• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Konseptual Kebijakan Pengembangan Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah Lingkungan

Merupakan kegiatan terakhir yang meliputi :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.8 Model Konseptual Kebijakan Pengembangan Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah Lingkungan

( ji w a )

Gambar 66 Perbandingan jumlah penduduk aktual dan simulasi di Kota Batam.

Gambar 67 AME jumlah penduduk di Kota Batam.

4.8 Model Konseptual Kebijakan Pengembangan Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah Lingkungan

Pengembangan rusunawa ramah lingkungan memerlukan kebijakan yang kokoh, operasional dan mengikat semua pihak terkait. Selain itu, pada tataran operasional pengembangan rusunawa ramah lingkungan melibatkan banyak pihak terkait dan memerlukan pendanaan yang relatif besar, sehingga harus dilakukan secara terencana dalam jangka waktu cukup panjang dan berkesinambungan.

2006 2007 2008 2009 2010 0 3 6 AME P r o s e n K e s a la h a n ( % )

Semua hal tersebut bisa dipecahkan secara sistematis dan terpadu melalui sebuah model kebijakan konseptual yang dibangun berdasarkan kajian yang telah dilakukan sebelumnya.

Model konseptual pengembangan rusunawa ramah lingkungan menunjukkan perlunya landasan kebijakan yang kokoh dan mudah dilaksanakan (operasional) oleh berbagai pihak terkait. Model ini juga menggambarkan hubungan antar aktor dalam menyukseskan tercapainya tujuan pengembangan rusunawa ramah lingkungan di Kota Batam. Optimalisasi pencapaian tujuan ini akan tercapai jika semua pihak terkait bisa berkoordinasi dan berkomitmen untuk melaksanakan pengembangan rusunawa ramah lingkungan di Batam secara sistematis dan terintegrasi. Pemerintah pusat, melalui Kementerian PU dan Perumahan Rakyat menjadi aktor pendorong utama yang harus bisa bermitra dengan para pihak lainnya, terutama Pemerintah Kota Batam melalui Dinas PU, pelaku usaha dan para praktisi di bidang pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Semua pihak yang terkait harus bersama-sama mengatasi kendala yang ada di lapangan, terutama sosialisasi pentingnya pengembangan rusunawa ramah lingkungan melalui konstruksi bangunan hijau.

Hal ini diharapkan akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pemahaman pentingnya pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Proses prioritas lain yang harus ditempuh guna mengoptimalkan pencapaian tujuan rusunawa ramah lingkungan antara lain adalah peningkatan teknologi dan peralatan yang bisa menghindari terjadinya gagal konstruksi dan dampak ikutan lainnya. Selain aktor dan proses pengembangan, model konseptual juga menekankan pentingnya alur pendanaan dan pembagian wewenang antar aktor. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan.

4.8.1 Pendekatan Kebijakan

Kebijakan pengembangan rusunawa ramah lingkungan selain memenuhi aspek teknis, juga harus memenuhi prinsip-prinsip greenbuilding dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Keberlanjutan bisa diwujudkan dalam bentuk sistem manajemen lingkungan (SML) yang mempertimbangkan kelestarian lingkungan

(ekologi), keberlangsungan kegiatan ekonomi dan kestabilan sosial budaya masyarakat. Semua aspek yang terkait dengan prinsip keberlanjutan tersebut memerlukan pendekatan yang sistematik dalam penentuan kebijakannya.

Kebijakan yang bersifat regulatif saat ini sudah cukup sebagai dasar pengembangan rumah susun. Bahkan pengembangan perumahan dan permukiman, serta rumah susun sudah diatur dalam undang-undang perumahan dan permukiman diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yang telah diperbaharui dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 teentang Pengembangan Kawasan Permukiman, menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Terkait rumah susun sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang menjelaskan pengelolaan rumah susun melalui perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus kepentingan bersama. Saat ini juga tengah disusun undang-undang baru tentang rumah susun, untuk penyempyrnaan undang-undang yang telah ada. Selain itu juga pada UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung yang menjelaskan pengelolaan bangunan gedung yang memperhatikan fungsi ekologis, sosial, ekonomi, serta estetika.

Ketiga UU tersebut masih dijelaskan dalam turunan peraturan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Menteri (Kepmen) terkait. Pengaturan yang bersifat lebih teknis terkait pemanfaatan rumah susun telah diatur dalam PP Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Selain itu PP Nomor 36 Tahun 2005 mengamanatkan penyediaan ruang luar bangunan dan RTH sebagai pendukung kenyamanan dan keamanan dalam pemanfaatan rumah susun.

Pendekatan kebijakan ditinjau dari aspek ekologis harus memenuhi norma dan jiwa peraturan perundangan, terkait pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Saat ini, UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) merupakan acuan dasar dari aspek ekologi. Salah satu visi terkait pembangunan rusunawa ramah lingkungan dalam UU ini adalah perlunya perhatian serius terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta perlunya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan

pembangunan. Selain itu diperlukan juga sinkronisasi pengembangan rusunawa dengan pengembangan Kota Batam secara keseluruhan. Hal ini merupakan amanat UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengingat Kota Batam merupakan bagian dari kawasan strategis nasional yang penataannya juga harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

Mengingat adanya fenomena otonomi daerah (UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) yang saat ini berhembus kuat, maka diperlukan goodwill dari pihak regulator di lapangan (pemda) untuk merujuk pada peraturan terkait pedoman pengembangan rusunawa ramah lingkungan yang ada pada tingkat di atasnya. Peraturan ini diharapkan bisa dibuat oleh Pemerintah Kota Batam, sehingga selain memudahkan implementasinya, juga memudahkan koordinasi dan pemantauannya.

4.8.2 Kebijakan Prioritas Pengembangan Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah Lingkungan

Kebijakan prioritas pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan dirumuskan berdasarkan adanya kendala di lapangan yang memerlukan solusi guna memecahkannya. Selain itu, kebijakan prioritas juga menyangkut penyempurnaan regulasi dan implementasinya, serta keterlibatan aktor pelaksana pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan (Gambar 66).

Kebijakan prioritas bisa diperoleh dengan melakukan analisis kebijakan yaitu merumuskan masalah sebagai bagian dari pencarian solusi. Solusi berupa pemecahan masalah adalah elemen kunci dalam metodologi analisis kebijakan (Dunn, 2003). Analisis kebijakan merupakan suatu analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberikan landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (Quade, 1975 dalam Dunn, 2003). Salah satu karakteristik penting dari prosedur analisis kebijakan adalah hubungan mereka dengan yang bersifat hirarkis – tidak mungkin untuk

menggunakan beberapa metode tanpa terlebih dahulu menggunakan metode-metode lain.

Perumusan masalah harus dilakukan secara kreatif dan mengikuti tahapan yang benar. Kesalahan melakukan perumusan masalah bisa mengakibatkan kesalahan tipe ketiga (errors of the third type,EIII), yaitu ‘memecahkan masalah yang salah’ (Raiffa, 1968 dalam Dunn, 2003). Metodologi perumusan masalah bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menggunakan metode analisis batas, analisis klasifikasi, analisis hirarki, synecties, brainstorming, analisis perspektif berganda, analisis asumsi dan pemetaan argumentasi.

Kebijakan sebagai sesuatu yang kompleks memiliki sistem yang di dalamnya terdapat elemen yang saling terkait satu sama lain. Secara struktural kerangka suatu sistem kebijakan (policy system), mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan. Salah satu hasil analisis sebelumnya (AHP), mampu menunjukkan proporsi aktor, faktor, tujuan, serta alternatif kebijakan yang akan dipilih. Selain itu, hasil analisis ISM mampu menunjukkan hubungan antar pelaku dan kendala secara terstruktur yang ada dalam pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Hal ini akan memudahkan dalam menentukan solusi dalam kebijakan yang akan diambil.

Secara umum keberhasilan model pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan akan sangat terkait dengan aspek institusi/lembaga atau para pihak yang terlibat, kebijakan atau tata cara pengembangannya, serta anggaran yang menunjang kelancaran pengembangannya. Guna mencapai optimalisasi tujuan, model pengembangan ini harus memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Comhar, 2007). Prinsip-prinsip yang secara ringkas terdiri dari: efisiensi sumber daya (satisfaction of human needs by the efficient use of resources); kesetaraan (equity between generations; countries and regions; social); penghormatan terhadap lingkungan dan budaya (respect for ecological integrity and biodiversity; cultural heritage/diversity); dan prinsip pengambilan keputusan yang baik (good decision-making) dapat diaplikasikan dalam setiap proses dalam model tersebut.

Isu strategis pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan terutama harus diawali oleh adanya kolaborasi antar para pihak (lembaga/institusi) yang terlibat dalam melakukan pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan. Kolaborasi tersebut harus berupa kesamaan persepsi, koordinasi, dan komitmen antar para pihak untuk mencapai tujuan pengembangan rusunawa ramah lingkungan secara optimal. Kolaborasi antar para pihak ini akan menjadi simpul pengungkit bagi keberhasilan pengembangan rusunawa ramah lingkungan.

Simpul ini akan mempertemukan banyak faktor yang berpengaruh terhadap optimal tidaknya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Simpul ini juga harus mampu mencerminkan aspek-aspek keseimbangan berbagai kepentingan yang berlandaskan prinsip keberlanjutan. Oleh karena itu, kolaborasi yang terbentuk harus berdasarkan prinsip keberlanjutan (Manuwoto, 2007) berupa azas kesamaan (equity), jangkauan ke masa depan (futurity), dan memperhatikan nilai ekonomi lingkungan (environmentalvaluation).

Keberhasilan dalam kolaborasi (persepsi, kesepakatan, komitmen) akan mendorong bergulirnya kebijakan prioritas yang merupakan inti dari sistem manajemen dalam pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Proses ini akan memberikan umpan balik (feed back) sebagai bahan perbaikan bagi para pihak terkait. Sistem ini akan bergulir membentuk lingkaran yang saling terkait, secara kontinu dan terus memperbaiki diri berdasarkan umpan balik yang dihasilkan.

4.8.3 Model Kebijakan

Model kebijakan dibangun berdasarkan berbagai analisis yang telah dilakukan sebelumnnya, sehingga bisa dibangun sebuah sintesis yang mencakup semua hasil analisis. Analisis tersebut terdiri dari analisis situasional, analisis daur hidup (LCA), analisis proses terstruktur (AHP), analisis model interpretasi struktur (ISM), dan analisis sistem dinamik. Setiap analisis ini menggambarkan berbagai hasil terkait pengembangan rusunawa yang saling berhubungan antara satu analisis dan analisis lainnya. Hal ini masih diperkuat dengan tinjauan regulasi yang bisa mendasari pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Setiap

hasil analisis memiliki kekurangan dan kelebihan yang saling melengkapi guna membangun sebuah model pengembangan rusunawa yang komprehensif.

Analisis situasional menunjukkan kondisi eksisting pengembangan rusun, khususnya rusunawa di Kota Batam. Selain itu, dapat dijelaskan berbagai elemen penting terkait pengembangan rusunawa, seperti ketersediaan lahan, pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja, serta berbagai hal menyangkut teknologi pembangunan rusunawa. Salah satu elemen penting yang akan menjadi masukan terhadap model konseptual adalah tingginya rata-rata tingkat emigrasi selama 5 tahun terakhir (9,1%) yang mendorong pertumbuhan penduduk di Kota Batam secara masif. Hal ini tentu saja berpengaruh secara signifikan terhadap kebutuhan perumahan, terutama di Kota Batam yang memiliki lahan relatif terbatas, sehingga pemenuhannya melalui pembangunan rumah vertikal, seperti rusunawa. Semua parameter dan variabel yang diperoleh dalam analisis situasional juga digunakan sebagai acuan dalam membangun model menggunakan sistem dinamik. Semua hasil analisis ini, terutama aspek pengendalian pertumbuhan penduduk akan menjadi dasar pengambilan kebijakan guna mewujudkan pengembangan rusunawa ramah lingkungan.

Analisis daur hidup (LCA) lebih banyak menyoroti tentang aspek lingkungan terkait teknologi pembangunan rusunawa. Hasil LCA membandingkan secara parsial, maupun agregat berbagai dampak lingkungan yang bisa terjadi dari penggunaan berbagai material penyusun dan material yang diperlukan dalam proses pembangunan rusunawa berdasarkan proses daur hidupnya. Teknologi pembangunan rusunawa yang dikaji terdiri dari pembangunan rusunawa dengan aplikasi beton konvensional, beton semi pracetak, dan beton pracetak penuh. Hasil LCA menunjukkan bahwa berbagai bahan bangunan dan bahan pendukung proses pembangunan rusunawa relatif memiliki daur hidup yang cukup panjang dan memberikan berbagai dampak terhadap lingkungan sepanjang proses pembentukannya. Hal ini mendasari keharusan melakukan pengambilan kebijakan yang cermat dan tepat terhadap pemilihan bahan dan teknologi pembangunan rusunawa. Secara keseluruhan, pemilihan