• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.2 Objek dan Alat Penelitian

Objek penelitian ini adalah pohon yang ditebang beserta limbah kayu yang dihasilkan yang terdapat di petak tebang, TPn, dan TPK. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah sebagai berikut: Phiband meter untuk mengukur diameter pohon dan diameter limbah. Meteran untuk mengukur panjang limbah dan ukuran plot. Haga Hypsometer untuk mengukur tinggi pohon. Kapur untuk menandai log. Clinometer untuk mengukur kemiringan lereng. Cat dan patok untuk menandai batas petak contoh. Global Positioning System (GPS) untuk penentuan koordinat petak contoh. Gergaji untuk memotong contoh uji kayu. Kantong plastik berbagai ukuran sebagai wadah untuk menyimpan contoh uji. Software minitab versi 14 untuk menganalisis data hasil pengukuran. Label untuk memberikan nama pada setiap contoh uji. Kamera untuk dokumentasi. Alat- alat bantu lainnya seperti tally sheet serta alat tulis.

Sedangkan Untuk mengetahui kandungan karbon pada limbah pemanenan diperlukan contoh uji kayu untuk diuji di laboratorium. Contoh uji kayu yang diambil berasal dari tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas), dan cabang. Alat yang digunakan untuk pengujian di laboratorium adalah mesin pencacah, cawan porselin, saringan 40-60 mesh, oven, desikator, timbangan, dan tanur listrik.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Batasan Masalah

Perhitungan limbah kayu dilakukan di petak tebang, TPn, dan TPK. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan limbah pemanenan adalah bagian dari pohon yang ditebang tetapi tidak dimanfaatkan oleh pola pemanfaatan yang berlaku pada saat ini dan dibiarkan dalam hutan. Limbah pemanenan ini dapat berasal dari tunggak, batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama (batang atas), dan cabang. Cabang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagian dari tajuk yang memiliki diameter ≥ 30 cm (Permenhut No. 8 Tahun 2009).

3.3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pokok yang diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

1. Volume limbah dengan mengukur dimensi tunggak, batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama (batang atas), dan cabang di petak tebang.

2. Volume limbah di TPn dan TPK.

3. Berat jenis kayu dari jenis-jenis pohon yang ditebang dengan pengujian contoh uji kayu tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas), dan cabang di petak tebang.

4. Data berat kering, kadar zat terbang, dan kadar abu jenis-jenis kayu yang diperoleh dengan analisis contoh uji kayu di laboratorium.

Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan untuk mendukung penelitian yang diperoleh dari pengutipan data perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

1. Letak, luas, dan keadaan umum lokasi penelitian.

2. Laporan Hasil Cruising (LHC) petak yang akan dilakukan penelitian yang digunakan untuk membandingkan pengukuran dimensi pohon di lapangan.

3.3.3 Pengumpulan Data di Lapangan 1. Penentuan Plot Contoh

Pengambilan data untuk pengukuran limbah dilakukan dengan membuat plot contoh dengan ukuran 100 m x 100 m atau 1 ha pada petak tebang yang sedang dilakukan penebangan. Luasnya plot contoh yang akan dilakukan penelitian adalah 10 ha. Penentuan plot contoh dilakukan secara purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan contoh dengan mengikuti kegiatan yang berlangsung di lapangan sesuai dengan tujuan tertentu.

2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan

Setelah petak contoh ditentukan, maka dilakukan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) yang dilaksanakan pada pohon berdiameter ≥ 20 cm pada plot contoh yang telah ditentukan. Inventarisasi ini dilakukan untuk mengetahui potensi awal, kerapatan tegakan tinggal dan kondisi lapangan. Kegiatan yang dilakukan yaitu pencatatan nomor pohon, jenis pohon, diameter pohon setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah, tinggi bebas cabang, tinggi total, dan pengukuran kelerengan.

3. Pengukuran Sortimen di Petak Tebang

Setelah penebangan dilakukan pengukuran bagian-bagian pohon yang ditebang. Secara umum bagian-bagian pohon terdiri dari dua kelompok, yaitu bagian dibawah cabang pertama dan bagian di atas cabang pertama. Bagian di bawah cabang pertama terdiri dari tunggak dan batang bebas cabang. Bagian di atas cabang pertama terdiri dari batang atas dan cabang. Bagian-bagian yang diukur adalah sebagai berikut:

a. Tunggak adalah bagian pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Dimensi yang diukur adalah diameter dan tinggi tunggak.

b. Batang bebas cabang adalah batang utama dari atas banir sampai cabang pertama. Limbah dari batang bebas cabang dapat berupa potongan pendek atau kayu gelondongan dan hasil trimming. Potongan pendek adalah bagian batang utama yang mengandung cacat atau rusak dan perlu dipotong. Potongan pendek juga meliputi batang dengan cacat nampak, pecah, busuk, dan jenis fisik

lainnya. Kayu gelondongan dapat menjadi limbah jika jatuh ke jurang atau pecah terlalu banyak sehingga ditinggalkan. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.

c. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama. Dimensi yang diukur yaitu diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.

d. Cabang adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada di atas cabang pertama. Limbah cabang yang diukur pada diameter minimal 30 cm. Dimensi yang diukur yaitu diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang. e. Pengumpulan data volume siap sarad. Dimensi yang diukur adalah diameter

pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.

Untuk memudahkan pelaksanannya, semua batang yang diteliti di tempat penebangan diberi nomor kode yang diikuti seterusnya hingga TPK.

4. Pengukuran Sortimen di TPn

Data yang dikumpulkan di TPn yaitu volume limbah dan volume batang (sortimen) siap angkut. Limbah dan sortimen yang diukur berasal dari pohon yang sama dengan pohon yang diukur di petak tebang. Limbah di TPn terjadi akibat dari kegiatan trimming. Limbah di TPn berupa sisa potongan, batang bebas cabang yang tidak terangkut karena mengandung cacat (bengkok, mata buaya, gerowong), kayu gelondongan utuh dengan kondisi baik yang mungkin terdapat di TPn karena jumlah kurang dari satu trip sehingga tidak diangkut. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.

5. Pengukuran Sortimen di TPK

Data yang dikumpulkan di TPK adalah volume batang yang sampai di TPK dan limbah berupa kayu gelondongan yang tidak diangkut karena mengandung cacat. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.

6. Pengambilan Contoh Uji Kayu di Lapangan

Contoh uji limbah kayu yang akan dilakukan pengujian di laboratorium diambil sebanyak 3x ulangan pada tiap jenisnya pada masing-masing bagian pohon. Contoh uji limbah kayu tersebut terdiri dari tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas), dan cabang.

Adapun cara pengambilan contoh uji kayu di lapangan adalah sebagai berikut:

a. Contoh uji batang utama, diambil dari bagian ujung, bagian pangkal, dan bagian tengah batang utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm.

b. Contoh uji batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang, dan kecil yang diameternya ≥ 30 cm. Contoh uji diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5 cm.

c. Contoh uji tunggak dimana setiap contoh uji beratnya ± 1 kg.

Selanjutnya contoh uji yang telah diambil di lapangan dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi kode contoh uji agar tidak tertukar antara contoh uji satu dengan contoh uji lainnya. Kode contoh uji pohon adalah sebagai berikut : Batang utama : M BU P (Jenis pohon-Batang utama-Pangkal)

M BU T (Jenis pohon-Batang utama-Tengah) M BU U (Jenis pohon-Batang utama-Ujung) Cabang : M C B (Jenis pohon-Cabang-Besar)

M C S (Jenis pohon-Cabang-Sedang) M C K (Jenis pohon-Cabang-Kecil)

3.4Pengumpulan Data di Laboratorium 3.4.1 Kadar Air

Contoh uji diambil dari masing-masing bagian pohon (tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan dahan). Contoh uji penetapan kadar air berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Semua contoh uji harus bersih dari serabut dan ditimbang berat basahnya. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2o C sampai tercapai berat konstan. Penurunan berat yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Perhitungan persen kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KA (%) = × 100% ……….(Haygreen dan Boyer 1982)

Keterangan :

%KA = persentase kadar air BBc = berat basah contoh (kg) BKc = berat kering contoh (kg)

3.4.2 Berat Jenis

Untuk mengetahui biomassa mati (nekromassa) dengan pendekatan volume suatu jenis pohon perlu diketahui berat jenis kayu. Berat jenis kayu diperoleh dengan pengujian contoh uji kayu di laboratorium. Banyaknya contoh uji limbah kayu yang diambil adalah 3 buah contoh uji dari melintang tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas) dan cabang dengan dimensi 2 cm x 2 cm x 2 cm berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 2395-97.

Penentuan berat jenis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Setiap contoh uji kayu ditimbang berat basahnya.

2. Pengukuran volume contoh uji kayu mati.

3. Contoh uji kayu dikeringkan dalam oven bersuhu ±105oC selama 24 jam. 4. Setelah kering tanur ditimbang berat kering contoh uji kayu.

Berat jenis dihitung dengan rumus sebagai berikut :

…………...(Haygreen & Bowyer 1989)

3.4.3 Kadar Zat Terbang

Untuk mengetahui suatu kandungan karbon dalam nekromassa perlu diketahui kadar zat terbang dan kadar abu. Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan yang tidak termasuk air dengan menggunakan energi panas. Prosedur penentuan kadar zat terbang yang digunakan berdasarkan

American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98 adalah sebagai berikut: Contoh uji dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian- bagian kecil sebesar batang korek api, kemudian dioven pada suhu 80 °C selama 48 jam. Setelah Contoh uji dioven, contoh uji digiling menjadi serbuk dengan

mesin penggiling (willey mill). Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh. Serbuk contoh uji tersebut diambil sebanyak ± 2 gr yang dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan alat timbang. Setelah itu contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950 °C selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.

Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

3.4.4 Kadar Abu

Prinsip penetapan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal (mineral yang tidak dapat menguap) dengan membakar serbuk menjadi abu dengan menggunakan energi panas. Berdasarkan D 2866-94, langkah-langkah prosedur penentuan kadar abu adalah sebagai berikut: Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 °C selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan didalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut:

3.4.4 Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon yang dilakukan adalah penentuan kadar karbon tetap yang telah diarangkan. Prosedur penentuan karbon tetap berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 adalah sebagai berikut:

3.4.5 Nekromassa

Nekromassa dalam penelitian ini menggunakan pendekatan volume yang diperoleh dengan mengalikan volume pada setiap bagian pohon (tunggak, batang, dan cabang) dengan kerapatan kayu pada bagian pohon tersebut yang diperoleh dari uji laboratorium.

Nekromassa (kg) = Volume bagian pohon (m3) x Kerapatan kayu (kg/m3)….. …….Hairiah dan Rahayu (2007)

3.4.6 Karbon

Simpanan karbon pada limbah pemanenan kayu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Karbon (ton/ha) = Nekromassa (ton/ha) x Kadar karbon (%)

3.5 Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1 Perhitungan Volume

1. Rumus umum yang digunakan untuk menaksir volume pohon berdiri adalah:

Keterangan: V = volume pohon (m3) D = diameter pohon (cm) T = tinggi pohon (m) π = konstanta (3,14) f = angka bentuk (0,7)

2. Perhitungan volume limbah dan batang yang dimanfaatkan dengan menggunakan rumus empiris Brereton :

Keterangan : V = volume limbah (m3) Dp = diameter pangkal (cm) Du = diameter ujung (cm) P = panjang limbah (m) π = konstanta (3,14)

3. Perhitungan volume limbah per hektar :

Volume limbah (m3/ha) = Volume total limbah (m3) Luas plot contoh (ha) 4. Perhitungan volume limbah per pohon :

Volume limbah (m3/pohon) = Volume total limbah (m3) Jumlah pohon yang ditebang

3.5.2 Perhitungan Persen Limbah

1. Perhitungan persen limbah berdasarkan potensi pohon Persen limbah = Volume limbah (m3) x 100%

Volume pohon yang ditebang (m3)

2. Perhitungan persen limbah berdasarkan lokasi terjadinya limbah

Persen limbah di petak tebang = Volume limbah di petak tebang(m3) x100% Volume limbah total (m3)

Persen limbah di TPn = Volume limbah di TPn (m3) x 100% Volume limbah total (m3) Persen limbah di TPK = Volume limbah di TPK (m3) x 100%

Volume limbah total (m3)

3.5.3 Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan

Faktor yang berpengaruh terhadap volume limbah diantaranya adalah kelerengan, intensitas tebang, luas bidang dasar pohon yang ditebang, dan keterampilan penebang. Hubungan kelerengan, intensitas tebang, luas bidang bidang dasar pohon yang ditebang, dan keterampilan penebang terhadap volume limbah dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda, untuk mengetahui hubungan peubah tersebut terhadap volume limbah dilakukan uji F dan uji t. Analisis data yang dilakukan menggunakan software minitab 14. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah :

Ŷ = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Keterangan :

Ŷ = limbah pemanenan (m3/ha) b0, b1, ... b4 = koefisien regresi

X1 = kelerengan (%)

X2 = intensitas tebang (pohon/ha) X3 = bidang dasar tegakan (m2/ha) X4 = keterampilan penebang

3.5.4 Faktor Eksploitasi

Penghitungan faktor eksploitasi dihitung dengan dua cara, yaitu : 1. Faktor eksploitasi (Fe) = 100% volume pohon – persen limbah

2. Faktor eksploitasi (Fe) = indeks tebang x indeks sarad x indeks angkut Indeks tebang = Volume batang siap sarad

Volume pohon yang ditebang Indeks sarad = Volume batang siap angkut

Volume batang siap sarad Indeks angkut = Volume batang di TPK

Volume batang siap angkut

Limbah yang dihitung dalam penentuan faktor eksploitasi ini merupakan limbah yang berasal dari tunggak dan limbah yang berasal dari batang bebas cabang.

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan

Pengelolaan hutan di areal HPH PT. Indexim Utama dimulai dengan adanya ikatan kerja dalam rangka pengusahaan hutan yang tertuang dalam

Forestry Agreement No. FA/N/030/IV/1976. Perjanjian ini merupakan dasar dalam pemberian Hak Pengusahaan Hutan pada PT. Indexim Utama melalui SK Menteri Pertanian No. 639/Kpts/Um/10/1977 tanggal 29 Oktober 1977 atas areal seluas 73.000 ha yang terletak dikelompok hutan Sungai Mea-Sungai Luang, Provinsi Kalimantan Tengah. Kemudian keluar SK Menteri Kehutanan RI No. 836/Kpts-II/1991 tanggal 13 Nopember 1991, luas areal HPH PT. Indexim Utama berubah menjadi 41.870 ha terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) 35.020 ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 6.850 ha. Perubahan luas areal ini merupakan tindak lanjut atas SK Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/X/1982 tentang Penunjukan Sebagian Areal HPH PT. Indexim Utama sebagai Hutan Lindung seluas 31.130 ha untuk kepentingan pengaturan tata air, pencegahan banjir, erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah yang menyangkut hajat hidup orang banyak (PT. Indexim Utama 2011).

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 639/Kpts/Um/10/1977 tanggal 29 Oktober 1977 dan Add. SK Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 836/Kpts- II/1991 tanggal 13 Nopember 1991, masa pengusahaan hutan untuk jangka 20 tahun pertama berakhir pada tanggal 28 Oktober 1997 (PT. Indexim Utama 2011). Pada tahun 1998, PT. Indexim Utama mengajukan ijin perpanjangan pengusahaan hutan ke Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Atas dasar SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 729/Kpts-IV/1998 tanggal 9 Nopember 1998 PT. Indexim Utama mendapat Persetujuan Prinsip Perpanjangan untuk jangka waktu 55 tahun berikutnya. Akhirnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 806/Kpts-VI/1999 tanggal 30 September 1999, tentang Pembaharuan Hak Pengusahaan Hutan PT. Indexim Utama di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah untuk jangka waktu pengusahaan hutan 55 tahun berikutnya atas areal seluas 52.480 ha (PT. Indexim Utama 2011).

4.2 Letak dan Luas Areal

Menurut PT. Indexim Utama (2011), lokasi areal kerja IUPHHK PT. Indexim Utama berada dalam kelompok hutan Sungai Mea-Sungai Luang dan berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, terletak di dalam wilayah Kecamatan Purai, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Areal kerja PT. Indexim Utama terletak pada koordinat 115°54’00’’ sampai 116°00’00’’ BT dan 0°46’00’’sampai 0°56’00’’ LS dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kawasan KPP dan HPH PT. Austral Byna. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan HPH PT. Alas Kusuma.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Lampeong. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan HPH PT. Sindo Lumber.

Berdasarkan SK. Menhut No. 806/Kpts-VI/1999 tanggal 30 September 1999 luas areal IUPHHK PT. Indexim Utama adalah ± 52.480 ha. Berdasarkan penataan areal kerja luas areal efektif untuk produksi adalah 40.723 ha (PT. Indexim Utama 2011).

4.3 Topografi

Menurut PT. Indexim Utama (2011), hasil pelaksanaan IHMB menunjukkan bahwa pada titik pusat plot contoh di lapangan terdapat kelas lereng E, namun demikian lokasi tersebut masih dalam bentuk spot-spot dan tidak kompak. Dengan demikian kelas kelerengan yang digunakan didasarkan pada Peta Garis Bentuk skala 1:50.000. Berdasarkan acuan tersebut, topografi pada areal PT. Indexim Utama bervariasi dari datar sampai curam, dengan ketinggian antara 50 - 650 m diatas permukaan laut. Kondisi topografi dan kelas lereng areal kerja IUPHHK PT. Indexim Utama, yaitu: daerah datar dengan kemiringan lereng 0-8% seluas 17.272 ha (32,91%), daerah landai dengan kemiringan lereng 9-15% sebesar 28.522 ha (54,35%), daerah agak curam dengan kemiringan lereng 15- 25% sebesar 4.962 ha (9,46%), daerah curam dengan kemiringan lereng 25-40% seluas 1.724 ha (3,29%), dan daerah sangat curam dengan kemiringan lereng > 40% seluas 0 ha (0%).

4.4 Keadaan Tanah dan Hidrologi

Menurut PT. Indexim Utama (2011), areal kerja PT. Indexim Utama terdiri dari dua kelompok tanah yang didasarkan pada Peta Jenis Tanah Provinsi Kalimantan Tengah Skala 1:750.000 yang telah ditinjau kembali berdasarkan Hasil Survei Lapang Intensitas 1 % (2003) dan diverifikasi ulang dengan Peta

Land System and Land Suitability skala 1:250.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran tanah areal IUPHHK PT. Indexim Utama

No. Jenis Tanah

(USDA, 1990/PPT, 1993)

Luas

Ha %

1 Podsolik Merah Kuning (PMK) 21,462 41,00

2 Terinklusi Latosol (TLa) 31,018 59,00

Jumlah 52.480 100,00

Sumber: PT. Indexim Utama (2011)

Selanjutnya menurut PT. Indexim Utama (2011), areal kerja PT. Indexim Utama seluruhnya tercakup dalam daerah aliran sungai (DAS) Barito, Sub DAS Teweh. Adapun empat Sub DAS yang tercakup dalam areal kerja PT. Indexim Utama, yaitu: Sub DAS Luang 12.062 ha (22,98%), Sub DAS Mea 16.848 ha (32,10%), Sub DAS Teweh Hulu 2.979 ha (5,68%), dan Sub DAS Teweh Tengah 20.591 ha (39,24%).

4.5 Iklim

Sesuai dengan pengamatan di Stasiun Meteorologi Beringin Muara Teweh Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2009, curah hujan bulanan rata-rata 252,3 mm dengan hari hujan rata-rata bulanan 16 hari, temperatur udara rata-rata bulanan maksimum ± 28,3ºC dan minimum ± 26,4ºC dengan kelembaban udara rata-rata bulanan 84% dengan kecepatan angin rata-rata bulanan 4,5 knot (PT. Indexim Utama 2011).

4.6 Keadaan Hutan

4.6.1 Fungsi Hutan dan Penutupan Lahan

Fungsi hutan areal kerja PT. Indexim Utama berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 806/Kpts-VI/1999 tanggal 30 September

1999 terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP). Kondisi penutupan berdasarkan peta Citra Landsat 5 TM Path 117 Row 61 liputan tanggal 2 Maret 2011, kondisi penutupan lahan didominasi areal berhutan berupa hutan bekas tebangan (PT. Indexim Utama 2011). Secara rinci kondisi penutupan vegetasi menurut fungsi hutan di areal IUPHHK PT. Indexim Utama disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kondisi penutupan vegetasi areal kerja PT. Indexim Utamaberdasarkan fungsi hutannya

No. Penutupan Lahan

Penutupan Lahan Berdasarkan

Fungsi Hutan (ha) Jumlah

HPT HP Ha % 1. Hutan Primer (VF) 9.210 56 9.266 17,7 2. Hutan Bekas Tebangan (LOA) 34.783 6.329 41.112 78,1 3. Areal tidak berhutan (NH) 1.291 811 2.102 4,2 Jumlah 45.284 7.196 52.480 100,00

Sumber : PT. Indexim Utama (2011)

4.6.2 Potensi Tegakan

Menurut PT. Indexim Utama (2011), jumlah jenis pohon yang berhasil diidentifikasi pada saat pelaksanaan IHMB adalah 102 jenis pohon dengan rincian, yaitu: (1) jenis meranti dipterocarpaceae sebanyak 10 jenis pohon dan jenis meranti non dipterocarpaceae sebanyak 5 jenis pohon; (2) jenis rimba campuran sebanyak 76 jenis pohon; (3) jenis kayu indah sebanyak 5 jenis pohon; dan (4) jenis kayu dilindungi sebanyak 6 jenis pohon. Sedangkan jenis pohon yang dimanfaatkan oleh PT. Indexim Utama sebanyak 18 jenis pohon. Jenis- jenis yang dominan di areal PT. Indexim Utama antara lain meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), biwan, bangkirai (Shorea teysmani), kapur (Dryobalanops abnormis), dan balau (Shorea guiso).

Selanjutnya menurut PT. Indexim Utama (2011), berdasarkan survei IHMB dalam rangka penyusunan RKUPHHK-HA diperoleh data rata-rata perkiraan potensi tegakan per hektar untuk keseluruhan jenis pohon, yaitu: diameter 10-19 cm sebesar 45,57 m3/ha (N = 401,12 batang/ha), diameter 20-39 cm sebesar 64,82 m3/ha (N = 131,43 batang/ha), diameter 40-49 cm sebesar 22,43

m3/ha (N = 13,61 batang/ha), diameter ≥ 40 cm sebesar 119,36 m3/ha (N = 33,15 batang/ha), dan diameter ≥ 50 cm sebesar 96,93 m3/ha (N = 19,54 batang/ha). Untuk jenis-jenis yang dapat dipanen, mempunyai potensi tegakan, yaitu: diameter 10-19 cm sebesar 18,94 m3/ha (N = 166,99 batang/ha), diameter 20-39 cm sebesar 30,99 m3/ha (N = 61,37 batang/ha), diameter 40-49 cm sebesar 10,50 m3/ha (N=6,35 batang/ha), diameter ≥ 40 cm sebesar 72,82m3/ha (N=18,20 batang/ha), dan diameter ≥ 50 cm sebesar 62,32 m3/ha (N=11,85 batang/ha).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan Pemanenan IUPHHK PT. Indexim Utama

Pemanenan hasil hutan merupakan rangkaian kegiatan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat pengolahan atau penggunaannya. Sistem pemanenan yang dilakukan di PT. Indexim Utama adalah sistem pemanenan secara mekanis artinya semua kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan bantuan mesin. Kegiatan pemanenan kayu terdapat empat komponen utama, yaitu: penebangan (felling), penyaradan (skidding), muat bongkar (loading dan unloading), dan pengangkutan (hauling).

Kegiatan penebangan merupakan salah satu mata rantai dalam kegiatan pemanenan kayu yang mempunyai peranan yang sangat penting. Kegiatan ini merupakan awal kegiatan yang menentukan kualitas dan tingkat pemanfaatan kayu. Kegiatan penebangan kayu di PT. Indexim Utama dilakukan dengan menggunakan gergaji rantai (chainsaw) dengan merk Sthil 070. Status pemilikan gergaji ini merupakan milik dari penebang. Sistem kerja yang diterapkan bersifat borongan dengan pembayaran berdasarkan kubikasi. Dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan penebangan pada setiap petak tebang dilakukan secara beregu. Dalam setiap regu tebang terdiri dari dua orang, seorang operator dan seorang

helper. Untuk setiap petak tebang dikerjakan oleh satu regu tebang dengan satu regu sarad dan satu regu kupas.