• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN LITERATUR

C. Motivasi Pemuda untuk Aktif dalam Organisasi Gereja

C. Motivasi Pemuda untuk Aktif dalam Organisasi Gereja

Ketika seseorang memasuki masa remaja dan pemuda, orang tersebut akan mengalami apa yang disebut dengan tahap peralihan. Maksud dari tahap peralihan itu sendiri adalah, pada masa ini seseorang akan berada pada keadaan dimana ia sudah mulai mencoba lepas dari ikatan orang tua dan mulai mencoba untuk memenuhi dirinya secara mandiri. Dalam hal ini, peran orang tua dalam membimbing serta menentukan jalan hidupnya sudah mulai berkurang dan seseorang tersebut sudah mulai mencoba untuk membuat keputusan untuk dirinya sendiri (Erikson dalam Santrock , 2002). Hal ini tentu saja menyebabkan seseorang akan merasa dirinya kurang dan berusaha untuk mengakomodasi kekurangan tersebut dengan cara bergabung dalam kelompok-kelompok tertentu.

Perilaku yang diwujudkan oleh seseorang selalu bersumber dalam dirinya. Hal tersebut lalu diperkuat dengan adanya motivasi dalam diri manusia. Maslow (dalam Petri ,1981), membuat suatu hirearki tentang kebutuhan manusia. Menurut Maslow, Motivasi dapat diidentifikasikan sebagai teori yang menekankan pada usaha pada setiap manusia untuk mencapai potensi yang maksimal dari dirinya atau yang dapal hal ini

adalah aktualisasi diri. Hal ini tentu saja bergantung pada motivasi dan motif-motif yang ada dalam diri manusia tersebut (Maslow dalam Petri,1981). Maslow mempercayai bahwa beberapa pandangan mendalam tentang motivasi pada manusia harus menjamah pada diri manusia tersebut secara keseluruhan sehingga faktor keseluruhan tersebut akan berjalan sesuai dengan fungsi-fungsinya.

Dalam hubungannya dengan organisasi, motivasi ini sendiri berpengaruh terhadap apa yang mempengaruhi orang-orang untuk bergabung dalam organisasi tersebut. Banyak hal yang berpengaruh terhadap motivasi seseorang dan yang paling berpengaruh adalah pada tujuan dari masing-masing individu tersebut. Dalam konteks faktor yang berpengaruh di organisasi, hal tersebut dapat berupa adanya perasaan diterima maupun ada kepuasan tersendiri ketika bergabung dalam organisasi tersebut.

Banyak hal yang mendorong ketertarikan seseorang terhadap organisasi gereja itu sendiri. Salah satunya karena keinginan mereka untuk memanifestasikan kebutuhannya. Ketika kebutuhan tersebut sudah bisa dipenuhi dalam diri individu tersebut, ia akan bersedia untuk bergabung dan terlibat dalam organisasi tersebut. Pemuasan kebutuhan seseorang ketika ia bergabung dalam organisasi gereja itu sendiri mungkin ada bermacam-macam dan tidak sama satu dengan yang lainnya tergantung pada motif yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu hal.

Organisasi gereja bersifat non-profit. Tujuan dari organisasi ini sendiri adalah untuk mewujudkan nilai-nilai yang dianut dalam organisasi. Program-program yang ada dalam sebuah organisasi gereja lebih bersifat bagaimana mengembangkan kerohanian bagi orang-orang khususnya di gereja itu sendiri. Hal tersebut menyebabkan segala sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut lebih berfokus pada pengembangan kerohanian bagi orang-orang di sekitarnya sehingga segala bentuk kegiatan harus sesuai dengan tujuan gereja itu sendiri.

Berdasarkan pada sifat dari organisasi tersebut yang non profit, tentu saja tujuan organisasi tersebut bukan untuk mencari sebuah profit dari modal atau dana yang ada dalam organisasi. Semua sumber daya digunakan untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut, sehingga dibutuhkan sekali orang-orang yang benar-benar mau untuk berkecimpung dalam kegiatan ini. Hal tersebut disebabkan, totalitas dari kegiatan yang dilakukan ini membuat seseorang terkadang tersita waktunya dan bahkan menciptakan kerugian di sisi waktu para anggotanya. Akan tetapi, ada sebuah faktor yang membuat orang-orang yang terlibat dalam organisasi ini banyak meluangkan waktunya demi organisasi.

Menurut Dister (1988), kebutuhan manusia untuk beragama itu sendiri tidak dapat disamakan dengan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan manusia untuk beragaman sifatnya sangat dinamis dimana kebutuhan itu sendiri tercipta ketika manusia itu mengalami sebuah pengalaman yang pribadi. Selain itu, faktor lingkungan juga akan

berpengaruh terhadap munculnya kebutuhan manusia akan kegiatan rohani tersebut. Lingkungan tempat seseorang tumbuh dan berkembang secara tidak langsung akan membentuk kecenderungan tersendiri seseorang dalam hal pengalaman kerohanian. Keberagaman pengalaman pribadi tersebutlah yang membuat manusia akan memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam hal pengalaman rohani tersebut.

Ada empat motif yang berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan beragama. Motif pertama adalah untuk mengatasi frustrasi. Ada beberapa kasus yang menyebabkan manusia menjadi “frustrasi” terhadap lingkungannya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penolakan oleh masyarakat yang menyebabkan seseorang memilih untuk mengambil jalan atau cara lain untuk mengakomodasi kebutuhannya tersebut. Faktor yang lain adalah adanya perasaan ingin menjaga kesusilaan di masyarakat. Ada kecenderungan manusia untuk memperbaiki dan meluruskan apa yang ada dalam masyarakat. Hal ini disebabkan adanya perbedaan norma dan nilai yang dianut individu tersebut dan masyarakat. Ada dua persamaan antara dua kecenderungan tersebut yaitu adanya rasa menolak norma dan nilai yang ada. Hal tersebut membuat manusia akan cenderung untuk melakukan tindakan penolakan terhadap keadaan yang ada dengan pilhan kedua cara yaitu, menghindar atau merubah.

Dalam usahanya untuk mencoba bergabung dalam kelompok tersebut, seseorang terkadang mengalami penolakan-penolakan yang

berasal dari dalam dirinya. Hal tersebut tentu saja menyebabkan kekecewaan dalam diri orang tersebut. Menurut Dister (1988), hal tersebut membuat seseorang mengalami suatu frustrasi. Frustrasi dalam konteks ini adalah mengalami kekecewaan terhadap masyarakat dalam dirinya sehingga membuat dirinya menjadi memilih untuk bergabung dalam suatu kelompok kerohanian.

Hal lain yang berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk bergabung dalam organisasi kegerejaan adalah keinginan untuk mempelajari hal-hal yang bersikap intelek. Rasa frustrasi dalam diri manusia tersebut mungkin dapat ditunjukan dengan keinginannya mempelajari hal-hal baru yang dalam hal ini adalah sesuatu yang bersifat religius (Dister, 1988). Masa remaja dan pemuda sendiri adalah masa-masa dimana seseorang mulai mencoba untuk mempelajari suatu hal baru dan mencoba untuk menrapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, ada kebutuhan untuk dapat diakui eksistensinya dalam kehidupan sosial sehingga dengan mempelajari hal-hal yang bersiafat rohani seorang pemuda atau remaja akan lebih dapat dipandang keberadaan dirinya di kehidupan sosial.

Dokumen terkait