• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan analisis kelembagaan, analisis deskriptif kualitatif, dan analisis biaya dan manfaat. Pengolahan dan analisis data dimulai dengan pengelompokkan data dan pembuatan tabel sesuai keperluan. Matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian evaluasi penerapan ekolabel ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Identifikasi keragaan kelembagaan.

Wawancara mendalam (depth interview) dengan key person dari masing-masing unit manajemen hutan rakyat. Analisis kelembagaan. 2 Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sertifikasi PHBML.

Hasil kuesioner pada petani hutan yang menjadi sampel dalam penelitian.

Analisis deskriptif kualitatif.

3 Identifikasi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan sertifikasi PHBML.

Hasil kuesioner pada petani hutan yang menjadi sampel dalam penelitian dan wawancara mendalam dengan key person.

Analisis deskriptif kualitatif dan analisis biaya manfaat.

4.4.1 Keragaan Kelembagaan

Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi keragaan kelembagaan merupakan data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan key person dari masing-masing unit manajemen. Data ini diolah dengan menggunakan

analisis kelembagaan berdasarkan beberapa indikator keragaan kelembagaan yang diperoleh dari studi literatur. Indikator-indikator yang digunakan adalah institusi; norma tingkah laku; peraturan dan penegakan aturan/ hukum; aturan dalam masyarakat; kode etik; hak milik (property rights atau tenureship); organisasi; dan insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diinginkan.

4.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sertifikasi PHBML Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sertifikasi PHBML adalah data primer yang diperoleh melalui pengisian kuesioner pada petani hutan mengenai alasan keikutsertaan dalam program sertifikasi PHBML. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis data hanya dilakukan dengan analisis kualitatif dan tidak menggunakan analisis ekonometrika seperti halnya analisis faktor-faktor pada umumnya karena identifikasi faktor dibatasi berdasarkan motivasi keikutsertaan petani dalam PHBML.

4.4.3 Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan dari Penerapan Sertifikasi PHBML

Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mengenai dampak-dampak yang dirasakan oleh petani setelah penerapan sertifikasi dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Data primer mengenai persepsi petani hutan mengenai kondisi aktual dalam aspek dampak ekonomi kualitatif, sosial, dan lingkungan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan indikator

yang diperoleh dari penelitian terdahulu. Indikator dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang digunakan dalam kuesioner dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Indikator Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Dampak Sosial Dampak Ekonomi Dampak Lingkungan

1. Klarifikasi hak milik lahan dan solusi konflik.

2. Partisipasi dan kesadaran komunitas akan manfaat pengelolaan hutan.

3. Peningkatan kapasitas petani. 4. Peningkatan peran serta

dalam pengelolaan hutan lestari karena adanya peningkatan pengetahuan. 5. Penguatan kelembagaan:

Pengembangan kelembagaan hutan rakyat dan ekonomi.

1. Premium price.

2. Penambahan volume penjualan. 3. Penetrasi ke pasar baru. 4. Eksistensi di pasar lama. 5. Posisi tawar petani hutan

rakyat.

6. Peningkatan pendapatan petani. 7. Memperpendek rantai

distribusi.

1. Konservasi biodiversitas. 2. Fungsi ekologis hutan. 3. Sumber mata air/DAS

(fungsi hidrologis).

Sumber: Simula et al (2005) dan Daniyati (2009)

Gambaran mengenai dampak ekonomi sertifikasi terhadap petani hutan dilakukan melalui analisis dengan menggunakan alat analisis biaya dan manfaat pada salah satu unit manajemen hutan rakyat, yakni FKPS Selopuro. Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar biaya sertifikasi berdampak terhadap manfaat dan biaya petani hutan rakyat dalam pengusahaan hutan rakyat. Analisis biaya dan manfaat ini dilakukan dengan menggunakan dua skenario, yakni tanpa biaya sertifikasi PHBML dan dengan biaya sertifikasi. Skenario pertama adalah skenario yang terjadi pada kondisi saat ini dimana sertifikasi PHBML yang diperoleh unit manajemen hutan rakyat tersertifikasi dilakukan atas bantuan dana dari lembaga donor sehingga tidak ada pembebanan biaya terkait sertifikasi. Skenario kedua adalah skenario yang mungkin dihadapi oleh unit manajemen hutan rakyat jika unit manajemen harus

membayar sertifikasi dengan biaya sendiri. Aspek premium price tidak dimasukkan ke dalam skenario karena pada kenyataannya premium price ini sulit untuk diperoleh.

Kedua skenario dihitung dalam periode 20 tahun dengan mempertimbangkan umur ekonomis berdasarkan Annual Allowable Cut (AAC) dari tanaman jati dan mahoni yang merupakan tanaman dominan. Tanaman jati dan mahoni ini akan ditebang habis pada akhir tahun ke-20. Pada saat penebangan akhir, harga kayu yang digunakan adalah harga kayu jenis UD panjang dengan diameter 25-28, dimana harga jati Rp 800.000/ pohon dan harga mahoni Rp 400.000/ pohon. Harga pembelian kayu oleh bakul di tingkat petani menggunakan harga per pohon (borongan) bukan menggunakan sistem kubikasi. Kubikasi memang dilakukan oleh bakul tetapi hal ini digunakan sebagai taksiran bakul untuk memperkirakan harga jual kembali kepada pengepul.

Analisis biaya dan manfaat ini menggunakan tingkat suku bunga 5,75% yakni merupakan tingkat suku bunga deposito karena biaya pengelolaan hutan rakyat diperoleh dari modal pribadi dan tidak meminjam kepada Bank. Biaya investasi yakni berupa lahan hutan rakyat tidak diperhitungkan dalam analisis dengan mempertimbangkan lahan yang dikelola merupakan lahan warisan sehingga petani tidak melakukan pembelian lahan. Analisis ini juga dipertimbangkan dua jenis lahan hutan rakyat, yakni lahan pekarangan dan ladang, dan dua pola penanaman yang dilakukan oleh petani hutan di lahan ladang, yakni pola kayu dan pola tumpangsari antara tanaman pertanian dengan tanaman kayu sebagai tanaman tepi. Perbandingan penerapan pola kayu dengan pola tumpangsari diasumsikan sebesar 60% banding 40% dan perbandingan ini juga mempengaruhi perhitungan dalam analisis.