• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

5.3.1 Panenan pada Penangkap

Pada tingkat penangkap, jumlah Python reticulatus yang tertangkap sebanyak 117 ekor (Gambar 29) yang didapatkan dari lima penangkap, yaitu tiga penangkap dari Kab. Kotawaringin Barat (penangkap A, B dan C) dan dua penangkap dari Kab. Pulang Pisau (penangkap D dan E). Penangkap A (merupakan kelompok yang terdiri dari tiga orang), Penangkap B dan Penangkap C mempunyai lokasi tangkap di kebun sawit. Penangkap D dan E mempunyai lokasi tangkap di kebun karet, sawah dan rawa.

Gambar 29 Jumlah Python reticulatus yang tertangkap pada tingkat penangkap.

Rata-rata jumlah ular yang tertangkap berbeda pada masing-masing penangkap (Tabel 4). Dalam satu bulan, penangkap tidak bekerja setiap hari, setidaknya dua hari dalam seminggu digunakan untuk menguliti ular dan 2-3 hari libur setiap bulan untuk beristirahat atau melakukan kegiatan lain. Penangkap tidak mau menyimpan ular dalam waktu yang lama, maka harus menggunakan waktu khusus untuk menguliti ular. Menyimpan ular terlalu lama akan beresiko terjadi ular lepas, penyusutan ukuran badan dan kematian ular. Penangkap tidak memberi makan ular yang ditangkap karena akan menimbulkan biaya tambahan. Waktu yang digunakan untuk menangkap adalah pagi hari antara pukul 08.00 –

12.00 WIB. 50 33 27 4 3 117 0 20 40 60 80 100 120 140 A B C D E total Ju m lah u lar t e rtan g kap (e ko r) Penangkap

Tabel 4 Rata-rata jumlah tangkapan/hari Penangkap ∑ ular tertangkap (ekor) ∑ hari penangkapan (hari) Rata-rata ∑ Tangkapan (ekor/hari) A 50 9 5.50 B 33 12 2.83 C 27 9 3.00 D 4 3 1.33 E 3 3 1.00

Rata-rata jumlah tangkapan per hari oleh masing-masing penangkap bisa saja berbeda setiap bulannya. Penangkap di Kabupaten Kotawaringin Barat yang bekerja sepanjang tahun dengan beberapa hari libur menyatakan bahwa hasil tangkapan mereka rata-rata per hari relatif sama. Penangkap di Kotawaringin Barat memerlukan hari khusus untuk menguliti ular tangkapannya. Biasanya pada hari menguliti ular, mereka tidak berburu ular. Dengan asumsi libur seminggu 2 hari untuk menguliti ular, 12 hari libur untuk istirahat atau melakukan kegiatan lain dan libur 2 minggu ketika lebaran, maka jumlah hari kerja penangkap ular di Kotawaringin Barat adalah 225 hari/tahun. Sedangkan penangkap di Pulang Pisau hanya menangkap ular selama 5 bulan/tahun yaitu antara bulan Januari-Mei. Mereka tidak memiliki hari libur khusus. Apabila diasumsikan bahwa penangkap di Pulang Pisau bekerja selama 6 hari/minggu, maka dalam 5 bulan mereka bekerja selama 125 hari/tahun. Dari asumsi tersebut, bisa diprediksikan kelimpahan panenan yang dilakukan oleh lima penangkap tersebut sebagaimana disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Estimasi populasi tangkapan per tahun pada penangkap Penangkap ∑ hari kerja/th

(hari) Rata-rata ∑ tangkapan/hari (ekor/hari) ∑ tangkapan/th (ekor/tahun) A 225 5.50 1 337.50 B 225 2.83 636.75 C 225 3.00 675.00 D 125 1.33 166.00 E 125 1.00 125.00 Total 2 940.25

Dari Tabel 5 diatas, maka populasi tangkapan lima penangkap dalam setahun mencapai 26.73% (2 940.25 ~ 2 940 ekor) kuota tahunan untuk kulit. Asumsi lain yang bisa digunakan untuk memprediksi jumlah panenan adalah berdasarkan jumlah rata-rata yang didapat oleh penangkap setiap bulan. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah ular yang bisa ditangkap oleh masing-masing penangkap selama bulan Januari-Juli 2012 adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Perkiraan jumlah ular yang tertangkap oleh lima penangkap

Bulan Jumlah ular yang tertangkap penangkap (ekor)

A B C D E Januari 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 Februari 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 Maret 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 April 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 Mei 50-60 50-60 50-60 4 3 Juni 50-60 50-60 50-60 0 0 Juli 50-60 50-60 50-60 0 0 Jumlah 350-420 350-420 350-420 84-124 83-123 Jumlah total 1 217 – 1 507

Berdasarkan Tabel 6 di atas maka bisa dilihat bahwa selama tujuh bulan pertama pada tahun 2012, jumlah yang bisa didapat oleh lima penangkap sebanyak 11.06 – 13.7% dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012. Apabila penangkap A, B dan C menangkap dengan jumlah yang konstan dan penangkap C dan D tidak menangkap lagi sampai akhir tahun, maka pada akhir Desember 2012, jumlah ular yang ditangkap oleh lima penangkap tersebut sebanyak 1 967 - 2 407 ekor (17.88-18.88%) dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012.

Jumlah ular pada asumsi kedua cenderung lebih sedikit dari asumsi pertama. Hal ini terjadi karena rata-rata produktivitas asumsi pertama lebih tinggi dari asumsi kedua. Asumsi pertama didasarkan pada jumlah nyata ular yang ditemui pada penangkap saat penelitian. Asumsi kedua didasarkan pada pengakuan penangkap mengenai produktivitas mereka yang merupakan data subyektif dan masih perlu diuji validitasnya. Pengakuan mereka cenderung lebih

kecil karena ada rasa takut bahwa apabila mereka mengakui jumlah produktivitas yang sebenarnya, mungkin akan melebihi jumlah yang diperbolehkan dan itu bisa jadi akan membahayakan kelangsungan pekerjaan mereka.

Berdasarkan hasil wawancara bahwa selain tiga penangkap di atas, di Kotawaringin Barat masih ada setidaknya 10 penangkap lain dan di Pulang Pisau ada 5 penangkap lain, maka jumlah panenan tersebut menjadi bertambah sangat banyak. Namun tidak bisa diperkirakan jumlah tangkapan dari 10 penangkap tersebut karena tidak ada data sama sekali mengenai jumlah tangkapan mereka. 5.3.2 Panenan pada Pengumpul Perantara

Pada tingkat pengumpul perantara, jumlah Python reticulatus yang dikumpulkan sebanyak 56 ekor dari dua pengumpul perantara, yaitu satu dari Kab. Kotawaringin Barat (PP A) dan satu penangkap dari Kab. Pulang Pisau (PP B). Data selengkapnya disajikan dalam Gambar 30 berikut.

Gambar 30 Jumlah Python reticulatus yang tertangkap pada tingkat pengumpul perantara.

PP A mendapatkan ular sejumlah tersebut selama enam hari atau rata-rata 9 ekor / hari dan PP B mendapatkannya dalam dua hari atau rata-rata 1ekor / hari. PP A mendapatkan lebih banyak ular karena mempunyai pemasok tetap berupa penangkap profesional dan bukan profesional yang cukup banyak, sedangkan PP B hanya mendapatkan dari penangkap bukan profesional saja. Jumlah diatas adalah jumlah ular hidup yang ada ketika penelitian ini dilakukan.

54 2 56 0 10 20 30 40 50 60 PP A PP B Total Ju m lah u lar ( e ko r) Pengumpul perantara

Pengumpul perantara tidak mempunyai libur khusus untuk menguliti ular karena pasokan ular bisa datang kapan saja meskipun saat itu sedang menguliti ular. Hal ini berbeda dengan penangkap yang memerlukan libur khusus untuk menguliti ular. Berdasarkan asumsi rata-rata jumlah ular yang bisa dikumpulkan oleh pengumpul perantara tersebut diatas, dengan asumsi bahwa PP A hanya libur untuk mudik pada waktu Lebaran dan PP B tidak ada waktu libur untuk mudik Lebaran karena merupakan penduduk asli, maka PP A akan mendapatkan ular sebanyak 3 150 ekor/tahun dan PP B 365 ekor/tahun dengan jumlah total keduanya 3 515 ekor/tahun atau 31.95 % kuota tahunan.

Apabila ditambahkan dengan hasil yang ditangkap oleh lima penangkap berdasarkan asumsi pertama, maka jumlah ular yang ditangkap sebanyak 59.01% dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012. Jumlah ini masih berada di bawah jumlah kuota tangkap. Namun hanya berasal dari dua pengumpul perantara dan lima penangkap. Sedangkan menurut informasi, masih ada penangkap dan pengumpul perantara lain di Kabupaten Seruyan, Lamandau, Sukamara, Barito Timur dan Barito Selatan yang tidak diketahui jumlah pastinya.

Selain dua pengumpul perantara di atas, dilakukan pula wawancara terhadap dua pengumpul lain (PP C dan PP D). Keempat pengumpul perantara tersebut berhasil mengumpulkan kulit ular dengan jumlah yang bervariasi (Tabel 7). Jumlah yang tersaji dalam Tabel 7 merupakan hasil perhitungan dari catatan pada PPA dan PP B serta wawancara dengan PP C dan PP D.

Tabel 7. Jumlah kulit yang diproduksi/dikumpulkan pengumpul perantara Januari-Juli 2012

Bulan Jumlah kulit pada tiap pengumpul perantara (lembar)

PP A PP B PP C PP D Januari 300 40 50-60 40-45 Februari 470 37 50-60 40-45 Maret 210 24 50-60 40-45 April 614 20 50-60 40-45 Mei 280 15 50-60 40-45 Juni 310 10 50-60 40-45 Juli 150 ND 50-60 ND Jumlah 2 334 146 350-420 240-270 Jumlah total 3070-3170

ND = tidak ada data

Menurut hasil wawancara, di Kabupaten Kotawaringin Barat setidaknya ada satu pengumpul lain selain PP A yang pada awalnya pernah mempunyai ijin edar dalam negeri. Apabila pengumpul tersebut diposisikan sebagai pengumpul perantara karena tidak memiliki ijin edar maupun ijin tangkap, bila produktivitasnya sama dengan PP A, maka dari dua pengumpul perantara di Kotawaringin barat setidaknya akan diproduksi kulit sebanyak 4 667 lembar atau 42.44% dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012 selama tujuh bulan atau 6.6% per bulan atau 72.75% pada akhir tahun 2012. Bila ditambahkan dengan hasil yang diproduksi tiga pengumpul lain dari Kotawaringin Timur, Pulang Pisau dan Kapuas, maka jumlah kulit yang diproduksi selama tujuh bulan menjadi 5 404 – 5 504 (49.13 -50.04%) dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012 atau 7.02-7.15% per bulan atau 84.24-85.78% pada akhir tahun 2012.

Pemanenan yang diindikasikan melebihi kuota tangkap tahunan pernah terjadi di Sumatera Utara. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Semiadi dan Sidik (2011) pada tahun 2008, setiap agen di Sumatera Utara bisa mengumpulkan 154.5 – 253 ekor/ bulan pada musim kering (maksimal 5 bulan) dan 217.8 – 514 ekor/bulan pada musim basah (maksimal 6 bulan). Dengan demikian, agen yang ada pada saat itu masing-masing bisa mengumpulkan 2 079.3 – 4 349 ekor/tahun atau total 16 634-34 792 ekor (delapan agen). Apabila kuota tangkap di Sumatera Utara 21 090, maka jumlah ular yang dikumpulkan oleh delapan agen mencapai jumlah minimal 78.87 % dan jumlah maksimal mencapai 164.97% dari kuota tahunan. Apabila jumlah maksimal terpenuhi, berarti jumlah tersebut melebihi kuota tangkap yang ditentukan.

Berbeda dengan hasil penelitian Semiadi dan Sidik (2011), jumlah panenan dari lima penangkap dan dua pengumpul tersebut masih berada di bawah kuota yang ditetapkan. Ini berarti bahwa panenan masih berada di level yang diijinkan untuk kelestarian. Namun apabila ditinjau dari segi lokasi penangkapan, bisa jadi hal ini akan mengancam kelestarian. Sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No 447/KPTS-II/2003, untuk menjamin kelestarian populasi Kepala Balai KSDA harus melakukan rotasi lokasi tangkap (Sekditjen PHKA 2007c). Bahkan harus detail sampai disebutkan nama desa pada peta dengan skala paling kecil 1:250 000 dan harus selalu dimutakhirkan setiap dua tahun sekali. Namun

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rotasi lokasi pengambilan

Python reticulatus dari tahun ke tahun. Penangkap dan pengumpul tersebut selalu menangkap di lokasi yang sama sepanjang tahun setiap tahun. Bahkan dalam surat ijin tangkap yang dikeluarkan oleh BKSDA Kalimantan Tengah, tidak disebutkan lokasi tangkapnya secara detail.

Tidak dilakukannya rotasi lokasi tangkap bisa jadi akan mengancam kelestarian Python reticulatus di lokasi tersebut. Penangkap dan pengumpul perantara di Kabupaten Kotawaringin Barat menyatakan bahwa saat ini jumlah dan ukuran Python reticulatus yang ditangkap sudah menurun dibandingkan pada tahun-tahun awal mereka mulai menangkap. Lima tahun yang lalu, mereka masih bisa dengan mudah mendapatkan ular dengan ukuran diatas 5 meter. Namun saat ini rata-rata tangkapan mereka dibawah ukuran 5 meter. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi ular dengan ukuran besar sudah mulai menurun di lokasi ini. Apabila penangkapan di lokasi ini tidak dibatasi waktu, maka bisa jadi populasinya akan semakin menurun.

Balai KSDA Kalimantan Tengah seyogyanya memperhatikan aturan dalam SK Menteri Kehutanan tersebut. Perlu dicantumkan lokasi pengambilan secara detail yang dirotasi agar tidak terjadi pemusatan lokasi pengambilan yang nantinya bisa berdampak pada terancamnya kelestarian Python reticulatus di lokasi tersebut. Namun penentuan lokasi tangkap tidak bisa dilakukan secara asal. Harus dilakukan dahulu survey yang bisa menggambarkan potensi Python reticulatus di lokasi tertentu agar bisa ditetapkan jumlah kuota dan lokasi penangkapan dengan tepat demi kelestarian Python reticulatus di alam.

Secara resmi, kuota tangkap yang otomatis juga menjadi kuota tata niaga yang boleh keluar dari Kalimantan Tengah mulai tahun 2010, 2011 dan 2012 sebanyak 11 000 lembar (Ditjen PHKA 2010a, 2010b, 2011). Secara administratif, kuota tangkap Python reticulatus di Kalimantan Tengah selalu terpenuhi. Namun apabila dilihat lebih jauh, jumlah kuota bisa saja terlampaui karena adanya kulit yang keluar dari Kalimantan Tengah tanpa dokumen. Dan jumlahnya tidak bisa dipantau karena tidak mungkin dilakukan pengawasan yang ketat diseluruh wilayah Kalimantan Tengah yang sangat luas dan banyak pintu

keluar. Demikian juga dengan adanya pelaku tata niaga yang hanya menjual dokumen tanpa barang.

Setiap lembar kulit yang diperdagangkan secara resmi, akan tercatat oleh otoritas manajemen dan jumlahnya tidak akan mungkin melebihi kuota yang ditentukan. Namun adanya peredaran illegal menyebabkan jumlah kulit yang diedarkan melebihi kuota yang ditentukan. Tata niaga illegal tidak mungkin bisa dihilangkan dengan mudah. Namun dengan pengawasan yang ketat mungkin bisa dikurangi jumlahnya. Adanya tata niaga illegal juga merupakan kerugian bagi daerah tersebut karena sumberdaya alamnya hilang tanpa memberi keuntungan bagi pengelolanya.

5.4. Parameter Demografi