• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN PINJAM

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

4. Jenis-jenis Perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa jenis-jenis perjanjian sebagai berikut :

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli

2. Perjanjian Cuma-Cuma (Pasal 1314 KUHPerdata)

Pasal 1314 : “Suatu persetujuan yang dibuat dengn Cuma-Cuma atau beban, suatu persetujuan dengan Cuma-Cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

Suatu persetujuan atas beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu”.

Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah.

3. Perjanjian Atas Beban

47Mariam Draus Badrulzaman,Kompilasi Hukum Perikatan,Bandung: PT. Citra Adytia Bakti,Tahun 2016, hal.88

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan diantara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

4. Perjanjian Bernama

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasrkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdpat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

5. Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemde overeenkomst)

Diluar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak tidak bernama, yaitu perja njian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjnjian ini tidak terbatas dengan nama yang di sesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengeloalaan. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi.

6. Perjanjian Obligatior

Perjanjian obligatior adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatykan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus di ikuti dengan perjanjian penyerahan ( perjanjian kebendaan ).

7. Perjanjian kebendaan ( zakelijk )

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban ( oblige ) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer). Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal perjanjian jual beli benda tetap , maka perjanjian jul belinya disebutkan juga perjanjian jual beli sementara (voorlopig koopcontract) untuk perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligatior dan perjanjian kebendaanya jatuh bersamaan.

8. Perjanjian Konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata).

9. Perjanjian Riil

Di dalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPerdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPerdata),perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil. Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil ini adalah sisa dari hukum romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu di ambil alih oleh hukum perdata kita

10. Perjanjian Liberatior

Perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtshelding) Pasal 1438KUHPerdata

11. Perjanjian Pembuktian (bewijsovereenkomst)

Perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

12. Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian yang objeknya di tentukn kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 KUHPerdata.

13. Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Di antara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan, (subordinated) jadi tidak berada dalam kdudukan yang sama (co-ordinated), misalnya perjnjian ikatan dinas.

14. Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis)

Perjanjian campuran ialah peerjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula menyajikan makanan (jual beeli) dan juga memberikan pelayanan. 48 5. Unsur-unsur dalam Perjanjian

Suatu perjanjian memiliki unsur yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur essensialia dan bukan essensialia. Terhadap yang disebutkan belakangan ini terdiri atas unsur naturalia dan accidentalia:49

1. UnsurEssensialia

Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak pernah ada. Contohnya

48Mariam Darus Baddrulzaman dkk,Kompilasi Hukum Perikatan,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,Tahun 2016 :hal. 66

49I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2016, hal. 43

tentang “sebab yang halal”, merupakan essensialia akan adanya perjanjian. Dalam jual beli, harga dan barang yang disepakati oleh penjual dan pembeli merupakan unsur essensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan unsur essensialia. Begitu pula dalam bentuk tertentu merupakan unsur essensialia dalam perjanjian formal.

2. UnsurNaturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi para pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan undang-undang bersifat mengatur atau menambah (regelend atau aanvullendrecht). Misalnya kewajiban penjual menanggung biaya penyerahan atau kewajiban pembeli menanggung biaya pengambilan. Hal ini diatur dalam Pasal 1476 KUH Perdata :

“Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul si pembeli.”

Anak kalimat dari pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang (hukum) mengatur berapa kebolehan bagi pihak (penjual dan pembeli) menentukan kewajiban mereka berbeda dengan yang disebutkan dalam undang-undang itu. Begitu juga kewajiban si penjual menjamin (vrijwaren) aman hukum dan cacat tersembunyi kepada si pembeli atas barang yang dijualnya itu. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata.50

3. UnsurAccidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-undang (hukum) sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian jual beli benda-benda pelengkap tertentu bisa ditiadakan.

50Ibid., hal. 44

Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “suatu persetujan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”, sehingga menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya menyatakan unsur-unsur perjanjian sebagai berikut:51

a. Ada pihak-pihak

Dalam suatu perjanjian paling tidak terdapat pihak yang mana pihak-pihak inilah yang kemudian disebut dengan subjek perjanjian. Subjek perjanjian ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum. Dalam melaksanakan suatu perjanjian para subjek hukum ini haruslah orang-orang yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Orang-orang yang dibawah umur, orang yang tidak waras dianggap tidak cakap hukum sehingga orang tersebut dianggap tidak boleh melaksanakan perjanjian.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Perjanjian baru disebut berlaku apabila terdapat persetujan diantara para pihak. Persetujuan disini bersifat tetap, bukan lagi disebut sebagai proses sedang berunding. Adapun yang dimaksud dengan berunding adalah tindakan-tindakan pendahuluan untuk menuju kepada adanya persetujuan. Dalam hal ini, persetujuan tersebut ditunjukkan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, maksudnya adalah apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya. Dalam perundingan tersebut hal-hal yang dibahas umumnya tentang syarat-syarat dan mengenai objek perjanjian. Dengan disetujuinya oleh masing-masing pihak tentang syarat-syarat dan objek perjanjian itu, maka timbullah persetujan dan persetujuan ini yang kemudian menjadi salah satu syarat sahnya suatu perjanjian.

51AbdulkadirMuhammad, op.cit,hal. 79.

c. Ada tujuan yang dicapai

Setiap perjanjian yang lahir tentunya memiliki tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak itu, yang mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi apabila mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan

Lahirnya suatu perjanjian mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan suatu prestasi.Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya dalam hal jual-beli pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.Dalam Hukum Perdata prestasi diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata.

e. Ada bentuk tertentu

Dalam melaksanakan suatu perjanjian, bentuk dari perjanjian tersebut harus ditentukan, karena ada ketentuan undang-undang yang menyatakan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Biasanya bentuk tersebut dibuat berupa akta. Selain perjanjian yang dibuat secara tertulis, ada juga perjanjian yang dibuat secara lisan, yaitu hanya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya yang dapat dipahami oleh pihak-pihak itu dirasa sudah cukup, kecuali para pihak yang menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta).

f. Ada syarat-syarat tertentu

Syarat-syarat tertentu yang dimaksud disini sebenarnya sebagai isi perjanjian, karena dari syarat-syarat inilah kemudian diketahui hak dan kewajiban pihak-pihak. Syarat-syarat yang dimaksud adalah syarat subjektif dan syarat objektif.

6. Berakhirnya Perjanjian

Buku Ketiga KUH Perdata Bab Keempat Pasal 1381-1456 KUH Perdata mengatur berbagai cara tentang hapusnya suatu perikatan, baik perikatan itu bersumber dari perjanjian maupun dari undang-undang. Hapusnya perikatan juga diatur di dalam Buku Keempat Bab Ketujuh KUH Perdata tentang Daluwarsa Pasal 1946-1993 KUH Perdata. Undang-Undang tidak bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Hal ini adalah logis karena hukum perikatan mengandung asas kebebasan berkontrak karena di dalam hukum perikatan terdapat asas kebebasan berkontrak.52

Masalah hapusnya perjanjian (tenietgaan van verbintenis) biasa juga disebut hapusnya persetujuan (tenietgaan van overeenkomst). Dari kedua istilah ini, maka yang dimaksud hapusnya perjanjian/hapusnya persetujuan yaitu menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara para pihak.53Banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian.

Misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli, ataupun dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan pembebasan hutang dan sebagainya.54

52MariamDarusBadrulzaman, op.cit.,hal. 155

53M. YahyaHarahap, op.cit., hal. 106.

54Ibid.

Adapun cara-cara penghapusan yang disebut dalam Pasal 1381KUHPerdata adalah :55

a. Pembayaran (Betaling)

Pemenuhan kewajiban merupakan salah satu cara untuk berakhirnya perikatan yang diatur dalam Buku ke 3 dan ke 4, tentang hapusnya perikatan-perikatan.

Pemenuhan kewajiban (nakomen) dan pembayaran (betalen) serta pelaksanaan janji (vooldoen aan) menunjuk pada hal yang sama, yakni pelaksanaan prestasi sesuai dengan isi perjanjian.56 Yang dimaksud dengan pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit, karena pembayaran bukan semata-mata berkaitan tentang pelunasan-pelunasan hutang. Karena apabila ditinjau dari segi yuridis-teknis, pembayaran tidak selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau barang.Bisa saja berupa dengan pemenuhan jasa, atau pembayaran dengan bentuk tak berwujud atau immaterial.57

Pembayaran itu sah apabila dilakukan oleh orang yang berhak menerimanya dan berkuasa atas pembayaran itu. Mengenai siapa yang harus membayar, pembayaran dilakukan oleh debitor dan dapat dilakukan oleh penanggung utang atau orang yang turut berutang. Perikatan bahkan dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga tersebut bertindak atas nama debitor dan ketika bertindak atas namanya sendiri tidak menggantikan hak-hak si berpiutang (Pasal 1382 KUHperdata). Kemudian mengenai kepada siapa pembayaran itu dilakukan.Pasal 1385 KUHPerdata

55Ibid., hal. 107.

56HerlienBudiono, AjaranUmumHukumPerjanjian dan Penerapannyadi Bidang Kenotariatan, PT.CitraAdityaBakti, Bandung, 2011, hal. 167.

57M.YahyaHarahap, log.cit.,

menyebutkan kepada siapa pembayaran/pemenuhan kewajiban dilakukan.58 Pembayaran menurut ketentuan ini dapat dilakukan kepada :59

1) Kreditor.

2) Seseorang yang telah diberi kuasa oleh oleh kreditur menerima pembayaran.

3) Atau kepada seseorang yang dikuasakan oleh hakim.

4) Atau seseorang yang oleh undang-undang ditentukan menerima pembayaran bagi kreditor.

Pembayaran juga harus dilakukan pada tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, pembayaran harus dilakukan di tempat dimana perjanjian tersebut dibuat. Dalam hal-hal lain, pembayaran dapat dilakukan di tempat tinggal deditur, selama ia terus menerus berdiam dalam wilayah dimana dia membuat perjanjian itu. Sementara dalam hal pembayaran yang dilakukan di tempat kreditur, yaitu apabila pembayaran itu berupa uang atau barang yang dapat dihabiskan.60

b. Penawaran pembayaran tunai dengan konsignasi atau penitipan

Umumnya pembayaran ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu, seperti menyerahkan benda atau melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian, ketika itu terjadi dikatakan bahwa perikatan telah dilaksanakan dan hasil atau tujuan telah tercapai. Karena itupula, tidaklah cukup jika debitor telah melakukan apa yang berada didalam kemampuannya atau memenuhi kewajibannnya. Apa yang utama apakah hasil atau tujuan yang diperjanjikan telah tercapai.

58HerlienBudiono, op.cit., hal.169,171

59Ibid, hal.171

60AbdulkadirMuhammad, Op. Cit.,hal. 62.

Undang-undang memberi kemungkinan bagi debitur melunasi hutang perjanjian dengan jalan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi atau penitipan. Hal seperti ini bisa terjadi apabila kreditur lalai atau enggan meminta pembayaran atau penyerahan benda prestasi. Dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi, debitur telah dibebaskan dari pembayaran yang mengakibatkan hapusnya perjanjian. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1381, yang telah menetapkan bahwa salah satu cara hapusnya perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk :

1) Pembayaran sejumlah uang, atau

2) Dalam perjanjian menyerahkan (levering) sesuatu benda bergerak

Akan tetapi, dalam perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maupun levering/penyerahan benda tidak bergerak, maka penawaran dan penitipan/konsignasi tidak mungkin dilakukan. Hal ini dikarenakan, perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, prestasi harus dilakukan sendiri oleh debitur, tidak boleh dengan carakonsignasi. Ketentuan mengenai penawaran pembayaran tunai yang diikuti penitipan terhadap perjanjian pembayaran uang dan penyerahan benda bergerak diatur dalam Pasal 1406, 1407 KUHPerdata.61

c. Pembaharuan utang

Novasi atau pembaharuan utang lahir atas dasar persetujuan. Para pihak membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama, dan pada saat itu juga perjanjian diganti dengan perjanjian baru dengan hakikat bahwa perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru tetap sama.62

61M. YahyaHarahap, Op., Cit. hal. 135.

62Ibid, hal.142.

Dalam hal hutang

lama diganti dengan hutang baru terjadilah pergantian objek perjanjian, yang disebut novasi objektif. Disini hutang lama menjadi lenyap.63

Menurut ketentuan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi terjadi:64

1) Apabila debitur dan kreditur mengadakan ikatan perjanjian hutang terhadap kreditur dengan tujuan menghapuskan dan mengganti perjanjian lama dengan perjanjian baru. Dalam hal ini perjanjiannya yang diperbaharui, sedang pihak-pihak tetap seperti semula.Inilah yang disebut dengan novasi objektif.

2) Apabila seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran hutang oleh kreditur.

3) Dengan membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur lama dengan kreditur baru, dan kreditur lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari ikatan perjanjian yang lama.

Point a, dan b yang disebut di atas disebut novasi subjektif, yaitu adanya pembaharuan terhadap subjek perjanjian. Apabila subjek (debitur) yang diperbaharui dengan debitur baru, maka disebut novasi subjektif passif. Dan kalau yang diperbaharui ialah pihak kreditur lama diganti dengan kreditur baru, maka disebut novasi subjektif aktif.65

d. Kompensasi atau penghitungan timbal-balik

Peristiwa kompensasi sebagai salah satu cara hapunya perjanjian diatur dalam Pasal 1426 KUHperdata. Peristiwa kompensasi terjadi akibat berjumpanya dua pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antarayang satu dengan yang lain, yang mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari

63AbdulkadirMuhammad, Op. Cit., hal. 64.

64M. YahyaHarahap, Op. Cit., hal. 143.

65Ibid.

perhutangan. 66 Supaya hutang-hutang itu dapat diperjumpakan, maka harus memenuhi syarat-syarat seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1427 KUHPerdata, yaitu :67

1) Adanya dua orang yang secara timbal-balik, masing-masing berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain.

2) Objek perjanjian terdiri dari prestasi atas sejumlah uang atau barang yang dapat diganti atau habis terpakai dan yang sejenis.

3) Tuntutan atas prestasi sudah dapat ditagih (opeisbaar) yang mana hutang itu dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya.

Pada umumnya kompensasi terjadi tanpa mempersoalkan sebab peristiwa atau penyebab piutang berjumpa. Yang utama adalah berjumpanya hutang-piutang diantara para pihak. Akan tetapi tentu ada pengecualian, yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1429 KUHPerdata :68

a) Apabila satu pihak dituntut menyerahkan kembali satu barang yang diperolehnya dari pihak lawan dengan cara melawan hukum.

b) Apabila satu pihak dituntut mengembalikan barang yang dititipkan atau dipinjamkan kepadanya oleh pihak lawan.

c) Apabila salah satu pihak dituntut membayar uang nafkah (alimentasi) yang tidak boleh disita.

Apa yang dihapuskan dalam peristiwa kompensasi diatur dalam Pasal 1426 KUHPerdata, yaitu :69

(1) Semua hutang

66Ibid, hal. 150.

67Ibid, hal. 151.

68Ibid, hal. 156.

69Ibid.

Apabila hutang-piutang dari kedua belah pihak sama jumlahnya, maka terjadi kompensasi yang mengakibatkan hutang-piutang kedua pihak terhapus.

(2) Sebagian hutang

Yaitu sampai batas bagian terkecil dari tagihan. Bila jumlah hutang-piutang kedua pihak tidak sama jumlahnya, maka hutang yang terhapus adalah hutang dengan tagihan yang terkecil.

e. Pencampuran utang

Pasal 1436 KUHPerdata mengatur tentang pencampuran hutang. Pencampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu, artinya berada dalam tangan satu orang. Pencampuran tersebut terjadi dengan otomatis yang mengakibatkan hutang-piutang tersebut menjadi lenyap.70 Selanjutnya dalam Pasal 1347 KUHPerdata ditentukan bahwa pencampuran hutang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan bagi penjamin hutangnya.

Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada penjamin hutang tidak mengakibatkan hapusnya hutang pokok.71

f. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang atau penghapusan hutang adalah tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur memenuhi pelaksanaan perjanjian. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1438 KUHPerdata yang menyatakan pembebasan tidak boleh berdasarkan persangkaan, melainkan harus dibuktikan. Dalam pembebasan hutang hal yang sangat dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian.

Dengan demikian, pembebasan hutang sebagai tindakan hukum (rechtshandeling)

70Ibid, hal. 157.

71AbdulkadirMuhammad, Op. Cit., hal. 67.

tidak lain merupakan pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sepihak.

Maksudnya adalah bahwa tindakan itu datangnya dari pernyataan kehendak dari kreditur.72

Jika ada beberapa debitur yang saling menanggung maka pembebasan hutang seorang debitur membebaskan pula debitur lainnya. Pembebasan terhadap debitur utama juga membebaskan penjaminnya, akan tetapi pembebasan penjamin tidak membebaskan debitur utama. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata.73 Ketentuan Pasal 1441 KUHPerdata menyebutkan pengembalian barang yang dijaminkan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang pembebasan hutang. Hal ini memang sudah demikian keadaannya dikarenakan perjanjian gadai adalah perjanjian accessoir yang bersifat pelengkap saja dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang. Pengembalian benda jaminan bukan berarti membebaskan hutang-piutang.74 g. Hapusnya barang-barang yang dimaksudkan dalam perjanjian

Ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata menyatakan apabila barang yang menjadi objek perikatan musnah, tidak dapat diperdagangkan atau musnah, terjadi di luar kesalahan debitur, sebelum ia lalai menyerahkan pada waktu yang telah ditentukan, maka perikatanya menjadi lenyap. Dalam pengertian di luar kesalahan debitur, telah tersimpul usaha-usaha dari debitur untuk menjaga barang tersebut.75 Akan tetapi tentang musnahnya atau lenyapnya barang itu harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut pada Pasal 1444 tersebut, yaitu:76

72M.YahyaHarahap, Op. Cit., hal 160.

73AbdulkadirMuhammad, Op. Cit., hal 69.

74Ibid, hal. 69.

75Ibid, hal. 70.

76M. YahyaHarahap, Op. Cit., hal. 164.

1) Musnahnya barang itu harus di luar perbuatan dan kesalahan debitur.

Kemusnahan barang tersebut akibat di luar dari kekuasaan debitur (overmacht).

2) Kemusnahan barang itu sendiri terjadi padasaat sebelum jatuh tenggat waktu penyerahan. Jika lewat tenggat waktu penyerahan, berarti debitur disebut lalai dan wanprestasi. Kemusnahan seperti itu tidak menghapuskan kewajiban debitur atas akibat-akibat wanprestasi.

3) Tentang musnahnya barang menjadi beban debitur untuk membuktikan kebenaran musnahnya barang yang disebabkan peristiwa yang beradadiluar perhitungan debitur.

Bagi mereka yang mendapatkan barang itu dengan cara yang tidak sah, misalnya pencurian maka musnahnya barang itu tidak membebaskan debitur (orang yang mencurinya) untuk mengganti barang tersebut. Debitur yang memperoleh ganti kerugian atas perbuatan orang lain tersebut, maka ganti kerugian itu harus diserahkan pada kreditur,karena barang tersebut sedahulunya juga merupakan hak kreditur.77

h. Pembatalan perjanjian

Ketentuan mengenai pembatalan perjanjian ini diatur dalam Pasal 1446 KUHPerdata. Perjanjian dapat dibatalkan apabila dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, karena paksaan, karena kekhilafan, penipuan/punya sebab yang betentangan dengan undang-undang, kesusilaan/ketertiban umum. Pembatalan di atas merupakan pembatalan yang terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat subjektif yang ditentukan

77AbdulkadirMuhammad, Op. Cit., hal. 70.

dalam Pasal 1320 KUHPerdata.78 Perjanjian yang tidak sesuai dengan syarat subjektif menurut Subekti dapat diminta pembatalannya kepada hakim dengan dua cara, yaitu:79

1) Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan kepada hakim dengan cara

1) Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan kepada hakim dengan cara