• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perihal Petitum menyatakan UU Perkoperasian secara keseluruhan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

SAKSI PARA PEMOHON 1 Isminarti Perwiran

A. Perihal Petitum menyatakan UU Perkoperasian secara keseluruhan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat

Terhadap anggapan para Pemohon dalam Petitum yang dimohonkan sama sekali tidak berdasar dan tidak dilengkapi dengan alasan-alasan yang tepat dalam Posita yang tidak berisi alasan filosofis, alasan teoritis, maupun alasan-alasan yuridis-konstitusional yang dapat diterima kesahihannya, sehingga sudah sepatutnya ditolak Mahkamah Konstitusi.

Pemerintah memberikan keterangan bahwa anggapan para Pemohon tersebut justru mengabaikan landasan filosofis UU Perkoperasian yang dalam konsideran maupun dalam Penjelasan Umum dengan tegas menggunakan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sebagai landasan yang tidak lain berasal dari substansi Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Pemerintah memberikan keterangan bahwa anggapan para Pemohon dalam Petitum yang menyatakan UU Perkoperasian secara keseluruhan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, adalah tidak berdasar sama sekali dengan alasan dan tanggapan berikut ini.

1. TIDAK ADA ALASAN FILOSOFIS YANG PATUT MEMBATALKAN SELURUH UU PERKOPERASIAN

Dalam hal permintaan atau Petitum Pemohon sedemikian, tidak beralasan dan sama sekali tidak didasarkan kepada kerangka filosofis yang tepat dan kuat yang bisa membatalkan UU Perkoperasian.

Apabila menelaah permohonan para Pemohon, sama sekali tidak menyiapkan alasan yang bersifat kerangka filosofis yang patut diandalkan untuk membatalkan secara keseluruhan UU Perkoperasian. Kehampaan kerangka filosofis yang dapat diandalkan dalam permohonan para Pemohon, yang sesuai hukum acara Mahkamah Konstitusi diposisikan sebagai dalil-dalil atau Posita, sama sekali tidak benar dan hanya menuangkan landasan serta pendapat pakar yang

abstrak namun tidak dikaitkan sama sekali dengan keberadaan UU Perkoperasian. Apabila para Pemohon jeli, justru secara filosofis UU Perkoperasian mengacu kepada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang tertera secara eksplisit dalam konsideran dan Penjelasan Umum UU Perkoperasian. Oleh karena itu, UU Perkoperasian mengacu pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat tidak ada alasan apapun dalam perkara a quo untuk menyatakan UU Perkoperasian secara keseluruhan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon terlalu tergesa-gesa dan kemungkinan berhalusinasi dalam menyusun Petitum yang sedemikian.

2. UU PERKOPERASIAN MENERAPKAN ASAS KEKELUARGAAN SESUAI PASAL 33 AYAT (1) UUD 1945

Norma-norma dalam UU Perkoperasian telah secara jelas dan konsisten mengacu kepada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 sebagai landasan yuridis-konstitusional bagi Koperasi dan menjadi landasan filosofis dan menempatkannya sebagai arah politik hukum UU Perkoperasian.

Hal itu dapat ditunjukkan dengan berbagai norma dalam UU Perkoperasian yang menegaskan dan menjamin Koperasi sebagai wadah "usaha bersama" sebagai asas hukum daripada wadah usaha Koperasi yang merupakan sendi-sendi Koperasi. Beberapa substansi/ norma dapat dikemukakan, antara lain:

(a) Konsideran UU Perkoperasian menegaskan bahwa "nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi Anggota";

(b) Pasal 4 UU Perkoperasian menegaskan bahwa koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sebagai bagian dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

(c) Pasal 5 ayat (1) UU Perkoperasian mengenai nilai-nilai kegiatan Koperasi, yakni nilai kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggungjawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan, dan

kemandirian.

(d) Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasian mengenai Prinsip Koperasi diantaranya bersifat sukarela dan terbuka, pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis.

(e) Pasal 7 ayat (1) UU Perkoperasian mengenai pendirian Koperasi Primer oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan. Karena itu wadah usaha Koperasi tidak pernah bersifat personal atau individualistik karena adanya syarat minimal pendirian.

(f) Pasal 26 ayat (1) UU Perkoperasian mengenai Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.

(g) Pasal 29 ayat (2) huruf c mengenai hak Anggota Koperasi untuk memilih dan dipilih sebagai Pengurus dan Pengawas.

(h) Pasal 32 UU Perkoperasian mengenai Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi Koperasi.

(i) Pasal 35 ayat (3) UU Perkoperasian mengenai setiap Anggota mempunyai 1 (satu) hak suara dalam pemungutan suara.

(j) Pasal 69 ayat (1) UU Perkoperasian mengenai Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.

Norma-norma UU Perkoperasian tersebut di atas. menjadi landasan yuridis-konstitusional bahwa UU Perkoperasian tetap konsisten mengacu dan berdasarkan kepada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Norma-norma tersebut di atas mempakan hasil rangkaian dan anyaman dari asas kekeluargaan [vide Pasal 3 UU Perkoperasian] dan demokrasi ekonomi [vide konsideran "Menimbang" huruf a UU Perkoperasian]. Sehingga tidak beralasan apabila para Pemohon meminta pembatalan keseluruhan UU Perkoperasian. yang justru sudah nyata, jelas, dan terang menganut asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengacu kepada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Asas adalah pemberi arah dan indikasi otentiknya bagi suatu norma hukum. Apabila merujuk pendapat Prof. Mahadi, bahwa norma hukum yang dibuatkan sesuai dengan asas, maka laksana seorang bayi dalam kandungan, norma hukum itu telah masak untuk dilahirkan, telah matang untuk dilepaskan ke dalam masyarakat [Mahadi, "Falsafah

Karena itu terbantahkan dan tidak terbukti anggapan para Pemohon dalam Permohonan perkara a quo, bukan saja disebabkan para Pemohon tidak memiliki kerangka filosofis, alasan teoritis dan dalil-dalil yuridis-konstitusional. Akan tetapi justru terbukti bahwa norma-norma UU Perkoperasian mengacu dan bersumber dari landasan konsitusional Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Sebaliknya apabila permohonan para Pemohon tersebut dikabulkan serta UU Perkoperasian dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara keseluruhan maka menurut Pemerintah, koperasi di Indonesia menjadi kehilangan pijakan/landasan konstitusional.

3. POSITA TIDAK MENDUKUNG PETITUM

Dalil-dalil yang diajukan Pemohon dalam pekara a quo, tidak memenuhi kualifikasi dan persyaratan hukum acara yang menjadi acuan Mahkamah Konstitusi. oleh karena Pemohon tidak merumuskan alasan- alasan, tidak merumuskan adanya causal verband adanya UU Perkoperasian secara keseluruhan menimbulkan kerugian konstitusional kepada Pemohon, baik badan hukum maupun orang perseorangan.

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 telah memberikan penjelasan mengenai Hak Konstitusional dan Kerugian Konstitusional sebagai berikut:

a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; b. hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah

dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;

c. kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan beriakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

4. PETITUM TIDAK SESUAI DENGAN ALASAN DALAM POSITA

Selain itu Permohonan Pemohon dalam perkara a quo sama sekali tidak disiapkan dengan dalil-dalil Posita yang memadai, karena seperti halnya berkenaan dengan BAB VII PERMODALAN, Pemohon memohon menguji seluruh pasal yakni Pasal 66 s.d Pasal 77 UU Perkoperasian. Namun tanpa merumuskan alasan-alasan yang memadai baik kerangka filosofis, alasan teoritis, dalil-dalil yuridis- konstitusional dan deskripsi sosiologis serta data empiris-faktual yang mendukung Petitum, sehingga hampir saja menyerupai halusinasi atau setidaknya hanya pengandaian yang tidak patut dipertimbangkan. Adalah musykil jika para Pemohon yang meminta pembatalan atas 12 (dua belas) pasal dari UU Perkoperasian mengenai Bab Permodalan, namun dalam Posita para Pemohon menyajikan penjelasan sumir sebanyak 5 (lima) apalagi tidak memiliki alasan-alasan substantif dan tidak mengandung alasan- alasan filosofis yang memadai untuk membatalkan pasal-pasal mengenai Permodalan Koperasi dalam BAB VII PERMODALAN Pasal 66 s.d Pasal 77 UU Perkoperasian.

5. PERMINTAAN BATALKAN SELURUH UU PERKOPERASIAN JUSTRU MELANGGAR PASAL 33 AYAT (1) UUD 1945.

Dalam hal para Pemohon beranggapan dan memohon pembatalan atas seluruh UU Perkoperasian, secara tersurat para Pemohon meminta pembatalan pula atas norma-norma atau pasal-pasal dalam UU Perkoperasian yang secara substantif sudah jelas dan tegas merupakan "asas usaha bersama" yang dianut Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dan nilai-nilai kegiatan Koperasi serta sendi-sendi Koperasi. Misalnya ketentuan Pasal 29 ayat (2) huruf c UU Perkoperasian mengenai hak Anggota Koperasi untuk memilih dan dipilih sebagai Pengurus dan Pengawas.

Ketentuan Pasal 32 UU Perkoperasian mengenai Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi Koperasi. Pasal 35 ayat (3) UU Perkoperasian mengenai setiap Anggota mempunyai 1 (satu) hak suara dalam pemungutan suara. Sehingga apabila para Pemohon

dengan anggapan yang keliru lantas meminta pembatalannya justru melanggar asas-asas koperasi itu sendiri.

Oleh karena itu, permintaan para Pemohon untuk seluruh UU Perkoperasian bahkan bukan melindungi hak konstitusional para Pemohon. justru sebaliknya permintaan itu merupakan bentuk upaya menghilangkan hak konstitusional seluruh rakyat atas Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang secara substantif-normatif dirumuskan dalam UU Perkoperasian.

B. Perihal menyatakan pasal-pasal UU Perkoperasian bertentangan

Garis besar

Dokumen terkait