• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Lokasi Terjadinya Limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Lokasi Terjadinya Limbah

Limbah pemanenan kayu dapat terjadi di petak tebang, TPn (tempat pengumpulan kayu), dan TPK (tempat penimbunan kayu). Limbah yang dihitung adalah limbah di bawah cabang pertama yang terdiri atas limbah tunggak dan limbah batang bebas cabang. Volume limbah yang terjadi dari 92 pohon yang ditebang sebesar 303,67 m3 dengan rata-rata 3,3 m3/pohon atau 30,37 m3/ha. Persentase limbah pada tiap lokasi berdasarkan total limbah yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Limbah pemanenan kayu berdasarkan lokasi

Lokasi Volume (m3) Persen Limbah (%) Total (m3) Rata-rata (m3/ha) Rata-rata (m3/pohon) Petak Tebang 293,30 29,33 3,19 96,17 TPn 11,68 1,17 0,13 3,83 TPK 0,00 0,00 0,00 0,00* Total Limbah 304,98 30,50 3,32 100,00

Keterangan *: tidak terjadi limbah

Berdasarkan Tabel 5, total limbah yang dihasilkan sebagian besar terjadi di petak tebang sebesar 96,17 %, sedangkan limbah yang terjadi di TPn 3,83% dan limbah yang terjadi di TPK 0 %. Dari hasil pengamatan di lapangan, limbah yang terjadi di TPn sedikit sekali karena hasil produksi penebangan dan penyaradan dibayar berdasarkan volume kayu yang sehat. Jadi operator penebangan dan penyaradan saling bekerja sama dan berusaha agar kayu yang dikeluarkan sudah bersih dari cacat sehingga limbah yang terjadi di TPn sedikit. Limbah yang terjadi di petak tebang lebih besar karena kegiatan di petak tebang terdiri dari penebangan, pemotongan, dan pembagian batang. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Sastrodimedjo dan Simarmata (1978) yang menyatakan bahwa limbah di petak tebang lebih besar daripada di logpond, limbah yang terjadi di petak tebangan adalah 71,5 % serta sisanya terjadi di logpond. Selanjutnya hasil penelitian Sukanda (1995) menyebutkan rata-rata limbah di petak tebang sebesar 85,84 m3 (99,28 %) dan di TPn sebesar 0,62 m3 (0,72 %). Kesalahan dalam pemotongan, pembagian batang dan kurangnya pengawasan di petak tebang

menyebabkan besarnya limbah yang terjadi. Selain itu, adanya batang yang cacat alami karena gerowong menambah besarnya limbah yang terjadi.

Besarnya persentase limbah bebas cabang yang terjadi berdasarkan total potensi kayu yang ditebang sebesar 25,16 % yang terdiri dari 24,06 % terdapat di petak tebang, 1,10 % terdapat di TPn, dan 0 % terdapat di TPK (Lampiran 2). Besarnya persentase limbah tersebut dapat menunjukkan besarnya tingkat pemanfaatan dari kegiatan pemanenan yang dilakukan. Bila dilihat dari angka tersebut, maka besarnya tingkat pemanfaatan kayu sebesar 74,84 %. Persentase limbah pemanenan yang rendah menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan terhadap potensi kayu yang ada cukup besar.

Limbah yang terjadi dalam penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan limbah yang terjadi di IUPHHK PT. Sumalindo Lestari Jaya yang dilakukan oleh Sasmita (2003) menyebutkan bahwa besarnya volume limbah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan mencapai 36 % dari keseluruhan volume kayu yang ditebang, limbah ini terdiri dari limbah yang terjadi di petak tebang, yaitu: 33,15 %, limbah yang terjadi di TPn 2,68 %, dan limbah yang terjadi di TPK sebesar 0,98 %. Perbedaan persentase limbah ini dikarenakan faktor penyebab terjadinya limbah di IUPHHK PT Sumalindo Lestari Jaya yaitu banyak pohon yang cacat ditebang oleh operator, bukan merupakan penyebab yang dominan terhadap terjadinya limbah dalam penelitian ini. Namun hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Partiani (2010) yang menyebutkan persentase limbah bebas cabang berdasarkan total potensi kayu yang ditebang sebesar 24,58 %, terdiri dari 23,60 % di petak tebang, 0,98 % di TPn, dan 0 % di TPK.Kriteria yang berbeda dalam mendefinsikan dan mengklasifikasikan limbah pemanenan kayu dengan kondisi lokasi penelitian yang berbeda akan menghasilkan limbah yang berbeda pula.

5.4.1 Limbah Pemanenan Kayu di Petak Tebang

Limbah pemanenan kayu di petak tebang dalam penelitian adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang terdiri dari limbah di bawah cabang pertama yaitu tunggak dan batang bebas cabang, serta limbah di atas cabang pertama yaitu limbah batang bagian atas dan cabang. Pada umumnya limbah yang

yang terjadi masih dalam keadaan baik. Volume limbah pada tiap plot contoh disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Volume limbah rata-rata pada tiap plot contoh

No.Petak /Plot

Limbah di Bawah Cabang Pertama

Limbah di Atas

Cabang Pertama Limbah Total

m3/pohon m3/ha m3/pohon m3/ha m3/pohon m3/ha

22 H-1 2,57 17,96 1,35 9,42 3,91 27,38 22 H-2 3,89 19,45 2,04 10,20 5,93 29,65 23 G-3 4,71 47,07 2,07 20,72 6,78 67,79 23 G-4 2,54 38,14 1,90 28,44 4,44 66,58 23 G-5 2,45 51,44 1,14 23,98 3,59 75,42 22 H-6 2,68 18,76 1,69 11,81 4,37 30,57 23 H-7 1,99 17,95 1,01 9,13 3,01 27,08 23 H-8 1,87 14,99 1,67 13,37 3,55 28,36 23 H-9 8,04 56,30 3,63 25,41 11,67 81,71 23 H-10 3,75 11,25 2,75 8,24 6,50 19,49 Rata-rata 3,45 29,33 1,92 16,07 5,37 45,40

Volume limbah penebangan dihitung berdasarkan volume per hektar dan volume per pohon (Lampiran 3). Volume limbah per hektar adalah volume total limbah dari pohon yang ditebang dibagi dengan luasan plot contoh, sedangkan volume limbah per pohon adalah jumlah limbah yang terjadi pada setiap pohon yang ditebang. Berdasarkan Tabel 6, volume limbah yang terjadi di petak tebang adalah 45,40 m3/ha terdiri dari limbah di bawah cabang pertama sebesar 29,33 m3/ha dan limbah di atas cabang pertama sebesar 16,07 m3/ha. Volume limbah yang terjadi pada tiap pohon yang ditebang adalah 5,37 m3/pohon terdiri dari limbah di bawah cabang pertama 3,45 m3/pohon dan limbah di atas cabang pertama 1,92 m3/pohon.

Volume rata-rata limbah penebangan per hektar di petak 22 H sebesar 29,20 m3/ha, di petak 23 G sebesar 69,93 m3/ha dan di petak 23 H sebesar 39,16 m3/ha. Limbah rata-rata yang terjadi di petak 23 G lebih besar dibandingkan limbah yang terjadi di petak 22 H dan 23 H. Hal tersebut terjadi karena pada petak 23 G, penebang banyak meninggalkan limbah pada saat trimming pangkal dan ujung karena terdapat cacat pada log yang ditebang, baik cacat alami maupun cacat mekanis. Namun ada juga log dalam keadaan baik. Selain itu, intensitas tebang yang dilakukan pada petak tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan

petak 22 H dan 23 H sehingga menghasilkan limbah yang lebih besar. Sistem yang dilakukan pada ketiga petak penebangan tersebut yaitu setelah pohon di tebang langsung disarad ke TPn. Sistem tersebut dinamakan sistem tumbang tarik.

Secara umum limbah yang terjadi di petak tebang disebabkan oleh keterampilan penebang dalam menebang setiap pohonnya dan kondisi pohon. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan (pembuatan takik rebah dan takik balas) dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut dengan barber chair, yaitu berupa serabut pada pangkal batang. Sehingga akan mengurangi panjang batang bebas cabang yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Pemotongan batang di petak tebang dilakukan oleh penebang tanpa bantuan scaler, sehingga menimbulkan limbah. Selain itu, adanya gerowong pada pohon yang ditebang, akan mengurangi panjang batang yang dapat dimanfaatkan.

Penebang pertama menebang pohon di plot 22 H-1, 22 H-2, 22 H-6. Penebang kedua menebang pohon di plot 23 G-3, 23 G-4, 23 G-5 dan penebang ketiga menebang pohon di plot 23 H-7, 23 H-8, 23 H-9 dan 23 H-10. Penebang pertama, kedua, dan ketiga memiliki keterampilan yang berbeda-beda dalam menebang pohon. Penebang pertama dan ketiga lebih terampil dari penebang kedua sehingga limbah yang dihasilkan oleh penebang pertama dan ketiga lebih sedikit jika dibandingkan dengan penebang kedua. Peningkatan keterampilan pekerja melalui latihan kerja yang diberikan dapat memperkecil jumlah limbah yang terjadi pada kegiatan penebangan (Sinaga et al. 1984).

5.4.2 Limbah Pemanenan Kayu di TPn

Limbah pemanenan kayu dapat terjadi di TPn. Limbah yang terjadi berbentuk batang yang tidak memenuhi syarat kayu ekspor baik kualita maupun ukurannya. Misalnya kayu yang bengkok, pecah, busuk, dan sebagainya. Pada penelitian ini limbah di TPn terjadi karena kegiatan pemotongan ataupun pembagian batang. Limbah yang terjadi di TPn adalah log yang menjadi limbah karena batangnya belah, bengkok, dan gerowong (Tabel 7).

Volume total limbah yang terjadi di TPn sebesar 11,68 m3 terdapat pada Tabel 7. Limbah ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu: operator bulldozer tetap menyarad log ke TPn yang kayunya sebagian bengkok, log tersebut tidak dipotong terlebih dahulu di petak tebang, pemotong pangkal akibat gerowong

(Gambar 6) dan belah karena log tidak langsung diberi paku S dan tidak hati- hatinya operator bulldozer dalam menyusun log. Limbah yang terjadi dalam penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan limbah yang terjadi di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera yang dilakukan oleh Partiani (2010) yang menyebutkan bahwa besarnya volume limbah yang terjadi di TPn sebesar 14,97 m3.

Tabel 7 Limbah pemanenan kayu yang terdapat di TPn

Jenis Pohon No. Pohon No. Kode Dimensi Limbah Keterangan Panjang (m) Diameter (cm) Volume (m3) Meranti 5571 5 2,5 98,5 1,90 Gerowong Keruing 1192 148 8,3 61,5 2,46 Belah Meranti 3025 102 5,6 82,5 2,99 Bengkok Meranti 2955 69 3,6 91 2,34 Gerowong Meranti 2320 11 4 71,5 1,61 Gerowong Meranti 12,29 113 0,66 85 0,37 Gerowong Total 11,68

Gambar 6 Limbah gerowong.

5.4.3 Limbah Pemanenan Kayu di TPK

Limbah yang terdapat di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) pada umumnya terjadi karena penolakan kualita oleh pihak pembeli. Kayu-kayu yang kondisinya kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena terlalu lama disimpan di TPK sehingga kayu pecah, busuk atau terserang jamur. Pada penelitian ini tidak ditemukan limbah pemanenan kayu di TPK yang berasal dari pohon yang diteliti

karena tidak dilakukan pemotongan lagi terhadap log yang sampai ke TPK, selain itu kegiatan pengangkutan dan muat bongkar dari TPK ke Logpond telah dilaksanakan dengan baik karena waktu pemuatan dilaksanakan pada siang hari serta waktu penyimpanan log di TPK tidak berlangsung lama sehingga tidak ditemukan adanya log yang busuk atau cacat yang berasal dari batang yang diteliti.

5.5 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Bagian