• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV METODE PENELITIAN

4.5. Metode Pengolahan Data

Data yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah berikut:

1. Pengeditan, semua data yang diperoleh di lapang akan diedit. Tujuan dari pengeditan adalah untuk memilih semua data dan informasi yang diperoleh berdasarkan kerangka formulasi yang telah ditetapkan.

2. Tabulasi, langkah ini bertujuan untuk menyajikan data-data dalam bentuk tabel dan gambar untuk mempermudah penyajian dan interpretasi data-data tersebut.

3. Interpretasi bertujuan menghubungkan semua variable yang telah ditetapkan dalam kerangka pemikiran yang akan digunakan dengan hasil penelitian yang diperoleh.

Dalam melakukan penelitian ini, digunakan metode analisis deskriptif (descriptive analysis) dan metode regresi logistik. Pengolahan data menggunakan microsoft excel 2007 dan SPSS 16.

21 4.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk membuat gambaran sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta- fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 2005).

Analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pertama adalah pemberian kuesioner kepada responden, mentabulasikan semua jawaban responden berdasarkan kuesioner, dan melakukan analisis berdasarkan hasil yang diperoleh dari pentabulasian. Metode ini akan memberikan keluaran berupa data karakteristik responden.

4.5.2. Metode Regresi Logistik

Analisis regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi. Regresi logistik adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan sejumlah variabel bebas. Pada model regresi logistik variabel tak bebasnya bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai yang diskontinu 1 dan 0 (Juanda. Regresi logistik merupakan suatu model dimana respon variabel terikat (Y) bersifat memihak kepada 1 dari 2 atau lebih pilihan yang ada. Model logit juga menggambarkan bagaimana peluang atau kemungkin terpilihnya salah satu dari sejumlah pilihan yang tersedia. Variabel terikat (Y) dibuat dalam bentuk dummy (0,1,2,3,...).

Nilai variabel tak bebas dari model logistik antara 0 dan 1, bentuk fungsi

dari model logistik adalah : ln =  + x + .

P adalah nilai peluang dari variabel tak bebas yang nilainya biner, yaitu 0 dan 1.

Nilai P diperoleh dari : Y= Prob(Y=1) = ( )

Sebaran peluang yang digunakan dalam fungsi logit adalah sebaran logistik, sehingga nilai harapan bersyarat Y jika diketahui X adalah:

E (YX) = π (X) = - (()) dengan g(X) = ln ( )

( )

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel respon adalah persepsi konsumen terhadap produk susu kambing yang dibagi menjadi dua kategori yaitu,

22 konsumen tertarik memberikan susu kambing kepada anak balitanya (1) dan konsumen tidak tertarik memberikan susu kambing kepada anak balitanya (0).

Variabel bebas yang mempengaruhi persepsi konsumen untuk tertarik memberikan produk susu kambing kepada anak balitanya adalah variabel persepsi. Kotler (2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen ke dalam kategori budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor pribadi atau karakteristik pribadi individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen. Karakteristik tersebut meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan lain-lain. Dalam Sumarwan (2002) perbedaan karakteristik menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik ini akan mempengaruhi respon individu terhadap lingkungannya secara konsisten.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka salah satu faktor yang diduga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk susu kambing adalah karakteristik konsumen. Adapun beberapa karakteristik konsumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia, tingkat pengeluaran, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan.

Variabel lain yang diduga dimasukkan ke dalam pengolahan analisis regresi logistik ini yaitu persepsi terhadap produk susu kambing. Pengukuran persepsi suatu produk biasanya dilihat dari atribut yang terdapat pada produk tersebut, seperti harga, rasa, aroma, kandungan gizi, dan kemudahan memperoleh suatu produk.

Hipotesa dari ketujuh variabel yang akan dianalisis adalah: 1. Usia

Perbedaan usia diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap persepsi konsumen terhadap produk susu kambing. Hal ini terkait dengan tingkat kepercayaan, pengetahuan, selera dan kesadaran nilain pemberian suatu produk. Usia berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang, sehingga semakin bertambah usia, konsumen akan cenderung memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibanding usia yang lebih muda. Dengan demikian diduga bahwa usia yang lebih tua akan memiliki persepsi yang lebih

23 baik terhadap produk susu kambing. Pengelompokkan usia konsumen adalah berdasarkan besarnya sebaran usia responden.

2. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan konsumen diduga akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk susu kambing. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, dan cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu hal. Konsumen yang memiliki pendidikan lebih baik akan lebih responsif terhadap informasi dan mempengaruhi konsumen dalam pemilihan suatu produk (Sumarwan, 2002). Sehingga diduga, semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen akan mempengaruhi persepsi yang baik terhadap produk susu kambing. Pengelompokkan tingkat pendidkan konsumen adalah berdasarkan latar belakang pendidikan konsumen, yaitu: tamatan SD (0), SMP (1), SMA/Sederajat (2), Diploma (3), Sarjana (4) , dan Pasca Sarjana (5)

3. Status pekerjaan

Status pekerjaan merupakan salah satu variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang. Konsumen yang berada pada kelas yang sama akan menunjukkan persamaan dalam persamaan nilai-nilai yang dianut, gaya hidup, dan perilaku karena kelas sosial akan mempengaruhi apa yang dikonsumsi oleh seorang konsumen (Sumarwan, 2002). Variabel status pekerjaan dikategorikan menjadi Ibu rumah tangga (0), pegawai negeri (1), dan non-pegawai negeri (2).

4. Tingkat pengeluaran

Besarnya pengeluaran keluarga yang dikeluarkan per bulan diduga akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk susu kambing. Besarnya pengeluaran konsumen dapat menggambarkan tingkat pendapatan yang diperoleh. Semakin besar tingkat pendapatan konsumen akan mempermudah konsumen untuk membeli berbagai kebutuhan hidup, tidak hanya kebutuhan primer dan sekunder saja. Sehingga diduga, semakin besar tingkat pengeluaran akan mempengaruhi persepsi yang baik terhadap produk susu kambing. Variabel tingkat pengeluaran dikategorikan menjadi rendah (0),

24 sedang (1), dan tinggi (2). Pengelompokkan tingkat pengeluaran konsumen adalah berdasarkan besarnya sebaran tingkat pengeluaran responden

5. Pengalaman mengkonsumsi produk susu kambing

Pengalaman mengkonsumsi susu kambing diduga mempengaruhi tingkat pengetahuan konsumen terhadap produk susu kambing. Semakin banyak pengetahuan konsumen mengenai produk susu kambing, maka cenderung akan memiliki persepsi yang positif terhadap produk susu kambing. Variabel pengalaman mengkonsumsi susu kambing dikategorikan menjadi belum pernah (0), dan pernah (1).

6. Tingkat persepsi responden terhadap produk susu kambing

Tingkat persepsi diduga akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pemberian produk susu kambing kepada anak balitanya. Semakin baik persepsi seseorang, maka kemungkinan akan melakukan pemberian produk susu kambing kepada anak balitanya. Variabel tingkat persepsi terhadap produk susu kambing dikategorikan menjadi persepsi buruk (0) dan persepsi baik (1)

Dengan demikian model regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepi responden terhadap produk susu kambing dengan variabel tak bebas (Y), yaitu persepsi baik (1) atau persepsi buruk (0). Dengan demikian model regresi logistik pada penelitian ini adalah:

P

i

=

( .… )

Setelah ditransformasikan kedalam logit menjadi: Logit (

P

i

) = Ln [P

i

/ (1- P

i

)]

=

β0 + β1X1 +β2X2 +β3X3 +β4X4 +β5X56X6

= β0 +β1 Usia +β2 Tingkat pengeluaran +β3 Tingkat pendidikan + β4 Status pekerjaan + β5 Pengalaman mengkonsumsi

Dimana:

β0 = intercept X1 = Usia

X2 = Tingkat pendidikan; rendah (0), SD (0), SMP (1), SMA/Sederajat (2), Diploma (3), Sarjana (4) , dan Pasca Sarjana (5)

25 X3 = Status pekerjaan; ibu rumah tangga (0) pegawai negeri (1)

dan non-pegawai negeri (2)

X4 = Tingkat pengeluaran; rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2)

X6 = Pengalaman mengkonsumsi susu kambing; belum pernah (0), pernah (1) Β0 = Konstanta

B1-6 = Koefisien variabel bebas atau parameter yang akan diestimasi (logits) Sedangkan untuk model regresi logistik sikap ibu rumah tangga untuk memberikan konsumsi susu kambing kepada anaknya adalah sebagai berikut:

P

i

=

( .… )

Setelah ditransformasikan kedalam logit menjadi: Logit (

P

i

) = Ln [P

i

/ (1- P

i

)]

=

β0 + β1X1 +β2X2 +β3X3 +β4X4 +β5X5 +β6X6

= β0 +β1 Usia +β2 Tingkat pengeluaran +β3 Tingkat pendidikan + β4 Status pekerjaan + β5 Pengalaman mengkonsumsi + β6Tingkat persepsi

Dimana:

β0 = intercept X1 = Usia

X2 = Tingkat pendidikan; SD (0), SMP (1), SMA/Sederajat (2), Diploma (3), Sarjana (4) , dan Pasca Sarjana (5)

X3 = Status pekerjaan; ibu rumah tangga (0) pegawai negeri (1) dan non-pegawai negeri (2)

X4 = Tingkat pengeluaran; rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2)

X5 = Pengalaman mengkonsumsi susu kambing; belum pernah (0), pernah (1) X6 = Tingkat persepsi; persepsi buruk (0), persepsi baik (1)

Β0 = Konstanta

B1-6 = Koefisien variabel bebas atau parameter yang akan diestimasi (logits)

Dari keenam variabel diatas, terdapat enam data kategori yang termasuk data nominal dan ordinal, yaitu tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengeluaran, kategori tempat tinggal, pengalaman mengkonsumsi susu kambing,

26 dan tingkat persepsi terhadap produk susu kambing. untuk variabel usia tidak dilakukan pengkategorian karena usia responden relatif berdekatan.

4.5.2.1. Evaluasi Model Dugaan

Menurut Juanda (2009), perlu dilakukan uji signifikansi model regresi logistik dugaan dan uji signifikansi masing-masing variabel independent untuk memeriksa apakah model secara statistic signifikan, serta variabel independent apa saja yang berpengaruh signifikan terhadapa variabel dependent.

1) Uji Signifikansi Model Regresi Logistik Dugaan

Untuk menyimpulkan apakah model signifikan, dilakukan melaui uji hipotesa statistik, yang dinyatakan sebagai,

H0: β1=β2=…= βj=…= βk=0 (model dugaan tidak signifikan) H1: Minimal ada satu βj 0 (model dugaan signifikan)

Untuk menguji hipotesa tersebut, digunakan statistic uji likehood ratio berikut ini,

=

−2

(

)

Dimana, Ln adalah logaritma dengan basis bilangan natural (e). Statistik G menyebar mengikuti sebaran Chi-square (X2) dengan derajat bebas=df=k. Pada output computer tersaji pula nilai P, dimana P=Peluang (X2df=dk>G). Apabila P<α atau G>X2(df=k)α maka disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata α.

2) Uji Signifikansi Masing-masing Variabel Independent (Xj)

Apabila dari uji sebelumnya, disimpulkan bahwa model dugaan signifikan, maka perlu ditelusuri lebih lanjut variabel independent mana yang pengaruhnya signifikan terhadap variabel dependent. Untuk itu, dilakukan melalui uji hipotesa statistik berikut ini,

H0: βj=0 (variabel Xj tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel respon) H1: βj 0 (variabel Xj berpengaruh signifikan terhadap variabel respon) Statistik uji Wald di bawah ini, digunakan untuk menguji hipotesa tersebut.

Wj=

[

( )

]

Dimana,

27 bj = Koefisien model dugaan untuk variabel independent Xj SECoef (bj) = Simpangan baku koefisien Xj

Statistik Wj menyebar mengikuti sebaran normal baku (Z). Jika P<α atau | | Zα/2 maka disimpulkan tolak H0pada tarafnyata α.

4.5.2.2 Nilai Odds Ratio

Ukuran yang sering digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas dalam model logistic adalah nilai odds ratio (Ψ). Adapun nilai odds ratio untuk predictor Xj adalah sebagai berikut:

a) Untuk Xj dalam bentuk variabel dummy

Odds ratio untuk Xj = =

⋯ ( ) ⋯

⋯ ( ) ⋯

=

Artinya, peluang sukses kategori Xj=1 besarnya kali lipat dibandingkan

Xj=0, cateris paribus.

b) Untuk Xj dalam bentuk matriks

Odds ratio untuk Xj = =

⋯ ( ) ⋯

⋯ ( ) ⋯

=

Artinya, bila Xj bertambah satu satuan Xj,maka peluang suksesnya kali lipat

dibandingkan sebelumnya, cateris paribus.

Nilai odds ratio berkisar antara nol hingga tak hingga. Adapun nilai odds ratio dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu:

a) Bila bj bertanda positif, maka odds ratio akan bernilai lebih dari satu, yang artinya Xj berpengaruh positif terhadap variabel respon sukses.

b) Bila bj bertanda negatif, maka odds ratio akan bernilai antara satu dan nol, yang artinya Xj berpengaruh negatif terhadap variabel respon sukses.

c) Bila bj bernilai nol, maka odds ratio akan bernilai satu, yang artinya Xj tidak berpengaruh terhadap variabel respon sukses.

28 4.5.3 Rentang Skala

Dalam analisis tingkat persepsi responden terhadap produk susu kambing, transformasi data dilakukan dengan menggunakan statistika deskriptif berupa nilai rata-rata jumlah skor yang didapat dari hasil wawancara responden. Pada pertanyaan mengenai bauran pemasaran aspek produk, harga dan lokasi penjualan skor diukur dengan nilai antara 1 (sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju). Sedangkan pada pertanyaan mengenai bauran pemasaran aspek promosi dan aspek psikologis skor diukur dengan nilai antara 1 (sangat setuju) hingga 5 (sangat tidak setuju). Setelah itu, data skor diatur dalam rentang skala yang besar interval kelasnya sama. Rentang skala dicari setelah jumlah kelas ditentukan. Simamora (2005) menyebutkan persamaan untuk mencari besar interval kelas yaitu:

Rs = (m-n)/b

Dimana: Rs = Rentang skala

m = skor tertinggi pada skala n = skor terendah pada skala

b = jumlah kelas atau kategori yang kita buat

Dalam analisis tingkat persepsi terhadap produk susu kambing, nilai maksimum adalah 4, nilai minimum 1 dengan jumlah kelas adalah 2 (baik dan buruk). Maka perhitungannya : (4-1)/2 = 1,5

skor 1-2,5 = persepsi buruk skor 2,5-4 = persepsi baik

4.6. Definisi Operasional

1. Responden adalah orang pada saat dilakukan penelitian yang bersedia untuk diwawancara dan mengisi kuesioner.

2. Karakteristik Konsumen adalah gambaran sosial yang melekat pada konsumen dalam hal ini meliputi: usia, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran dan jenis pekerjaan

3. Usia adalah rentang waktu responden dari lahir hingga saat ini.

4. Tingkat Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang telah ditempuh responden.

29 5. Jenis Pekerjaan adalah pencaharian yg dijadikan pokok penghidupan atau

sesuatu yang dilakukan untuk mendapat nafkah responden saat ini.

6. Tingkat Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden selama satu bulan terakhir.

7. Persepsi Konsumen adalah cara pandang konsumen terhadap produk susu kambing.

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5. 1. Letak Geografis Kota Depok

Kota Depok secara geografis terletak diantara 106043’00” BT - 106055’30” BT dan 6019’00” - 6028’00”. Kota Depok berbatasan langsung dengan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan dan wilayah khusus ibukota Jakarta di sebelah utara, Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor di sebelah timur, Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor di sebelah selatan, kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor di sebelah barat. Letak Kota Depok sangat strategis diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini meyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang terhubung dengan kota-kota lainnya.

Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah - perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.

Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.

Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi RT-RW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok.

Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan

31

kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun 2000.

Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005. Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005.

5.2. Keadaan Demografi Kota Depok

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Depok sementara adalah 1.738.570 orang, yang terdiri atas 880.816 laki-laki dan 857.754 perempuan. Luas wilayah Kota Depok hanya 200,29 Km2, maka kepadatan penduduk Kota Depok adalah 8.680 jiwa/Km2. Tingkat kepadatan tersebut tergolong padat, apalagi dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Secara umum Kota Depok memiliki Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) tahun 2004-2008 adalah sebesar 4.65 %. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk ini berdasarkan jumlah penduduk yang tercatat dan terdata pada Kecamatan Dalam Angka Kota Depok. Perumbuhan penduduk ini dipengaruhi selain oleh pertambahan alamiah penduduk (kelahiran), juga dipengaruhi oleh besarnya “migrasi” penduduk luar yang masuk Kota Depok (diakibatkan pengisian perumahan formal yang dibangun di wilayah Kota Depok). Mengenai perkembangan penduduk dan nilai Laju Pertumbuhan Penduduk dapat dillihat pada Lampiran 2.

Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober-Maret. Kota Depok memiliki temperatur dan kelembaban rata-rata masing-masing sebesar 24,30 - 330 Celsius dan 25 persen.

32

5.3. Keadaan Ekonomi Kota Depok

Kota Depok semakin memantapkan diri sebagai “Urban City” yang dicirikan dengan struktur perekonomian yang dominan yaitu sektor sekunder (industri) dan tersier (perdagangan, hotel dan restoran). Hal ini dijlelaskan pada nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kota Depok tahun 2003-2007, menurut harga berlaku sektor yang tinggi adalah industri ( 37.03 %), kemudian sektor perdagangan yaitu sebesar 33.67 %.

Dari data tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kedua sektor tersebut (industry dan perdagangan) merupakan sektor yang mendominasi struktur perekonomian Kota Depok. Jika dilihat dari struktur ekonomi Kota Depok yang dominan adalah industri, hal ini didukung dengan kebijakan RTRW Jawa Barat 2025 yang menetapkan Kota Depok sebagai Metropolitan Bodebek (Bogor- Depok-Bekasi) dengan fungsinya sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional). Kawasan andalan Bodebek dalam tata ruang Provinsi Jawa Barat diarahkan agar mempunyai keunggulan dalam bidang industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, sumber daya manusia yang mempunyai keterkaitan dengan sumber daya lokal, berdaya saing, berorientasi ekspor dan ramah lingkungan. Besarnya sektor industri dalam memberikan kontribusi bagi PDRB Kota Depok, menyebabkan kegiatan industri tetap diarahkan untuk dipacu pertumbuhannya, sehingga perkembangan sektor ini akan terus meningkat. Perkembangan industri di Kota Depok didukung oleh faktor kebijakan yang mengarahkan Kota Depok memiliki keunggulan di bidang industri, selain itu didukung pula oleh faktor sumber daya manusia, dan pemasarannya.

5.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok

Salah satu faktor pendukung guns terciptanya perencanaan pembangunan perekonomian yang baik adalah tersedianya data statistik yang dapat dijadikan bahan evaluasi hasil pembangunan yang telah dicapai dan sebagai pereancanaan dimasa yang akan datang. Salah satu data yang dibutuhkan, terutama dibidang ekonomi adalah data Produk Domestik Bruto (PDRB).

Penyajian PDRB atas dasar harga konstan mencerminkan perubahan PDRB tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga yang biasanya cenderung

33

meningkat dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ekonomi kota Depok tahun ini naik dengan melambat yaitu sebesar 6,42 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok masih diatas laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang sebesar 5,83 persen atau 0,59 poin lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

Selama periode tahun 2008, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung atas dasar harga berlaku di Kota Depok mencapai Rp. 12.542.499,04 juta atau mengalami peningkatan sebesar 18,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 10.599.147,15,-juta. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,42 persen dari Rp 5.422.760,39,- juta tahun 2007 menjadi Rp 5.770.827,64,- juta pada tahun 2008

5.3.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita

Indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik. Oleh karena pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar (transfer out) serta pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk (transfer in) yang merupakan komponen penghitungan pendapatan regional, belum dapat dihitung mab yang dapat disajikan hanya PDRB perkapita. Nilai PDRB perkapita diperoleh dari nilai PDRB dibagi penduduk pertengahan tahun. Nilai ini menunjukkan rata-rata banyaknya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk daerah tersebut. Nilai ini sangat tergantung dari jumlah penduduk pertengahan tahun, artinya jika jumlah penduduk daerah tersebut banyak, maka PDRB perkapita yang menjadi kecil, sebaliknya jika daerah tersebut berpenduduk sedikit, maka PDRB perkapita menjadi besar.

PDRB perkapita Kota Depok atas dasar harga berlaku menunjukkan kenaikan dari Rp 7.318.250,87 pada tahun 2007 menjadi Rp 8.369.131,29 pada tahun 2008 atau meningkat 14,36 persen. Kendati demikian peningkatan PDRB perkapita di atas masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli

34

masyarakat Kota Depok secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB perkapita yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.

Untuk memantau perkembangan daya beli masyarakat secara riil bisa digunakan PDRB perkapita yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan. PDRB perkapita Kota Depok yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dari Rp 3.744.180,58 pada tahun 2007 menjadi Rp 3.850.653,21 pada tahun 2008 atau naik 2,84 persen. Berikut Grafik pertumbuhan ekonomi Kota Depok

Gambar 4. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok tahun 2004-2008 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2010

Pertumbuhan ekonomi Kota Depok menggambarkan adanya peningkatan daya beli masyarakat. Perkembangan daya beli masyarakat yang terjadi dan serta didukung dengan pertumbuhan penduduk Kota Depok dapat menjadi indikasi adanya peluang yang terbuka untuk mengembangkan usaha susu kambing sebagai alternatif susu bagi anak balita.

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga

Penelitian terhadap karakteristik Ibu rumah tangga diperlukan untuk menganalisis gambaran umum dari Ibu rumah tangga di Kota Depok. Ibu rumah tangga yang digunakan untuk menjadi responden dalam penelitian ini adalah Ibu rumah tangga yang pada saat penelitian memberikan konsumsi susu kepada anak balitanya. Karakteristik umum responden dijelaskan oleh variabel usia, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran. Variabel tersebut kemudian akan ditabulasikan berdasarkan persentase dari keseluruhan jumlah responden.

6.1.1. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Usia Usia merupakan karakteristik demografi yang penting untuk diketahui, karena perbedaan usia mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu produk (Sumarwan 2002). Usia dibagi berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh BPS pada tahun 2010. Data usia dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Usia Tahun 2011 Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 20-24 3 5 25-29 24 40 30-34 21 35 35-39 10 16,67 40-44 2 3,33 Total 60 100

Dari hasil penelitian diketahui mayoritas usia responden berada di rentang