• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

5. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen (kemampuan, jenis kelamin, agama dan lainnya). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dengan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.24 Sementara itu menurut Arifin dalam Suprijono (2016), pembelajaran kooperatif sebagai strategi motivasi yang mencakup semua

24 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014, hlm. 45

situasi belajar, dimana siswa bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan saling bergantung untuk berhasil mencapai tujuan. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. 25

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM), melalui diskusi kelompok. Dalam proses pembelajaran ini guru membagi siswa ke dalam kelompok heterogen, yang bertujuan agar siswa dalam kelompok mampu bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi yang diberikan guru.

Sementara itu, tugas guru adalah sebagai konsultan atau sebagai pemberi kritik maupun masukan terhadap kerja kelompok.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas dalam Tukiran, dkk. ketiga tujuan tersebut yaitu sebagai berikut:26

1) Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.

2) Pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai perbedaan latar belakang. Perbedaan

25 Agus Suprijono, Model-model Pembelajaran Emansipatoris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, hlm. 196

26 Tukiran, Faridli & Harmianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfabeta, 2011, hlm. 60

tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3) Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Dari ketiga tujuan di atas, disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran terutama pada saat berdiskusi. Dalam proses pembelajaran siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dari guru saja melainkan juga bisa belajar dari teman-temannya, sehingga pembelajaran tidak monoton atau satu arah.

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu:27

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Didasarkan kepada manajemen kooperatif

Manajemen memiliki empat fungsi, yaitu: fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan fungsi kontrol.

3) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara berkelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil optimal.

4) Keterampilan bekerja sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktekkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa

27 Rusman, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2017, hlm. 299

perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

d. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:28

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

2) Menyajikan informasi.

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja.

5) Evaluasi.

6) Memberikan penghargaan.

Berdasarkan langkah-langkah di atas, dapat dijelaskan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari. Guru juga harus memotivasi siswa supaya siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Selanjutnya, guru menyajikan informasi atau materi pokok kepada siswa agar siswa paham akan materi pembelajaran yang akan dipelajari. Setelah siswa mempelajari materi pokok, guru mengelompokkan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil dengan tujuan untuk melatih siswa dalam bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, bertanggung jawab dan mampu mengemukakan pendapat. Dalam diskusi kelompok, guru

28 Rusman, Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010, hlm. 211

membimbing siswa dengan menjelaskan hal-hal yang belum dipahami atau dimengerti oleh siswa. Setelah selesai diskusi kelompok, guru bersama siswa melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil-hasil diskusi kelompok. Langkah terakhir yaitu guru memberikan penghargaan kepada siswa. Penghargaan dapat berupa pujian maupun dengan cara lainnya sesuai dengan kreativitas guru itu sendiri.

e. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan strategi belajar kooperatif adalah sebagai berikut:29

1) Siswa lebih memperoleh kesempatan dalam hal meningkatkan hubungan kerjasama antar-teman, saling menghargai maupun beranggung jawab dengan kelompoknya.

2) Siswa memperoleh kesempatan untuk mengembangkan aktivitas, kreativitas, kemandirian, sikap kritis, sikap, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

3) Guru tidak perlu mengajarkan seluruh pengetahuan kepada siswa, cukup konsep-konsep pokok karena dengan belajar secara kooperatif siswa dapat mencari tahu dan menggali sendiri informasi-informasi yang belum didapatkan dari guru dengan berdiskusi.

Sementara itu dalam konteks penerapan, pembelajaran kooperatif pun memiliki banyak kendala yaitu:30

29 Jamil Suprihatiningrum, op. cit., hlm. 201

30 Ibid, hlm. 202

1) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum

2) Membutuhkan waktu yang lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.

3) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan pembelajaran kooperatif.

4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

5) Dalam kelompok diskusi terkadang yang aktif hanya siswa-siswa tertentu saja.

6. Model Pembelajaran Talking stick a. Pengertian Talking Stick

Talking stick (tongkat berbicara) adalah metode yang digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Kini metode ini sudah digunakan sebagai metode pembelajaran ruang kelas. Sebagaimana namanya, talking stick merupakan metode pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok yang mendapat tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya.

Kegiatan ini diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.31

31 Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, hlm. 224

Model pembelajaran talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran talking stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain itu untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membantu siswa aktif.32

Pada umumnya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dilakukan dengan guru memutarkan lagu atau musik sementara tongkatnya terus bergulir dari siswa ke siswa lain. Namun, model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dapat diterapkan sesuai dengan kondisi atau situasi sekolah tersebut dan didukung dengan kreativitas guru itu sendiri. Seperti contohnya pada sekolah-sekolah terpencil yang tidak memiliki fasilitas yang mendukung misalnya, tidak adanya speaker untuk memutarkan lagu, maka guru bisa meminta siswa untuk bernyanyi bersama sementara tongkatnya terus bergulir.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick

Menurut Huda (2013: 225) sintak dalam model pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang berukuran kecil.

2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian siswa dalam kelompok berdiskusi tentang topik-topik permasalahn yang diberikan guru.

32 Aris Shoimin, op. cit. hlm. 198

3) Setelah siswa selesai berdiskusi dalam kelompok, guru mempersilahkan siswa untuk menutup semua buku catatan.

4) Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa, setelah itu guru memutarkan lagu dan tongkatnya bergulir secara berurutan dari siswa ke siswa. Saat tongkatnya berpindah, guru menghentikan lagunya dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Model talking stick ini sangat bermanfaat karena mampu menguji kesiapan siswa, melatih keterampilan siswa dalam berkomunikasi, serta melatih siswa dalam memahami materi pelajaran dengan cepat, dan mengajak mereka untuk terus siap dalam situasi apapun.

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Talking Stick

Menurut Shoimin kelebihan dalam menerapkan model pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut:33

1) Menguji kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran 2) Melatih siswa agar mampu memahami materi dengan cepat

3) Memacu agar siswa untuk terlibat aktif dalam mengikuti pembelajaran 4) Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat

5) Siswa tidak jenuh dalam belajar karena dengan talking stick siswa sambil mendengarkan lagu yang diputar guru.

33 Ibid.

6) Melatih siswa untuk bertanggung jawab dan saling menghargai pendapat orang lain.

7) Mengarahkan siswa dalam berpikir kritis dan kreatif

8) Membimbing siswa untuk selalu fokus dan selalu siap dalam keadaan apapun. Seperti contohnya, bila sewaktu-waktu ia mendapatkan tongkat maka harus siap untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Sementara itu kekurangan dalam pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut:

1) Membuat siswa menjadi gugup karena takut mendapat tongkat 2) Ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru 3) Siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab.

Melihat kelebihan dan kekurangan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe talking stick dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan inovatif. Siswa tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru melainkan terlibat aktif dalam pembelajaran dengan mencari sendiri informasi-informasi atau materi pembelajaran melalui diskusi kelompok. Dalam berdiskusi siswa dituntut saling mendengarkan maupun menghargai pendapat dari teman-teman kelompoknya, siswa harus aktif dalam berdiskusi serta bisa mempertanggungjawabkan hasil diskusi. Sehingga apabila siswa mendapat giliran untuk menjawab soal dari guru ia bisa menjawab dengan benar tanpa harus menanyakan teman-teman kelompoknya. Namun, tidak menuntut kemungkinan jika model pembelajaran talking stick ini dapat membuat

siswa menjadi gugup atau tegang dalam proses pembelajaran karena takut jika ia mendapat tongkat dan harus menjawab pertanyaan dari guru.

B. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran dalam kajian pustaka ini diambil dari Kompetensi Dasar: 3.7 Menganalisis berbagai teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia dan Kompetensi Dasar 4.7 Mengolah informasi teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan Islam ke Indonesia dengan menerapkan cara berpikir sejarah, serta mengemukakannya dalam bentuk tulisan

Pada Kompetensi Dasar 3.7 membahas tentang berbagai teori proses masuknya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Masuknya agama Islam di Indonesia tidak terlepas dari tiga teori yang sudah berkembang di masyarakat umum. Ketiga teori tersebut yaitu; teori Gujarat, teori Mekkah, dan teori Persia.

Adapun jalur-jalur penyebaran Islam di Indonesia yaitu melalui jalur perdagangan, jalur perkawinan, jalur pendidikan, saluran ajaran Tasawuf, saluran Dakwah dan saluran kesenian. Sementara itu untuk kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam sudah mulai muncul di Indonesia seperti; Kesultanan Samudra Pasai, Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram Islam, Kesultanan Banten, Kesultanan Gowa-Tallo, dan Kesultanan Ternate dan Tidore.

C. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan digunakan untuk mendukung kajian pustaka yang lakukan oleh peneliti. Oleh karena itu, penelitian relevan dipilih sesuai dengan

variabel-variabel dalam judul penelitian ini. Adapun beberapa penelitian yang relevan yang digunakan peneliti dalam kajian pustaka ini yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Noviani Kumalasari Universitas Sanata Dharma dengan judul Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Pembelajaran Talking Stick Pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Kasihan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran sejarah. Hal ini dibuktikan pada pra siklus skor rata-rata minat belajar sejarah adalah 75,60. Selanjutnya pada siklus II mengalami peningkatan skor rata-rata menjadi 80,90 dengan persentase peningkatan sebesar 5,30%. Kemudian, pada prestasi belajar siswa pra siklus rata-rata 73,45 dan pada siklus I meningkat menjadi 77,16 atau 3,71% dan mengalami peningkatan signifikan pada siklus II yaitu 81,15 atau 3,99%.

Siswa yang mencapai KKM juga mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada pra siklus siswa yang mencapai KKM berjumlah 13 siswa dengan persentase 44,83%. Pada siklus I mengalami peningkatan menjadi 19 siswa atau 65,52% dan pada siklus II menjadi 28 siswa atau 95,55%.34

2. Penelitian relevan kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Nuh guru SMA Negeri 1 Panyabungan dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Melalui Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick Pada Siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Panyabungan. Penelitian tersebut

34 Noviani, Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Pembelajaran Talking Stick Pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Kasihan, diakses dari http://repository.usd.ac.id/11882/2/131314048_full.pdf, pada tanggal 12 Maret 2020 pukul 10.15

menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sejarah. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil belajar siswa pada saat dilakukan pretest hanya 3 orang siswa yang nilainya mencapai KKM. Lalu setelah diterapkan model pembelajaran Talking Stick, pada siklus I ketuntasan siswa meningkat 20 orang yang mencapai KKM dengan rata-rata 73,71 dan ketuntasan klasikal 57,14%.

Sedangkan pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa semakin meningkat dengan nilai rata-rata 81,43 dan ketuntasan klasikal 85,71%.35

3. Penelitian relevan yang ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Moh Imron Rosidi, Nurul Umamah dan Sumardi, dengan judul Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Sejarah Melalui Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Pada Siswa Kelas X-1 SMA Muhammadiyah 3 Jember. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar sejarah. Hal ini dibuktikan pada pra siklus aktivitas belajar siswa secara klasikal 61,11%, sedangkan ketuntasan hasil belajar kognitif secara klasikal sebesar 68,75%. Pada siklus I aktivitas dan ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Dibuktikan pada aktivitas secara klasikal mengalami peningkatan menjadi 70,83%, sedangkan ketuntasan hasil belajar aspek kognitif mengalami peningkatan menjadi 75%, aspek afektif sebesar 81,25% dan hasil belajar aspek psikomotorik sebesar

35 Muhammad Nuh, Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Melalui Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick Pada Siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Panyabungan, di akses dari https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/school/article/view/2947/2613 , pada tanggal 18 Mei 2020.

75%. Pada siklus II aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 85,76%, sedangkan ketuntasan hasil belajar aspek kognitif mengalami peningkatan menjadi 87,5%, aspek afektif sebesar 90,62% dan hasil belajar aspek psikomotorik sebesar 87,5%.36

4. Penelitian yang dilakukan oleh Dony Dwi Ermiyanto, yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas XE SMA Negeri 1 Kaliwungu Kabupaten Kendal Melalui Model Pembelajaran Talking Stick Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pembelajaran sejarah menggunakan model pembelajaran talking stick, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XE SMA Negeri 1 Kaliwungu Kabupaten Kendal tahun ajaran 2011/2012. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan dan ketuntasan pada hasil belajar siswa. Pada siklus I nilai rata- rata hasil tes sebesar 64,59 dengan ketuntasan klasikal 42,50%.

Dari data hasil tes belajar siswa pada siklus I ini belum memenuhi indikator.

Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata 64,50 dengan ketuntasan 42,50%, dengan nilai terendah 50 yang diperoleh 2 orang siswa, dan nilai tertinggi 75 yang diperoleh oleh 8 orang. Pada siklus II nilai rata-rata hasil tes mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya yang memperoleh nilai rata-rata 64,50 dengan ketuntasan klasikal 42,50% dari hasil tes ketuntasan belajar siklus II, sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran talking stick pada siklus II ini sudah memenuhi

36 Rosidi, dkk. Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Sejarah Melalui Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Pada Siswa Kelas X-1 SMA Muhammadiyah 3 Jember, di akses dari https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/62704, pada tanggal 18 Mei 2020

indikator yang diinginkan oleh guru maupun peneliti. Selain hasil belajar, aktivitas dan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran talking stick yang telah dilakukan juga meningkat.37

5. Penelitian yang dilakukan oleh Erostika Yoland, yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Sejarah Melalui Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick Pada Siswa Kelas XI IPS II SMAN 9 Tana Toraja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar sejarah setelah menerapkan model pembelajaran talking stick. Hal ini ditunjukkan pada siklus I siswa hanya memperoleh persentase sebanyak 72%, hanya 18 dari 25 orang siswa yang dinyatakan tuntas dengan perolehan nilai KKM yang telah ditetapkan sekolah, dan 7 orang yang dinyatakan tidak tuntas dengan perolehan skor dibawah nilai KKM dengan persentase 28%. Pada siklus II siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 24 dari 25 orang dengan perolehan persentase keberhasilan sebanyak 96% dan persentase ketidak berhasilan sebanyak 4%

atau 1 orang siswa yang dinyatakan tidak tuntas.38

Berdasarkan penelitian relevan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick mampu meningkatkan minat, keaktifan, serta prestasi belajar sejarah siswa. Melihat hasil-hasil penelitian di atas memberi gambaran terhadap peneliti bahwa dengan

37 Dony Dwi Ermiyanto, Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X E SMA Negeri 1 Kaliwungu Kabupaten Kendal Melalui Model Pembelajaran Talking Stick Tahun Pelajaran 2011/2012, diakses dari https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijhe/article/view/2214/2031, pada tanggal 02 Agustus 2020.

38 Erostika Yoland, Peningkatan Hasil Belajar Sejarah Melalui Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick Pada Siswa Kelas XI IPS II SMAN 9 Tana Toraja, diakses dari

http://ojs.uho.ac.id/index.php/p_sejarah_uho, pada tanggal 02 Agustus 2020.

menggunakan model pembelajaran talking stick siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran melainkan ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

D. Kerangka Berpikir

Pembelajaran sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat pada masa lampu yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa.39 Pembelajaran sejarah diterapkan di sekolah karena memiliki tujuan yang sangat penting. Tujuan pembelajaran sejarah yang paling sederhana adalah untuk membangun kesadaran siswa tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. Agar tercapainya tujuan pembelajaran maka guru sebagai pendidik harus memiliki strategi dalam menyampaikan materi supaya siswa tertarik dan aktif dalam proses pembelajaran. Strategi yang harus digunakan guru yaitu dengan menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif dan menarik. Salah satu model pembelajaran yang menarik yaitu model kooperatif tipe talking stick.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen (kemampuan, jenis kelamin, agama dan lainnya). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama untuk saling membantu dalam memahami suatu bahan pembelajaran.40 Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe talking

39 Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, hlm. 209-210

40 Aris Shoimin, loc. cit.

stick merupakan metode pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat.

Kelompok yang mendapat tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya.41 Kegiatan ini diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick bertujuan untuk melatih kemampuan siswa dalam berpikir kritis, mengarahkan siswa supaya aktif dalam proses pembelajaran dan melatih siswa untuk mampu bekerjasama dalam kelompok. Selain itu, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, memacu siswa untuk belajar dengan giat, berani mengemukakan pendapat, serta membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Hal ini karena dalam penerapan talking stick siswa belajar sambil mendengarkan lagu atau musik yang diputar guru.

Berdasarkan uraian di atas, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, proses pembelajaran sejarah menjadi lebih menarik dan tidak monoton sehingga siswa tidak merasa bosan dan mengantuk pada saat pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick sendiri mengarahkan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui diskusi kelompok. Dalam berdiskusi siswa dituntun untuk saling bekerjasama dalam mengumpulkan informasi atau mencari pemecahan masalah atas permasalahan yang diberikan guru. Selain itu, siswa harus bisa bertanggungjawab

Berdasarkan uraian di atas, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, proses pembelajaran sejarah menjadi lebih menarik dan tidak monoton sehingga siswa tidak merasa bosan dan mengantuk pada saat pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick sendiri mengarahkan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui diskusi kelompok. Dalam berdiskusi siswa dituntun untuk saling bekerjasama dalam mengumpulkan informasi atau mencari pemecahan masalah atas permasalahan yang diberikan guru. Selain itu, siswa harus bisa bertanggungjawab