Kotler, 1988; Soekartawi, 1994).

Di sisi lain, untuk memahami proses pemasaran sebagai sebuah aliran pertukaran yang terjadi di pasar, juga dapat didekati dengan perspektif teori pertukaran (Exchange Theory) yang dalam sosiologi pertama kali dikembangkan oleh Homan dan Blau—yang menurut Turner (1998) dianggap sebagai fase pematangan2. Dalam melihat proses pertukaran, Homans mengajukan beberapa proposisi yang erat kaitannya dengan perilaku sosial yang dikaitkan dengan penghargaan (reward). Ritzer (1992: 92) mengartikannya dengan “ganjaran” yang diterima seseorang. Ada enam proposisi yang diajukan Homans dalam teori pertukarannya (Turner, 1998), yaitu:

1. Proposisi Keberhasilan (Success Proposition), dalam artian pada semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, semakin sering suatu tindakan khusus oleh seseorang diberi penghargaan (reward), semakin mungkin orang tersebut mengulang atau membentuk tindakannya seperti itu.

2. Proposisi Ransangan (Stimulus Proposition), maksudnya jika kejadian yang sudah lewat dari tindakan seseorang memperoleh penghargaan (reward), dalam konteks stimulus, maka semakin besar kemungkinan kejadian atau tingkah laku yang memiliki hubungan stimulus dan situasi yang sama akan terjadi atau dilakukan.

3. Proposisi Nilai (Value Proposition); yaitu semakin bernilai yang dihasilkan seseorang dari tindakan atau aksinya, semakin mungkin seseorang itu menampilkan aksinya.

4. Proposisi Perampasan/Pencabutan (Deprivation/Satiation Proposition); semakin sering seseorang menerima reward tertentu pada masa lampau, semakin berkurang nilai suatu unit dari penghargaan bagi orang itu karena ia mengalami kejenuhan.

2

Dalam perkembangannya yang dianggap sebagai periode awal dari teori pertukaran (Exchange Theory) adalah pemikiran yang dikemukakan Simmel dalam karyanya “the Philosophy of Money” yang merupakan kritikan terhadap tulisan Marx yang berjudul “Value theory of Labor”, namun ini dikatakan sebagai awal pemikiran dari teori pertukaran sosial (social exchange). Simmel mengemukakan sejumlah proposisi yang kemudian dikenal dengan prinsip-prinsip pertukaran Simmel (Simmel’s Exchange Principles). Lihat Turner, 1998.

5. Proposisi Penyerangan/Persetujuan (Aggression/Aproval Proposition); ketika tindakan seseorang tidak menerima penghargaan yang diharapkan atau menerima hukuman tidak seperti yang diharapkan, dia akan marah dan mungkin menjadi bertingkah laku menyerang, hasil dari perilaku menjadi lebih bernilai untuk orang tersebut. Apabila tindakan seseorang mengharapkan menerima

reward, secara khusus lebih besarnya reward dari yang diharapkan atau tidak menerima hukuman yang diharapkan, ia akan menjadi senang dan menjadi lebih mungkin untuk membentuk tingkah laku yang disetujui/diinginkan. Hasil dari tingkah laku demikian lebih bernilai bagi seseorang.

6. Proposisi rasionalitas (Rationality Proposition); dalam memilih antara tindakan alternatif, seseorang akan memilih sesuatu itu dimana seperti dirasakannya ketika nilai dari hasil dikalikan dengan kemungkinan hasil tersebut adalah lebih besar.

Nampaknya Homans meletakkan tekanan pada proposisi yang ketiga, dari teori pertukarannya, pada point tersebut dijelaskan bahwa makin bernilai bagi seseorang tingkah laku orang lain yang ditujukan kepadanya, makin besar kemungkinan, atau makin sering ia akan mengulangi tingkah lakunya itu. Dan pertukaran kembali tentu akan terjadi. Namun reward yang diberikan terhadap orang lain adalah yang mempunyai nilai yang lebih rendah menurut penilaian aktor, tetapi mempunyai nilai lebih bagi orang yang diberi.

Pertukaran (exchange) tidak akan terjadi kalau nilai sesuatu yang dipertukarkan itu sama, karena itu exchange hanya akan terjadi bila cost yang diberikan akan menghasilkan yang lebih besar dan kedua belah pihak sama-sama merasa mendapat untung, dan keuntungan itu mengandung unsur psikologis (Turner, 1998 dan Ritzer 1992).

Blau nampaknya juga mendukung/menerima proposisi yang diajukan Homans. Blau mendukung bahwa perilaku (behavioristic) adalah merupakan dasar dari proses sosial, dan kebutuhan untuk saling tukar dan untuk mendapatkan keuntungan dan dalam kerangka tetap menerima pelayanan dari mereka adalah merupakan suatu ‘mekanisme awal’ dari interaksi sosial (Turner, 1998).

Untuk memperkuat pernyataan tersebut, Blau (dalam Turner, 1998) mengemukakan sejumlah proposisi yang kemudian dikenal dengan ‘Blau’s Implicit

Exchange Principles’ yang secara garis besar dikelompokkan kedalam lima proposisi yakni:

1) Prinsip Rasionalitas (Rationality Principle), dalam artian semakin beruntung sebagaimana yang diharapkan dari orang lain, semakin memungkinkan bagi mereka untuk memperluas aktifitasnya.

2) Prinsip Timbal-balik/Tukar-menukar (Reciprocity Principle) yaitu: semakin besar

reward yang didapatkan seseorang dari pertukaran dengan orang lain, semakin mungkin pertukaran yang dianggap berharga itu muncul, dan membimbing pertukaran berikutnya di antara mereka. Semakin dilanggar hubungan timbak balik dari suatu hubungan pertukaran, kelompok yang dirugikan akan memberikan sanksi negatif terhadap si pelanggar norma tersebut.

3) Prinsip Keadilan (Justice Principles). Semakin stabil hubungan pertukaran, semakin mungkin bagi mereka untuk diatur oleh norma-norma dari pertukaran yang adil. Semakin sedikit norma-norma kewajaran direalisasikan di dalam suatu pertukaran, semakin ditempatkan si pelaku pada sanksi yang negatif oleh orang-orang yang merasa dirugikan.

4) Prinsip Kegunaan Marginal (Marginal Utility Principle) dalam artian, semakin besar reward yang diharapkan diterima, semakin luas suatu aktivitas dilakukan, semakin sedikit dinilai suatu aktivitas, semakin sedikit disebarkan aktivitas tersebut.

5) Prinsip Ketidakseimbangan (Imbalance Principle) maksudnya, semakin stabil dan seimbang suatu pertukaran diantara unit-unit sosial, semakin mungkin hubungan pertukaran lainnya menjadi tidak seimbang dan tidak stabil.

Merujuk pada proposisi yang diajukan Homans dan Blau, jelas terlihat bahwa keduanya bergerak dalam lingkup aras yang berbeda, namun apa yang dikemukakan Blau kelihatannya merupakan perluasan/pengembangan dari aras yang diajukan Homans. Dengan kata lain Homans telah menyatukan prinsip psikologi behavioral dengan sosiologi pada ‘aras mikroskopik’, sedangkan Blau mencoba menyatukannya pandangan paradigma fakta sosial dengan paradigma perilaku sosial pada ‘aras makrokospik’ (Tunner, 1998 dan Ritzer, 1992).

Dengan melihat proposisi yang diajukan Homans dan Blau, diketahui bahwa asumsi dasar teori pertukaran itu lebih dekat pada ekonomi rasional, sedangkan New Economy Sociology (NES) memiliki asumsi dasar ekonomi

moral. Mengetahui bahwa ke dua aliran ini memiliki asumsi dasar yang berbeda, kiranya akan semakin memperkuat kedudukan (posisi) peneliti dalam penelitian ini, yakni lebih kuat pada asumsi dasar New Sociology Economy dengan variannya ekonomi moral. Dengan demikian kiranya dapat dilihat dan dipahami bahwa tindakan ekonomi yang terjadi di pasar, dan bagaimana pemasaran terbentuk/dilakukan. Artinya bagaimana cara individu atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa dan bagaimana proses pertukaran terjadi dan dimaknai oleh aktor yang melakukan pertukaran, yang dimaknai tidak hanya sebagai tindakan ekonomi yang berdiri sendiri tetapi juga sebagai tindakan sosial, yang disituasikan secara sosial, dan dikonstruksi secara sosial dan melekat (embedded) dalam suatu jaringan sosial tertentu (Granovetter dan Swedberg, 1992; Swedberg, 1994).

Ini sejalan dengan pandangan Skidmore (1979), bahwa pertukaran (exchange) tidak selalu dimaksudkan untuk menukarkan sesuatu yang nyata, tetapi pertukaran juga meliputi sesuatu yang tidak nyata seperti, harga diri atau penghargaan, saling keterkaitan, bantuan, dan dalam bentuk persetujuan. Pertukaran juga dimaksudkan untuk menghindari sesuatu seperti, penderitaan, biaya, keadaan yang memalukan dan lainnya, dan juga pertukaran meliputi kesempatan, keuntungan, atau aspek-aspek komparatif dari hubungan antar manusia (human relations).

Di sini Skidmore (1979), menekankan bahwa ide-ide dari pertukaran (exchange) memiliki pengertian yang sangat luas dan tidak terbatas hanya untuk memberi dan menerima dari sesuatu yang bersifat kongrit. Pandangan yang sama sebelumnya juga telah dikemukakan oleh Malinowski bahwa pertukaran tidak hanya dalam bentuk material tetapi juga dalam bentuk non-material (Turner, 1998. cf. Anderson, 1995; 80-96 ).

Mengacu pada persoalan pasar dan pemasaran maka pertukaran yang terjadi antara si penjual dan pembeli tentunya juga harus dilihat dalam kerangka yang tidak hanya berbentuk material atau sesuatu yang nyata tetapi juga meliputi sesuatu yang bersifat nonmateri atau yang tidak nyata, sebagaimana yang

diungkapkan Skidmore dan Malinowski3. Untuk melihat gejala-gejala atau kecenderungan tersebut tentunya diperlukan disini paradigma “definisi sosial” yang melihat bahwa tindakan sosial adalah tindakan individual yang bercorak sosial, memiliki arti subjektif bagi dirinya sendiri, yang kemudian disusun individu dalam bentindak dengan sadar dan rasional4 dan untuk mengetahuinya diperlukan pemahaman dan penghayatan dari dalam (Verstehen) (Veeger, 1992; Ritzer, 1992; Weber, 1964 dan 1978, cf. Geertz, 1987; Morrison, 1995; Hardiman, 2003).

2.6. Tindakan Ekonomi, Pertukaran dalam Sosiologi Ekonomi dan