• Tidak ada hasil yang ditemukan

C Pasal 50 ayat (1) huruf A dan Pasal 56 ayat (1) UU Perkoperasian Bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD

1945 yang Menjamin Hak Konstitusional Para Pemohon Untuk Memajukan Diri Dalam Memperjuangkan Hak Secara Kolektif Berdasar Atas Asas Kekeluargaan

43. Bahwa Pasal 50 ayat (1) huruf a UU Perkoperasian, berbunyi:

(1) Pengawas bertugas:

a. mengusulkan calon Pengurus;

dan Pasal 56 ayat (1) UU Perkoperasian, berbunyi:

(1) Pengurus dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas.

bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional para Pemohon untuk memajukan diri dalam

memperjuangkan hak secara kolektif berdasar atas asas kekeluargaan. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan sebagaimana diuraikan berikut.

44. Bahwa ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Pasal 56 ayat (1) UU Perkoperasian tersebut yang tidak memberi kesempatan pada setiap anggota untuk dapat memilih dan dipilih sebagai pengurus secara langsung dalam rapat anggota, namun harus melalui satu pintu pengusulan oleh Pengawas sehingga bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

45. Bahwa Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 secara jelas menentukan bahwa “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.” Dengan dibatasinya hak setiap anggota untuk memajukan dirinya untuk dipilih dalam rapat anggota sebagai pengurus koperasi maka anggota tersebut sudah kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan haknya membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Terlebih lagi dikaitkan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang di dalamnya terdapat asas kekeluargaan yang maknanya adalah brotherhood atau ke-ukhuwah-an (yang bukan kinship nepotistik) sebagai pernyataan adanya tanggung jawab bersama untuk menjamin kepentingan bersama, kemajuan bersama dan kemakmuran bersama, layaknya makna brotherhood yang mengutamakan kerukunan dan solidaritas. Dalam negara yang pluralistik ini brotherhood adalah suatu ke- ukhuwah-an yang wathoniyah. …”.(Meutia Farida Hatta Swasono; 2012:8). Maka jelas bahwa ketentuan anggota bisa menjadi Pengurus harus melalui usul Pengawas adalah juga bertentangan dengan asas kekeluargaan.

46. Bahwa ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Pasal 56 ayat (1) UU Perkoperasian tersebut juga bertentangan dengan prinsip “usaha bersama” sebagaimana terkandung dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. “Usaha bersama” adalah wujud paham mutualisme, suatu kehendak untuk senantiasa mengutamakan semangat bekerja sama dalam kegotong-royongan, dalam ke- jemaah-an, dengan mengutamakan keserikatan, tidak sendiri-sendiri. (Meutia Farida Hatta Swasono; 2012:8) Dengan adanya adanya “monopoli” pengajuan/pengusulan calon pengurus oleh pengawas maka semangat mutualisme (kerja sama saling menguntungkan) menjadi hilang berganti menjadi semangat persaingan. Setiap anggota akan bersaing agar diusulkan

sebagai pengurus oleh pengawas. Kondisi ini akan menyebabkan persaingan tidak sehat (unfairness competition) karena setiap anggota terdorong melakukan “sesuatu” baik dengan jalan yang baik atau secara melawan hukum agar diusulkan pengawas sebagai pengurus. Praktik money politic kepada pengawas akan sangat mungkin terjadi, belum lagi dampak ikutannya adalah “praktik dagang sapi” antara pengawas dengan orang yang berhasil diusulkan oleh Pengawas ketika yang bersangkutan sudah menjabat menjadi pengurus. 47. Bahwa apabila dilihat pengaturan pemilihan pengurus sebagaimana diatur di

dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (bukti P-7), setiap anggota berhak dipilih di dalam rapat anggota untuk menjadi

pengurus tanpa melalui usul pengawas. Hal tersebut dinyatakan dalam: a. Pasal 20 ayat (2) huruf b:

Setiap anggota mempunyai hak:

b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas; b. Pasal 23 huruf c:

Rapat Anggota menetapkan:

c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas. c. Pasal 29:

(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.

Atas ketentuan pemilihan pengurus sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tersebut, selama ini tidak ada komplain atau keluhan dari anggota koperasi. Justru ketentuan tersebut mencerminkan demokrasi dalam tubuh koperasi. Ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Pasal 56 ayat (1) UU Perkoperasian hanya akan melibas kehidupan demokrasi dalam koperasi dengan menciptakan diktator (dictatuur) yang bernama pengawas, hidup dan berkembang dalam tubuh koperasi.

48. Bahwa secara asas pembentukan peraturan perundang-undangan, pemberian tugas pada pengawas untuk mengusulkan pengurus tidak tepat. Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) UU Koperasi tidak sinkron/bertentangan dengan Pasal 1 angka 6 UU Koperasi yang menentukan bahwa pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pengurus. Jadi, dari definisi tersebut maknanya bahwa tugas pengawas hanya mengawasi, bukan mengusulkan calon pengurus. Dengan demikian hal ini menyiratkan bahwa UU Koperasi yang baru ini tidak layak

untuk diberlakukan karena disusun dengan tidak cermat sehingga pasal- pasalnya saling bertentangan satu sama lain.

49. Bahwa Bung Hatta menegaskan, di dalam membangun perekonomian nasional berlaku “doktrin demokrasi ekonomi”, bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang, kemakmuran adalah bagi semua orang, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. (Meutia Farida Hatta Swasono; 2012:7) Maka dari itu, koperasi yang menjadi soko guru perekonomian nasional tidak boleh mengandung anasir “tirani” yang nafasnya adalah penindasan. Paham ekonomi Bung Hatta sebagaimana terumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945 bukanlah “jalan tengah” melainkan adalah “jalan lain”. Bung Hatta sendiri menyebutnya sebagai “jalan lurus”, yaitu “jalan Pancasila”. Di sinilah dalam konsepsi ekonomi Bung Hatta, pembangunan adalah proses humanisasi, memanusiakan manusia, bahwa yang dibangun adalah rakyat, bahwa pembangunan ekonomi adalah derivat dan pendukung pembangunan rakyat. Di dalam kehidupan ekonomi yang berlaku adalah “daulat-rakyat” bukan “daulat-pasar”.

50. Bahwa dengan demikian hubungan antar anggota dan antar organ dalam koperasi harus benar-benar mencerminkan hubungan antar manusia yang dilandasi paham humanis. Musyawarah mufakat dalam pemilihan organ-organ kelembagaan koperasi adalah fondasi dasar yang tidak boleh digantikan dengan “monopoli” pengisian jabatan/organ oleh salah satu organ yang lain dalam hal ini untuk menjadi pengurus maka hanya dimonopoli oleh Pengawas usulan calon-calonnya.

II.2.D. Pasal 55 ayat (1) UU Perkoperasian Bertentangan Dengan Pasal 33

Garis besar

Dokumen terkait