I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Subsektor peternakan telah mengalami peningkatan kinerja dari tahun ke
tahun. Salah satu acuan dalam melihat kinerja suatu sektor adalah Produk
Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2006 Badan Pusat Statistik mencatat
subsektor peternakan memiliki kontribusi sebesar 11 persen (Rp 51.074 miliar)
dari jumlah total PDB sektor pertanian secara nasional. Sedangkan, pada tahun
2009 angka tersebut meningkat menjadi 12,12 persen (Rp 104,040 milyar) dari
jumlah total PDB sektor pertanian secara nasional. Hal ini menunjukan bahwa
subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya
bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.
Salah satu jenis produk peternakan yang permintaannya semakin
meningkat adalah susu. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsumsi
susu nasional. Pada tahun 2008 konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya
sebesar 7,7 liter per kapita pertahun, pada tahun 2010 meningkat sebesar 52%
menjadi 11,7 liter per kapita pertahun1
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi susu nasional. Berikut data produksi susu Provinsi Jawa Barat pada tahun 2006-2010 yang ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2010 (Ton)
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010
1
Anonim. 2010. http://www.suarapembaruan.com/home/konsumsi-susu-indonesia-meningkat/1850 [20 Juni 2011]
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000
2 Grafik diatas menunjukkan adanya perkembangan produksi susu dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2006 produksi susu Provinsi Jawa Barat sebesar 211.889 ton,
jumlah itu meningkat pada tahun 2010 yang mencapai 262.176 ton. Adanya
peningkatan kesadaran akan kesehatan dan gizi masyarakat, menyebabkan
peningkatan permintaan terhadap komoditi susu sebagai sumber protein hewani.
Terdapat beberapa jenis susu yang beredar di masyarakat, diantaranya susu
sapi, susu kuda, susu kerbau dan susu kambing. Susu kambing adalah susu yang
diperoleh dengan jalan pemerahan seekor kambing perah atau lebih yang
dilakukan secara teratur, terus-menerus, dan hasilnya berupa susu segar murni
tanpa dicampur, dikurangi, atau ditambah sesuatu (Sarwono 2002). Jika
dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing masih belum terlalu familiar di
masyarakat. Meskipun demikian, kandungan gizi susu kambing tidak kalah
dibanding dengan susu sapi.
Masyarakat yang sadar akan kesehatan memberikan perhatian khusus
terhadap susu kambing karena memiliki manfaat yang tinggi. Kandungan protein, lemak, kalori, fosfor, kalium, dan vitamin A dalam susu kambing lebih tinggi
dibandingkan susu sapi (Lampiran 1). Selama ini, susu kambing banyak
dikonsumsi sebagai obat bagi para penderita berbagai penyakit, seperti anemia,
asam urat, asma, kudis, osteoporosis, tuberkulosis, dan lain-lain (Moeljanto dan
Wiryanta 2002).
Susu kambing dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang alergi terhadap susu sapi. Menurut para ahli, komposisi kimia susu kambing dan
morfologisnya yang unik membuatnya mudah untuk diserap oleh organ
pencernaan. Oleh karena itu, pada konsumen susu kambing jarang ditemui yang
menderita diare. Bahkan komposisi susu kambing memiliki kemiripan dengan air
susu ibu (ASI) sehingga tidak kalah dengan susu sapi yang sering dijadikan susu
pengganti ASI (Setiawan dan Tanius 2002).
Kota Depok merupakan salah satu kotamadya yang terletak di Provinsi
Jawa Barat. Kota Depok memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik. Indeks daya
beli masyarakat kota Depok meningkat dari 576,76 di tahun 2006 menjadi 586,49
di tahun 2009. Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Depok
3 Indeks ini menunjukkan penduduk kota Depok memiliki keunggulan dalam
tingkat daya beli, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian para penduduk
Kota Depok khususnya para orang tua yang memiliki anak balita cenderung
memiliki kesadaran yang tinggi dalam hal kesehatan, diantaranya adalah dalam
hal pemenuhan gizi anak.
Anak usia bawah lima tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan fisik dan perkembangan otak seorang manusia. Pemberian makanan
yang mengandung nutrisi yang baik akan membantu mengoptimalkan proses
pertumbuhan anak. Kebanyakan orang tua melakukan pemberian konsumsi susu
kepada anaknya dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi bagi anak mereka.
Menurut Engel et al (1994), ibu rumah tangga memiliki peran sebagai gate
keeper yaitu, memberikan inisiatif pemikiran dalam keluarga mengenai pembelian
produk dan pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan,
khususnya mengenai keputusan pembelian bahan pangan keluarga. Ibu rumah
tangga memiliki peranan penting dalam pemilihan jenis makanan yang akan dikonsumsi oleh anak mereka.
Susu kambing merupakan susu yang memiliki potensi untuk menjadi
alternatif bagi para ibu dalam memberikan konsumsi susu kepada anaknya.
Menurut Sears (2011) susu kambing memiliki keunggulan dibanding susu sapi
karena mengandung protein alergi yang lebih sedikit, lemaknya lebih mudah
dicerna, dan mengandung laktosa yang lebih sedikit2 sehingga cocok untuk dikonsumsi oleh anak usia balita.
Informasi mengenai kandungan gizi susu kambing belum banyak diketahui
oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat terhadap susu kambing. Pengetahuan terhadap produk
susu kambing akan mempengaruhi keputusan pembelian. Semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki konsumen menyebabkan konsumen akan lebih efisien
dan lebih tepat dalam mengolah informasi, serta mampu memanfaatkan informasi
tersebut pada saat memutuskan produk apa yang akan dikonsumsi (Sumarwan
2002).
2
4 Salah satu aspek penting dalam memasyarakatkan suatu produk, dalam hal
ini susu kambing adalah aspek pemasaran. Keberhasilan pemasaran suatu produk
ditentukan oleh citra yang positif dari konsumen terhadap produk tersebut. Citra
dalam hal ini merupakan persepsi, keyakinan dan kesan masyarakat terhadap
suatu produk. Salah satu upaya dalam mengetahui citra masyarakat terhadap susu
kambing adalah adanya kajian karakteristik individu konsumen dan persepsi
terhadap produk susu kambing.
Konsumen memiliki keragaman latar belakang budaya, pendidikan, dan
keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, para pengusaha memiliki
kepentingan untuk memahami dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh
konsumen dan bagaimana mereka mengambil keputusan sehingga pengusaha
dapat memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan konsumen. Para
pengusaha harus dapat mempelajari bagaimana konsumen berpikir dan
berperilaku serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, sehingga
pengusaha dapat merancang strategi pemasaran yang tepat. Para pengusaha yang memahami bagaimana konsumen berperilaku, juga akan mampu mempengaruhi
perilaku konsumen. Mempengaruhi perilaku konsumen adalah mempengaruhi
pilihan konsumen agar mau memilih produk yang ditawarkan oleh pengusaha
tersebut (Sumarwan 2002).
1.2. Perumusan Masalah
Kota Depok merupakan salah satu kota yang memiliki pertumbuhan
ekonomi yang baik dan memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota
Depok tertinggi se-Jawa Barat pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan penduduk
kota Depok sudah memiliki kepedulian terhadap kesehatan dan memiliki tingkat
daya beli yang tinggi. Selain itu padat sensus penduduk tahun 2010, Kota Depok
memiliki angka laju pertumbuhan penduduk tertinggi setelah Kabupaten Bekasi.
Hal ini dapat diasumsikan Kota Depok memiliki jumlah balita yang tinggi
Tingkat kesadaran akan kesehatan yang tinggi di kota Depok akan
berpengaruh terhadap kesadaran para orang tua tentang pentingnya kandungan
5 mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu upaya dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi seimbang adalah pemberian susu.
Anak usia bawah lima tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan fisik dan perkembangan otak seorang manusia. Pemberian makanan
yang tidak tepat biasanya mengakibatkan kekurangan gizi. Hal tersebut dapat
mengakibatkan penurunan pertumbuhan anak, karena itu sangat penting
memperhatikan kebutuhan gizi balita.3
Walaupun konsumsi susu masyarakat Indonesia masih tergolong rendah,
namun secara umum terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan yang ada
dan ekspektasi yang besar dari orang tua terhadap pemenuhan nutrisi anak melalui
konsumsi susu merupakan suatu prospek usaha yang potensial bagi industri susu.
Angka penjualan susu formula bagi anak balita di dunia diprediksi meningkat
sebesar 37 persen sampai tahun 2013. Sementara data dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007 menyebutkan, konsumsi susu formula bagi anak
balita meningkat dari 15 persen pada tahun 2003 menjadi 30 persen pada tahun 20074.
Susu kambing telah lama dikenal memiliki kandungan atau nilai nutrisi
dan nilai medis yang baik. Menurut Setiawan dan Tanius (2003), komposisi kimia
susu kambing dan bentuk morfologisnya sangat unik. Ini disebabkan butiran
lemak susu sangat homogen dan berdiameter sangat kecil (mikro) sehingga sangat
mudah diserap oleh organ pencernaan. Protein susu kambing tidak memiliki efek laksatif dan baik untuk dikonsumsi anak-anak maupun lansia karena lebih mudah
dicerna.
Merebaknya kasus alergi bayi terhadap susu formula (cow milk allergy)5
dan isu mengenai adanya enterobakter sakazaki pada susu sapi formula6, membuat susu kambing berpotensi menjadi alternatif bagi para orang tua untuk
memilih susu kambing dibandingkan susu sapi formula sebagai produk susu yang
dikonsumsi anaknya. Susu kambing dikenal sebagai susu anti alergi. Hal ini
3
Ahira. 2011. http://www.anneahira.com/kebutuhan-gizi-balita.htm [19 Juni 2011]
4
Anonim. 2011. http://monitorindonesia.com/2011/02/indonesia-pasar-utama-produk-susu-formula/ [19 Juni 2011]
5
Anonim. 2010. http://info-sehat.com/inside_level2.asp?artid=655&secid=&intid=3 [19 Juni 2011]
6
Anonim. 2011.
6 dikarenakan susu kambing hampir tidak memiliki kandungan zat kasein sebagai
penyebab terjadinya alergi seperti yang terkandung di dalam susu sapi.7
Adanya berbagai mitos yang berkembang di masyarakat membuat
konsumen memiliki persepsi yang berbeda terhadap produk susu kambing. Susu
kambing dianggap memiliki bau yang sama seperti aroma kambing. Padahal,
aroma tersebut muncul dari wadah susu yang tercemar aroma yang dihasilkan oleh
kelenjar kambing. Jika pengolahan dilakukan secara benar, susu kambing tidak
akan memiliki aroma yang mengganggu8. Mitos lain yaitu susu kambing tidak boleh dikonsumsi penderita tekanan darah tinggi, mitos itu tidak benar.
Kandungan utama susu kambing yaitu kalium, justru berfungsi menstabilkan
tingginya tekanan darah, mengatur fungsi kerja jantung9.
Persepsi konsumen akan berbeda antara konsumen satu dengan yang
lainnya. Persepsi merupakan suatu cara konsumen dalam melihat realitas yang
ada, meskipun seringkali apa yang dipikirkan konsumen sebagai suatu realitas
bukanlah realitas yang sebenarnya. Konsumen cenderung membuat keputusan berdasarkan apa yang mereka rasakan sebagai realitas, maka sangat penting bagi
pemasar untuk memahami persepsi konsumen mengenai produknya (Schiffman
dan Kanuk 1994 diacu dalam Sumarwan 2002).
Para pengusaha susu kambing memiliki kepentingan untuk mengetahui
persepsi konsumen atas produk yang dihasilkannya. Dengan mengetahui hal
tersebut, para pengusaha dapat menciptakan sebuah citra yang baik melalui upaya menghasilkan dan menyampaikan produk yang diinginkan konsumen. Sehingga
diharapkan dapat menciptakan peluang pasar baru bagi para pengusaha susu, yaitu
para ibu yang memiliki anak balita.
Konsumen dalam hal ini para ibu rumah tangga yang memiliki anak balita,
memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan tentang produk susu
yang akan dikonsumsi anaknya. Pada umumnya, mereka mempunyai persepsi
yang berbeda dalam memandang produk susu kambing. Berbagai pertimbangan
7
Anonim. 2010. http://www.kambingonline.com/index.php?option=com_content&
view=article&id=66:susu-kambing-susu-sapi-dan-asi&catid=35:umum&Itemid=41[19 Juni 2011]
8
Anonim. 2010. health.kompas.com/read/2010/05/05/11142490/Alergi.Susu.Sapi.Coba. Susu.Kambing. [19 Juni 2011]
9
7 baik dari aspek seperti harga, manfaat, dan nilai gizi yang terkandung akan
menjadi kriteria dalam memandang produk susu kambing.
Konsumen menerima ratusan rangsangan (stimulus) yang masuk ke dalam
panca indera setiap harinya. Namun, tidak semua stimulus diperhatikan atau
disimpan dalam ingatan konsumen. Pengolahan informasi pada diri konsumen
terjadi ketika salah satu panca indera konsumen menerima input dalam bentuk
stimulus, yang berupa produk, nama merek, kemasan, iklan, ataupun nama
pengusaha. Pengusaha harus mengerti bagaimana konsumen mengolah informasi
agar dapat merancang komunikasi yang efektif bagi konsumen (Sumarwan 2002).
Pengusaha memiliki kewajiban untuk memahami persepsi konsumen
sasarannya. Pemahaman akan persepsi konsumen dapat membantu dalam
menyusun strategi pemasaran yang tepat. Hal ini akan berdampak pada
terciptanya kepuasan konsumen karena pengusaha dapat menciptakan produk
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Persepsi konsumen tergantung
dari seberapa jauh suatu objek memberi arti atau manfaat terhadap konsumen tersebut. Konsumen bertindak dan beraksi pada umumnya berdasarkan persepsi
mereka, bukan pada kenyataan objektifnya. Pengusaha sebaiknya lebih
mementingkan persepsi dibandingkan kenyataan objektif, karena apa yang ada
dalam persepsi konsumen akan mempengaruhi aksi dan kebiasaan dalam
keputusan pembelian. Oleh karena itu, pengusaha harus memahami persepsi
konsumen secara keseluruhan.
Kotler (2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
konsumen ke dalam kategori budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor
pribadi atau karakteristik pribadi individu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keputusan konsumen. Karakteristik tersebut meliputi usia,
pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan lain-lain. Dalam Sumarwan
(2002) perbedaan karakteristik menggambarkan ciri unik dari masing-masing
individu. Perbedaan karakteristik ini akan mempengaruhi respon individu
terhadap lingkungannya secara konsisten
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
dalam penelitian ini, yaitu:
8 2. Bagaimana sikap ibu rumah tangga untuk memberikan produk susu kambing
kepada anak balitanya?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi ibu rumah tannga
terhadap produk susu kambing dan sikap ibu rumah tangga untuk
memberikan produk susu kambing kepada anak balitanya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis persepsi ibu rumah tangga terhadap produk susu kambing.
2. Menganalisis sikap ibu rumah tangga untuk memberikan produk susu
kambing kepada anak balitanya.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ibu rumah tangga
terhadap produk susu kambing dan sikap ibu rumah tangga untuk
memberikan produk susu kambing kepada anak balitanya
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan
distributor dan pengusaha susu kambing, dalam hal karakteristik konsumen dan
persepsi konsumen. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk melatih diri,
berpikir dan menuangkan ide serta pemikirannya ke dalam laporan penelitian serta menambah wawasan mengenai perilaku konsumen terutama untuk produk susu
kambing. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi
penelitian lebih lanjut.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian mengenai perilaku konsumen ini dibatasi pada produk susu
kambing dengan tujuan untuk mempersempit ruang lingkup penelitian. Penelitian
ini hanya menganalisis tingkat persepsi ibu rumah tangga terhadap produk susu
kambing dan sikap ibu rumah tangga untuk memberikan konsumsi susu kambing
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Konsumen
Dalam suatu pasar, konsumen terdiri dari berbagai macam latar belakang
budaya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan karakteristik antara satu
budaya dengan budaya lainnya. Untuk dapat merancang strategi pemasaran yang
tepat bagi konsumen, pengusaha perlu memahami perbedaan karakteristik
konsumen. Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen
terhadap barang dan jasa maupun merek yang akan dibeli.
Sinaga (2010), dengan judul penelitian “Analisis Sikap, Persepsi
Konsumen dan Rentang Harga Pada Beras Organik SAE (Sehat Aman Enak) Pada
Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kabupaten Bogor Jawa Barat” menggunakan
variabel jenis kelamin, usia, status pernikahan, jumlah anggota keluarga, tingkat
pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan per bulan untuk mengidentifikasi
karakteristik konsumen. Sedangkan Dewi (2009), dengan judul penelitian
“Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Susu Kedelai Cair Murni Tanpa
Merek di Kota Jakarta” menyebutkan bahwa karakter umum responden produk
susu kedelai murni di kota Jakarta yang mewakili konsumen susu kedelai cair
murni dapat digambarkan melalui kategori usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Septiana (2010), dengan judul
penelitian “Analisis persepsi Konsumen Cokelat Stick pada Perusahaan Alia
Chocolate Kabupaten Bogor, Jawa Barat” menyebutkan bahwa karakter umum
responden produk cokelat stick dapat digambarkan melalui kategori usia, jenis
kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
Penelitian di atas menunjukkan adanya beberapa hal yang memiliki
hubungan erat dengan karakteristik konsumen. Beberapa hal tersebut adalah usia,
jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan.
2.2 Persepsi Konsumen
Persepsi konsumen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keputusan proses pembelian konsumen akan suatu produk. Pemahaman terhadap
persepsi konsumen perlu dilakukan oleh para pengusaha agar mampu
10 Fauzah (2009), dengan judul penelitian “Persepsi Santri dalam Keputusan
Mengkonsumsi Susu Kambing (Studi Kasus di Pondok Pesantren Modern Sahid
Desa Gunung Menyang Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor). Hasil
penelitian ini mengemukakan bahwa persepsi santri terhadap cita rasa susu
kambing berhubungan sangat nyata dengan keputusan mengkonsumsi.
Nasution (2009), dengan judul penelitian “Persepsi dan Sikap Konsumen
terhadap Keamanan Pangan Susu Formula dengan Adanya Isu Bakteri
Enterobacter sakazakii di Kecamatan Tanah Sareal Bogor”. Hasil penelitian ini
mengemukakan bahwa dengan adanya isu Enterobacter sakazakii, para responden
susu Dancow dan SGM memiliki persepsi terhadap keamanan pangan dengan
adanya isu ini. Responden mempunyai penilaian bahwa berpengaruh terhadap isu
ini. Namun mereka tetap mengkonsumsi susu Dancow dan SGM, karena mereka
belum tahu pasti merek susu apa saja yang telah terkontaminasi bakteri. Selain itu,
responden merasa cocok dengan produk yang selama ini mereka berikan pada
anak-anaknya. Hubungan karakteristik responden yaitu orang tua terutama kaum ibu dengan persepsi konsumen terhadap kemanan pangan pada susu formula
dengan adanya isu Enterobacter sakazakii memiliki hubungan sangat kuat dan
bernilai positif.
Julaeha (2010), dengan judul penelitian “Analisis Persepsi dan Sikap
Konsumen terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu Melamin (Kasus:
Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor)”. Penelitian ini menyebutkan bahwa berdasarkan tingkat pengetahuan keamanan pangan,
sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup baik terhadap
keamanan pangan. Sementara itu,berdasarkan hasil analisis tingkat persepsi
terhadap produk oreo setelah adanya isu melamin, sebagian besar responden
memiliki persepsi yang buruk terhadapa produk Oreo, hal ini dapat disebabkan
karena responden kurang mengetahui kebenaran pemberitaan isu melamin.
Responden banyak yang terpengaruh oleh isu tersebut.
Septiana (2010), dengan judul penelitian “Analisis persepsi Konsumen
Cokelat Stick pada Perusahaan Alia Chocolate Kabupaten Bogor, Jawa Barat”
menyebutkan bahwa konsumen yang membeli produk cokelat stick Alia di bazar
11 harga, dan promosi produk dibandingkan konsumen yang melakukan pembelian
produk cokelat stick di outlet. Hal ini menunjukkan faktor atribut produk
mempengaruhi penilaian persepsi konsumen terhadap suatu produk.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah adanya
persamaan dalam menggunakan alat analisisnya yaitu analisis regresi logistik
yang dilakukan oleh Julaeha (2010). Sementara itu, Fauziah (2009) menggunakan
metode chi-square untuk mengetahui hubungan antara persepsi santri dengan
keputusan mengkonsumsi susu kambing. Sedangakan pada penelitian Septiana
(2010) menggunakan metode analisis faktor dalam menganalisis persepsi
konsumen cokelat stick. Berdasarkan penelitian tentang persepsi diatas belum ada
yang melakukan penelitian tentang persepsi ibu rumah tangga terhadap susu
12
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsumen dan Perilaku Konsumen
Menurut Sumarwan (2002), konsumen terdiri dari dua jenis yaitu
konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli
barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi
meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan
lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit dan lain-lain).
Menurut Sumarwan (2002), perbedaan karakteristik menggambarkan ciri
unik dari masing-masing konsumen. Perbedaan karakteristik ini akan
mempengaruhi respon konsumen terhadap lingkungannya secara konsisten,
dalam hal ini bagaimana seorang konsumen mengambil keputusan dalam proses
pembelian suatu produk.
Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen,
kepribadian konsumen, serta karakteristik demografi konsumen merupakan faktor
yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen dan persepsi konsumen.
Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih banyak mengenai
produk akan memiliki informasi yang besar terhadap produk tersebut, sehingga
konsumen cenderung tidak termotivasi untuk mencari informasi karena konsumen
merasa cukup terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam
mengambil keputusan. Kepribadian konsumen akan berpengaruh pada motivasi
konsumen dalam mencari informasi terhadap produk. Konsumen yang memiliki
kepribadian pencari informasi akan meluangkan waktu untuk mencari informasi
yang lebih banyak. Karakteristik demografi konsumen meliputi beberapa variabel
seperti usia, pendidikan, agama, suku bangsa, warga negara, keturunan,
pendapatan, jenis kelamin, status pernikahan, jenis keluarga, pekerjaan, lokasi
geografi, jenis rumah tangga, dan kelas sosial. Perbedaan karakteristik demografi
akan membentuk persepsi yang berbeda pula pada perilaku pembelian yang
dilakukan konsumen. Pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pemilihan
13 informasi yang banyak sebelum memutuskan untuk membelinya (Sumarwan
2002).
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai berbagai tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti berbagai tindakan
tersebut (Engel, Blackwell dan Miniard 1994). Tindakan-tindakan yang termasuk
dalam kajian perilaku konsumen adalah pengenalan kebutuhan, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian. Dalam melakukan
tindakan-tindakan tersebut, konsumen dipengaruhi beberapa faktor, seperti
pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis yang meliputi
pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.
3.1.2. Persepsi
Persepsi didefinisikan sebagai proses individu dalam memilih,
mengorganisasi dan menginterpretasikan stimuli atau perangsang menjadi sebuah gambaran yang utuh dan menyeluruh (Schiffman dan Kanuk 1994, diacu
dalam Sumarwan 2003). Hal ini dapat digambarkan sebagai cara konsumen
melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya (Engel, et al, 1994)
Membahas topik persepsi akan terkait dengan pemrosesan informasi, yaitu
suatu proses yang dengannya suatu stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam
ingatan dan akan dipanggil lagi (recall) kemudian. Pemrosesan informasididasarkan pada model yang dikembangkan oleh McGuire dalam
Engel et al (1994). Tahap-tahap dari model tersebut dapat didefinisikan sebagai
berikut
1. Pemaparan (exposure), yaitu pencapaian kedekatan terhadap suatu stimulus sedemikian rupa sehingga muncul peluang diaktifkannya satu atau lebih dari kelima indera manusia.
2. Perhatian (attention), yaitu alokasi kapasitas pemrosesan untuk stimulus yang baru masuk.
3. Pemahaman (comprehension), yaitu interpretasi terhadap makna stimulus.
4. Penerimaan (acceptance), yaitu dampak persuasif stimulus kepada konsumen.
14 Gambar 2. Tahap Pemrosesan Informasi (Engel 1994)
Pemaparan (exposure) terjadi pada saat keseluruhan stimulus dirasakan oleh
seseorang. Seseorang mengerti adanya stimulus berdasarkan sensory threshold,
apakah stimulus tersebut memenuhi absolute threshold, yaitu batas minimum
jumlah stimulus yang dapat dideteksi oleh penerima sensor. Perhatian (attention)
adalah proses selanjutnya dari stimulus yang telah di terima. Kapasitas otak
manusia tidak mampu memperoses seluruh informasi, sehingga konsumen
hanya akan memberi perhatian terhadap sesuatu yang memiliki daya tarik.
Pemahaman (interpretation) mengacu kepada stimulus yang telah
memberikan arti tersendiri. Pemahaman tentang persepsi konsumen bagi pemasar akan sangat penting dibandingkan pengetahuan mereka tentang realitas suatu
obyek. Kemampuan untuk memahami keseluruhan dari persepsi konsumen akan
membantu pemasar untuk mmencari faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumenuntuk membeli produk (Schiffman dan Kanuk 1994, dalam Sumarwan
2003).
Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana seseorang
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi menjadi suatu
15 Sumarwan (2003) menyebut tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman sebagai
persepsi. Selanjutnya ia mendefinisikan persepsi sebagai sebuah proses dimana
individu memperoleh informasi, memberi perhatian atas informasi tersebut dan
pada akhirnyaakan memaham informasi tersebut.
Menurut Sumarwan (2003), persepsi adalah bagaimana seorang konsumen
melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya. Konsumen seringkali
memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk
tersebut. Menurut Setiadi (2003), persepsi merupakan proses yang terdiri dari
seleksi perseptual, organisasi persepsi, dan interpretasi terhadap stimulus. Seleksi
perseptual terjadi saat konsumen menangkap dan memilih stimulus berdasarkan
berbagai informasi yang ada dalam ingatan konsumen. Sebelum seleksi persepsi
terjadi, terlebih dahulu stimulus harus mendapatkan perhatian dari konsumen.
Organisasi persepsi berarti bahwa konsumen mengelompokkan informasi dari
berbagai sumber ke dalam pengertian yang menyeluruh untuk memahami lebih
baik dan bertindak atas pemahaman itu. Prinsip dasar dari organisasi persepsi adalah penyatuan yang berarti berbagai stimulus akan dirasakan dan
dikelompokkan secara menyeluruh. Interpretasi persepsi adalah memberikan
interpretasi atas stimulus yang diterima konsumen. Setiap stimulus yang menarik
bagi konsumen akan diinterpretasikan oleh konsumen.
Persepsi yang dihasilkan setiap individu tidak akan pernah dapat serupa
untuk realitas yang sama.setiap perubahan lingkungan yang terjadi akan diterima oleh sensor manusia dengan sensasi yang berbeda-beda. Persepsi setiap individu
memiliki keunikan yang menyebabkan berbeda satu sama lain karena perbedaan
individu dalam memiliki harapan, kebutuhan, keinginan dan pengalaman
sebelumnya dalam mengkonsumsi suatu produk.
3.1.3. Sikap
Menurut Umar (2000), sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan
seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap akan
menempatkan seseorang dalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai
16 suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek dan ide-ide tidak
berwujud tertentu.
Setiadi (2003) menyatakan sikap sebagai konsep yang paling khusus dan
sangat dibutuhkan dalam psikologis social kontemporer. Sikap juga merupakan salah
satu konsep yang paling penting digunakan pemasaran dalam rangka memahami
konsumen. Sikap terhadap suatu produk yaitu mempelajari kecenderungan
konsumen untuk mengevaluasi produk baik disukai ataupun tidak disukai secara
sengaja secara konsisten.
Engel (2004) menyatakan kepercayaan dapat mempengaruhi kekuatan
hubungan antara sikapdan perilaku. Sikap yang dipegang dengan penuh
kepercayaan biasanya akan dapat diandalkan untuk membimbing perilaku.
Kepercayaan dapat mempengaruhikerentanan sikap terhadap perubahan.
Sikap akan lebih resisten terhadapperubahan bila dipegang dengan
kepercayaan yang lebih besar. Sifat juga bersifat dinamis, dimana sikap akan
berubah bersama waktu. Oleh karenanya perusahaandapat meperoleh manfaat dari penelitian sikap sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan
yang potensial dalam permintaan produk dan perilaku konsumsi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan data tahun 2009, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota
Depok merupakan yang tertinggi se-Jawa Barat dan peringkat ketiga se-Indonesia. Angka IPM yang tinggi di kota Depok akan berdampak kepada semakin
meningkatknya kesadaran para orang tua akan pentingnya kandungan nutrisi
seimbang yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu upaya dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi seimbang adalah pemberian susu.
Susu kambing merupakan minuman yang sangat menyehatkan.
Kandungan gizinya terhitung lengkap dan mudah diserap sempurna oleh tubuh
sehingga cocok bagi balita. Usia balita adalah usia yang penting dalam tumbuh
kembang anak. Sehingga, kebutuhan gizi balita harus diperhatikan. Pemberian
makanan yang memiliki kandungan gizi yang baik seperti susu akan membantu
17 Konsumen dalam hal ini para orang tua yang memberikan susu kepada
anak balitanya, memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan tentang
produk susu yang akan dikonsumsi anaknya. Pada umumnya, mereka mempunyai
persepsi yang berbeda dalam memandang produk susu kambing. Karakteristik
konsumen yang berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda dapat
mempengaruhi pilihan konsumen terhadap barang dan jasa maupun merek yang
akan dibeli. Berbagai pertimbangan yang berasal dari produk susu kambing (nilai
gizi yang terkandung, aroma, rasa, kemasan) harga, lokasi penjualan, promosi
akan menjadi kriteria dalam memandang produk susu kambing. Selain itu, faktor
psikologis seperti mitos terhadap susu kambing dan sumber informasi yang
diperoleh konsumen berkaitan dengan produk susu kambing juga ikut
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap susu kambing.
Persepsi konsumen merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
keputusan konsumen akan pembelian suatu produk. Pemahaman terhadap persepsi
konsumen melalui analisis karakteristik dan persepsi konsumen terrhadap produk susu kambing diperlukan agar para pengusaha dapat merancang strategi
pemasaran yang tepat untuk memasarkan produk mereka kepada konsumen.
Kotler (2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen
ke dalam kategori budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor pribadi atau
karakteristik pribadi individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keputusan konsumen. Karakteristik tersebut meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan lain-lain. Sedangkan faktor psikologis Adapun alur
18 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
Produk Susu Kambing
Karakteristik Konsumen
1. Usia
2. Jenis Pekerjaan 3. Tingkat Pendidikan 4. Tingkat
Pendapatan 5. Kategori Tempat
Tinggal 6. Pengalaman
Mengkonsumsi
Bauran Pemasaran Produk Susu Kambing
1. Kandungan Gizi 2. Rasa
3. Aroma 4. Kemasan 5. Harga 6. Kemudahan
Memperoleh 7. Promosi Produk
Aspek Psikologis Produk Susu kambing
1. Mitos Aroma Kambing pada Susu Kambing 2. Mitos Susu
Kambing Meningkatkan Tekanan Darah
Persepsi Ibu Rumah Tangga
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di enam kelurahan di Kota Depok, yaitu
Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Curug, Kelurahan Tapos, Kelurahan Beji,
Kelurahan Mekarsari, dan Kelurahan Pancoran Mas. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa karakteristik
wilayah tersebut sudah cukup mewakili data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni 2011 hingga Juli 2011
4.2. Metode Penentuan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik judgement
sampling. Teknik ini dilakukan berdasarkan pertimbangan pribadi dan sampel
yang dipilih dianggap dapat mewakili kriteria yang ditentukan oleh peneliti dan
bersedia untuk mengisi kuesioner. Kriteria konsumen tersebut adalah para ibu
yang memberikan susu kepada anaknya dan bersedia untuk di wawancara.
Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 60 orang. Penentuan ini
dilakukan berdasarkan jumlah minimal 30 responden yang secara empiris jumlah
dapat memberikan ragam sampel yang stabil sebagai pendugaan ragam populasi
(Walpole 1997). Penambahan responden dilakukan dengan asumsi bahwa semakin
banyak jumlah responden maka data yang diperoleh akan semakin baik dengan mempertimbangkan kemampuan penulis.
4.3 Data dan Instrumentasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara kepada responden
dengan panduan kuesioner. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen-dokumen milik lembaga-lembaga publikasi pemerintah,
seperti Badan Pusat Statistik, hasil studi literatur dan referensi lainnya berupa
berbagai buku, artikel, hasil penelitian sebelumnya serta dari situs-situs internet
20 Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner.
Kuesioner tersebut berisikan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab oleh
responden. Kuesioner yang digunakan terdiri dari pertanyaan terstruktur dan
pertanyaan semi terstruktur.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode
survei. Menurut Nazir (2002), metode survei adalah pengumpulan data primer
dengan melakukan tanya jawab dengan responden. Jenis pertanyaan dalam
kuesioner tersebut adalah pertanyaan berstruktur dan pertanyaan semistuktur.
Pertanyaan berstruktur adalah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga
responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternatif saja atau
kepada satu jawaban saja. Responden yang digunakan adalah responden yang
sesuai dengan kriteria pada penarikan sampel.
4.5. Metode Pengolahan Data
Data yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah
berikut:
1. Pengeditan, semua data yang diperoleh di lapang akan diedit. Tujuan dari
pengeditan adalah untuk memilih semua data dan informasi yang diperoleh berdasarkan kerangka formulasi yang telah ditetapkan.
2. Tabulasi, langkah ini bertujuan untuk menyajikan data-data dalam bentuk
tabel dan gambar untuk mempermudah penyajian dan interpretasi data-data
tersebut.
3. Interpretasi bertujuan menghubungkan semua variable yang telah ditetapkan
dalam kerangka pemikiran yang akan digunakan dengan hasil penelitian yang
diperoleh.
Dalam melakukan penelitian ini, digunakan metode analisis deskriptif
(descriptive analysis) dan metode regresi logistik. Pengolahan data
21 4.5.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif
adalah untuk membuat gambaran sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 2005).
Analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap,
yaitu: tahap pertama adalah pemberian kuesioner kepada responden,
mentabulasikan semua jawaban responden berdasarkan kuesioner, dan melakukan
analisis berdasarkan hasil yang diperoleh dari pentabulasian. Metode ini akan
memberikan keluaran berupa data karakteristik responden.
4.5.2. Metode Regresi Logistik
Analisis regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi. Regresi
logistik adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan sejumlah variabel bebas. Pada model regresi logistik
variabel tak bebasnya bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai yang
diskontinu 1 dan 0 (Juanda. Regresi logistik merupakan suatu model dimana
respon variabel terikat (Y) bersifat memihak kepada 1 dari 2 atau lebih pilihan
yang ada. Model logit juga menggambarkan bagaimana peluang atau kemungkin
terpilihnya salah satu dari sejumlah pilihan yang tersedia. Variabel terikat (Y) dibuat dalam bentuk dummy (0,1,2,3,...).
Nilai variabel tak bebas dari model logistik antara 0 dan 1, bentuk fungsi
dari model logistik adalah : ln = + x + .
P adalah nilai peluang dari variabel tak bebas yang nilainya biner, yaitu 0 dan 1.
Nilai P diperoleh dari : Y= Prob(Y=1) = (∝ )
Sebaran peluang yang digunakan dalam fungsi logit adalah sebaran logistik,
sehingga nilai harapan bersyarat Y jika diketahui X adalah:
E (YX) = π (X) = - (()) dengan g(X) = ln ( )
( )
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel respon adalah persepsi
22 konsumen tertarik memberikan susu kambing kepada anak balitanya (1) dan
konsumen tidak tertarik memberikan susu kambing kepada anak balitanya (0).
Variabel bebas yang mempengaruhi persepsi konsumen untuk tertarik
memberikan produk susu kambing kepada anak balitanya adalah variabel
persepsi. Kotler (2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
konsumen ke dalam kategori budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor
pribadi atau karakteristik pribadi individu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keputusan konsumen. Karakteristik tersebut meliputi usia,
pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan lain-lain. Dalam Sumarwan
(2002) perbedaan karakteristik menggambarkan ciri unik dari masing-masing
individu. Perbedaan karakteristik ini akan mempengaruhi respon individu
terhadap lingkungannya secara konsisten.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka salah satu faktor yang diduga
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk susu kambing adalah
karakteristik konsumen. Adapun beberapa karakteristik konsumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia, tingkat pengeluaran, tingkat
pendidikan, dan status pekerjaan.
Variabel lain yang diduga dimasukkan ke dalam pengolahan analisis
regresi logistik ini yaitu persepsi terhadap produk susu kambing. Pengukuran
persepsi suatu produk biasanya dilihat dari atribut yang terdapat pada produk
tersebut, seperti harga, rasa, aroma, kandungan gizi, dan kemudahan memperoleh suatu produk.
Hipotesa dari ketujuh variabel yang akan dianalisis adalah:
1. Usia
Perbedaan usia diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
persepsi konsumen terhadap produk susu kambing. Hal ini terkait dengan
tingkat kepercayaan, pengetahuan, selera dan kesadaran nilain pemberian
suatu produk. Usia berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang,
sehingga semakin bertambah usia, konsumen akan cenderung memiliki
pengetahuan yang lebih banyak dibanding usia yang lebih muda. Dengan
23 baik terhadap produk susu kambing. Pengelompokkan usia konsumen adalah
berdasarkan besarnya sebaran usia responden.
2. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan konsumen diduga akan mempengaruhi persepsi
konsumen terhadap produk susu kambing. Tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, dan cara pandang bahkan
persepsinya terhadap suatu hal. Konsumen yang memiliki pendidikan lebih
baik akan lebih responsif terhadap informasi dan mempengaruhi konsumen
dalam pemilihan suatu produk (Sumarwan, 2002). Sehingga diduga, semakin
tinggi tingkat pendidikan konsumen akan mempengaruhi persepsi yang baik
terhadap produk susu kambing. Pengelompokkan tingkat pendidkan
konsumen adalah berdasarkan latar belakang pendidikan konsumen, yaitu:
tamatan SD (0), SMP (1), SMA/Sederajat (2), Diploma (3), Sarjana (4) , dan
Pasca Sarjana (5)
3. Status pekerjaan
Status pekerjaan merupakan salah satu variabel yang menentukan status atau
kelas sosial seseorang. Konsumen yang berada pada kelas yang sama akan
menunjukkan persamaan dalam persamaan nilai-nilai yang dianut, gaya
hidup, dan perilaku karena kelas sosial akan mempengaruhi apa yang
dikonsumsi oleh seorang konsumen (Sumarwan, 2002). Variabel status
pekerjaan dikategorikan menjadi Ibu rumah tangga (0), pegawai negeri (1), dan non-pegawai negeri (2).
4. Tingkat pengeluaran
Besarnya pengeluaran keluarga yang dikeluarkan per bulan diduga akan
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk susu kambing. Besarnya
pengeluaran konsumen dapat menggambarkan tingkat pendapatan yang
diperoleh. Semakin besar tingkat pendapatan konsumen akan mempermudah
konsumen untuk membeli berbagai kebutuhan hidup, tidak hanya kebutuhan
primer dan sekunder saja. Sehingga diduga, semakin besar tingkat
pengeluaran akan mempengaruhi persepsi yang baik terhadap produk susu
24 sedang (1), dan tinggi (2). Pengelompokkan tingkat pengeluaran konsumen
adalah berdasarkan besarnya sebaran tingkat pengeluaran responden
5. Pengalaman mengkonsumsi produk susu kambing
Pengalaman mengkonsumsi susu kambing diduga mempengaruhi tingkat
pengetahuan konsumen terhadap produk susu kambing. Semakin banyak
pengetahuan konsumen mengenai produk susu kambing, maka cenderung
akan memiliki persepsi yang positif terhadap produk susu kambing. Variabel
pengalaman mengkonsumsi susu kambing dikategorikan menjadi belum
pernah (0), dan pernah (1).
6. Tingkat persepsi responden terhadap produk susu kambing
Tingkat persepsi diduga akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk
melakukan pemberian produk susu kambing kepada anak balitanya. Semakin
baik persepsi seseorang, maka kemungkinan akan melakukan pemberian
produk susu kambing kepada anak balitanya. Variabel tingkat persepsi
terhadap produk susu kambing dikategorikan menjadi persepsi buruk (0) dan persepsi baik (1)
Dengan demikian model regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepi responden terhadap produk susu kambing dengan variabel
tak bebas (Y), yaitu persepsi baik (1) atau persepsi buruk (0). Dengan demikian
model regresi logistik pada penelitian ini adalah:
P
i=
( .… )Setelah ditransformasikan kedalam logit menjadi:
Logit (
P
i) = Ln [P
i/ (1- P
i)]
=
β0 + β1X1 +β2X2 +β3X3 +β4X4 +β5X5 +β6X6= β0 +β1 Usia +β2 Tingkat pengeluaran +β3 Tingkat pendidikan
+ β4 Status pekerjaan + β5 Pengalaman mengkonsumsi
Dimana:
β0 = intercept X1 = Usia
X2 = Tingkat pendidikan; rendah (0), SD (0), SMP (1), SMA/Sederajat (2),
25 X3 = Status pekerjaan; ibu rumah tangga (0) pegawai negeri (1)
dan non-pegawai negeri (2)
X4 = Tingkat pengeluaran; rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2)
X6 = Pengalaman mengkonsumsi susu kambing; belum pernah (0), pernah (1) Β0 = Konstanta
B1-6 = Koefisien variabel bebas atau parameter yang akan diestimasi (logits) Sedangkan untuk model regresi logistik sikap ibu rumah tangga untuk
memberikan konsumsi susu kambing kepada anaknya adalah sebagai berikut:
P
i=
( .… )Setelah ditransformasikan kedalam logit menjadi:
Logit (
P
i) = Ln [P
i/ (1- P
i)]
=
β0 + β1X1 +β2X2 +β3X3 +β4X4 +β5X5 +β6X6= β0 +β1 Usia +β2 Tingkat pengeluaran +β3 Tingkat pendidikan + β4 Status pekerjaan + β5 Pengalaman mengkonsumsi + β6Tingkat persepsi
Dimana:
β0 = intercept X1 = Usia
X2 = Tingkat pendidikan; SD (0), SMP (1), SMA/Sederajat (2), Diploma (3),
Sarjana (4) , dan Pasca Sarjana (5)
X3 = Status pekerjaan; ibu rumah tangga (0) pegawai negeri (1)
dan non-pegawai negeri (2)
X4 = Tingkat pengeluaran; rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2)
X5 = Pengalaman mengkonsumsi susu kambing; belum pernah (0), pernah (1)
X6 = Tingkat persepsi; persepsi buruk (0), persepsi baik (1) Β0 = Konstanta
B1-6 = Koefisien variabel bebas atau parameter yang akan diestimasi (logits)
Dari keenam variabel diatas, terdapat enam data kategori yang termasuk
data nominal dan ordinal, yaitu tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat
26 dan tingkat persepsi terhadap produk susu kambing. untuk variabel usia tidak
dilakukan pengkategorian karena usia responden relatif berdekatan.
4.5.2.1. Evaluasi Model Dugaan
Menurut Juanda (2009), perlu dilakukan uji signifikansi model regresi
logistik dugaan dan uji signifikansi masing-masing variabel independent untuk
memeriksa apakah model secara statistic signifikan, serta variabel independent
apa saja yang berpengaruh signifikan terhadapa variabel dependent.
1) Uji Signifikansi Model Regresi Logistik Dugaan
Untuk menyimpulkan apakah model signifikan, dilakukan melaui uji hipotesa
statistik, yang dinyatakan sebagai,
H0: β1=β2=…= βj=…= βk=0 (model dugaan tidak signifikan) H1: Minimal ada satu βj 0 (model dugaan signifikan)
Untuk menguji hipotesa tersebut, digunakan statistic uji likehood ratio berikut
ini,
=
−
2
(
)
Dimana, Ln adalah logaritma dengan basis bilangan natural (e).
Statistik G menyebar mengikuti sebaran Chi-square (X2) dengan derajat bebas=df=k. Pada output computer tersaji pula nilai P, dimana P=Peluang (X2df=dk>G). Apabila P<α atau G>X2(df=k)α maka disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata α.
2) Uji Signifikansi Masing-masing Variabel Independent (Xj)
Apabila dari uji sebelumnya, disimpulkan bahwa model dugaan signifikan,
maka perlu ditelusuri lebih lanjut variabel independent mana yang
pengaruhnya signifikan terhadap variabel dependent. Untuk itu, dilakukan
melalui uji hipotesa statistik berikut ini,
H0: βj=0 (variabel Xj tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel respon) H1: βj 0 (variabel Xj berpengaruh signifikan terhadap variabel respon) Statistik uji Wald di bawah ini, digunakan untuk menguji hipotesa tersebut.
Wj=
[
( )
]
27 bj = Koefisien model dugaan untuk variabel independent Xj SECoef (bj) = Simpangan baku koefisien Xj
Statistik Wj menyebar mengikuti sebaran normal baku (Z). Jika P<α atau | | Zα/2 maka disimpulkan tolak H0pada tarafnyata α.
4.5.2.2 Nilai Odds Ratio
Ukuran yang sering digunakan untuk melihat hubungan antara peubah
bebas dan peubah tidak bebas dalam model logistic adalah nilai odds ratio (Ψ).
Adapun nilai odds ratio untuk predictor Xj adalah sebagai berikut:
a) Untuk Xj dalam bentuk variabel dummy
Odds ratio untuk Xj = =
⋯ ( ) ⋯
⋯ ( ) ⋯
=
Artinya, peluang sukses kategori Xj=1 besarnya kali lipat dibandingkan
Xj=0, cateris paribus.
b) Untuk Xj dalam bentuk matriks
Odds ratio untuk Xj = =
⋯ ( ) ⋯
⋯ ( ) ⋯
=
Artinya, bila Xj bertambah satu satuan Xj,maka peluang suksesnya kali lipat
dibandingkan sebelumnya, cateris paribus.
Nilai odds ratio berkisar antara nol hingga tak hingga. Adapun nilai odds ratio
dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu:
a) Bila bj bertanda positif, maka odds ratio akan bernilai lebih dari satu, yang
artinya Xj berpengaruh positif terhadap variabel respon sukses.
b) Bila bj bertanda negatif, maka odds ratio akan bernilai antara satu dan nol,
yang artinya Xj berpengaruh negatif terhadap variabel respon sukses.
c) Bila bj bernilai nol, maka odds ratio akan bernilai satu, yang artinya Xj tidak
28 4.5.3 Rentang Skala
Dalam analisis tingkat persepsi responden terhadap produk susu kambing,
transformasi data dilakukan dengan menggunakan statistika deskriptif berupa nilai
rata-rata jumlah skor yang didapat dari hasil wawancara responden. Pada
pertanyaan mengenai bauran pemasaran aspek produk, harga dan lokasi penjualan
skor diukur dengan nilai antara 1 (sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju).
Sedangkan pada pertanyaan mengenai bauran pemasaran aspek promosi dan aspek
psikologis skor diukur dengan nilai antara 1 (sangat setuju) hingga 5 (sangat tidak
setuju). Setelah itu, data skor diatur dalam rentang skala yang besar interval
kelasnya sama. Rentang skala dicari setelah jumlah kelas ditentukan. Simamora
(2005) menyebutkan persamaan untuk mencari besar interval kelas yaitu:
Rs = (m-n)/b
Dimana: Rs = Rentang skala
m = skor tertinggi pada skala
n = skor terendah pada skala
b = jumlah kelas atau kategori yang kita buat
Dalam analisis tingkat persepsi terhadap produk susu kambing, nilai
maksimum adalah 4, nilai minimum 1 dengan jumlah kelas adalah 2 (baik dan
buruk). Maka perhitungannya : (4-1)/2 = 1,5
skor 1-2,5 = persepsi buruk
skor 2,5-4 = persepsi baik
4.6. Definisi Operasional
1. Responden adalah orang pada saat dilakukan penelitian yang bersedia untuk
diwawancara dan mengisi kuesioner.
2. Karakteristik Konsumen adalah gambaran sosial yang melekat pada
konsumen dalam hal ini meliputi: usia, tingkat pendidikan, tingkat
pengeluaran dan jenis pekerjaan
3. Usia adalah rentang waktu responden dari lahir hingga saat ini.
4. Tingkat Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang telah ditempuh
29 5. Jenis Pekerjaan adalah pencaharian yg dijadikan pokok penghidupan atau
sesuatu yang dilakukan untuk mendapat nafkah responden saat ini.
6. Tingkat Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden selama
satu bulan terakhir.
7. Persepsi Konsumen adalah cara pandang konsumen terhadap produk susu
V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5. 1. Letak Geografis Kota Depok
Kota Depok secara geografis terletak diantara 106043’00” BT - 106055’30” BT dan 6019’00” - 6028’00”. Kota Depok berbatasan langsung dengan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan dan wilayah khusus ibukota Jakarta
di sebelah utara, Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung
Putri Kabupaten Bogor di sebelah timur, Kecamatan Cibinong dan Kecamatan
Bojong Gede Kabupaten Bogor di sebelah selatan, kecamatan Parung dan
Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor di sebelah barat. Letak Kota Depok sangat strategis diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini meyebabkan
Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring meningkatnya perkembangan
jaringan transportasi yang terhubung dengan kota-kota lainnya.
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah
dataran rendah - perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140
meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota
Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar
200,29 km2.
Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai
Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Kondisi
topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan
cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali
Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.
Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan
perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan
data analisis Revisi RT-RW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari
total pemanfaatan ruang Kota Depok.
Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%)
dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun
31
kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan
untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah
kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha
(49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun
2000.
Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan
mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005.
Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas
9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005.
5.2. Keadaan Demografi Kota Depok
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Kota Depok sementara adalah 1.738.570 orang, yang terdiri atas 880.816 laki-laki
dan 857.754 perempuan. Luas wilayah Kota Depok hanya 200,29 Km2, maka kepadatan penduduk Kota Depok adalah 8.680 jiwa/Km2. Tingkat kepadatan tersebut tergolong padat, apalagi dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.
Secara umum Kota Depok memiliki Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
tahun 2004-2008 adalah sebesar 4.65 %. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk
ini berdasarkan jumlah penduduk yang tercatat dan terdata pada Kecamatan
Dalam Angka Kota Depok. Perumbuhan penduduk ini dipengaruhi selain oleh
pertambahan alamiah penduduk (kelahiran), juga dipengaruhi oleh besarnya “migrasi” penduduk luar yang masuk Kota Depok (diakibatkan pengisian
perumahan formal yang dibangun di wilayah Kota Depok). Mengenai
perkembangan penduduk dan nilai Laju Pertumbuhan Penduduk dapat dillihat
pada Lampiran 2.
Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan
curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum
musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan
Oktober-Maret. Kota Depok memiliki temperatur dan kelembaban rata-rata
32
5.3. Keadaan Ekonomi Kota Depok
Kota Depok semakin memantapkan diri sebagai “Urban City” yang
dicirikan dengan struktur perekonomian yang dominan yaitu sektor sekunder
(industri) dan tersier (perdagangan, hotel dan restoran). Hal ini dijlelaskan pada
nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kota Depok tahun 2003-2007,
menurut harga berlaku sektor yang tinggi adalah industri ( 37.03 %), kemudian
sektor perdagangan yaitu sebesar 33.67 %.
Dari data tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kedua sektor
tersebut (industry dan perdagangan) merupakan sektor yang mendominasi struktur
perekonomian Kota Depok. Jika dilihat dari struktur ekonomi Kota Depok yang
dominan adalah industri, hal ini didukung dengan kebijakan RTRW Jawa Barat
2025 yang menetapkan Kota Depok sebagai Metropolitan Bodebek
(Bogor-Depok-Bekasi) dengan fungsinya sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional).
Kawasan andalan Bodebek dalam tata ruang Provinsi Jawa Barat diarahkan agar
mempunyai keunggulan dalam bidang industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, sumber daya manusia yang mempunyai keterkaitan dengan sumber daya lokal,
berdaya saing, berorientasi ekspor dan ramah lingkungan. Besarnya sektor industri
dalam memberikan kontribusi bagi PDRB Kota Depok, menyebabkan kegiatan
industri tetap diarahkan untuk dipacu pertumbuhannya, sehingga perkembangan
sektor ini akan terus meningkat. Perkembangan industri di Kota Depok didukung
oleh faktor kebijakan yang mengarahkan Kota Depok memiliki keunggulan di bidang industri, selain itu didukung pula oleh faktor sumber daya manusia, dan
pemasarannya.
5.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok
Salah satu faktor pendukung guns terciptanya perencanaan pembangunan
perekonomian yang baik adalah tersedianya data statistik yang dapat dijadikan
bahan evaluasi hasil pembangunan yang telah dicapai dan sebagai pereancanaan
dimasa yang akan datang. Salah satu data yang dibutuhkan, terutama dibidang
ekonomi adalah data Produk Domestik Bruto (PDRB).
Penyajian PDRB atas dasar harga konstan mencerminkan perubahan
33
meningkat dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ekonomi kota Depok tahun ini
naik dengan melambat yaitu sebesar 6,42 persen. Laju pertumbuhan ekonomi
Kota Depok masih diatas laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang sebesar
5,83 persen atau 0,59 poin lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat.
Selama periode tahun 2008, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
yang dihitung atas dasar harga berlaku di Kota Depok mencapai Rp.
12.542.499,04 juta atau mengalami peningkatan sebesar 18,33 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 10.599.147,15,-juta. Sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,42
persen dari Rp 5.422.760,39,- juta tahun 2007 menjadi Rp 5.770.827,64,- juta
pada tahun 2008
5.3.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita
Indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita. Semakin tinggi
pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan
di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik. Oleh karena
pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar (transfer out) serta
pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk (transfer in) yang merupakan
komponen penghitungan pendapatan regional, belum dapat dihitung mab yang dapat disajikan hanya PDRB perkapita. Nilai PDRB perkapita diperoleh dari nilai
PDRB dibagi penduduk pertengahan tahun. Nilai ini menunjukkan rata-rata
banyaknya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk daerah tersebut. Nilai
ini sangat tergantung dari jumlah penduduk pertengahan tahun, artinya jika jumlah
penduduk daerah tersebut banyak, maka PDRB perkapita yang menjadi kecil,
sebaliknya jika daerah tersebut berpenduduk sedikit, maka PDRB perkapita
menjadi besar.
PDRB perkapita Kota Depok atas dasar harga berlaku menunjukkan
kenaikan dari Rp 7.318.250,87 pada tahun 2007 menjadi Rp 8.369.131,29 pada
tahun 2008 atau meningkat 14,36 persen. Kendati demikian peningkatan PDRB
34
masyarakat Kota Depok secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB perkapita
yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung
faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
Untuk memantau perkembangan daya beli masyarakat secara riil bisa
digunakan PDRB perkapita yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan.
PDRB perkapita Kota Depok yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan
mengalami peningkatan dari Rp 3.744.180,58 pada tahun 2007 menjadi Rp
3.850.653,21 pada tahun 2008 atau naik 2,84 persen. Berikut Grafik pertumbuhan
[image:34.612.133.517.271.445.2]ekonomi Kota Depok
Gambar 4. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok tahun 2004-2008 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2010
Pertumbuhan ekonomi Kota Depok menggambarkan adanya peningkatan
daya beli masyarakat. Perkembangan daya beli masyarakat yang terjadi dan serta
didukung dengan pertumbuhan penduduk Kota Depok dapat menjadi indikasi
adanya peluang yang terbuka untuk mengembangkan usaha susu kambing sebagai
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga
Penelitian terhadap karakteristik Ibu rumah tangga diperlukan untuk
menganalisis gambaran umum dari Ibu rumah tangga di Kota Depok. Ibu rumah
tangga yang digunakan untuk menjadi responden dalam penelitian ini adalah Ibu
rumah tangga yang pada saat penelitian memberikan konsumsi susu kepada anak
balitanya. Karakteristik umum responden dijelaskan oleh variabel usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran. Variabel tersebut kemudian akan
ditabulasikan berdasarkan persentase dari keseluruhan jumlah responden.
6.1.1. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Usia Usia merupakan karakteristik demografi yang penting untuk diketahui,
karena perbedaan usia mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap
suatu produk (Sumarwan 2002). Usia dibagi berdasarkan kategori yang ditetapkan
oleh BPS pada tahun 2010. Data usia dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Usia Tahun 2011
Usia (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
20-24 3 5
25-29 24 40
30-34 21 35
35-39 10 16,67
40-44 2 3,33
Total 60 100
Dari hasil penelitian diketahui mayoritas usia responden berada di rentang
usia dewasa awal (20-40 tahun). Tahap usia tersebut merupakan masa paling
produktif dalam siklus hidup manusia (Papilia dan Olds 1986 yang diacu dalam
36 6.1.2. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden yang
berpartisipasi pada penelitian ini memiliki pendidikan setingkat dan diatas SMA.
Peneliti menilai dengan adanya hasil ini, responden dalam penelitian telah
memiliki pendidikan yang cukup memadai sehingga mampu memahami kuesioner
[image:36.612.133.400.269.429.2]selama pengambilan data. Data tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Tingkatan Pendidikan Tahun 2011
Pendidikan Jumlah
(Orang) Persentase (%)
SMP 5 8,33
SMA 22 36,67
Diploma 18 30
Sarjana 11 18,33
Pasca Sarjana 4 6,67
Total 60 100
Tingkat pendidikan akan terkait dengan banyaknya informasi dan akan
mempengaruhi keputusan seseorang dalam melakukan pembelian. Semakin tinggi
tingkat pendidikannya, maka konsumen akan lebih responsif dalam mengolah
informasi (Sumarwan 2002).
6.1.3. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Pekerjaan
Jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang dan
kemudian diduga mempengaruhi pola konsumsi dan proses keputusan pembelian
terhadap suatu produk bagi orang tersebut. Data pekerjaan dapat dilihat pada
37 Tabel 3. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Pekerjaan
Tahun 2011
Status Pekerjaan Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 34 90
Pegawai Negeri 9 5
Non-Pegawai Negeri 17 5
Total 60 100
Para Ibu yang memiliki profesi non-pegawai negeri rata-rata mendapatkan
penghasilan yang lebih besar dibandingkan para ibu yang berprofesi sebagai
pegawai negeri. Sedangkan para ibu yang memiliki profesi pegawai negeri
rata-rata memiliki waktu luang yang lebih banyak dibandingkan dengan para ibu yang
berprofesi sebagai non-pegawai negeri untuk mengurus rumah tangga.
Terdapat perbedaan antara ibu yang memiliki pekerjaan dengan ibu yang
tidak memiliki pekerjaan atau ibu rumah tangga penuh terhadap pembentukan
kebiasaan bagi anak. Ibu yang memiliki pekerjaan berarti sebagian waktunya akan
tersita, sehingga perannya dalam hal mengurus anak terpaksa dikerjakan oleh
orang lain (Suhardjo 1989 yang diacu dalam Nasution 2009).
6.1.4. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Pengeluaran
Para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk memperoleh data
mengenai pendapatan dari responden. Responden merasa tidak nya