• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.2. Metode Analisis Risiko

2.2.2. Metode Penilaian Risiko Usahatan

Pada umumnya metode analisis yang dipakai dalam pengukuran risiko antara lain Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, dimana untuk menghitung variance, sebelumnya harus mengetahui peluang dan expected return dari suatu kejadian dalam menjalankan usaha. Alat ukur risiko ini digunakan untuk mengukur besarnya risiko yang dihadapi dalam menjalankan suatu usaha. Semakin kecil nilai Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation-nya, maka semakin rendah risiko yang dihadapi.

Pengukuran risiko menggunakan Variance, Standard Deviation, dan

Coefficient Variation telah digunakan oleh Ginting (2009), Sembiring (2010),

Jamilah (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011). Namun, kelima peneliti tersebut ada yang menggunakan data satu perusahaan dan ada juga yang menggunakan data survey. Ginting (2009) meneliti risiko produksi jamur tiram putih dalam suatu perusahaan. Demikian juga dengan Sembiring (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011) yang juga menggunakan data satu perusahaan, namun

15 terdiri dari beberapa komoditas yang akan dianalisis risikonya (analisis risiko pada kegiatan spesialisasi dan portofolio). Sedangkan Jamilah (2010) menggunakan data survey, dimana kegiatan penelitiannya menggunakan responden penelitian sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 petani wortel dan 30 petani bawang daun.

Berbeda halnya dengan metode analisis risiko yang digunakan oleh Parengkuan (2011), Lestari (2009), dan Pinto (2011). Ketiga peneliti ini tidak menggunakan pengukuran risiko seperti Variance, Standard Deviation, dan

Coefficient Variation. Namun, metode analisisnya dimulai dari mengidentifikasi

sumber risiko yang dihadapi oleh perusahaan, mengukur probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada suatu usaha tersebut dengan menggunakan metode nilai standar (analisis

z-score), mengukur dampak risiko tersebut dengan menggunakan analisis Value at

Risk (VaR), mengklasifikasi sumber risiko ke dalam peta risiko dan

mengidentifikasi strategi penanganan risiko yang dihadapi perusahaan.

Dari uraian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan metode analisis risiko yang telah digunakan dengan metode analisis risiko yang digunakan dalam penelitian ini. Metode analisis risiko yang digunakan dalam penelitian Ginting (2009), Sembiring (2010), Jamilah (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011) juga digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan Variance,

Standard Deviaton, dan Coefficient Variance. Perbedaan terletak pada jenis dan

jumlah komoditas yang diteliti kecuali komoditas yang diteliti oleh Ginting (2009).

2.3. Strategi Pengelolaan Risiko

Strategi pengelolaan risiko diperlukan untuk meminimalkan risiko yang terjadi pada perusahaan. Strategi yang akan dilakukan tentunya diawali dengan pengidentifikasian sumber-sumber risiko yang terjadi. Strategi yang digunakan juga sesuai dengan sumber-sumber risiko yang ada. Strategi penanganan risiko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risikonya besar. Strategi mitigasi adalah strategi

16 penanganan risiko yang dimaksud untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar, Kountur (2008).

Ada beberapa contoh perusahaan yang telah melakukan strategi preventif dalam mengelola risiko produksi di perusahaannya, seperti usaha produksi jamur tiram putih pada Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor (Ginting (2009)), usaha produksi jamur tiram putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (Parengkuan (2011)), usaha sayuran organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sembiring (2010)), usaha wortel dan bawang daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat (Jamilah (2010)), usaha bunga pada PT. Saung Mirwan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Sianturi (2011)), usaha ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Silaban (2011)), usaha pembenihan udang vannamei (Litopenaeus

vannamei) pada PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

(Lestari (2009)), dan usaha peternakan ayam broiler Milik Bapak Restu di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor (Pinto (2011)).

Strategi-strategi preventif yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut tentu berbeda satu sama lain, tergantung dari karakteristik usaha dan sumber-sumber risiko yang dihadapi. Contohnya adalah pada usaha produksi jamur tiram putih, contoh strategi preventif yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani risiko iklim dan cuaca dengan meningkatkan intensitas penyiraman, membersihkan area produksi untuk mencegah timbulnya hama dan penyakit, melakukan perencanaan pembibitan yang baik dengan kualitas bahan baku yang baik, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti penyuluhan dan pelatihan tentang jamur tiram putih, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam, memasang alat bantu ukur suhu ruangan atau termometer untuk kontrol terhadap suhu ruangan, memberikan arahan kepada para pekerja untuk meminimalkan proses kesalahan sterilisasi (Ginting (2009) dan Parengkuan (2011)).

17 Contoh strategi preventif yang dilakukan pada usaha produksi sayuran organik adalah dengan melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman, adanya perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, dan pengelolaan daerah perkebunan (Sembiring (2010)). Contoh strategi preventif yang dilakukan pada usaha produksi wortel dan bawang daun adalah dengan meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT), meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan yang tetap dan merotasikan pola tanam, menggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP, dan meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia (Jamilah (2010)). Pada pengusahaan bunga, contoh strategi preventif yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan kuantitas bibit yang ditanam untuk mengantisipasi mortalitas bibit yang mungkin terjadi, mengatur frekuensi penyiraman air beserta pupuk untuk mengatasi perubahan suhu yang drastis, mencegah serangan hama dan penyakit tanaman yang dilakukan secara mekanis dan kimiawi, dan menerapkan pemeberian cahaya tambahan agar warna bunganya cerah dan seragam (Sianturi (2011)).

Berbeda halnya juga dengan strategi preventif yang dapat dilakukan pada usaha pembenihan udang vannamei. Contoh strategi preventif yang dapat dilakukan pada usaha ini adalah dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pemanenan dan pengepakan benur serta pelatihan sumber daya manusia serta dengan melakukan kontrak pembelian dengan pemasok pakan (Lestari (2009)). Pada usaha produksi ikan hias, contoh srategi preventif yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan teknologi baru seperti teknologi suntik hormon agar mempercepat proses pematangan gonad ikan, dan meningkatkan manajemen perusahaan yang tepat dan terarah (Silaban (2011)). Pada usaha peternakan ayam broiler juga dapat diterapkan strategi preventif, contohnya adalah dengan memasang jaring kawat pada seluruh bagian kandang untuk mencegah serangan hama predator, memasang ventilasi bantuan untuk mempercepat sirkulasi udara, dan dengan meningkatkan kedisplinan anak kandang dalam menjaga saran prasarana seperti sumur sebagai sumber air minum serta menjaga perlakuan yang bersifat operasional agar tetap steril dan melakukan

18 penyemprotan menggunakan insectysida untuk menghindari bertumbuh kembangnya kutu dan parasit lainnya pada ayam broiler.

Selain strategi preventif, ada juga yang disebut dengan strategi mitigasi. Ada beberapa strategi mitigasi yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan melakukan diversifikasi yaitu dengan mengusahakan lebih dari satu komoditas. Selain strategi preventif, strategi mitigasi dengan diversifikasi juga telah dilakukan oleh beberapa perusahaan, seperti usaha sayuran organik pada The

Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sembiring (2010)),

usaha wortel dan bawang daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat (Jamilah (2010)), usaha bunga pada PT. Saung Mirwan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Sianturi (2011)), dan usaha ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Silaban (2011)). Diversifikasi dilakukan untuk meminimalisir risiko yang dihadapi.

Berdasarkan contoh strategi preventif dan strategi mitigasi yang telah diuraikan di atas, maka dapat dilihat bahwa strategi-strategi yang dilakukan oleh setiap perusahaan adalah berbeda sesuai dengan karakteristik usaha dan sumber- sumber risiko yang dihadapi. Sebagian dari strategi preventif yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahan di atas, sama dengan strategi preventif yang dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom dalam penelitian ini.

19