• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Hizbut Tahrir terhadap Rukyat Lokal (Khususnya Rukyat yang di

BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF HIZBUT TAHRIR

C. Pandangan Hizbut Tahrir terhadap Rukyat Lokal (Khususnya Rukyat yang di

Dalam hal ini Hizbut Tahrir menjelaskan yang terdiri dari beberapa point:

1. Jawaban dalam masalah ini adalah fakta bahwa riwayat tersebut bukanlah sebuah hadits

marfu‟ (yang disandarkan –berupa kutipan kalimat- langsung dari Rasulullah SAW) melainkan ijtihad seorang Sahabat. Dan kedudukan ijtihad seorang Sahabat tidak dapat

disejajarkan/dibandingkan dengan hadits (yang marfu‟) dari Rasulullah SAW. Fakta bahwa

Ibnu Abbas tidak berpuasa berdasarkan rukyat dari penduduk Syam, merefleksikan bahwa hal itu adalah sebuah ijtihad dan oleh sebab itu tida bisa dijadikan sebagai sebuah dalil

Syar‟i (ijtihad seorang Sahabat kedudukannya adalah sebagai sebuah hukum syara‟ bukan dalil syara‟).

2. Disamping itu ternyata pada faktanya ijtihad tersebut bertentang dengan dalil-dalil syar‟i

yang umum, sedangkan kedudukan hadits (yang merupakan dalil syara‟) adalah lebih

92

M. Shiddiq Al-Jawi, Penentuan Awal Bulan Kamariah : Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia, artikel ini di akses tanggal 3 Juli 2010 dari www.hizbut-tahrir.or.id

tinggi dibandingkan dengan ijtihad (yang merupakan hukum syara‟). Oleh karena itu apa

yang dijelaskan oleh ijtihad tersebut harus ditinggalkan.

3. Lebih jauh lagi, ijtihad sahabat tidak dapat men-takhsis keumuman lafadz yang ada pada

hadits. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas di akhir riwayat tersebut: ”Tidak, (sebab) demikianlah Rasulullah memerintahkan (kepada kami)”, ini bukanlah merupakan sebuah

hadits, melainkan suatu langkah yang diambil oleh Ibnu Abbas dari pemahaman terhadap

hadits Rasulullah dalam sabda beliau SAW. “Puasalah kamu sekalian ketika kaliam melihat hilal (bulan baru), dan berbukalah ketika kalian melihatnya.

Statemen Ibnu Abbas tersebut mengindikasikan pemahaman beliau terhadap hadits yang disampaikan Rasulullah di atas.93

1. Imam Syaukani –rahimahullah- dalam kitabnya Nailul Authar jilid III halaman, 125 telah mendiskudikan dengan baik ijtihad Ibnu Abbas yang oleh sebagian ulama dianggap nash Rasulullah. Imam Syaukani mengomentari hadits ini: Ketahuilah yang layak menjadi

hujjah itu tidak lain adalah riwayat yang marfu‟ dari Ibnu Abbas (dalam hadits-hadits lain), bukan ijtihad Ibnu Abbas itu sendiri.

Beliau lalu melanjutkan: Sedangkan kenyataan sebenarnya yang berasal dari Rasulullah adalah sabdanya yang diriwayatkan oleh As Syakhani‟ (Bukhari Muslim melalui jalur Ibnu

Abbas) dan lain-lain dengan lafad: Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat bulan, dan janganlah kalian berbuka (mengakhiri Ramadhan) hingga kaliannya pula. Maka jika (pandangan; kalian terhalang (oleh awan) sempurnakanlah bilangnan (bulan sebanyak 30 hari).

93

Nasyrah Hizbut Tahrir, Kesatuan Awal dan Akhir Ramadhan Merupakan Kewajiban Syar‟iy Bagi Seluruh Kaum Muslim, 1999, hal.6

Sabda Rasulullah ini tidak dikhususkan untuk penduduk suatu daerah tertentu tanpa menyertakan daerah yang lain. Bahkan sabda (Rasulullah) ini khitab (seruan) yang tertuju kepada siapun diantara kaum Muslimin dimanapun berada yang telah menerima seruan itu.

Kemudian Asy-Syaukani lebih lanjut: Dengan demikian seorang alim itu tentu tidak akan ragu-ragu lagi bahwa dalil syara‟ yang ada menunjukkan bahwa penduduk suatu negeri beramal dengan khabar ynag sampai mereka satu sama lain. Berarti mereka beramal dengan kesaksian di antara mereka satu sama lain dalam seluruh hukum-hukum syara‟ itu.

Beliau menutup penjelasannya sebagai berikut: pendapat yang layak dijadikan pegangan adalah apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan, maka rukyat itu pula berlaku untuk seluruh negeri-negeri yang lain.94

2. Oleh karena itu apa yang dikisahkan oleh Kuraib, tidaklah terkategori sebagai sebuah hadits, melainkan tetap sebagaimana adanya, yaitu pendapat (ijtihad) Ibnu Abbas. Dengan

demikian riwayat tersebut bukanlah merupakan dalil syar‟i dan tidk bisa digunakan sebagai

dalil, dan juga tidak dapat digunakan untuk men-takhsis keumuman yang tersebut di dalam hadits, sehingga hadits-hadits tersebut (tentang rukyatul hilal) tetaplah merupakan dalil

yang bersifat umum, sebagaimana kaidah ushul: “Sebuah dalil akan tetap berada pada keumumannya bila tidak ditemui adanya dalil yang mengkhususkannya”.95

Kemudian Hizbut Tahrir menyimpulkan bahwa:

3. Kalau konsisten pada pandangan madzhab Syafi‟i, seharusnya penetepan awal Ramadhan

yang jatuh pada tanggal 11 Agustus 2010/1 Syawal 1431 Makasar itu berbeda dengan Jakarta, karena jarak Makasar dengan Jakarta bisa menghabiskan waktu lebih kurang sekitar dua hari. Namun itu tidak terjadi.

4. Perbedaan yang seharusnya terjadi karena jarak yang berpedoman pada madzhab Syafi‟i,

tapi dalam penetapan bulan Ramadhan ini tidak terjadi. Jadi bisa disimpulkan bahwa

94

Nasyrah Hizbut Tahrir, Kesatuan Awal dan Akhir Ramadhan Merupakan Kewajiban Syar‟iy Bagi Seluruh Kaum Muslim, 1999, hal.6

95

Nasyrah Hizbut Tahrir, Kesatuan Awal dan Akhir Ramadhan Merupakan Kewajiban Syar‟iy Bagi Seluruh Kaum Muslim, hal.7

perbedaan itu terjadi bukan karena berpedoman pada madzhab Syafi‟i, tapi perbedaan itu

terjadi karena Nation State, yaitu Nasionalisme.96

Hizbut Tahrir memandang bahwa yang menyebabkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menetapkan awal bulan Ramadhan sebagaimana yang dijelaskan diatas adalah disebabkan oleh Nation State. Karena dalam penetapan awal bulan Ramadhan tidak memandang adanya perbedaan Negara. Demikian hal ini didasarkan pada hadits berikut:

ي ي ف ي ص ي ٌي ء

ا

ض ي ي ي ح يف ح ق

ش ف

ا

ا

ي ق ق ح ش ق ق

ا

يف

غ صي ف

“Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah

melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud orang Badui itu

adalah hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada

tuhan selain Allah?” Dia berkata, “Benar.” Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata, “Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Dia berkata, “Ya benar.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal umumkan kepada orang-orang untuk

berpuasa besok.” (HR Abu Daud and al-Tirmidzi, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Dengan demikian, hadits-hadits tersebut mengandung pengertian bahwa terlihatnya hilal Ramadhan atau hilal Syawal oleh seorang Muslim dimanapun ia berada, mewajibkan kepada seluruh Muslimin di seluruh dunia untuk berpuasa atau berbuka, tanpa terkecuali. Tidak ada perbedaan antara negeri

Demikian juga bahwa HTI adalah sebuah partai yang ingin melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana yang telah dijelaskan di pembahasan awal bahwa HTI telah tersebar hampir diseluruh penjuru dunia, lalu negara manakah yang menjadi patokan Hizbut Tahrir dalam menetapkan awal bulan Ramadhan?

96

Untuk Syawal Saudi tidak memiliki penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan. Hizbut Tahrir dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan tidak berdasarkan Negara tapi hanya menggunakan rukyat hilal sesuai dengan perintah hadits yang disebutkan di atas. Berdasarkan hadits-hadits di atas bahwa Rasulullah tidak menanyakan asal seorang Badui. Ini artinya bahwa apabila hilal itu sudah terlihat oleh seseorang maka itu sudah mewakili seluruh kaum Muslim di seluruh dunia. Bayangkan seandainya Khilafah masih ada, maka menjelang awal ramadhan kemarin Khalifah dengan sangat serius mempersiapkan upaya pemantauan hilal (bulan), sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah SAW. Khalifah akan mengerahkan ulama, ahli falaq, pakar astronomi di berbagai kawasan negeri Khilafah mulai dari Maroko sampau Marauke. Teknologi pun dipersiapkan untuk membantu, siaran langsung dari berbagai kawasan pemantauan dari seluruh dunia dilakukan seperti siaran langsung sepak bola di era Jahiliyah. Kemungkinan detik-detik terlihatnya hilal bisa disaksikan oleh kaum muslimin di seluruh dunia.97

Setelah hilal terlihat, Khalifah segera mengumumkan masuknya 1 Ramadhan. Atau bulan

sya‟ban digenapkan 30 hari kalau belum terlihat. Siaran langsung pidato Kholifah dipancarkan secara langsung televisi ataupun radio Departemen I‟lami (informasi negara) dari pusat kota negara Khilafah yang akan disaksikan dan didengarkan via satelit oleh hampir 1,5 milyar umat Islam negara Khilafah berbagai penjuru dunia . Dengan kecanggihan sains dan teknologi ini tidak ada kendala untuk menyampaikan pesan penting ini dengan cepat dan akurat di seluruh dunia.

Umat Islam menyambutnya dengan riang gembira, merekapun shaum pada hari yang sama: 1 Ramadhan yang sama. Meskipun terjadi perbedaan pendapat tentang bagaimana menentukan awal dan akhir ramadhan, tapi perintah Imam yang wajib ditaati telah melebur

97

semua itu: “amrul Imam yarfa‟ul khilaf” (perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan).

Semuanya taat kepada perintah Khalifah , ketaatan yang diperintahkan Allah SWT dan RasulNya.

Lain halnya dengan bulan Dzulhijjah. Hizbut Tahrir berpandangan bahwa dalil

penentuannya adalah penentuan hari „Arafah yaitu jatuhnya tanggal 10 Dzulhijjah. Penetapan

tanggal 10 Dzuhijjah ini adalah Khadimul Haramain Arab Saudi. Khadimul Haramain adalah yang menentukan Ma‟lumun Minaddin Biddarurah untuk menentukan dua hari „Arafah.

Karena Khadimul Haramain ini merupakan penguasa Makkah dan Madinah sebelum runtuhnya Daulah Islam. 98

Dijelaskan juga dalam Hadits Husain bin Al Harits Al Jadaliy r.a.

طخ ي آ

,

ق ث

:

ي آ ي ه ي

,

ش ف

ش

,

ش

.

Sesungguhnya Amir Makkah (Al Harth bin Hathib) berkhutbah”, selanjutnya berkata, “Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk bermanasik karena ru‟yat. Namun

apabila kami tidak melihatnya tetapi ada seorang ynag melihat (bulan) dengan diperkuat oleh seorang saksi yang adil maka kami bermanasik dengan berdasarkan kesaksian keduanya”. (HR. Abu Daud)

Hadits Husain bin Al Harits Al Jadaliy r.a ini secara jelas menunjukkan bahwa penetapan hari Arafah dan hari Haji –ketika masih ada Daulah- diserahkan kepada Wali Makkah. Karena

Rasulullah SAW memerintahkan untuk melakukan menasik Haji didasarkan pada ru‟yat yang ditetapkan oleh Wali Makkah. Dengan fakta ini jelas bahwa Rasulullah SAW, tidak menjelaskan pelaksaan manasik Haji, berupa wukuf di Arafah, thawaf ifadhah, mabit di

98

Muzdalifah, melempar jumrah, dan semacamnya didasarkan pada ru‟yat penduduk Makkah, Najed dan sebagainya, tetapi didasarkan pada ru‟yat penduduk Makkah saja.99

Sedangkan yang saat ini, -dengan tidak adanya Daulah Islamiyyah- wewenang tersebut tetap didasarkan pada orang yang memerintahkan wilayah Hijjaz dari kalangan kaum Muslimin. Bahkan sekalipun pemerintahannya tidak syar‟iyyah (tidak didasarkan pada legalitas syara‟). Hukumnya tetap wajib bagi seluruh umat Islam di dunia untuk berhari raya

pada hari Nahr –ketika jama‟ah Haji menyembelih hewan korban mereka- yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, dan bukan pada awal tasyriq (tanggal 11 Dzulhijjah).100

Dalam Negara Khilafah, Khilafah bisa saja tidak berpatokan pada Negara tertentu, misalnya sekarang seperti Arab Saudi. Dan hingga hari ini Arab Saudi menggunakan rukyat. Hizbut Tahrir hingga sekarang dalam menetapkan tanggal 10 Dzulhijjah masih mengikuti Arab Saudi. Jadi pada dasarnya Hizbut Tahrir baik dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah adalah sama-sama menggunakan rukyat.

D. Pandangan Hizbut Tahrir Mengenai Keharusan Adanya Institusi Politik Pemersatu