• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

B. Pastoral Keluarga

1. Pengertian Pastoral Keluarga

Pastoral keluarga adalah kunjungan pribadi yang bersifat sukarela dengan tujuan pendampingan terhadap saudara atau sesama seiman dalam rangka membangun paguyuban iman. Pastoral keluarga yang dijiwai dengan semangat Kristus “Pastor Bonus” Sang Gembala Baik dimengerti sebagai pendampingan kegembalaan (Budyapranata, 1994: 18).

Di dalam masyarakat kita sering mendengar istilah keluarga. Istilah keluarga sendiri sangat beragam. Keluarga diartikan sebagai saudara-saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah siapa saja yang ada di dalam lingkungan rumah tangga.

Sementara menurut Purwo Hadiwardoyo (2006: 1), pastoral keluarga adalah pendampingan yang dijiwai dengan semangat Kristus, Sang Gembala yang baik. Maka, pastoral keluarga adalah pendampingan kegembalaan. Proses inilah dapat membawa keluarga-keluarga Kristiani untuk sungguh menyadari panggilan kasih Allah dan sekaligus menjadi perutusan sebagaimana yang dicita-citakan oleh keluarga-keluarga Kristiani. Dalam Gereja, keluarga merupakan sel dasar atau vital dari Gereja Kristus. Hal ini karena, setiap keluarga Kristiani merupakan Gereja mini, yang mana berperan mendayai hidup berdasarkan rahmat Ilahi demi memperkembangkan keluarganya dan sesama keluarga Kristiani dalam hidup menggereja.

Kruyut (1975: 7), menganalogikan keluarga berdasarkan manusia pertama ciptaan Allah. Menurutnya, penciptaan Adam dan Hawa menandai munculnya keluarga. Sebab kepada Adam dan Hawa, rahmat keturunan serta menjaga dan melestarikan alam beserta isinya telah diberikan oleh Allah. Jelaslah bahwa, suatu keluarga bukan terjadi secara kebetulan dan bukan pula di luar tanggung jawab manusia, melainkan oleh rahmat dan kehendak Allah. Oleh karena itu, tuntutannya adalah tanggapan manusia untuk bertanggungjawab atas kebutuhan jasmani dan rohani dalam setiap keluarganya.

2. Dasar Praktik Pastoral Keluarga

Menurut Konferensi Waligereja Indonesia (2011: 71), sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah, setiap keuskupan mempunyai kebebasan dan otonomi dalam melaksanakan pendampingan pastoral keluarga, namun sebagai Gereja universal perlu adanya sebuah pedoman pastoral bersama karena:

a. Keuskupan adalah bagian dari kesatuan Gereja universal.

b. Mobilitas penduduk menjadi semakin tinggi dan sarana komunikasi menjadi canggih.

c. Pengalaman pastoral dan tantangan yang dihadapi memiliki banyak kesamaan dasar praktik dari pastoral keluarga (Yoh. 10:11), “Akulah Gembala yang Baik.” Dalam perumpamaan ini, Yesus memberi gambaran tugas Gembala yang mampu mengenal domba-domba-Nya. Sedangkan dalam Injil (Mat. 10: 6), Yesus mengumpulkan domba Israel yang hilang. Demikian pula yang diminta oleh Yesus kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yoh. 21: 15-19).

Oleh karena itu, dasar pastoral keluarga meliputi seluruh karya yang dilakukan oleh seorang pastor sebagai pelayan imamat Gereja. Dalam Gereja, semua umat beriman mengambil bagian dalam tugas Kristus, sehingga dapat membawa suatu perubahan yang lebih baik bagi dirinya maupun sesamanya.

3. Arah dan Tujuan Pastoral keluarga

Konferensi Waligereja Indonesia (2011: 71-72), menegaskan bahwa pendampingan pastoral keluarga hendaknya realistis, artinya sungguh-sungguh relevan dengan keadaan keluarga yang didampingi dan tidak berdasarkan pada selera pribadi yang mendampingi. Meskipun demikian, dalam proses pendampingan keluarga, pendamping tidak hanya melihat dan mendengar, apalagi menyerah kepada keadaan keluarga yang didampingi terlebih bila realitas itu jauh dari idealisme keluarga Kristiani.

Pastoral keluarga bertujuan mengarahkan keluarga menuju idealisme hidup keluarga Kristiani. Meskipun, idealisme itu tidak pernah dapat dicapai sepenuh-penuhnya. Oleh karena itu, kondisi keluarga yang biasa-biasa saja perlu dikembangkan agar semakin mendekati idealisme hidup Kristiani.

4. Penanggung Jawab Pastoral Keluarga

Penanggung jawab pastoral keluarga adalah uskup. Secara hirarkis dan subsidaritas uskup dapat membagikan tugas dan tanggung jawab tersebut kepada kelompok-kelompok orang beriman. Secara teritorial, kelompok-kelompok tersebut berada di kevikepan dan dekenat, di antaranya, yang penting adalah paroki-paroki (KWI, 2011: 86). Menurut Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), demi efisiensi

dan efektif karya, uskup memberi tugas kepada orang-orang yang mewakilinya, antara lain: vikep, pastor paroki, dan mereka yang bekerja di bidang pastoral keluarga.

Penanggung jawab pendampingan pastoral dalam sebuah paroki adalah pastor paroki. Namun, karena pastor paroki mempunyai tanggung jawab yang luas, maka pendampingan keluarga melibatkan umat yang cakap dan mampu.

5. Pelaksana Pastoral Keluarga

KWI (2011: 73), mengemukakan bahwa komisi keluarga keuskupan bukan hanya menjadi pengemban tanggung jawab pastoral keluarga, melainkan juga menjadi pelaksana dari pelayanan pastoral tersebut. Sebagai pelaksana, komisi keluarga berperan memberi arah, sebagai animator, motivator, dan koordinator. Khusus untuk Tim Kerja atau Seksi Kerasulan Keluarga Paroki, mereka secara langsung melaksanakan pendampingan pastoral bagi keluarga-keluarga di paroki, baik secara individual maupun secara komunal.

Pelaksanaan tugas pastoral keluarga sebaiknya mengikutsertakan kelompok-kelompok kategorial atau profesional yang erat, terkait dengan perkawinan dan hidup berkeluarga, seperti: Marriage Encounter, WKRI, Tim Kerja Pendampingan Keluarga Paroki, Tim Kerja Pendampingan Keluarga Lingkungan, Biarawan, maupun Biarawati.

Penghayatan iman dalam keluarga merupakan masalah hidup atau mati bagi pertumbuhan Gereja. Keluarga-keluarga Kristiani merupakan dasar kehidupan Gereja. Dalam keluarga, iman bertumbuh, berkembang, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan Gereja, sehingga siap memberi kesaksian dalam masyarakat di sekitarnya.

Hakikat Gereja sebagai persaudaraan umat beriman adalah mewujudkan tumbuhnya persaudaraan antar-umat beriman. Perwujudan itu diupayakan terus-menerus dari setiap anggota Gereja. Oleh karena itu, kunjungan keluarga merupakan salah satu usaha untuk membantu terwujudnya proses persaudaraan umat beriman. Sedangkan dalam tugas pastoral paroki, kunjungan keluarga sangat penting dilaksanakan. Hal ini karena, saat ini banyak keluarga merasa terasing di tengah lingkungan masyarkat dan dalam hidup menggereja. Sebagian keluarga belum terjangkau oleh pelayanan pastoral paroki. Padahal, keluarga-keluarga tersebut juga memerlukan pendampingan atau kunjungan dan pelayanan Gereja (Budyapranata, 1994: 5).

Dokumen terkait