• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 UU Perkoperasian Bertentangan Dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang Menjamin Hak Konstitusional

Para Pemohon untuk Melakukan Usaha Bersama Berdasar atas Asas Kekeluargaan dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang Menjamin Adanya Demokrasi Ekonomi dengan Prinsip Kebersamaan, Efisiensi Berkeadilan

77. Bahwa Pasal 82 UU Perkoperasian, berbunyi:

(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.

(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.

dan Pasal 83 UU Perkoperasian, berbunyi:

a. Koperasi konsumen; b. Koperasi produsen; c. Koperasi jasa; dan

d. Koperasi Simpan Pinjam.

serta Pasal 84 UU Perkoperasian, berbunyi:

(1) Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barangkebutuhan Anggota dan non-Anggota.

(2) Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.

(3) Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non- simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.

(4) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.

bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional para Pemohon untuk melakukan usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan sebagaimana diuraikan berikut.

78. Bahwa penentuan jenis koperasi sebatas pada Koperasi konsumen, Koperasi produsen, Koperasi jasa; dan Koperasi Simpan Pinjam merupakan bentuk pembatasan Usaha Koperasi. Sementara Undang-Undang yang mengatur PT saja tidak membatasi jenis usaha PT dan setiap satu PT harus satu jenis usaha. Jelas ketentuan ini akan mematikan koperasi. Makna kata “disusun” dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 dalam konteks orde ekonomi dan sistem ekonomi artinya adalah bahwa perekonomian, tidak dibiarkan tersusun sendiri melalui mekanisme dan kekuatan pasar, secara imperatif tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri mengikuti kehendak dan selera pasar. Dengan demikian peran negara tidak hanya sekadar mengintervensi, tetapi menata, mendesain dan merestruktur, untuk mewujudkan kebersamaan dan asas kekeluargaan serta terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara bukan sebaliknya berperan membatasi usaha koperasi sekecil-kecilnya sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan anggotanya. Dengan demikian mematikan koperasi yang berkembang sehingga multi jenis. Artinya membunuh flexibilitas usaha dan pengembangan usaha koperasi. Misal: awalnya koperasi konsumen kemudian berkembang menjadi koperasi produsen.

79. Bahwa pembatasan jenis koperasi yang mengakibatkan semakin sempitnya ruang gerak koperasi sesungguhnya juga bertentangan dengan asas hukum

ekonomi yang mendasari Putusan MK dengan Nomor 001/PUU-I/2003 terkait UU 20 Tahun 202 tentang Ketenagalistrikan dan Putusan MK dengan Nomor 002/PUU-I/2003 terkait UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu asas hukum ekonomi sesuai Pasal 33 UUD 1945 yaitu UUD 1945 tidak melepas semua bidang perekonomian pada mekanisme pasar, perorangan, atau swasta. Seharusnya koperasi sebagai sebuah usaha bersama berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, diberi keleluasaan berusaha tanpa membatasi jenis-jenisnya.

80. Ketentuan Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 UU Perkoperasian mengikis dan merubah hakikat usaha koperasi tidak lagi bertumpu atau berdasarkan kebutuhan anggota koperasi. Sesuai jati diri Koperasi usaha yang dilakukan Koperasi akan berkembang sesuai dengan kebutuhan para anggotanya, ketika anggota membutuhkan permodalan untuk mencukupi kebutuhannya koperasi membuka usaha simpan pinjam, ketika kebutuhan anggota berkembang akan kebutuhan pokok sehari hari koperasi membuka usaha baru yaitu pertokoan dan begitu seterusnya koperasi berkembang seiring dengan kebutuhan anggotanya. Pengelolaan Usaha Koperasi yang serba usaha untuk memenuhi

kebutuhan anggotanya merupakan bentuk efisiensi berkeadilan dalam pengembangan usaha Koperasi sesuai dengan kebutuhan anggota pemiliknya. Ketentuan Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 UU Perkoperasian menghilangkan hak Koperasi sebagai wadah usaha bersama berdasarkan kekeluargaan yang otonom dan mandiri untuk mengembangkan usahanya dan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menjamin adanya demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan. Kenyataan dilapangan, berdasarkan rapat anggota koperasi sebagai lembaga tertinggi maka Koperasi mengembangkan usahanya sesuai dengan permintaan dan pengembangan kebutuhan anggota. Dalam praktik pembinaan dan pemberdayaan usaha Koperasi senantiasa diarahkan kepada Koperasi untuk mengembangkan usaha sesuai dengan aspirasi dan perkembangan kebutuhan anggotanya. Pengembangan Usaha Koperasi yang bersifat Serba Usaha ini menghasilkan efisiensi dalam pengelolaan usaha koperasi.

81. Bahwa dengan begitu kuatnya anasir negara kekuasaan (Machtsstaat) dalam UU Perkoperasian ini perlu kita insyafi bersama sebagai generasi penerus

bangsa apa yang dikemukakan Bung Hatta dalam pidato di depan Sidang BPUPKI pada tanggal 15 Juli 1945 sebagai berikut:

“…kita mendirikan negara baru di atas dasar gotong-royong dan hasil usaha bersama. Tetapi satu hal yang saya kuatirkan, kalau tidak ada satu keyakinan atau satu pertanggungan kepada rakyat dalam Undang-Undang Dasar yang mengenai hak untuk mengeluarkan suara… mungkin terjadi suatu bentukan negara yang tidak kita setujui… Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin jangan menjadi negara kekuasaan. Kita menghendaki Negara Pengurus, kita membangunkan masyarakat baru yang berdasar gotong-royong, usaha bersama; tujuan kita ialah memperbarui masyarakat. Tetapi di sebelah itu janganlah kita memberi kekuasaan kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu negara kekuasaan… sebab kita mendasarkan negara kita atas kedaulatan rakyat…” (Sekertariat Negara RI, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (Jakarta: Setneg RI, 1998)

Mengakhiri alasan-alasan permohonan uji materiil ini, perlu disitir kata-kata pujangga Rene de Clerq yang juga Bung Hatta senang menyitirnya yaitu:

“Hanya ada satu negeri yang menjadi negeriku. Ia tumbuh dari perbuatan, dan perbuatan itu adalah usahaku”.

III. PETITUM

Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di dalam permohonon uji materil ini terbukti bahwa UU Perkoperasian merugikan Hak Konstitusional para Pemohon yang dilindungi (protected), dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan dijamin (constitution guarantees) serta bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, diharapkan dengan dikabulkannya permohonan ini dapat mengembalikan hak konstitusional para Pemohon sesuai

dengan amanat konstitusi.

Dengan demikian, para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi

yang mulia berkenan memberikan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; atau setidak-tidaknya menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 37 ayat (1) huruf f, Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat 2 huruf a dan huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (2), BAB VII yang terdiri atas Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal

69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal, 75, Pasal 76, dan Pasal 77, serta Pasal 80, Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945;

3. Menyatakan Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; atau setidak-tidaknya menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 37 ayat (1) huruf f, Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat 2 huruf a dan huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (2), BAB VII yang terdiri atas Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal, 75, Pasal 76, dan Pasal 77, serta Pasal 80, Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; dan

4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; atau

Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

[2 .2 ] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon

mengajukan alat bukti surat atau tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-11 sebagai berikut:

1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Bukti P-2 : Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian;

3. Bukti P-3 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk para Pemohon; 4. Bukti P-4 : Fotokopi Akta Pendirian Koperasi para Pemohon; 5. Bukti P-5 : Fotokopi Surat Kuasa untuk mewakili lembaga;

Selain itu, para Pemohon juga mengajukan 5 (lima) ahli dan 4 (empat) saksi, yang telah memberikan keterangan pada persidangan tanggal 4 Juni 2013, 19 Juni 2013, 4 Juli 2013 dan 18 Juli 2013 yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

AHLI PARA PEMOHON

Garis besar

Dokumen terkait