• Tidak ada hasil yang ditemukan

LARUTAN HCl 15 %

METODE PERCOBAAN Bahan baku

Bahan baku yang digunakan dalam percobaan adalah kasiterit dari Bangka Indonesia dengan komposisi kimia ditunjukkan pada Tabel 1. Pelarut yang digunakan adalah asam klorida (HCl) 37% dan aquades.

Tabel 1. Komposisi kimia dari kasiterit Bangka Indonesia[2]

No Simbol % No Simbol % 1 Si 1,4783 27 Pd 0,0000 2 P 0,0003 28 Ag 0,0001 3 K 0,0010 29 Cd 0,0000 4 Ca 4,8812 30 In 0,0575 5 Sc 0,1934 31 Sn 66,3575 6 Ti 3,1998 32 Sb 0,0001 7 Cr 0,0318 33 Te 0,0001 8 Mn 0,2381 34 I 0,0001 9 Fe 1,1597 35 Cs 0,0001 10 Co 0,0039 36 Ba 0,0311 11 Ni 0,0001 37 La 0,5290 12 Cu 0,0245 38 Ce 0,9085 13 Zn 0,0038 39 Pr 0,0239 14 Ga 0,0007 40 Nd 0,2174 15 Ge 0,0001 41 Sm 0,0242 16 As 0,0001 42 Er 0,0054 17 Se 0,0001 43 Yb 0,0149 18 Br 0,0001 44 Hf 0,1907 19 Rb 0,0006 45 Ta 0,0483 20 Sr 0,0008 46 W 0,1409 21 Y 0,0909 47 Tl 0,0001 22 Zr 1,1608 48 Pb 0,0151 23 Nb 0,0428 49 Bi 0,0001 24 Mo 0,0001 50 Th 0,1282 25 Ru 0,0001 51 U 0,0167 26 Rh 0,0001 52 Others 18,7770

Percobaan

Tahapan percobaan adalah menghaluskan kasiterit menggunakan ball mill sampai ukuran partikel -100 mesh dan membuat larutan asam klorida encer (HCl) 15% dari asam klorida pekat 37%. Proses dilanjutkan dengan pelarutan (leaching) meliputi melarutan 10 gram kasiterit dalam 100 ml larutan HCl 15% dengan variasi waktu (1,2,3,4,5 dan 6 jam) dan temperatur (35, 50, 70, 90, 110, 130 dan 150oC). Tahapan terakhir adalah proses pemisahan fitrat dan residu menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Hasil proses pemisahan (filtrat dan residu) tersebut kemudian dikarakterisasi.

Karakterisasi

Kasiterit awal dilakukan karakterisasi menggunakan analisis X-Ray Fluorescence (XRF) untuk mengetahui komposisi kimia dari kasiterit. Sedangkan produk hasil leaching meliputi filtrat dikarakterisasi menggunakan Inductively Coupled Plasma (ICP) untuk mengetahui elemen (unsur) dari kasiterit yang terlarut dan residu yang merupakan kasiterit tidak terlarut dikarakterisasi menggunakan analisis XRF.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengolahan data percobaan kelarutan kasiterit menggunakan larutan HCl 15% dalam berbagai variasi waktu dan temperatur pelarutan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:

Pengaruh waktu

Pengaruh waktu terhadap kelarutan kasiterit dan elemennya dilakukan pada temperatur 90oC dimana hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Kelarutan kasiterit dalam berbagai waktu pelarutan

Pada Gambar 1 terlihat kelarutan kasiterit dalam berbagai waktu proses adalah tidak signifikan. Kelarutan kasiterit maksimum diperoleh pada waktu 2 jam adalah sebesar 2%. Pada waktu proses lebih lama 2 jam, kelarutan kasiterit menurun namum tidak signifikan. Penurunan presentasi kelarutan kasiterit diduga karena adanya proses oksidasi pada sebagian elemen kimia penyusun mineral kasiterit yang bisa dilihat pada Tabel 1. Oksidasi tersebut dimungkinkan karena proses pelarutan kasiterit menggunakan larutan HCl 15% dilakukan dalam kondisi atmosferik dan adanya kandungan air berlebihan dalam proses leaching. Untuk mengetahui elemen apa yang terlarut atau teroksidasi maka dilakukan analisis ICP dari filtrat hasil leaching. Filtrat hasil leaching bisa dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Kelarutan elemen Fe, Si, Ti, Sn dari kasiterit dalam berbagai waktu pelindian

(leaching)

Gambar 3. Perubahan warna filtrat hasil leaching dalam berbagai waktu pelarutan (leaching):

(a) 1 jam; (b) 2 jam; (c) 3 jam; (d) 4 jam; (e) 5 jam; (f) 6 jam

Pada Gambar 3 terlihat warna filtrat hasil proses leaching adalah hampir sama yaitu

kehijauan. Warna hijau lebih tajam terlihat pada hasil leaching selama 5 jam. Kondisi ini mengindikasikan terdapat banyak elemen kasiterit yang terlarut dalam larutan HCl 15 %. Dari pengolahan data hasil analisis ICP untuk elemen besi (Fe), silikon (Si), titanium (Ti) dan timah (Sn) yang ditunjukkan pada Gambar 2, terlihat elemen kasiterit yang terlarut banyak adalah besi dibandingkan dengan titanium, silikon dan timah. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa kelarutan titanium dan silikon adalah lebih besar daripada timah. Timah tidak mudah larut dan relatif stabil dalam larutan HCl 15% dan berbagai waktu proses.

Hasil yang sama juga telah dijelaskan Latifa dkk[2] pada penelitian sebelumnya yaitu pengaruh konsentrasi asam pada kelarutan kasiterit dimana elemen Fe dalam kasiterit relatif tidak stabil dalam larutan asam dibandingkan dengan Si, Ti dan Sn. Reaksi elemen Fe dalam kasiterit menggunakan larutan asam adalah sebagai berikut[2][9]:

Fe2O3 + 6HCl  2FeCl3 + 3H2O (1) FeS2 + HCl  FeCl2 + H2S + S (2)

Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa kelarutan besi dalam kasiterit menggunakan

HCl 15% adalah terbesar pada waktu 5 jam dan dilanjutkan waktu 2 jam. Kelarutan besi tersebut pada waktu proses 2 jam dan 5 jam adalah mencapai di atas 80% menggunakan larutan HCl 15%. Kecenderungan hasil pada Gambar 2 adalah sesuai dengan warna yang

ditunjukkan pada fitrat hasil leaching dimana pada waktu leaching 5 jam terlihat warna filtrat adalah hijau lebih jelas dibandingkan dengan lainnya. Kondisi ini mengidentifikasi bahwasanya warna hijau dari sampel filtrat mencerminkan adanya besi yang terlarut dalam larutan HCl 15%.

Pengaruh temperatur

Percobaan pengaruh temperatur terhadap kelarutan kasiterit dan elemennya dilakukan selama 2 jam. Waktu proses leaching 2 jam tersebut dipilih sebagai waktu yang optimal karena mampu melarutkan kasiterit terbesar (Gambar 1). Hasil percobaan pengaruh temperatur terhadap kelarutan kasiterit dan elemennya dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Kelarutan kasiterit dalam berbagai temperatur pelarutan (leaching)

Gambar 5. Kelarutan elemen Fe, Si, Ti, Sn dari kasiterit dalam berbagai temperatur pelarutan

(leaching)

Pada Gambar 4 juga terlihat bahwa kelarutan kasiterit dalam berbagai temperatur proses adalah tidak signifikan. Kelarutan kasiterit maksimum didapatkan pada temperatur leaching 110 oC dimana mampu melarutkan kasiterit sebesar 2,29%. Kelarutan kasiterit dalam larutan HCl 15% mulai terlihat stabil di atas temperatur 90oC yaitu berkisar 2%.

Gambar 5 menunjukkan bahwa kelarutan besi lebih besar daripada titanium, silikon

range suhu 70 – 90oC yaitu di atas 90 %. Pada suhu lebih rendah dari 70oC, elemen besi dari kasiterit tidak terlarut, namun di atas suhu 90oC kelarutan besi menurun karena efek oksidasi lanjut sehinga besi lebih stabil dalam oksidanya, sedangkan titanium dan silikon mulai terlarut tidak signifikan yaitu di bawah 1 % yang ditunjukkan dengan grafik lebih tajam pada range temperatur di atas 90oC. Elemen timah tetap stabil meskipun temperatur pelarutan ditingkatkan sampai 150oC. Kondisi ini cukup memuaskan untuk memisahkan timah dari elemen pengikutnya. Berikut ini komposisi kimia dari residu yang merupakan kasiterit tidak terlarut ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia dari residu hasil pelarutan kasiterit menggunakan larutan asam

klorida encer (HCl 15%)

Elemen

Kadar (%) dalam berbagai temperatur

35 oC 50 oC 70 oC 90 oC 110 oC 130 oC 150 oC Si 0,2209 0,8064 0,5914 0,2418 0,3096 0,6404 0,3322 Ti 0,7706 0,7797 0,7969 0,6367 0,6530 0,7595 0,6876 Fe 0,8858 0,8998 0,6974 0,7887 0,7308 0,7953 0,5486 Zr 0,0289 0,0427 0,0306 0,0396 0,0374 0,0262 0,0426 Sn 69,5603 66,2029 68,1506 66,7321 68,6017 68,4835 68,7735 La 0,1398 0,1273 0,1013 0,1093 0,0524 0,0587 0,0508 Ce 0,2645 0,2569 0,2223 0,1927 0,1066 0,1101 0,1177

Pada Tabel 2 terlihat bahwa larutan HCl 15% mampu melarutkan elemen pengikut

(pengotor) dari kasiterit diantaranya silikon (Si), titanium (Ti), besi (Fe), zirkon (Zr), lantanum (La) dan cerium (Ce) dengan persentase yang semakin menurun dibandingkan pada

Tabel 1. Elemen tersebut merupakan pengotor terbesar dalam kasiterit Indonesia.

Berkurangnya elemen pengotor dalam kasiterit menyebabkan kadar Sn meningkat namun tidak signifikan dalam range (68 69,56%) atau SnO2 berkisar 86,3  88,26 % karena kemungkinan masih banyak elemen pengotor lain yang tidak terlarut.

Hasil analisis XRF pada residu (Tabel 2) juga memperlihatkan bahwa temperatur pelarutan 110oC ternyata mampu melarutan elemen pengotor secara merata dan banyak dengan ditunjukkan persentase semakin menurun pada hasil analisis Tabel 2. Kondisi ini sesuai dengan Gambar 4 dimana kelarutan kasiterit maksimum didapatkan pada temperatur 110oC. Kondisi percobaan yang cukup menarik dan perlu penelitian lebih lanjut dan detail adalah pada temperatur rendah 35oC dimana peningkatan kandungan timah terlihat lebih tinggi yaitu sampai 69.5603% meskipun elemen pengotor besi (Fe), titanium (Ti), lantanum (La) dan cerium (Ce) tidak terlarut banyak. Kemungkinan elemen pengotor lain yang terlarut pada temperatur 35oC. Keberhasilan percobaan kelarutan kasiterit menggunakan pelarut asam encer dan dilakukan pada temperatur rendah diharapkan mampu menurunkan biaya operasional.

KESIMPULAN

Kelarutan kasiterit Bangka Indonesia menggunakan larutan asam encer (HCl 15%) mampu menurunkan elemen pengikut (pengotor) yaitu silikon (Si), titanium (Ti), besi (Fe), zirkon (Zr), lantanum (La) dan cerium (Ce). Semakin tinggi temperatur proses menyebabkan kelarutan kasiterit meningkat maksimum pada temperatur 110oC selama 2 jam dimana mampu melarutkan pengotor dari kasiterit sebesar 2,29%. Percobaan ini berhasil meningkatkan kadar timah (Sn) berkisar 68 69,56% atau SnO2 berkisar 86,3  88,26 %.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan pendanaan melalui Hibah Kegiatan Tematik Tahun Anggaran 2015 di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material, LIPI. Ucapan terima kasih juga diberikan pada Adi Prayoga, Mahasiswa Magang Jurusan Kimia, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah (UIN), Jakarta dan semua pihak yang membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. H. Djamaluddin, M. Thamrin, and A. Achmad, “Nilai Tambah Mineral Logam di Indonesia (Suatu Kajian Terhadap Upaya Konservasi Mineral),” in Prosiding 2012,

Hasil Penelitian Fakultas Teknik, 2012, vol. 6, pp. 978–979.

2. L. H. Lalasari, Y. Dewiani, A. Suharyanto, and F. Firdiyono, “Characterization and dissolution of Cassiterite Indonesia mineral in various concentrations of hydrochloric acid,” in International Conference Proceeding on Materials and Metallurgical

Engineering 2015 ( ICOMMET 2015 ), 4-6 October 2015, 2013, pp. 1–5.

3. S. I. Angadi, T. Sreenivas, H. Jeon, S. Baek, and B. K. Mishra, “A review of cassiterite beneficiation fundamentals and plant practices,” Miner. Eng., vol. 70, pp. 178–200, 2015.

4. C. Bunnakkha and C. Jarupisitthorn, “Extraction of Tin from Hardhead by Oxidation and Fusion with Sodium Hydroxide,” vol. 22, no. 1, pp. 1–6, 2012.

5. N. Chukwuka, J. Hwang, and E. T. Al, “Model for Prediction of the Concentration of Extracted Tin during Leaching of Cassiterite in Potassium Hydroxide Solution,” vol. 2012, no. July, pp. 730–734, 2012.

6. Y. D. Li, W.C., Wei, Nonferrous Met. (in Chinese), vol. 48, no. 1, pp. 54–60, 1996. 7. Peter A. Wright, Extractive Metallurgy of Tin (Process metallurgy). Elsevier Science

Ltd; 2nd edition (September 1982), 1982, p. 344.

8. J. Yang, Y. Wu, and X. Zhang, “Study on separation of tin from a low-grade tin concentrate through leaching and low-temperature smelting processes,” vol. 123, no. 4, 2014.

9. L. H. Lalasari, Yosephin Dewiani, and E. Sulistiyono, “Air flow effect on the dissolution of iron in tin slag using hydrochloric acid,” in International Conference

Proceeding on Materials and Metallurgical Engineering 2015 ( ICOMMET 2015 ), 4-6 October 2015, 2013, pp. 1–5, 2015.