• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANAH DATAR SEBAGAI PUSAT AKTIFITAS POLITIK DAN EKONOMI MASYARAKAT MINANGKABAU

4.5.4. Nagari Rao-Rao

Nagari Rao-Rao memiliki luas lebih kurang 7,50 km2 atau setara dengan 750 ha terletak dikecamatan Sungai Tarab, merupakan nagari paling Barat dari sepuluh nagari di kecamatan Sungai Tarab. Nagari Rao-Rao ini terdiri dari empat jorong yakni: jorong Lumbuang Bapereang, jorong Carano Batirai, jorong Balerong Bunta, dan Jorong Andiang Andiko. Ketika sistem pemerintah desa diperkenalkan, maka

jorong-jorong ini menjadi sebuah desa, sampai akhirnya kembali ke sistem pemerintahan nagari, maka jorong-jorong yang ada kembali bergabung menjadi satu nagari, dimana di nagari Rao-Rao saat sekarang hanya terdiri dari dua jorong saja yakni jorong Lumbuang Bapereang dan Jorong Rao-Rao, dimana jorong Carano Batirai, jorong Andiang Andiko, dan jorong Balerong Bunta digabung menjadi satu jorong yakni jorong Rao-Rao.

Aksessibilitas menuju nagari Rao-Rao sangat mudah karena nagari ini terletak di pinggir jalan raya antara kota Batu Sangkar dengan Bukit Tinggi, dari pusat ibu kota kebupaten yakni Batu Sangkar sendiri, nagari ini hanya berjarak lebih kurang 10 km. Disamping itu, nagari ini dapat dengan mudah diakses dari berbagai nagari terdekat di kecamatan Sungai Tarab, seperti nagari Kumango, nagari Pasir Laweh, Nagari Sungai Tarab sendiri karena jalan antar nagari ini cukup besar sampai ke wilayah pedalamannya sebagai jalan (farm road) ke pusat-pusat aktifitas pertanian dan perkebunan.

Secara fisik, nagari ini terletak pada ketinggian lebih kurang 750 m dpl yang dilingkari oleh perbukitan yang merupakan bagian dari bukit barisan yakni bukit Sibumbun, bukit Gadang (bukit besar), bukit Kociak (bukit kecil), sehingga topografi wilayah nagari ini berbukit dan bergelombang, dan pada lereng-lereng bukit inilah penduduk menanam tanaman perkebunan seperti kayu manis dan kopi.

Secara geografis, nagari Rao-Rao sebelah Barat berbatasan dengan nagari Salimpaung yang hanya di pisahkan oleh Bukit Godang (bukit Besar), sebelah Utara dengan nagari Kumango, Sebelah Selatan dengan Nagari Pasir Laweh, dan sebelah Timur dengan Nagari Sungai Tarab.

Jika dilihat dari pola penggunaan lahan di nagari Rao-Rao, maka penggunaan lahan dominan adalah lahan hutan seluas 325 ha (43,3 persen), pengunaan lahan sawah seluas 240 ha (31,9 persen), dan lahan untuk perkebunan seluas 115 ha (15,3 persen), sebagaimana dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa mata pencaharian sebagian besar penduduk di nagari ini adalah pada sektor pertanian, terutama pertanian padi sawah dan pertanian lahan kering dan perkebunan.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk nagari Rao-Rao (lebih kurang 3.221 jiwa) maka rata-rata kepemilikan lahan sawah adalah sebesar 0,1 ha/ jiwa atau dengan jumlah KK seluruhnya sebanyak 933 KK, maka luas rata-rata

kepemilikan lahan sawah adalah sebesar 0,3 ha /KK. Sedangkan luas rata-rata kepemilikan lahan perkebunan adalah sebesar 0,03 ha/ jiwa atau 0,13 ha/KK. Masih luasnya wilayah hutan nagari yakni sebesar 43,3 persen dari luas wilayah nagari atau hanya 36 persen wilayah lahan hutan yang baru dibuka untuk lahan perkebunan, sehingga dari potensi lahan perkebunan di nagari Rao-Rao ini masih cukup besar untuk dikembangkan ke arah tanaman ekspor.

Tabel 13 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan di Nagari Rao-Rao

No Uraian Luas Lahan (Ha)

1 Perumahan dan Pekarangan 65

2 Sawah 240 3 Perkebunan Rakyat 117 4 Hutan Nagari 325 5 Tebat/Tambak/Kolam 0,5 6 Tempat rekreasi/olahraga 3 7. Total 750.5

Sumber: Daftar Isian Potensi Nagari Rao-Rao, 2006.

Sebaliknya, tingkat kepadatan penduduk di nagari Rao-Rao cukup tinggi yakni 4,3 orang /ha, sehingga pemukiman penduduk di nagari Rao-Rao cukup padat, terutama hanya terkonsentrasi di wilayah jorong Rao-Rao, sedangkan jorong Lumbuang Bapereang merupakan wilayah lokasi perkebunan penduduk nagari. Pada umumnya penduduk nagari Rao-Rao memiliki lahan perkebunan kayu manis di jorong Lumbuang Bapreang dan dikerjakan oleh anggota rumahtangga petani yang ada di jorong tersebut, disamping itu, penduduk nagari Rao-Rao sangat terkenal dengan mata pencaharian sebagai pedagang keliling (vendor) (5,5 persen) untuk barang dagangan kelontong, kain, dan makanan terutama kerupuk kulit. Pada setiap pasar nagari banyak ditemui para pedagang kain dan pedagang kelontong yang berasal dari nagari Rao-Rao.

Penduduk yang berkerja di sektor pertanian padi sawah adalah sebanyak 1.921 jiwa atau sebesar 59,6 persen, dengan luas lahan garapan rata-rata adalah sebesar 0,1 ha/ jiwa. Sedangkan yang berkerja pada lahan perkebunan adalah sebanyak 2.155 jiwa (66,9 persen). Artinya sebanyak 855 jiwa (26,5 persen) adalah penduduk yang berkerja pada kedua sistem pertanian ini yakni pertanian padi sawah dan pertanian perkebunan untuk komoditi tanaman ekspor, yakni tanaman kayu

manis, cengkeh dan kopi. Hal ini terlihat bahwa komoditi yang paling banyak dijual di pasar nagari Rao-Rao adalah kayu manis, kopi, disamping cabe dan tomat.

Tingginya aktifitas perdagangan hasil-hasil perkebunan seperti kopi dan kayu manis di pasar nagari Rao-Rao sudah tidak diragukan lagi, karena sampai saat ini, pasar nagari masih menjadi ajang pertukaran hasil pertanian penduduk terutama untuk tanaman palawija dan tanaman perkebunan, bahkan sejak dahulu nagari Rao-Rao sangat terkenal dengan komoditi kopinyanya yang khas. Menurut kepala nagari Rao-Rao; Datuak Panghulu Basya bahwa: kopi dari Rao-Rao sampai sekarang masih menjadi nama “coffee shop” di negara Belanda, walaupun kopi bukan lagi menjadi tanaman perkebunan utama penduduk nagari Rao-Rao (Wawancara dengan Walinagari Rao-Rao, tanggal 29 Maret 2006).

Jadi, sistem mata pencaharian penduduk nagari Rao-Rao sangat tergantung kepada sistem pertanian padi sawah dan sistem pertanian perkebunan. Sebagai sentra produksi kayu manis dan kopi, nagari ini telah memainkan peran penting dalam perdagangan tanaman ekspor sejak masa kolonial8, hingga saat sekarang, pasar nagari Rao-Rao merupakan salah satu pasar nagari yang masih hidup dan terus semakin ramai di samping pasar nagari Sungai Tarab di kecamatan Sungai Tarab. Potensi alam hutannya yang masih belum begitu banyak digarap, terutama untuk lahan perkebunan, maka nagari ini masih memiliki kesempatan untuk mengembangkan keunggulan komparatifnya terhadap nagari-nagari lain sebagai nagari yang memiliki lahan hutan dan perkebunan yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan tanaman ekspor yang laku di pasaran dunia.

Kemudian, dari segi pendidikan, jumlah angkatan kerja yang terdidik di nagari Rao-Rao adalah sebanyak 1.109 jiwa (34,4 persen) yang berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 377 jiwa (33,9 persen) pendidikan SLTA dan SLTP adalah sebanyak 665 jiwa (59,9 persen), dan angkatan kerja yang berpendidikan perguruan tinggi adalah sebanyak 40 jiwa (3,6 persen), dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat pendidikan penduduk nagari Rao-Rao adalah tingkat SLTA dan SLTP.

8

Pada masa kolonial daerah ini telah menjadi sentra produksi kayu manis dan kopi. Bahkan Belanda memiliki gudang rempah-rempah disini, yang digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil pembeliannya pada petani. Bekas gudang Belanda di daerah ini harus disebut dengan “daerah gudang” dimana lokasinya bersebelahan dengan pasar nagari Rao-Rao.