• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Originalitas Penelitian

Penelitian ini dikembangkan dari penelitian sebelumnya yaitu Prasnanugraha (2007) yang berjudul “Analisis pengaruh rasio-rasio keuangan

terhadap Kinerja Perbankan di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Capital Adequacy Ratio (CAR), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Net Interest Margin (NIM), Non Performing Loan (NPL) dan Loan To Deposit Ratio (LDR) mempunyai pengaruh yang berarti terhadap Return On Assets (ROA). Secara parsial Non Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap Return On Assets (ROA) dan Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak berpengaruh terhadap Return On Assets (ROA).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Prasnanugraha (2007) adalah:

1. Variabel independen dalam penelitian Prasnanugraha (2007) adalah Capital Adequacy Ratio, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Net Interest Margin, Non Performing Loan dan Loan to Deposit Ratio sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Net Interest Margin, Non Performing Loan, Loan to Funding Ratio dan Giro Wajib Minimum.

2. Penelitian Prasnanugraha (2007) menggunakan data periode 2005-2007 (3 tahun) sedangkan penelitian ini menggunakan data periode 2011-2015 (5tahun).

3. Penelitian Prasnanugraha (2007) tidak menggunakan variabel moderating sedangkan penelitian ini menggunakan pertumbuhan dana pihak ketiga sebagai variabel moderating.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Prasnanugraha (2007) secara singkat dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2 Originalitas Penelitian No Keterangan Peneliti terdahulu Peneliti 1 Variabel

Independen

1. Capital Adequacy Ratio 2. Beban Opersional

terhadap Pendapatan Operasional

3. Net Interest Margin 4. Non Performing Loan 5. Loan to Funding Ratio

1. Capital Adequacy Ratio 2. Beban Opersional

terhadap Pendapatan Operasional

3. Net Interest Margin 4. Non Performing Loan 5. Loan to Funding Ratio 6. Giro Wajib Minimum

2 Variabel Moderating

- Pertumbuhan Dana Pihak

Ketiga 3 Tahun

Penelitian

Tahun 2005-2007 Tahun 2011-2015

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori.

2.1.1 Kinerja Perbankan

Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank, bank wajib memelihara dan meningkatkan tingkat kesehatan bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum bahwa “Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating) dengan cakupan penilaian terhadap faktor- faktor sebagai berikut: a) profil risiko (Risk Profile), b) good Corporate Governance (GCG), c) rentabilitas (Earnings), d) Permodalan (Capital)”. Dari Peraturan Bank Indonesia tersebut terlihat bahwa rentabilitas adalah salah satu unsur yang terutama dinilai dalam menentukan tingkat kesehatan bank dan salah satu indikator yang umum digunakan dalam pengukuran daya laba perusahaan adalah rasio Return On Assets (ROA). Return On Assets merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Return On Assets menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula Return On Assets, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan

aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Rasio Return On Assets dapat dirumuskan sebagai berikut :

aba Sebelum Pajak

ata rata Total Aset x 100

Dalam penelitian ini Return On Assets digunakan sebagai indikator kinerja bank, Return On Assets menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki. Semakin tinggi Return On Assets menunjukkan semakin efektif perusahaan tersebut, karena besarnya Return On Assets dipengaruhi oleh besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Nilai Return On Assets yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aset yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai Return On Assets maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan Return On Assets menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba.

Return On Assets adalah rasio keuntungan bersih sebelum pajak untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki oleh perusahaan.

Return On Assets yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi, hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba. Return On Assets menggambarkan sejauh mana tingkat pengembalian dari seluruh aset yang dimiliki perusahaan. Return On Assets digunakan oleh manjemen perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan Return On Assets memiliki keuntungan yaitu

Return On Assets merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.

2.1.2 Laporan Keuangan Perbankan

Undang-undang perbankan Nomor 10 tahun 1998 mendefinisikan :

“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya dan mendefinisikan bank adalah sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit”. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Bank mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dana dan penyalur dana dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut jenisnya , bank terdiri dari bank umum dan bank rakyat. Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.

14/14/PBI/2012 bahwa: “dalam rangka transparansi kondisi keuangan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan, yang terdiri atas: 1) laporan tahunan, 2) laporan keuangan publikasi triwulanan, 3) laporan keuangan publikasi bulanan, 4) laporan keuangan konsolidasi”. Maka dengan perkembangan terkini standar akuntansi keuangan, perbankan dituntut untuk menyajikan laporan keuangan yang akurat, komprehensif dan mencerminkan kinerja bank secara utuh

sesuai dengan standar akuntansi internasional dan dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank perlu mengelola resiko kredit antara lain dengan menjaga kualitas aset dan tetap melakukan penghitungan penyisihan penghapusan aset, diperlukan harmonisasi ketentuan mengenai penilaian kualitas aset sehubungan dengan adanya perubahan kondisi keuangan global dan beberapa ketentuan terkait. Aset adalah aset produktif dan non produktif. Aset produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Aset non produktif adalah aset bank selain aset produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, properti terbengkalai, rekening antar kantor dan suspense account.

(Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012).

2.1.3 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Modal bank sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2013 adalah

“Modal bagi bank yang berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti dan pelengkap”. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut bahwa bank harus memiliki modal yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Ada tiga hal alasan bank harus memutuskan jumlah modal yang mereka butuhkan. Pertama, modal bank mencegah kegagalan bank (Bank Failure), yaitu situasi dimana bank tidak dapat memenuhi likuiditas dan solvabilitas. Kedua, modal bank mempengaruhi pendapatan pemilik. Ketiga, modal minimum (bank capital

requirement) sangat diperlukan untuk memenuhi ketentuan otoritas moneter.

Capital Adequacy Ratio adalah rasio antara modal bank dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Rasio Capital Adequacy Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

Modal Bank

Aktiva Tertimbang Menurut isiko x 100 Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2013 mengenai penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah 8% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Bank dengan profil risiko peringkat satu. Dari peraturan Bank Indonesia tersebut bahwa jika Capital Adequacy Ratio suatu bank dibawah 8% maka bank tersebut termasuk bank dengan profil resiko peringkat satu dan tidak mempunyai peluang untuk memberikan kredit. Padahal kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Dengan Capital Adequacy Ratio yang cukup atau memenuhi kententuan, bank tersebut dapat beroperasi sehingga menghasilkan laba.

Dengan kata lain semakin tinggi Capital Adequacy Ratio semakin baik kinerja suatu bank. Penyaluran kredit yang optimal, dengan asumsi tidak terjadi macet akan menaikkan laba yang akhirnya akan meningkatkan Return On Assets.

Besarnya modal suatu bank, akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank. Dalam prakteknya perhitungan Capital Adequacy Ratio yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.

2.1.3.1 Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)

Dari peraturan Bank Indonesia, dinyatakan bahwa aset tertimbang menurut risiko (ATMR) yang digunakan dalam perhitungan modal minimum terdiri dari :

1. ATMR untuk risiko kredit.

2. ATMR untuk risiko operasional.

3. ATMR untuk risiko pasar.

Setiap bank wajib memperhitungkan ATMR untuk risiko kredit dan ATMR untuk risiko opersional. ATMR untuk risiko pasar hanya wajib diperhitungkan oleh Bank yang memenuhi kriteria tertentu. ATMR dihitung dari aset yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif (tidak tercantum dalam neraca). Terhadap masing-masing pos dalam aset diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aset itu atau golongan nasabah atau sifat bangunan.

2.1.4 Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Dalam industri perbankan, pendekatan yang umum digunakan untuk mengukur efisiensi operasional adalah pendekatan akuntansi (accounting approach) dengan menggunakan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Beban operasional adalah beban yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas operasional (seperti beban bunga, beban tenaga kerja, beban pemasaran). Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya.

Berdasarkan lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia No.

13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 diketahui bahwa “ asio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional merupakan perbandingan antara total beban operasional terhadap pendapatan operasional. Input yang digunakan dalam rasio ini adalah beban operasional, sedangkan output yang digunakan dalam rasio ini adalah pendapatan operasional”. Berdasarkan lampiran surat edaran Bank Indonesia tersebut maka Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional dapat dirumuskan sebagai berikut :

Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional Beban Operasional

Pendapatan Operasional x 100

Semakin rendah nilai rasio ini, semakin baik bank tersebut dalam memaksimalkan laba atas beban yang terjadi.

2.1.5 Net Interest Margin (NIM)

Net Interest Margin merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Rasio Net Interest Margin dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pendapatan Bunga Bersih

ata rata Aktiva Produktif x 100

Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 bahwa “Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening: 1) Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur, 2) Penetapan kualitas yang sama berlaku pula untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) Bank, 3) Dalam hal terdapat penetapan kualitas Aktiva Produktif yang

berbeda untuk 1 (satu) debitur”. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets).

Semakin besar rasio ini maka pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva produktif yang dikelola bank semakin besar sehingga kemungkinan bank tersebut dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

2.1.6 Non Performing Loan (NPL)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 bahwa “Rasio Non Performing Loan yang disebut Rasio Non Performing Loan adalah “rasio antara jumlah Total Kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap Total Kredit”. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut maka Rasio Non Performing Loan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Total Kredit Bermasalah

Total Kredit Disalurkan x 100

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2015 bahwa kualitas kredit ditetapkan sebagai berikut :

1. Lancar yang berarti pembayaran nasabah tepat waktu

2. Dalam perhatian khusus yang berarti terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga nasabah sampai dengan 90 hari.

3. Kurang Lancar yang berarti terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga nasabah yang telah melampaui 90 sampai dengan 120 hari.

4. Diragukan yang berarti terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga nasabah yang telah melampaui 120 sampai dengan 180 hari.

5. Macet yang berarti terdapat tunggakan pokok dan atau bunga nasabah yang telah melampaui 180 hari.

Non Performing Loan merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menyanggah resiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Non Performing Loan mencerminkan resiko kredit, semakin kecil Non Performing Loan semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit. Kenaikan Non Performing Loan mengakibatkan laba menurun sehingga Return On Assets menjadi semakin kecil. Dengan kata lain semakin tinggi Non Performing Loan maka kinerja bank menurun dan sebaliknya.

2.1.7 Loan to Funding Ratio (LFR)

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 bahwa:“

penyebutan Loan to Deposit Ratio (LDR) berubah menjadi Loan to Funding Ratio (LFR). Loan to Funding Ratio dihitung dari perbandingan antara total kredit dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain).

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut maka Rasio Loan to Funding Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

Total Kredit

Dana Pihak Ketiga x 100

Rasio ini menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Rasio ini juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Loan to Funding Ratio adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar bank dan surat-surat berharga dalam Rupiah dan valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh Bank untuk memperoleh sumber pendanaan. Begitu pentingnya arti angka Loan to Funding Ratio, maka pemberlakuannya pada setiap bank harus diseragamkan jangan sampai ada pengecualian perhitungan Loan to Funding Ratio di antara perbankan. Loan to Funding Ratio adalah suatu pengukuran yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Penyaluran kredit merupakan salah satu kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini.

2.1.8 Giro Wajib Minimum (GWM)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 15/15/PBI/2013 bahwa “Giro Wajib Minimum adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase

tertentu dari Dana Pihak Ketiga”. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut maka Rasio Giro Wajib Minimum dapat dirumuskan sebagai berikut :

Giro ajib Minimum Giro Pada BI

Dana Pihak Ketiga x 100

Bank wajib memenuhi Giro Wajib Minimum dalam Rupiah. Giro Wajib Minimum dalam Rupiah Giro Wajib Minimum primer, Giro Wajib Minimum sekunder, dan Giro Wajib Minimum Loan to Deposit ratio. Pemenuhan Giro Wajib Minimum dalam rupiah ditetapkan sebagai berikut:

1. Giro Wajib Minimum primer dalam rupiah sebesar 8% (delapan persen) dari Dana Pihak Ketiga dalam rupiah.

2. Giro Wajib Minimum sekunder dalam rupiah sebesar 4% (empat persen) dari Dana Pihak Ketiga dalam rupiah.

3. Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio dalam rupiah sebesar hasil perhitungan antara parameter disinsentif bawah atau parameter disinsentif atas dengan selisih antara Loan to Deposit Ratio bank dan Loan to Funding Ratio target dengan memperhatikan selisih antara KPMM bank dan KPMM insentif.

Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum Primer dalam Rupiah kepada bank yang melakukan merger atau konsolidasi. Kelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum Primer dalam Rupiah ditetapkan sebesar 1% (satu persen) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak merger atau konsolidasi berlaku efektif. Kelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum dalam Rupiah tidak berlaku terhadap kewajiban pemenuhan

Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia merupakan salah satu alat likuid bank yang tergolong aset yang tidak menghasilkan tetapi harus dijaga dan dipelihara oleh manajemen bank untuk memantau kecukupannya. Giro Wajib Minimum atau likuiditas wajib minimum merupakan cadangan primer yang digunakan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya penarikan dana oleh nasabah perbankan yang muncul secara tiba-tiba sehingga kepercayaan nasabah akan terus meningkat dan kegiatan operasional bank akan berjalan dengan baik.

2.1.9 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)

Kegiatan utama Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Menurut Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBI/2015 bahwa “Dana Pihak Ketiga adalah kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam upiah dan valuta asing”.

Pada umumnya Bank menghimpun Dana Pihak Ketiga melalui produk simpanan yang meliputi:

1. Tabungan (Saving deposits) merupakan simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh pihak bank. Penarikannya dapat dilakukan dengan ATM atau buku tabungan.

2. Giro (Demand deposits) merupakan simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap waktu dengan menggunakan surat perintah pembayaran seperti cek dan bilyet giro.

3. Deposito (Time deposits) merupakan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.

Pertumbuhan dana pihak ketiga diukur dari perbandingan selisih total Dana Pihak Ketiga pada satu bulan tertentu dengan total Dana Pihak Ketiga bulan sebelumnya yang dimiliki bank. Rasio Dana Pihak Ketiga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga

(t) – Dana Pihak Ketiga(t 1)

Dana Pihak Ketiga (t 1) x 100

Selain Dana Pihak Ketiga, dana yang dihimpun oleh bank dapat bersumber dari modal sendiri dan pinjaman. Dana dari modal sendiri merupakan sumber dana pihak pertama yaitu dana yang berasal dari dalam bank, baik dana yang berasal dari para pemegang saham atau pemilik saham bank. Dana dari pinjaman merupakan dana yang berasal dari lembaga keuangan lainnya yang dapat berupa call money, pinjaman antar bank dan kredit likuiditas dari Bank Indonesia. Namun, Dana Pihak Ketiga merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% hingga 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank). Menurut Kasmir (2004), “dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit”. Kredit diberikan kepada para debitur yang telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian yang dilakukan antara pihak debitur dengan pihak bank. Semakin tinggi

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Dengan Dana Pihak Ketiga yang tinggi maka akan meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat yang akan meningkatkan kesempatan bank untuk mendapatkan laba melalui pendapatan bunga dari kredit yang disalurkannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian ini menggunakan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk menjadi variabel moderating dengan alasan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat mempengaruhi variabel independen terhadap variabel dependen. Karena variabel moderating adalah variabel yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.

2.2 Review Peneliti Terdahulu.

Penelitian mengenai rasio keuangan dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perbankan di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian tersebut adalah:

Prasnanugraha (2007) menguji pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap kinerja keuangan Bank Umum pada tahun 2005 yang diproksikan dengan Return On Assets menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan sampel sebanyak 131 bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Net Interest Margin (NIM), Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang berarti terhadap Return

On Assets (ROA). Non Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM) dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh secara parsial terhadap Return On Assets (ROA). Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak berpengaruh secara parsial.

Hasil penelitian Eng (2013) menunjukkan bahwa Net Interest Margin, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, Non Performing Loan dan Capital Adequacy Ratio secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets. Net Interest Margin secara parsial berpengaruh signifikan dan secara positif mendorong peningkatan Return On Assets. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif terhadap laba bank tidak didukung oleh hasil penelitian. Loan to Deposit Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets, namun pengaruhnya adalah negatif. Dugaan bahwa Non Performing Loan bisa membebani laba perbankan didukung oleh fakta pada studi ini. Hasil penelitian menunjukkan Non Performing Loan mempunyai pengaruh yang signifikan dan apabila tidak dikelola dengan hati-hati bisa mengurangi Return On Assets. Capital Adequacy Ratio (CAR) pada penelitian ini secara statistik ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets.

Rahman (2013) menyatakan Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara bersama-sama

Rahman (2013) menyatakan Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara bersama-sama