• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siska Prifiharni*, Moch. Syaiful Anwar, Efendi Mabruri Pusat Penelitian Metalurgi dan Material, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Gedung 470, Kawasan Puspiptek, Setu, Tangsel *E-mail: sisk002@lipi.go.id

Abstrak

Martensitik stainless steel biasa digunakan untuk aplikasi di turbin uap. Martensitik stainless steel digunakan karena memiliki sifat mekanik dan ketahanan korosi yang baik. Perlakuan panas dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari suatu material. Dalam penelitian ini sampel diaustenisasi pada suhu 1000 dan 1050°C selama 1 jam diikuti dengan quenching oli, kemudian ditemper pada variasi suhu temper 150, 250, 350, 450, dan 550°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu austenisasi tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan kekerasan yang terjadi. Peningkatan suhu temper menyebabkan terjadinya presipitasi karbida yang muncul dan pengerasan kedua terjadi pada suhu 350 – 550°C.

Kata kunci: Martensitik stainless steel, Perlakuan panas, Karbida

PENDAHULUAN

Martensitik stainless steel biasa digunakan untuk industri kimia dan energi dan sebagai kompresor blade di mesin pesawat terbang modern karena memiliki ketahanan korosi pada temperatur tinggi, sifat mekanik yang baik dan ketahanan radiasi yang cukup[1,2]. Sifat dari stainless steel ini dapat diubah dengan cara perlakuan panas, oleh karena itu stainless steel jenis ini biasanya digunakan untuk generator uap, bejana tekan, mixer blade, dan alat potong[3]. Dari beberapa struktur mikro yang dapat terbentuk dari perlakuan panas, struktur martensitik adalah struktur yang paling keras dan kuat, tapi yang paling getas dan hampir tidak memiliki keuletan sama sekali. Dalam kondisi setelah quenched, martensit menjadi sangat keras sehingga tidak dapat digunakan dalam beberapa aplikasi. Ketangguhan dan keuletan dari martensit dapat ditingkatkan dengan cara perlakuan panas yang disebut temper[4].

Sifat mekanik dan ketahanan korosi baja tergantung dari unsur karbon dan chromium yang terkandung didalamnya. Stainless steel AISI 420 memiliki unsur paduan 11,5 – 18%

chromium dan unsur karbon sampai 0,6%. Struktur mikro AISI 420 sangat tergantung dari

perlakuan panas baja yang diterima, dan biasanya terdiri dari martensitik, karbida yang tidak terlarut, dan austenit sisa. Fraksi volume dan ukuran karbida yang muncul dalam baja dan jumlah austenit sisa merupakan peran utama dalam penetuan nilai kekerasan, kekuatan, ketangguhan, ketahanan korosi, dan ketahanan aus dalam baja[5]. Pada umumnya, dalam medium karbon martensitik stainless steel mengandung 0,2% karbon terlarut di dalam matriksnya. Namun, pengkasaran butir, dekarburisasi, dan austenit sisa harus dihindari karena kehadiran tegangan sisa akan menyebabkan penurununan sifat mekanik dan ketahanan korosi[3].

Efek temperatur austenisasi terhadap struktur mikro dan sifat mekanik telah dijelaskan di beberapa penelitian. Temperatur austenitizing mengontrol pemisahan unsur paduan antara austenit dan karbida pada suhu tinggi, dan mengakibatkan terjadinya transformasi martensit, ukuran butir, kekerasan, dan austenit sisa pada kondisi quenching. Temperatur austenisasi yang lebih tinggi akan meningkatkan kelarutan karbida dan berat jenis karbida menurun seiring dengan peningkatan temperatur austenisasi. Kelarutan karbida selama austenisasi mempengaruhi ukuran butir austenit[5]. Menurut Calliari, et al[6] melaporkan bahwa harga kekerasan maksimum yang dicapai oleh AISI 420 martensitik steel yaitu setelah austenisasi pada suhu 1050°C. Penerapan suhu tempering yang sesuai akan mengurangi tegangan dan

menyebabkan dekomposisi karbida baru[3]. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa efek dari austenisasi dan tempering terhadap kekerasan berdasarkan struktur mikro yang terbentuk.

METODE PERCOBAAN

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah martensitik stainless steel AISI 420 dengan komposisi kimia yang dapat dilihat pada Tabel 1. Seperti yang terlihat dalam

Tabel 1, stainless steel ini mengandung 12% khromium dan 0,4% karbon.

Tabel 1. Komposisi kimia Stainless Steel AISI 420 yang digunakan pada penelitian C Cr Mn Si Mo Ni P S V Fe

0,432 12,413 0,368 0,26 0,00942 0,145 0,017 0,019 0,045 86,23

Stainless steel dalam bentuk round bar dipotong menjadi dimensi 20 x 30 x 5 mm.

Sampel diaustenisasi dengan menggunakan tube furnace pada 2 variasi suhu yaitu 1000°C dan 1050°C selama 1 jam dan diikuti dengan quenching oli. Semua sampel kemudian ditemper pada beberapa variasi suhu, yaitu 150, 250, 350, 450, dan 550°C selama 30 menit.

Semua sampel di mounting dalam resin dan bahan pengeras selama 24 jam, diampelas dimulai dari ampelas kasar sampai yang halus dari kekasaran 80 – 1200 mesh, dan dipoles dengan pasta alumina sampai halus seperti kaca. Sampel yang telah dipoles kemudian dietsa dengan menggunakan kalling’s reagent (5 gr CuCl2, 100 mL HCl, dan 100 mL ethanol). Sampel kemudian diuji dengan menggunakan mikroskop optik dan SEM-EDS untuk mengetahui struktur mikro dan karbida yang muncul setelah mengalami perlakuan panas. Uji kekerasan menggunakan metoda Rockwell C – HC 10 dengan beban 150 kgf dan indentor intan 120°.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Harga kekerasan martensitik AISI 420 setelah austenisasi dan tempering pada suhu yang berbeda ditunjukkan oleh Gambar 1. Perubahan temperatur austenisasi tidak terlalu menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap harga kekerasan. Harga kekerasan pada suhu austenisasi 1050°C lebih tinggi dibandingkan dengan harga kekerasan pada suhu 1000°C. Peningkatan kekerasan ini bisa diakibatkan oleh peningkatan unsur karbon di fasa martensit karena karbida terlarut sebagian. Oleh karena itu, martensit menjadi lebih keras karena unsur karbon yang lebih besar[5].

Gambar 1. Pengaruh suhu temper terhadap nilai kekerasan

Struktur mikro dari sampel setelah austenisasi 1000°C dapat dilihat pada Gambar 2. Struktur mikro martensitik stainless steel yang terlihat dalam Gambar 1 terdiri dari struktur martensit tajam dan karbida M23C6. Jumlah karbida yang terbentuk akan bervariasi tergantung

dari temperatur austenisasi. Setelah quenching, kisi martensit adalah fasa yang paling dominan muncul dalam struktur mikro. Peningkatan suhu austenisasi dapat menyebabkan lebih banyak karbida yang terlarut, sehingga meningkatkan kadar paduan austenit dan menekan pertumbuhan martensit, kemungkinan meningkatkan austenit sisa setelah quencing. Menurut Barlow, et.al[5] suhu austenisasi pada 1000°C dan 1050°C masih rendah untuk melarutkan jumlah karbida M23C6 secara seluruhnya. Hanya 4% dan 6% austenite sisa yang muncul setelah austenisasi 1000°C dan 1050°C pada masing – masing suhu. Perbedaan kekerasan pada setiap suhu austenisasi bisa dipengaruhi oleh peningkatan unsur – unsur paduan seperti kromium dan karbon di dalam austenit dengan meningkatnya temperatur dan waktu[3].

Gambar 2. Foto struktur mikro SEM quenching oli setelah austenisasi 1000°C selama 1 jam

Gambar 3. Foto struktur mikro SEM-EDS austenisasi 1000°C selama 1 jam dan temper pada

Kekerasan optimum terjadi pada saat suhu austenisasi 1050°C dan temper 550°C dengan nilai kekerasan 48 HRC. Pada Gambar 1 terlihat suhu 150 sampai 250°C harga kekerasan mulai mengalami peningkatan dan kemudian harga kekerasan turun pada suhu 350°C. Kekerasan kembali meningkat pada temperatur 350 – 550°C. Peningkatan kekerasan dari suhu 350 – 550°C dapat disebabkan terjadinya fenomena secondary hardening. Hal ini biasanya berhubungan dengan terbentuknya carbida M7C3 dengan kisi martensit yang ditunjukkan pada Gambar 3.

KESIMPULAN

Efek perlakuan panas terhadap sifat mekanik dan struktur mikro baja tahan karat

martensitik dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kekerasan maksimum yang didapat adalah 48 HRC pada suhu austenisasi 1050°C dan temper 550°C.

2. Peningkatan kekerasan yang terjadi pada suhu austenisasi diakibatkan oleh peningkatan unsur karbon di fasa martensit karena adanya karbida yang terlarut.

3. Pengerasan kedua terjadi pada suhu tempering 350 – 550°C formasi karbida M7C3 pada kisi martensit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lim, L.C. 1993. Tempering of AISI 403 Stainless Steel. Materials Science and

Engineering, A171: 13-19

2. J. Dubey, S.L Wadekar, J.K Chakravartty. 1998. Elevated Temperature Fracture Toughness of AISI 430 Martensitic Stainless Steel. Journal of Nuclear Materials, 254: 271-274

3. A. Nasery, H. Saghafian, G. Borhani. 2011. The effect of heat treatment on mechanical properties and corrosion behaviour of AISI 420 martensitic stainless steel. Journals

Alloys and Compounds, 509: 3931-3936

4. Menes, Rafael. dkk. 1991. ASM handbook Volume 4: Heat Treating. The Materials Information Company.

5. L.D Barlow, M. Du Toit. 2011. Effect of austenitizing heat treatment on the microstructure and hardness of martensitic stainless steel. Journals of Materials

Engineering and Performance, 21: 1327-1336

6. I. Calliari. dkk. 2006. Investigation of microstructure and properties of a Ni-Mo