• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR

(Studi: PT.Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SIMSON R SILALAHI 140200090

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

NAMA : SIMSON R SILALAHI

NIM : 140200090

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM

MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR ( Studi: PT.Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan skripsi atau karya ilmiah orang lain;

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut dalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, Oktober 2018

NIM : 140200090 SIMSON R SILALAHI

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal yang memberi kemampuan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan selama kurang lebih empat tahun hingga penulisan skripsi ini.

Bersyukur juga atas karunia-Nya atas segala kasih dan hikmat serta penyertaan- Nya kepada penulis. Penulis adalah anak-Nya, dan Dialah Allah yang akan selalu setia kepada anak-Nya.

Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR ( Studi: PT.Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah). Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis juga manusia biasa yang tidak lepas dari kekurangan maka dari itu penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis akan sangat berterimakasih jika ada kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis juga rindu untuk mengucapkan terimakasih kepada Ayah dan Ibu saya yang saya sanyangi yang elah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril dan materil semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan dan keberkahan kepada ayah dan ibu saya.secara khusus saya juga mengucapkan Terima Kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(5)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., DFM., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., H.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Terimakasih secara khusus kepada Prof.Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Syamsul Rijal , S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah menolong penulis dan yang telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, besyukur bisa menjadi mahasiswa bimbingan mereka.

9. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku Dosen PA dari penulis dari semester I sampai semester akhir.

10. Seluruh dosen pengajar yang mengabdikan diri mengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala perkuliahan penulis selama menjalani urusan perkuliahan.

11. Seluruh pegawai, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk setiap pelayanan terbaik yang bisa diberikan.

(6)

12. Abang dan Kakak saya yang selalu memberikan perhatian moril maupun materil

13. Keluarga Besar MAPALA NATURAL JUSTICE FH USU

14. Teman-teman dalam organisasi PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia) Cabang Medan

15. Semua teman-teman stambuk 2014 terkhususnya kepada Grup C 2014 16. Sahabat saya Sarmeli, Diantorio,dan Martin Sihombing

17. Satu Tim Futsal saya, yang selalu memberikan dukungan dalam penulisan skripsi saya

18. Teman-teman di lingkungan sekitar saya Juspen Pangaribuan,Dodi Prima, Gonong ,Hugo , Hendrik Naga ,Yeni sihombing, Evi Silalahi.

Medan, Agustus 2018 Penulis

Simson R Silalahi

DAFTAR ISI

Halaman

(7)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 4

C. TujuanPenelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penulisan ... 6

F. Metode Penelitian ... 7

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM ... 14

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ... 13

1. Pengertian Perjanjian ... 13

2. Syarat Syahnya Perjanjian ... 18

3. Asas-asas Hukum Perjanjian ... 26

4. Jenis-jenis Perjanjian ... 30

5. Unsur-unsur dalam Perjanjian ... 33

6. Berakhirnya Perjanjian ... 37

(8)

7. Wanprestasi dalam Perjanjian ... 47

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pinjam Meminjam ... 48

1. Pengertian Perjanjian Pinjam Meminjam ... 48

2. Subjek dan Objek Perjanjian Pinjam Meminjam ... 45

3. Hak dan Kewajiban ... 52

4. Peminjaman dengan Bunga ... 55

BAB III ASPEK HUKUM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG .. 57

A. Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Menurut KUHPerdata ... 57

B. Akibat Perjanjian Pinjam Meminjam Uang ... 62

C. Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Dengan Jaminan Dalam KUHPerdata ... 64

BAB IVPELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BPKB BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR DI PT. PRIORITAS RAKYAT SEJAHTERA MULTI FINANCE Cab. Medan Petisah ... 67

A. Perjanjian Antara Nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah, Dalam Hal Pinjam Meminjam Uang Dalam Kaitannya Dengan KUHPerdata ... 67

B. Hubungan Hukum Nasabah denganPT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah ... 72

C. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi diPT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah ... 75

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 82

(9)

A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN

Lampiran I Hasil Wawancara

Lampiran II Surat Bukti Riset dariPT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah

ABSTRAK Simson R. Silalahi*

Hasim Purba**

Syamsul Rizal***

(10)

Setiap manusia membutuhkan usaha/upaya untuk membutuhi kebutuhan hidup sehari hari. Salah satu upaya yang dilakukan adalah rela meminjam sesuatu hal kepada orang lain. Yang dipinjam yang paling sering adalah uang. Pinjam artinya adalah memakai uang atau barang orang lain untuk dalam jangka waktu yang relatif tidak lama. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Apakah perjanjian antara nasabah dengan PT Prioritas)” sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia?Bagaimana hubungan hukum antara nasabah dengan PT Prioritas Rakyat Sejahtera (Rakyat Sejahtera (PRS) Multi Finance, Cab. Medan Petisah PRS) Multi Finance, Cab. Medan Petisah) dalam hal pinjam meminjam uang? Bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul apabila dalam perjajian antara nasabah dengan PT Prioritas Rakyat Sejahtera (PRS) Multi Finance, Cab.

Medan Petisah) ?

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dan didukung dengan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data primer yang digunakan berupa wawancara yang dilakukan ke PT. Prioritas Rakyat Sejahtera (PRS) Multi Finance, Cab. Medan Petisah.

Atas penelitian yang dilakukan penulis diperoleh bahwa berdasarkan pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang pada PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah dalam pengambilan prosedur perjanjian pinjaman uang bahwa perjanjian tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hubungan hukum yang terjadi antara PT.PRIORITAS RAKYAT SEJAHTERA (PRS) MULTI FINANCE dan peminjam uangterlihat dengan adanya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban para pihak tersebut dimiliki setelah menandatangani perjanjian yang telah disepakati. Setiap pinjaman yang telah disetujui dan disepakati antara kreditur dan debitur wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian. Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.Penyelesaian sengketa apabila sampai terjadi wanprestasi atau ingkar janji maka pihak PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance mengeksekusi objek barang jaminan yang dijadikan jaminan yang ada ditangan nasabah, namun ada beberapa cara yang akan ditempuh untuk menyelesaikan sengketa apabila nasabah wanprestasi.

Kata Kunci : perjanjian, pinjam meminjaam, uang.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Usaha yang telah dilakukan pemerintah tersebut salah satunya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat indonesia, khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi yakni dengan memberikan peminjaman kepada masyarakat yang membutuhkan tambahan modal. Di era globalisasi saat ini, hukum perjanjian dalam praktik bisnis hadir menjadi salah satu aspek yang berkembang sangat pesat di seluruh dunia, untuk memenuhi kebutuhan bertransaksi manusia.

Setiap manusia membutuhkan usaha/upaya untuk membutuhi kebutuhan hidup sehari hari. Salah satu upaya yang dilakukan adalah rela meminjam sesuatu hal kepada orang lain. Yang dipinjam yang paling sering adalah uang. Pinjam artinya adalah memakai uang atau barang orang lain untuk dalam jangka waktu yang relatif tidak lama.1

Transaksi pinjam-meminjam biasanya memang dilakukan secara langsung oleh masyarakat adat tanpa adanya suatu pengikat setiap para pihak sehingga banyak menimbulkan perselisihan di tengah masyarakat. Pihak yang memberikan pinjaman (selanjutnya disebut kreditur) tentunya membutuhkan sebuah pengikat supaya objek yang dipinjamkan kepada peminjam (selanjutnya disebut debitur) Sesuai dengan pengertian ini juga dijelaskan bahwa yang menjadi objek yang menjadi transaksi pinjam-meminjam tak selamnya adalah uang termasuk semua barang yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari.hari.

1 Sudarsono,Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta. Tahun 2007, hal. 362.

(12)

bisa kembali dengan baik tanpa ada perselisihan, maka untuk itulah dibuat suatu perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian pinjam-meminjam ini diharapakan mampu sebagai pengikat dan sebagai jaminan hukum untuk menciptakan rasa aman dan tenang bagi kreditur juga bagi debitur.

Pinjam-meminjam sudah menjadi kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat luas di Indonesia sehingga pengaturan hukumnya juga sudah jelas di Indonesia. Pengaturan hukumnya diatur lengkap dalam Buku Ke-III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata). Defenisi pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir itu akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (Pasal 1754 KUHPerdata).2 Dalam pasal ini bahkan diperluas ,mengenai pinjam- meminjam, dalam pasal ini sudah langsung mencakup mengenai perjanjian. Salah satu syarat dalam perjanjian pinjam-meminjam adalah bahwa baranag yang dipinjamkan itu menghabis karena pemakaian.3

Secara harafiah, pinjam meminjam itu dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah verbruik-lening. Verbruik berasal dari verbruiken yang berarti menghabiskan, dapat juga terjadi bahwa barang yang habis karena pemakaian.4

2R. Subekti,Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti.

Tahun 1995, hal. 125.

3Ibid, hal. 126.

4Ibid.

Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam itu, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam; dan jika barang itu musnah dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya. Karena si

(13)

peminjam diberikan kekuasaan untuk menghabiskan (memusnakan) barangnya pinjaman, maka sudah setepatnya ia di jadikan pemilik dari barang itu. Sebagai pemilik ia juga memikul segala resiko atas barang tersebut; dalam halnya pinjam uang, kemorosotan milai uang itu.5

Hidup di dunia akan kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi atau kurang berfungsi, ini adalah suatu kebenaran yang sudah terbukti dan diakui bahkan sejak manusia belum mengenal peradaban sekalipun.6 Di Indonesia sekalipun sudah ada hukum, tetap saja masih kurang efektif mencegah kekacauan.

Hukum memang memberikan kepastian bagi masyarakat juga memberikan manfaat dan jaminan hukum, namun dari banyaknya hukum/peraturan yang mengatur suatu objek maka akan terjadi kegaduhan bahkan ketidakpastian hukum mana yang mengatur sesuatu hal tersebut. Yang menjadi persoalan hukum sekarang ini adalah bagaimana menentukan hukum yang bagus. Bagus dalam arti bagaimana memenuhi berbagai tujuan hukum yaitu yang dapat memenuhi keadilan, kepastian hukum, ketertiban, keselarasan, saling menghormati satu sama lain, tanpa ada penindasan, peperangan, pelicikan, standar ganda, dan penjajahan (model lama atau model baru).7

5Ibid.

6Munir Fuadi, Filsafat dan Teori Hukum Post Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal.1.

7Ibid.

Hukum dalam perjanjian pinjam-meminjam di Indonesia masih perlu diteliti lagi apakah sudah efektif atau tidak. Kadang kala hukum yang satu ditopang oleh hukum yang lainnya. Sama halnya dengan perjanjian pinjam-meminjam yang ditopang dengan hukum jaminan. Jaminan atas suatu objek pinjam meminjam sering dijadikan sebagai suatu alat menciptakan rasa tenang dan rasa kepastian hukum bagi kreditur dan debitur.

(14)

Jaminan artinya adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima.8Perjanjian pinjam meminjam saat ini semakin marak menggunakan jaminan sebagai pencipta rasa yakin dan aman. Tapi masih perlu diteliti lagi apakah memang semua benda bisa jadi jaminan atau benda tertentu saja yang bisa jadi jaminan. Sejak zaman kemerdekaan sampai dengan saat ini (1945-2003) telah banyak ketentuan hukum tentang jaminan yang telah disahkan menjadi undang-undang.9

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan pernyataan ini, memang sudah banyak peraturan mengenai jaminan di Indonesia.

Tetapi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat banyak yang tidak paham tentang hukum jaminan dan bebas membuat jaminan apa saja yang dianggap bisa memberi rasa aman bagi kreditur dan debitur. Oleh karena itulah penulis menuliskan skripsi ini dengan judul “PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR ( Studi: PT.Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah)

Penelitian dilakukan umumnya didasarkan pada adanya masalah, tujuan yang ingin dicapai, teori yang digunakan untuk melihat masalah, serta metode yang digunakan untuk menjawab masalah. Dikatakan adanya masalah karena adanya sesuatu yang bertentangan anatara teori dan praktek atau antara das sein dan das sollen. Dalam penelitian ini, berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah yaitu:

8Sudarsono,Op. Cit, hal. 193.

9H. Salim HS,Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, Tahun 2004, hal.2.

(15)

1. Apakah perjanjian antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimana hubungan hukum antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah dalam hal pinjam meminjam uang?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila timbul wanprestasi dalam perjanjian antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab.

Medan Petisah ? C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, maka penelitian skripsi ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui dan memahami perjanjian antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah sudah sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia

2. Mengetahui dan memahami hubungan hukum antara nasabah dengan PT.

Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah dalam hal pinjam meminjam uang.

3. Mengetahui dan memahami cara penyelesaian sengketa apabila timbul wanprestasi dalam perjajian antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah.

D. Manfaat Penelitian

Tulisan yang dibuat oleh penulis mudah-mudahan bermanfaat baik bagi penulis maupun pada orang banyak, yaitu :

(16)

1. Secara Teoritis

Tulisan ini sangat bermanfaat untuk menunjang proses belajar bagi mahasiswa, maupun para pemangku jabatan hukum maupun para akademisi lainnya untuk penerapan yang lebih baik, pendalaman yang lebih matang, dan pemahaman yang mendalam mengenai hukum perjanjian pinjam-meminjam dan hukum jaminan. Selain itu, bahwa tulisan mengenai pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan ini juga berhubungan dengan perusahaan yang bergerak di bidang pinjam meminjam uang, maka aka bermanfaat juga untuk penerapan yang lebih baik dan pemaahaman yang baik dalam menjalankan perusahaannya.

2. Secara Praktis

Untuk memahami pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan maka dalam penerapannya menjalankan bisnis setiap hari akan menciptakan rasa aman dan nyaman dalam berbisnis. Pelaksanaan perjanjian dalam dunia usaha akan berjalan sesuai aturan hukum tanpa ada pelanggaran ukum yang terjadi.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi dengan judul PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR ( Studi: PT.Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah) belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun tulisan ini melalui media referensi buku-buku, media elektronik (internet) sebagai sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan

(17)

studi kasus pada data sekunder yaitu dengan menelaah pada dokumen Surat Perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan Buku Pemilik Kendaraan Bermotordi PT Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance, Cab. Medan Petisah, serta wawancara yang dilakukan penulis kepada para pihak.Dari hasil penelusuran Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat uji bersih menyatakan bahwa tidak ada judul skripsi yang sama. Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media elektronik, belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Metode Penelitian

Tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu, karena ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat- syarat yang dimaksud tercantum dalam metode ilmiah.10

Melihat masalah-masalah yang ada adalah nyata, maka perlu mencari jawaban yang benar-benar nyata juga. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri Pengetahuan yang bersumber dari sebuah penelitian ilmiah akan lebih teruji kebenarannya jika dibandingkan dengan pengetahuan dari pemikiran pribadi. Pemikiran pribadi bersifat subjektif sehinga bisa saja berubah kebenarannya sesuai pemikiran orang yang memikirkannya. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian terkhusus penelitian yang dilakukan penulis di Pengadilan Negeri Medan.

10Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,1996, hlm. 44.

(18)

dengan fakta.11 Tentunya untuk menjembatani hal tersebut diperlukan teori-teori.

Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan sebuah abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.12

Untuk mendukung metode yang penulis gunakan maka penulis menggunakan juga beberapa cara untuk mendapatkan sebuah kebenaran atau permasalahan yang tepat. cara yang saya gunakan masuk dalam beberapa kriteria- kriteria metode penelitian. Penelitian dapat digolongkan atau dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria tertentu antara lain berdasarkan : Tujuan, Pendekatan, Tempat, Pemakaian atau hasil atau alasan yang diperoleh, bidang ilmu yang diteliti, Taraf Penelitian, Tehnik penelitian, Teknik yang digunakan, Keilmiahan, dan spesialisasi Bidang ilmu garapan.

Artinya, teori ilmu merupakan penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya, tetapi harus didukung dengan fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

Maka dari itu, peneliti pada penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian secara normatif dan dibantu/didukung dengan metode penelitian secara empiris. Diharapkan melalui metode ini akan mendapatkan sebuah permasalahan yang konkrit, jawaban yang kongkrit, dan solusi dari permasalahan yang juga diharapkan bisa diterapkan secara tepat dan konkrit juga.

13

1. Pendekatan Masalah

Beberapa cara yang digunakan penulis diantaranya :

11Ibid. hlm. 45.

12Ibid.

13Op. Cit. hlm. 29.

(19)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan. selain itu juga akan melakukan pendekatan empiris, yaitu dengan melakukan studi langsung ke PT Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance, Cab. Medan Petisah.

Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum/permasalahan. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan ini akan membuka kesempatan untuk peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang- undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan Undang-undang.14

14Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2005, hlm. 133.

Selain itu dari sisi empiris yaitu melihat relevansi dan penerapan, apakah sebuah undang-undang itu sudah diterapkan dengan baik di masyarakat (dalam hal ini di PT Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance, Cab. Medan Petisah).

2. Sumber Bahan Hukum

Sumber Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini dibagi menjadi beberapa bahan hukum yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, traktat dan bahan-bahan hukum yang masih berlaku dan menjadi hukum positif di Indonesia sampai saat ini. Adapun bahan hukum primer yang penulis akan gunakan adalah :

(20)

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata : 2. Peraturan Perundang-undangan :

a) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu berupa literatur-literatur, buku-buku, artikel, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan skripsi penulis.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, kamus hukum, dan lain sebagainya yang semuanya berhubungan dengan penulisan skripsi penulis.

d. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum

Penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka dan melakukan studi lapangan. Untuk studi kepustakaan yaitu dengan cara menggunakan buku-buku dan mempelajari literatur-literatur yang selanjutnya diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok bahasannya. Studi lapangan yang penulis lakukan yaitu di PT Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance, Cab. Medan Petisah.

(21)

e. Analisa

Analisa data hukum dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode analisis kualitatif, dalam hal ini mengkaji secara mendalam bahan hukum yang ada kemudian digabungkan dengan bahan hukum yang lain, lalu dipadukan dengan teori-teori yang mendukung termasuk juga hasil pemelitian ke PT Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance, Cab. Medan Petisah dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Pembagian tersebut dilakukan secara sistematis sesuai denga tahapan-tahapan uraiannya, sehingga tidak berdiri sendiri dan saling berhubungan satu sama lainnya dan merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.

Adapun isi dari tiap-tiap bab tersebut adalah sebagai berikut :

Bab I mengenai Pendahuluan. Dalam bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Telaah Pustaka, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II mengenai Gambaran Umum tentang Perjanjian dan Perjanjian Pinjam Meminjam. Dalam bab ini membahas mengenai gamabaran umum dari perjanjian yang meliputi Pengertian Perjanjian, Syarat Syahnya Perjanjian, Asas- asas Hukum Perjanjian, Jenis-jenis Perjanjian, Unsur-unsur dalam Perjanjian, Berakhirnya Perjanjian, Wanprestasi dalam Perjanjian. Dalam bagian Tinjauan umum tentang Perjanjian Pinjam Meminjam meliputi Pengertian Perjanjian Pinjam-meminjam, Subjek dan Objek Perjanjian Pinjam MeminjamHak dan Kewajiban, Peminjaman Dengan Bunga.

(22)

Bab III mengenai Aspek Hukum Perjanjian Pinjam-meminjam Uang.

Dalam su bagiannya terdiri atas Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dalam KUHPerdata, Akibat Perjanjian Pinjam Meminjam Uang, Perjanjian Pinjam- meminjam dengan jaminan dalam KUHPerdata.

Bab IV mengenai Pelaksanaan Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Jaminan Buku Pemilik Kedaraan Bermotor di PT.PRIORITAS RAKYAT SEJAHTERA MULTI FINANCE, Cab. Medan Petisah). Bagian ini terdiri dari Perjanjian Antara Nasabah Dengan PT. PRIORITAS RAKYAT SEJAHTERA (PRS) MULTI FINANCE, Cab. Medan Petisah) Dalam Hal Pinjam Meminjam Uang Dalam Kaitannya Dengan KUHPerdata,Hubungan Hukum Nasabah Dengan PT.PRIORITAS RAKYAT SEJAHTERAMULTI FINANCE, Cab. Medan Petisah, danPenyelesaian Sengketa Wanprestasi di PT.PRIORITAS RAKYAT SEJAHTERAMULTI FINANCE, Cab. Medan Petisah).

Bab V mengenai Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan ditutup dengan memberikan saran yang penulis anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.

(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Istilah kontrak atau perjanjian dalam praktik terkadang masih dipahami secara rancu. BurgerlijkWetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul BukuIII titel kedua tentang “Perikatan-Perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian” yang dalam bahasa aslinya (Bahasa Belanda), yaitu :

“Van verbintenissen die uit contract of overeeenkomst geboren worden”.15 Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Di berbagai perpustakaan dipergunakan bermacam-macam istilah seperti dalam KUH Perdata digunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst, Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia menggunakan istilah perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst, Ikhsan dalam bukunya Hukum Perdata Jilid I menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.16

Mengenai istilah perjanjian dan persetujuan ini menurut ahli ada pendapat yang berbeda. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Beliau berpendapat bahwa persetujuan dalam perundang- undangan Hindia Belanda dinamakan “overeenkomst”, yaitu suatu kata sepakat

15AgusYudhaHemoko, HukumPerjanjianAsasProporsionalitas dalam KontrakKomersial, Kencana,Jakarta, 2013, Hal. 13

16R.Soeroso, PerjanjianDiBawahTanganPedomanPraktisPembuatan dan AplikasiHukum, SinarGrafika,Jakarta, 2010, hal. 3

(24)

antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak, sedangkan perjanjian menurut beliau adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antar dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu.17

Menurut para ahli hukum, setiap perjanjian haruslah berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Subekti memberikan defenisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.18 Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.19

MenurutSetiawan, rumusan Pasal 1313 BW selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan ‘perbuatan’ tercakup juga perwakilan Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber perikatan yang lain adalah undang-undang. Pasal 1313 BW memberikan rumusan tentang kontrak atau perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

17 A.Qirom Syamsudin Milala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 8.

18Subekti,HukumPerjanjian, Cet.XVI, Intermasa,Jakarta, 1996, hal. 1

19AgusYudhaHernoko, op.cit.,hal. 16

(25)

sukarela dan perbuatan melawan hukum. Terhadap defenisi Pasal 1313 BW ini PurwahidPatrik menyatakan beberapa kelemahan, yaitu20

1. Defenisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebihnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”;

:

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus/kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain (zaakwarneming) dan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedad). Hal ini menunjukkan makna

“perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum;

3. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 BW mempunyai ruang lingkup di dalam hukum harta kekayaan (vermogensrecht)

Sehubungan dengan itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, ialah 21

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum

:

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkankan dirinya” dalam Pasal 1313 BW

20Ibid.,hal. 17

21Ibid.,hal. 16

(26)

c. Sehingga perumusannya menjadi “perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”

Selain itu, terhadap defenisi perjanjian yang tercantum pada Pasal 1313 KUHPerdata ini dianggap kurang begitu memuaskan karena memiliki kelemahan.

Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :22 1) Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat disimak dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan”

merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak berasal dari kedua pihak. Sedang maksud perjanjian itu adalah para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampaklah kekurangannya. Seharusnya pengertian perjanjian itu ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”.

2) Kata perbuatan mencakup juga kata consensus/kesepakatan

Pengertian kata “perbuatan” berarti termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna kata “perbuatan” itu sangatlah luas dan dapat menimbulkan akibat hukum. Seharusnya dalam kalimat tersebut dipakai kata “persetujuan”.

3) Pengertian perjanjian terlalu luas

Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku Ketiga KUHPerdata adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukanlah perjanjian yang bersifat personal. Sementara itu, pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut dianggap

22AbdulkadirMuhammad, HukumPerikatan,Bandung,CitraAdityaBakti, 1990, hal. 88.

(27)

terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin, yang dimana hal ini diatur dalam lapangan hukum keluarga.

4) Tanpa menyebut tujuan

Dalam perumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak yang mengikatkan diri tersebut dianggap tidak jelas tujuannya saling mengikatkan diri.

Pengertian perjanjian di atas memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga atas dasar tersebut perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli di atas melengkapi kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara lengkap pengertian perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.23

Di dalam suatu perjanjian itu harus ada pihak, dimana kedua belah pihak ini harus membuat kata sepakat untuk menghasilkan akibat hukum tertentu.

Berdasarkan pengertian perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal yang diperjanjikan adalah :24

a) Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misalnya: jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain-lain)

b) Perjanjian berbuat sesuatu (misalnya: perjanjian perburuhan dan lain-lain) c) Perjanjian tidak berbuat sesuatu (misalnya: tidak membuat tembok yang

tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).

23AgusYudhaHernoko. Op.Cit, hal.18.

24LukmanSantoso AZ, HukumPerjanjianKontrak, Yogyakarta, Cakrawala, 2012, hal. 12.

(28)

2. Syarat Syahnya Perjanjian

Dilihat dari struktur perjanjian, maka Asser membedakan bagian-bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (non wezenlijk oordeel). Bagian inti disebutkan essensialia, sedangkan bagian non inti dibedakan atas naturalia dan accindentalia.25

Essensialia: bagian ini merupakan sifat yang harus ada dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel). Seperti persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.26

Naturalia: bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring).27

Accidentalia: bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian jika secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Misalnya domisili para pihak. 28

Syarat pertama dan kedua yang disebutkan di atas dinamakan syarat subjektif, karena menyangkut soal orang-orang yang mengadakan perjanjian, sedangkan

Mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat yakni sepakat mereka yang mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal.”

25Ibid., hal. 107

26Mariam Darus Badrulzaman dkk, Komplikasi Hukum Perikatan Dalam Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 74

27Ibid.,hal. 75

28Ibid.,

(29)

syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek dari peristiwa yang dijanjikan itu.29

1. Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling dapat diterima satu sama lain.

Kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan oleh masing- masing pihak. Dengan adanya kata sepakat maka perjanjian itu telah terjadi atau terwujud. Sejak saat itu pula perjanjian menjadi mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan.30

Sebelum adanya kesepakatan diantara para pihak, biasanya para pihak terlebih dahulu mengadakan negosiasi atau komunikasi diantara para pihak.Sebab tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak-pihak yang saling berkomunikasi, atau menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak lainnya. Artinya, tawar-menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Komunikasi yang mendahului itu bertujuan untuk mencari titik temu atau a meeting of the minds agar bisa tercapai kata sepakat secara bebas. Biasanya dalam komunikasi tersebut pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain tentang objek perjanjian Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata pada prinsipnya kekuatan mengikat perjanjian setelah tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak, atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan oleh undang-undang.

29Ibid., hal. 73

30GatotSupramono, Perbankan dan MasalahKreditSuatuTinjauandi Bidang Yuridis, RinekaCipta,Jakarta, 2009, hal. 166

(30)

dan syarat-syaratnya dan pihak yang lain menyatakan kehendaknya, sehingga tercapailah kesepakatan diantara para pihak.31

Kekhilafan (dwaling) menyangkut hal-hal pokok dari yang dijanjikan itu.

Kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona dan mengenai hakikat barangnya dinamakan error in substantia. Paksaan dalam hal ini harus berupa paksaan rohani (bukan fisik) dan bukan paksaan absolut. Penipuan (bedrog) dinyatakan dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang dalam hal ini satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya.

Mengingat kesepakatan harus diberikan secara bebas (sukarela), maka KUH Perdata menyebutkan tiga (3) sebab kesepakatan tidak diberikan secara sukarela yaitu karena adanya paksaan, kekhilafan (dwaling) dan penipuan (bedrog). Hal ini diatur dalam Pasal 1321 yang menyebutkan bahwa “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

32 Untuk mengetahui kapan terjadinya kesepakatan ternyata KUH Perdata tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat sejumlah teori, yaitu:33

a. TeoriKehendak (wilshtheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian.

b. TeoriKepercayaan (vetrouwenstheorie)

31I. G.RaiWidjaya. MerancangSuatuKontrak, Jakarta, KesaintBlanc, 2008, hal. 46

32I Ketut Oka Setiawan, op.cit., Hal. 62

33GatotSupramono, log.cit.,

(31)

Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara objektif oleh pihak lainnya. Pada umumnya pernyataan yang dipercaya berasal dari pihak debitur setelah kreditur mengetahui semua informasi yang berhubungan dengan debitur.

c. TeoriUcapan (uitingstheorie)

Menurut teori ini landasan kata sepakat didasarkan pada ucapan atau jawaban pihak debitur. Kata sepakat dianggap telah terajdi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan oleh kreditur. Apabila jawaban dilakukan dengan tulisan atau surat maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat menulis surat jawaban.

d. TeoriPengiriman (verzendingstheorie)

Dalam teori pengiriman, kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban terhadap penawaran kreditur. Apabila pengirimannya dilakukan melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat jawaban itu diberi cap atau distempel oleh kantor pos.

e. TeoriPenerimaan (onvangstheorie)

Menurut teori ini, kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban atau jawaban lisan melalui telepon dari debitur yaitu pada saat kreditur membaca atau mendengar jawaban dari debitur karena pada waktu itu kreditur mengetahui kehendak debitur.

f. TeoriPengetahuan (vernemingstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kredit mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Teori pengetahuan

(32)

tampak lebih luas dari teori penerimaan karena dalam teori pengetahuan memandang kredit mengetahui baik secara lisan maupun tulisan.

2. Kecakapan

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan para pihak bertindak membuat perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian karena para pihak bebas menentukan bentuk perjanjian secara lisan atau tertulis.

Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah, hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris).

Dalam KUH Perdata tidak menentukan orang yang cakap bertindak secara hukum, namun sebaliknya menentukan orang-orang yang tidak memiliki kecakapan. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa, mereka yang di bawah pengampuan, perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu34

Menurut hukum nasional, perempuan bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehinga tidak lagi harus seijin suaminya. Perbuatan hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (selanjutnya disebut SE

.

34GatotSupramono, Ibid., Hal. 168

(33)

MA No. 3 Thn 1963). Oleh karena itu, bagi mereka yang dianggap belum dewasa (minderjarig/underage) diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/intoxicated person) diwakili oleh pengampunya karena dianggap tidak mampu (onbevoegd) untuk bertindak sendiri.35

Mengenai ketidakcakapan subjek hukum dalam melakukan perjanjian seperti yang telah diuraikan sebelumnya dapat dibedakan menjadi36

a. Ketidakcakapan untuk bertindak (handeling onbekwaamheid), yaitu orang- orang sama sekali tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum yang sah.

Orang-orang ini disebutkan Pasal 1330 KUH Perdata.

:

b. Ketidakberwenangan untuk bertindak (handeling onbevoegheid), yaitu orang yang tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum tertentu dengan sah.

Orang-orang ini seperti yang disebutkan dalam Pasal 1467, 1601i, dan 1678 KUH Perdata.

3. HalTertentu

Syarat ketiga mengenai sahnya perjanjian adalah hal tertentu. Adapun yang dimaksud dengan suatu hal atau objek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat 3, adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan- pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal

35AbdulkadirMuhammad. op.cit.,hal. 92.

36I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 66

(34)

demi hukum).37

a. Pasal 1332 KUH Perdata yang menegaskan;

Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUH Perdata sebagai berikut :

Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.

b. Pasal 1333 KUH Perdata menegaskan;

Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan sejenisnya.

Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

c. Pasal 1334 KUH Perdata menegaskan;

Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.

Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengann sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, dan 178.

Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa

“tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari.38

4. Sebab (causa) yang halal

Perkataan “sebab” yang dalam bahasa Belanda disebut oorzaak, dan dalam bahasa Latin disebut causa, merupakan syarat keempat dari suatu perjanjian yang

37AgusYudhaHernoko, op.cit.,hal.191

38Ibid., hal. 192

(35)

disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai “sebab yang halal”.

MenurutBadrulzamancausa dalam hal ini bukanlah hubungan sebab akibat, sehingga pengertian causa disini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan ajaran causaliteit, bukan juga merupakan sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian. Karena apa yang menjadi motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian.39 Soal “causa” dalam hukum perjanjian dipersulitkan oleh Pasal 1335 KUH Perdata yang menentukan bahwa suatu persetujuan yang diadakan tidak dengan causa (zonder oorzaak) atau dengan suatu causa yang palsu atau yang tidak diperbolehkan adalah tidak mempunyai kekuatan. Dengan pasal ini disebabkan seolah-olah mungkin ada persetujuan yang terjadi tidak dengan causa.40

Untuk mengetahui syarat sebab yang halal adalah dengan melihat dasar timbulnya sebuah perjanjian. Bagaimana sebuah perjanjian dapat terjadi. Apa yang menjadi latar belakang sampai terjadinya perjanjian. Hal yang ini dimaksud oleh KUH Perdata, padahal yang sesungguhnya adalah persoalan itikad baik dalam perjanjian. Sehubungan dengan syarat keempat, dalam ketentuan Pasal 1335 KUH Perdata telah memerinci adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat dengan sebab yang palsu, atau perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Dari ketentuan tersebut telah menggambarkan apa yang disebut dengan sebab yang tidak halal.41

Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan

39I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 68

40WirjonoProdjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 37

41GatotSupramono, op.cit., hal. 170

(36)

(Pasal 1337KUHPerdata). Perjanjian yang berisi causa atau sebab yang halal diperbolehkan, sebaliknya perjanjian yang berisi causa atau sebab yang tidak halal, tidak diperbolehkan.

Perjanjian yang bercausa tidak halal (dilarang undang-undang) contohnya adalah jual-beli candu, ganja, dan lain-lain. Perjanjian yang bercausa tidak halal (bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya perdagangan manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama tertentu. Perjanjian yang ber-causa tidak halal (bertentangan dengan kesusilaan) misalnya membocorkan rahasia perusahaan.

Setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.

Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga perjanjian yang dibuat tanpa sebab,ia dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata).42

3. Asas-asas Hukum Perjanjian

Dalam membuat suatu perjanjian, dikenal adanya beberapa asas umum yang diberlakukan yaitu :

1) AsasKebebasanBerkontrak

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting karena merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran dari hak manusia.

Kebebasan berkontrak dilatarbelakangi oleh paham individualism yang secara embrional lahir di zaman Yunani, yang menyatakan bahwa setiap orang bebas

42AbdulkadirMuhammad. op.cit., hal. 95.

(37)

untuk memperoleh apa yang dikehendakinya, dalam Hukum Perjanjian falsafah ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak” dan hal ini menurut teori laissez fair, dianggap sebagai the invisible hand, karenanya pemerintah tidak boleh mengadakan intervensi, paham individualism member peluang yang luas bagi golongan yang lemah. Dengan kata lain, pihak yang kuat menentukan kedudukan yang lemah.43

Asas kebebasan berkontrak (partij autonomi, freedom of contract, contractvrijheid) yang mengakibatkan sistem hukum perjanjian terbuka.

Peraturan-peraturannya bersifat melengkapi (anvullen, regulatory). Kebebasan berkontrak artinya bebas menentukan isi perjanjian dan dengan siapa mengadakan perjanjian. Asas kebebasan berkontrak bersifat universal yang merujuk pada adanya kehendak yang bebas dari setiap orang yang membuat kontrak atau tidak membuat kontrak, pembatasannya hanyalah untuk kepentingan umum dan di dalam kontrak itu harus ada keseimbangan yang wajar.44

- Dari segi kepentingan umum;

Dalam perkembangannya asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit dilihat dari beberapa segi yaitu :

- Dari segi perjanjian baku (standar); dan

- Dari segi perjanjian dengan pemerintah (Perjanjian Publik).

2) AsasKonsensualisme

Asas ini menentukan perjanjian dan dikenal baik dalam sistem hukum Civil Law maupun Common Law. Dalam KUH Perdata asas ini disebutkan pada Pasal 1320 yang mengandung arti “kemauan atau will” para pihak untuk saling

43I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 45

44Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga Yurisprudensi, Doktrin serta Penjelasan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hal. 84

(38)

berpartisipasi mengikatkan diri. Asas konsensualisme menekankan suatu janji lahir pada detik terjadinya consensus (kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak) mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian.

Apabila perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka bukti tercapainya konsensus adalah saat ditandatanganinya perjanjian itu oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Namun, tidak semua perikatan tunduk dengan asas ini, karena terhadapnya ada pengecualian yakni terhadap perjanjian formal (hibah, perdamaian) serta perjanjian riil (pinjam pakai, pinjam-meminjam).45

3) AsasKepribadian

Asas ini diatur dalam Pasal 1315 jo. Pasal 1340 KUH Perdata, dimana Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi :

“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain daripada untuk dirinya sendiri.”

Sedangkan menurut Pasal 1340 KUH Perdata :

“Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya….”

Karena suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi yang mengadakan perjanjian itu sendiri, maka pernyataan tersebut dapat dikatakan menganut asas kepribadian dalam suatu perjanjian. Namun demikian, tidak semua perjanjian tunduk pada asas ini karena adanya pengecualian yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :

“Lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna untuk kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu.”

4) AsasKeseimbangan

45I Ketut Oka Setiawan, op. cit., hal. 46

(39)

Asas ini mengkehendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian tersebut secara seimbang. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut prestasi, bila perlu melalui kekayaan debitur, tetapi ia juga berkewajiban melaksanakan janji itu dengan itikad baik. Dengan demikian, terlihat hak kreditur kuat yang diimbangi dengan kewajiban memperhatikan itikad baik sehingga kreditur dan debitur keduanya seimbang.

5) AsasKepastianHukum

Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga mengandung kepastian hukum. Hal ini tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1).

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

6) Asas Moral

Asas ini dapat dijumpai dalam perbuatan sukarela dari seseorang seperti zaakwaarneming yang diatur dalam Pasal 1354 KUH Perdata dan dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang member motivasi kepada pihak-pihak untuk melaksanakan perjanjian berdasarkan “kesusilaan” (moral) sebagai panggilan dari hati nuraninya.46

7) AsasKepatutan

Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang antara lain menyebutkan bahwa :

“Perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan…..”

Asas ini selayaknya tetap dipertahankan karena melalui asas kepatutan ini dapat diketahui bahwa hubungan para pihak ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

46MariamDarusBadrulzaman, op.cit., hal. 91

(40)

8) Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia sebagai ciptaan Tuhan.47

4. Jenis-jenis Perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa jenis-jenis perjanjian sebagai berikut :

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli

2. Perjanjian Cuma-Cuma (Pasal 1314 KUHPerdata)

Pasal 1314 : “Suatu persetujuan yang dibuat dengn Cuma-Cuma atau beban, suatu persetujuan dengan Cuma-Cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

Suatu persetujuan atas beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu”.

Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah.

3. Perjanjian Atas Beban

47Mariam Draus Badrulzaman,Kompilasi Hukum Perikatan,Bandung: PT. Citra Adytia Bakti,Tahun 2016, hal.88

(41)

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan diantara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

4. Perjanjian Bernama

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasrkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdpat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

5. Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemde overeenkomst)

Diluar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak tidak bernama, yaitu perja njian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjnjian ini tidak terbatas dengan nama yang di sesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengeloalaan. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi.

6. Perjanjian Obligatior

Perjanjian obligatior adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatykan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus di ikuti dengan perjanjian penyerahan ( perjanjian kebendaan ).

(42)

7. Perjanjian kebendaan ( zakelijk )

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban ( oblige ) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer). Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal perjanjian jual beli benda tetap , maka perjanjian jul belinya disebutkan juga perjanjian jual beli sementara (voorlopig koopcontract) untuk perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligatior dan perjanjian kebendaanya jatuh bersamaan.

8. Perjanjian Konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata).

9. Perjanjian Riil

Di dalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPerdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPerdata),perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil. Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil ini adalah sisa dari hukum romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu di ambil alih oleh hukum perdata kita

10. Perjanjian Liberatior

Perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtshelding) Pasal 1438KUHPerdata

(43)

11. Perjanjian Pembuktian (bewijsovereenkomst)

Perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

12. Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian yang objeknya di tentukn kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 KUHPerdata.

13. Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Di antara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan, (subordinated) jadi tidak berada dalam kdudukan yang sama (co- ordinated), misalnya perjnjian ikatan dinas.

14. Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis)

Perjanjian campuran ialah peerjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula menyajikan makanan (jual beeli) dan juga memberikan pelayanan. 48 5. Unsur-unsur dalam Perjanjian

Suatu perjanjian memiliki unsur yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur essensialia dan bukan essensialia. Terhadap yang disebutkan belakangan ini terdiri atas unsur naturalia dan accidentalia:49

1. UnsurEssensialia

Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak pernah ada. Contohnya

48Mariam Darus Baddrulzaman dkk,Kompilasi Hukum Perikatan,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,Tahun 2016 :hal. 66

49I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2016, hal. 43

(44)

tentang “sebab yang halal”, merupakan essensialia akan adanya perjanjian. Dalam jual beli, harga dan barang yang disepakati oleh penjual dan pembeli merupakan unsur essensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan unsur essensialia. Begitu pula dalam bentuk tertentu merupakan unsur essensialia dalam perjanjian formal.

2. UnsurNaturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi para pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan undang-undang bersifat mengatur atau menambah (regelend atau aanvullendrecht). Misalnya kewajiban penjual menanggung biaya penyerahan atau kewajiban pembeli menanggung biaya pengambilan. Hal ini diatur dalam Pasal 1476 KUH Perdata :

“Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul si pembeli.”

Anak kalimat dari pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang (hukum) mengatur berapa kebolehan bagi pihak (penjual dan pembeli) menentukan kewajiban mereka berbeda dengan yang disebutkan dalam undang- undang itu. Begitu juga kewajiban si penjual menjamin (vrijwaren) aman hukum dan cacat tersembunyi kepada si pembeli atas barang yang dijualnya itu. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata.50

3. UnsurAccidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-undang (hukum) sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian jual beli benda-benda pelengkap tertentu bisa ditiadakan.

50Ibid., hal. 44

(45)

Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “suatu persetujan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”, sehingga menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya menyatakan unsur-unsur perjanjian sebagai berikut:51

a. Ada pihak-pihak

Dalam suatu perjanjian paling tidak terdapat pihak-pihak yang mana pihak- pihak inilah yang kemudian disebut dengan subjek perjanjian. Subjek perjanjian ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum. Dalam melaksanakan suatu perjanjian para subjek hukum ini haruslah orang-orang yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Orang-orang yang dibawah umur, orang yang tidak waras dianggap tidak cakap hukum sehingga orang tersebut dianggap tidak boleh melaksanakan perjanjian.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Perjanjian baru disebut berlaku apabila terdapat persetujan diantara para pihak. Persetujuan disini bersifat tetap, bukan lagi disebut sebagai proses sedang berunding. Adapun yang dimaksud dengan berunding adalah tindakan-tindakan pendahuluan untuk menuju kepada adanya persetujuan. Dalam hal ini, persetujuan tersebut ditunjukkan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, maksudnya adalah apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya. Dalam perundingan tersebut hal-hal yang dibahas umumnya tentang syarat-syarat dan mengenai objek perjanjian. Dengan disetujuinya oleh masing- masing pihak tentang syarat-syarat dan objek perjanjian itu, maka timbullah persetujan dan persetujuan ini yang kemudian menjadi salah satu syarat sahnya suatu perjanjian.

51AbdulkadirMuhammad, op.cit,hal. 79.

(46)

c. Ada tujuan yang dicapai

Setiap perjanjian yang lahir tentunya memiliki tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak itu, yang mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi apabila mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan

Lahirnya suatu perjanjian mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan suatu prestasi.Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya dalam hal jual-beli pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.Dalam Hukum Perdata prestasi diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata.

e. Ada bentuk tertentu

Dalam melaksanakan suatu perjanjian, bentuk dari perjanjian tersebut harus ditentukan, karena ada ketentuan undang-undang yang menyatakan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Biasanya bentuk tersebut dibuat berupa akta. Selain perjanjian yang dibuat secara tertulis, ada juga perjanjian yang dibuat secara lisan, yaitu hanya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya yang dapat dipahami oleh pihak-pihak itu dirasa sudah cukup, kecuali para pihak yang menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta).

Referensi

Dokumen terkait

Disisi lain, daerah tertinggal seperti Desa Temajuk Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat yang secara langsung berada di

Keragaman jenis hutan mangrove secara umum relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan hutan mangrove yang secara

Dalam berkomunikasi di Internet/antar jaringan komputer dibutuhkan gateway / router sebagai jembatan yang menghubungkan simpul-simpul antar jaringan sehingga paket data bisa

dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis. Penjelasan diatas dimaksudkan

Pesatnya kemajuan dalam TIK telah mengakibatkan perubahan pandangan terhadap pembelajaran, yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3)

Ibnu Taimiyyah menguraikan, “Mencaci adalah penghinaan dan pelecehan sementara tunduk kepada perintah berarti memuliakan dan menghargai, maka mustahil qalbu menghina

Serta penelitian dari Junaidi dan Noviyanda (2016) di Banda Aceh diketahui bahwa murid yang konsumsi fast food nya berada pada kategori sering, mempunyai risiko 3,667 kali

Pembangunan sistem pakar pengobatan penyakit menggunakan obat tradisional suku Dayak yang diharapkan dapat membantu masyarakat untuk melakukan diagnosis berdasarkan gejala