• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi kunjungan keluarga oleh suster-suster MASF sebagai anggota tim pastoral keluarga di wilayah Santo Andreas Songgolangit Paroki Santo Paulus kleco Surakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi kunjungan keluarga oleh suster-suster MASF sebagai anggota tim pastoral keluarga di wilayah Santo Andreas Songgolangit Paroki Santo Paulus kleco Surakarta - USD Repository"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI ANGGOTA TIM PASTORAL KELUARGA DI WILAYAH SANTO ANDREAS SONGGOLANGIT

PAROKI SANTO PAULUSKLECO SURAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Petronela Helena Balok NIM: 091124007

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan bagi:

Para Suster Misi Adorasi dari Santa Familia Indonesia

Kedua orang tuaku, kakak-kakak dan adikku, para pendidik dan sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan moral, spiritual dan finansial.

serta

Keluarga-keluarga Katolik di wilayah Santo Andreas Songgolangit paroki Santo Paulus Kleco yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Terima Kasih.

(5)

v

“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu

itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikannya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan

(6)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Desember 2013 Penulis,

(7)

vii

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Petronela Helena Balok NIM : 091124007

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul

DESKRIPSI KUNJUNGAN KELUARGA OLEH SUSTER-SUSTER MASF SEBAGAI ANGGOTA TIM PASTORAL KELUARGA DI WILAYAH SANTO ANDREAS SONGGOLANGIT PAROKI SANTO PAULUS KLECO SURAKARTA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalandata, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 20 Desember2013 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI KUNJUNGAN KELUARGA OLEH SUSTER-SUSTER MASF SEBAGAI ANGGOTA TIM PASTORAL KELUARGA DI WILAYAH SANTO ANDREAS SONGGOLANGGIT PAROKI SANTO PAULUS KLECO SURAKARTA”. Penulis memilih judul ini dilatarbelakangi oleh kunjungan yang dilaksanakan suster-suster MASF selama ini setiap Hari Minggu sore terhadap keluarga-keluarga Katolik. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan kunjungan keluarga yang telah dilaksanakan.

Kunjungan keluarga merupakan salah satu bentuk perhatian antar pribadi untuk saling memahami pribadi yang satu dengan yang lain sebagai saudara, hadir untuk saling memberikan perhatian, mendengarkan dan memahami kondisi keluarga yang dikunjungi menjadi tandasolidaritas sebagai saudara seiman. Kunjungan yang dilakukan secara sukarela bukan terutama untuk memecahkan persoalan keluarga yang dikunjungi namun bertujuan untuk membangun komunikasi dan membina solidaritas dan semangat paguyuban antara sesama umat beriman yang membawa perubahan-perubahan dalam sikap dan melibatkan diri dalam hidup menggereja. Segenap kapasitas ini dapat dipenuhi dengan sebuah pemahaman, keterampilan dan semangat kerjasama yang baik sehingga dapat meningkatkan mutu kunjungan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian dalam skripsi semua keluarga Katolik sebanyak 121 kepala keluarga. Namun yang kuesioner yang kembali hanya 84 keluarga. Instrumen yang digunakan ialah kuesioner, wawancara, dan studi dokumen. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 84 keluarga diperoleh sebanyak 68 item yang valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien sebesar 0,926 yang menunjukkan reliabilitas instrumen penelitian ini sangat tinggi.

(9)

ix ABSTRACT

The thesis entitled "THE DESCRIPTION FAMILY VISITBY MASF SISTERS ASPASTORAL TEAM MEMBERS OF AT THE SAINT PAUL PARISH SONGGOLANGIT KLECO SURAKARTA". The writer chose this title based on the visit by the Sisters MASF on Sunday afternoonsin Catholic families. This thesis aims to identify and describe family visits that have been implemented.

Family visit is one form of interpersonal attention to personal understanding one another as brothers, bybeing present to the family to give each other attention, listen, and understand the conditions families visited as a sign of solidarity as brothers and sisters. Family visit carried out voluntarily is not the only thing in solving family problems found, but rather it aims to build communication, by fostering solidarity and community spirit. The spirit of this visit is a means for the members of the faithful to bring changes to attitude, so as to involve themselves in the church life. All this capacity can be met with an understanding, skill, and spirit of good cooperation, which in turn can improve the quality of the visit.

This research is descriptive quantitative research. The population used in this research were all Catholic families as many as 121 heads of families. However, based on the results of questionnaires collected, only as many as 84 heads of families who returned the questionares. The instruments used were a questionnaire, interview, and document research. The validity of test results at 5 % significance level, with N 84 families, as were many as 68 valid items. While the results of test reliability showed the coefficient of 0.926 and thus the reliability of the instrument was very high.

(10)

x

Puji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah menganugerahkan rahmat-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “DESKRIPSI KUNJUNGAN KELUARGA OLEH SUSTER-SUSTER MASF SEBAGAI ANGGOTA TIM PASTORAL KELUARGA DI WILAYAH SANTO ANDREAS SONGGOLANGIT PAROKI SANTO PAULUS KLECO SURAKARTA”.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolikdan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari cinta kasih, dan bantuan serta dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah mendampingi, memberi motivasi kepada penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:

1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan dalam seluruh proses penyelesaian skripsi ini.

(11)

xi

termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

3. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji II yang dalam kebersamaan selalu meluangkan waktu, memberi sapaan dan memberi semangat kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus IPPAK hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Drs.L.Bambang Hendarto.,Y. M.Hum. selaku dosen penguji III yang telah berkenan mendampingi dan menguji skripsi ini.

5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Para Sahabat mahasiswa, khususnya angkatan 2009 yang turut berperan dalam memberipeneguhan, memberi dukungan, bantuan, kritik serta saran yang membangun sehingga penulis semakin termotivasi dalam menjalani pendidikan dan setia dalam menanggapi panggilan Tuhan.

7. Kedua orang tuaku tercinta dan segenap keluarga besarku yang dengan penuh kasih selalu mendoakan, mendukung, memotivasi, mengingatkan dan membantu penulis selama ini.

(12)

xii USD Yogyakarta.

9. Para suster komunitas Dawung, komunitas Gentan, semua anggota MASF

Indonesiadan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

turut mendoakan, mendukung, memperhatikan, memotivasi dan mengingatkan

penulis selama ini.

Semoga kasih karunia dan berkat Tuhan selalu berlimpah untuk kita semua.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak keterbatasan

dan kekurangan sehingga masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi

perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ini dapat

bermanfaat bagi setiap pihak yang berkepentingan, khususnya bagi tenaga pastoral di

Wilayah Santo Andreas Songgolangit Paroki Santo Paulus Kleco Surakarta.

Yogyakarta, 20 Desember 2013 Penulis,

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

xx A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008.

B. Singkatan Dokumen ResmiGereja

GS : Gaudium et Spes, Dokumen Konsili Vatikan II, Gereja dalam

Dunia Modernpada tanggal 7 Desember 1965.

FC : Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern pada tanggal 16 November 1993.

C. Singkatan Lain Art : Artikel Ay : Ayat

BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional Bdk : Bandingkan

(21)

xxi Gbr : Gambar

KWI : KonferensiWaligereja Indonesia. KV II : Konsili Vatikan II

KS : Kitab Suci KK : Kepala Keluarga Konst : Konstitusi

LP : Lembaga Permasyarakatan

MSF : Missionarii a Sacra Familia (para Misionaris Keluarga Kudus) MASF : Misi Adorasi Santa Familia ( Para suster Keluarga Kudus) No : Nomor

PKK : Pemberdayaan dan Kesejahteran Keluarga RW : Rukun Warga

RT : Rukun Tetangga St. : Santo

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kongregasi Suster-suster Misi dan Adorasi dari Santa Familia (MASF) adalah kongregasi religius tingkat keuskupan. Kongregasi Misi dan Adorasi dari Santa Familia didirikan oleh Pater Antonius Maria Trampe, MSF. Kongregasi ini didirikan untuk menanggapi tanda-tanda zaman khususnya keprihatinan karya misi yang terjadi di Kalimantan Timur, yang pada waktu itu dilayani oleh para Pastor Kongregasi MSF. Veuger (1997: 13), mengungkapkan bahwa para pastor MSF mengalami ketidakmampuan atau ketidakberdayaan dalam memaksimalkan pelayanan terhadap perkembangan Gereja di tanah misi. Banyak anak dan remaja yang tidak mendapatkan pendidikan formal maupun non-formal yang layak. Banyak ibu yang meninggal waktu melahirkan, juga bayi karena tidak mendapatkan pertolongan medis yang memadai. Kehidupan keluarga-keluarga muda kurang mampu berkembang menjadi keluarga Kristiani sejati karena kurang pembinaan dan pendampingan, sehingga iman tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan semestinya.

Selain itu dalam kunjungannya ke Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur, Pater Trampe juga melihat dan mengalami betapa sulit para Misionaris MSF melayani umat yang terpencar. Minimnya tenaga pastoral keluarga, sarana transportasi, dan medan karya yang luas dan sulit dijangkau, menyebabkan mereka mendesak Provinsial MSF untuk mengirimkan suster-suster ke tanah misi di Kalimantan Timur.

(23)

Panggilan dan perutusan menandakan kepekaan para Suster MASF terhadap dambaan umat akan kesatuan dan persaudaraan, memberikan kesaksian iman akan Kristus dengan sungguh; bahwa Allah sungguh hadir di tengah keluarga dan sungguh mengasihi umatNya Konst., (2008: no.13).

Dokumen Familiaris Consortio (1981: art.17) memuat bahwa keluarga menemukan dalam rencana Allah pencipta dan penebus tidak hanya melalui jati dirinya, yakni hakikat keluarga, akan tetapi juga tugas perutusannya, yakni apa yang dapat dan harus dilakukannya. Oleh karenanya, setiap tugas khusus keluarga merupakan pengungkapan dan perwujudan konkret dari tugas perutusan untuk membangun persekutuan pribadi-pribadi, melayani kehidupan, berperan-serta dalam pengembangan masyarakat, dan mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Gereja. Perutusan Gereja melalui keluarga-keluarga Katolik mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan Gereja semesta. Dalam setiap keluarga Katolik tampak nilai-nilai Injili, seperti: persaudaraan, cinta kasih, pengampunan, ketulusan, kekudusan, rela berkorban, dan lain-lain.

Konsti., (2008: no.14), memuat pengertian bahwa dengan dialog, para Suster MASF melaksanakan pelayanan kepada sesama dan menerima mereka. Ini hanya terlaksana apabila kehadiran para suster melalui kunjungan membawa dampak bagi keluarga-keluarga Katolik, yakni mereka dipenuhi oleh cinta kasih, terlibat bersama demi dunia yang lebih baik, maupun terlibat dalam pewartaan Kabar Gembira yang nyata. Dengan demikian, perutusan para suster MASF mencakup segalanya, baik Injil yang dihayati maupun yang diwartakan.

(24)

sungguh bahwa Allah sungguh mengasihi manusia. Para suster diutus oleh Allah sama seperti Yesus untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada tawanan, membuka penglihatan bagi orang buta, dan membebaskan orang-orang tertindas (Konst., 2008: no. 12).

Tugas perutusan para suster MASF sebagai Kongregasi Misioner dalam rangka memberi kesaksian iman dan mewartakan Kerajaan Allah tidak hanya berhenti di Kalimantan Timur, tetapi juga sampai di Pulau Jawa, khususnya di Solo, Jawa Tengah.

Kongregasi MASF masuk Kota Solo pada tahun 1970, tepatnya di Wilayah Songgolangit Paroki Santo Paulus Kleco Surakarta. Keberadaan Kongregasi dalam bentuk sebuah komunitas yakni komunitas Gentan merupakan bagian dari Wilayah St. Andreas Songgolangit. Komunitas ini berada di tengah-tengah masyarakat yang heterogen dan dikelilingi perumahan-perumahan yang sangat padat. Bertambahnya perumahan di wilayah ini membawa dampak positif, yakni bertambahnya jumlah umat Katolik, namun di samping itu, memunculkan sikap individualisme yang sangat tinggi dengan sesama.

Berada di tengah-tengah masyarakat yang heterogen, memberi pengaruh bagi kehidupan umat di Wilayah St. Andreas Songgolangit. Pengaruh yang tampak tidak hanya dalam profesi dan tingkat sosial, tetapi dalam aspirasi hidup dan keyakinan beragama. Banyak keluarga Katolik mulai dikenal di masyarakat dan kemudian membentuk paguyuban, sehingga muncul keluarga-keluarga Katolik yang mau bergabung dalam paguyuban di wilayah dan di lingkungan.

(25)

banyaknya tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh keluarga, seperti: biaya pendidikan anak, kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain, sehingga membuat banyak keluarga yang bekerja sampai malam bahkan sampai larut malam.

Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam keluarga-keluarga Katolik sangat mempengaruhi kehidupan rohani, di mana sebagian keluarga mulai kurang terlibat aktif dalam kegiatan di paroki maupun di lingkungan. Tidak dipungkiri bahwa banyak anggota keluarga mengalami kesulitan kumpul bersama untuk makan malam, rekreasi, dan doa malam bersama.

Sebagian keluarga Katolik yang terbiasa melakukan kehidupan rohani, mulai perlahan-lahan meninggalkan kebiasaannya, seperti: doa bersama sebelum dan sesudah makan, membaca Kitab suci, dan doa sebelum tidur. Tidak hanya itu, keterlibatan keluarga dalam kegiatan di paroki maupun di lingkungan sudah mulai berkurang. Fakta menguatkan bahwa perkembangan kehidupan rohani mereka mulai menurun dan kurang diperhatikan, khususnya ketika doa dan misa di lingkungan yang hadir hanya sekitar 20-35 orang. Hal ini karena mereka tidak memiliki waktu luang atau sibuk dengan tugas pribadi. Kesaksian iman keluarga perlahan-perlahan cenderung mulai memudar, misalnya banyak keluarga takut membuat tanda salib saat makan di restoran dan takut untuk mencantumkan nama baptis.

(26)

bergaul, dan memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugas. Hal tersebut membuat sebagian dari umat Katolik dipercaya untuk memegang jabatan, seperti: camat, RT, RW, bendahara, dan berbagai tanggung jawab yang menentukan dalam masyarakat. Serangkaian pujian dan padatnya tugas pengabdian kepada masyarakat yang diterima, membuat keluarga-keluarga Katolik cenderung mengabaikan tanggungjawabnya sebagai umat beriman dalam mengikuti kegiatan-kegiatan gerejawi di paroki maupun di lingkungan.

Selain itu, perkembangan zaman yang serba instan turut mempengaruhi perkembangan iman keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati nilai-nilai dasar kekatolikannya. Hal ini menjadi tantangan bagi Gereja untuk selalu setia mengembangkan hidup beriman keluarga-keluarga Katolik. Bagaimana Gereja mampu membangun dirinya lewat kegiatan-kegiatan pastoral serta membina dan mengembangkan iman umatnya.

(27)

Dasar kunjungan keluarga terletak pada hakikat Gereja sebagai paguyuban dalam persaudaraan umat beriman. Kunjungan keluarga sebagai suatu karya kerasulan Gereja, yang dilakukan oleh tim pastoral keluarga dari paroki dengan melibatkan beberapa pihak maupun golongan tertentu. Kunjungan hendaknya memberi perhatian dan berbagi kasih dengan keluarga-keluarga Katolik, menciptakan persaudaraan antar-umat, dan menjadi pemerhati bagi perkembangan Gereja setempat dan lingkungannya.

Kunjungan keluarga pada hakikatnya merupakan kesediaan untuk memahami dan melibatkan diri pada situasi orang lain. Oleh karena itu, yang diharapkan dari kunjungan keluarga tidak hanya untuk menasihati dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh keluarga-keluarga yang dikunjungi, akan tetapi memberi perhatiaan dan membina persaudaraan umat beriman sehingga terciptalah sikap terbuka untuk memperhatikan keadaan orang lain.

Hal senada diungkapkan oleh Budyapranata (1994: 20), bahwa kunjungan baik bersifat formal maupun bersifat non-formal pada dasarnya baik, sejauh itu untuk kebaikan umat atau demi pembangunan umat. Kunjungan bertujuan untuk membangun dialog yang terbuka, mendengarkan dengan sikap rendah hati, dan memahami keluarga-keluarga yang dikunjungi. Dalam setiap kunjungan keluarga, setiap tenaga pastoral keluarga berusaha mengajak dan membantu keluarga-keluarga Katolik untuk menyadari tanggung jawab dan peranan mereka sebagai umat beriman Katolik.

(28)

harus dijalankan, melainkan sebuah perjumpaan yang menguatkan, sapaan yang tulus sehingga menjadi tanda solidaritas, dan kesediaan kita untuk menjadi saudara bagi yang lain (Luk 1: 39-45).

Kunjungan keluarga merupakan suatu bentuk kegiatan pastoral yang diselenggarakan oleh paroki dalam usaha mengembangkan kehidupan iman keluarga-keluarga Katolik. Dalam Gereja, para pelaksana reksa pastoral keluarga-keluarga adalah uskup yang memberi tugas kepada pastor paroki sebagai Gembala umat yang bekerja sama dengan biarawan/biarawati, para profesional seperti ahli hukum Gereja, psikolog, bidan dan pasangan suami istri yang hidup keluarganya cukup baik, yang peduli pada pastoral keluarga untuk mengemban tanggung jawab utama atas reksa pastoral keluarga.

Selain keterlibatan para pelaksana, hal yang juga penting dan yang perlu diperhatikan adalah perencanaan dan persiapan yang matang, baik itu persiapan jangka pendek maupun persiapan jangka panjang dengan membuat perencanaan yang konkret. Harapannya, persiapan dan perencanaan tersebut sesuai dengan kebutuhan umat sehingga membantu umat Allah mengembangkan imannya yang lebih dalam dan konsisten untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(29)

Keluarga-keluarga Katolik merupakan Gereja mini sebagai dasar perkembangan iman dalam diri setiap umat beriman. Tujuan pokok dari kunjungan keluarga yang dilakukan oleh salah satu tenaga pastoral keluarga paroki, yakni para suster MASF adalah tercapainya kesejahteraan dan berkembangnya iman dalam keluarga-keluarga Katolik serta terciptanya komunikasi timbal-balik antar- anggota keluarga.

Kehadiran para suster mendapat respon yang sangat positif dari keluarga-keluarga yang dikunjungi, di mana setiap keluarga-keluarga mempunyai harapan-harapan ingin dikunjungi, didengarkan dan mendapat peneguhan iman. Hal ini tampak dalam keterbukaan mereka untuk menceritakan permasalahan-permasalahan yang sedang mereka hadapi, tetapi ada keluarga yang kurang terbuka dengan masalah yang sedang dihadapi.

Figur seorang suster yang terbuka untuk mendengarkan, dianggap mempunyai pengetahuan tentang agama yang lebih daripada awam, sehingga keluarga-keluarga Katolik mengharapkan adanya sikap bersahabat dan siap sedia untuk membantu mereka mengembangkan kehidupan imannya. Selain itu, mereka mengharapkan adanya kunjungan berkelanjutan dari para suster yang dapat menolong mereka untuk kembali bangkit dalam penghayatan iman, sehingga tumbuh kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagai orang Katolik yang menyadari tugas perutusan mereka sebagai keluarga Katolik sejati.

(30)

seperti orang Samaria yang baik hati, yang digambarkan dalam Injil (Luk. 10: 25-37), bahwa suasana yang terjadi dalam kunjungan keluarga adalah bertemu dengan orang lain dalam segala keberadaanya, mendengarkan dengan penuh kasih, serta mencoba memahami persoalan kehidupan mereka.

Namun seiring berjalannya waktu, muncul kendala yakni kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang luas tentang dasar pastoral kunjungan keluarga itu sendiri. Hal ini menuntut para suster harus belajar memiliki sikap sebagai seorang pengunjung yang kreatif dan sekaligus sebagai seorang Gembala yang baik.

Para suster yang kurang memahami tentang dunia keluarga dengan segala permasalahan yang mereka hadapi, menimbulkan kesan bahwa kunjungan yang dilakukan oleh para suster kurang menjawab kebutuhan keluarga-keluarga Katolik. Meskipun, para suster mengadakan kunjungan keluarga secara rutin, namun mereka tidak mempunyai perencanaan program yang tetap dan jelas. Selain itu, banyaknya para suster yang masih studi, juga tugas karya lainnya sehingga kurangnya tenaga dari para suster untuk mengadakan kunjungan keluarga.

(31)

Menurut Budyaranata (1994: 30-33), kunjungan keluarga pada hakikatnya merupakan kesediaan setiap individu untuk saling memahami dan melibatkan diri dengan situasi orang lain. Karena dalam kunjungan keluarga, kita hadir untuk saling memperhatikan, mendengarkan sharing maupun ungkapan hati orang yang dikunjungi, memahami kondisi keluarga yang dikunjungi, dan membangun suasana dialog yang terbuka dan membahagiakan satu sama lain.

Rutinitas kunjungan keluarga setiap Minggu yang dilakukan secara personal maupun komunal mempunyai tujuan yang jelas, yakni untuk meningkatkan sikap solidaritas di antara keluarga-keluarga Katolik dengan tenaga pastoral keluarga. Kunjungan keluarga yang rutin tersebut diharapkan dapat mengetahui situasi setiap keluarga Katolik, baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai harapan-harapan mereka akan perkembangan Gereja. Dengan demikian, terciptalah sebuah komunikasi yang jujur, terbuka, saling menerima, saling memperhatikan, saling mengampuni dan persaudaraan sejati, dan saling mendoakan.

Kunjungan keluarga yang terencana dengan matang dari para tenaga pastoral keluarga, yakni para suster MASF sangat membantu penghayatan iman keluarga, agar keluarga-keluarga Katolik semakin tampak sebagai tanda kehadiran Allah di dunia. Maka, penulis tertarik untuk memilih judul skripsi ini “DESKRIPSI KUNJUNGAN KELUARGA OLEH SUSTER-SUTER MASF SEBAGAI ANGGOTA TIM

PASTORAL KELUARGA DI WILAYAH SANTO ANDREAS

(32)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dengan berbagai permasalahan, maka identifikasi permasalahan dalam skripsi ini, sebagai berikut:

1. Kehidupan umat yang berada di tengah masyarakat yang heterogen, sehingga banyak umat mulai kurang memperhatikan perkembangan iman.

2. Seberapa penting kunjungan dalam Gereja dan peran tenaga pastoral keluarga dalam kunjungan keluarga?

3. Bagaimana konteks keluarga-keluarga yang ada di Wilayah St. Andreas Songgolangit?

4. Keluarga-keluarga Katolik kurang menyadari tugas perutusannya sebagai anggota umat Allah.

5. Perkembangan teknologi yang pesat menuntut setiap keluarga untuk bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

6. Sebagian keluarga-keluarga Katolik sibuk kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga kurang terlibat dalam kegiatan di paroki maupun di lingkungan.

7. Sikap hidup yang semakin individual memunculnya sikap kurang peduli dengan keluarga lain dan kurang terlibat aktif dalam mengembangkan Gereja baik secara lokal maupun universal.

8. Kesulitan keluarga-keluarga Katolik untuk meningkatkan iman mereka melalui kegiatan bersama dalam keluarga misalnya doa bersama, membaca Kitab Suci dan doa bersama sebelum dan sesudah

(33)

10.Kurangnya perhatian tim pastoral keluarga bagi keluarga-keluarga Katolik, sehingga banyak keluarga mengalami kebingungan mencari jalan keluar permasalahan yang mereka hadapi.

11.Sejauh mana kunjungan yang dilakukan oleh para suster membawa dampak bagi perkembangan hidup beriman keluarga-keluarga Katolik?

12.Kurangnya pembekalan tentang pastoral, belum memiliki program kunjungan keluarga yang jelas dan tepat, serta kesibukan studi dan tugas karya pribadi para suster MASF.

13.Kurangnya penghayatan spiritualitas kongregasi dari beberapa suster MASF dalam hal kunjungan keluarga.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulisan skripsi ini dibatasi pada “Deskripsi Kunjungan Keluarga Para Suster MASF sebagai anggota tim pastoral di Wilayah St. Andreas Songgolangit, Paroki Santo Paulus Kleco, Surakarta”. Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar penulisan dapat lebih terfokus dan mendalam.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:

(34)

E. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini untuk:

1. Mendeskripsikan kunjungan keluarga yang dilakukan oleh Suster-suster MASF sebagai anggota tim pastoral keluarga.

F. Manfaat Penulisan

Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Keluarga-keluarga Katolik di lingkungan Songgolangit dalam berperan aktif

mengikuti kegiatan paroki dan lingkungan.

2. Sebagai evaluasi bagi tenaga pastoral keluarga supaya semakin menambah wawasan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun spiritualitas dalam mengadakan kunjungan keluarga.

3. Sebagai masukan bagi dewan para suster MASF Indonesia.

4. Untuk penulis: sebagai calon katekis penelitian ini sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang diperoleh di IPPAK dan menghayati tugas perutusan sebagai seorang pelaku Sabda.

G. Metode Penulisan

(35)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini, dibagi menjadi lima bagian, yakni bagian pertama bab I, bagian kedua bab II, bagian ketiga bab III, bagian keempat bab IV, dan bagian kelima bab V yang dilengkapi dengan uraian sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab I ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2. Bab II Kajian Pustaka

Bab II ini memuat tinjauan pustaka terhadap penelitian yang relevan dan kajian teori pastoral, pastoral keluarga, kunjungan keluarga, dan kunjungan keluarga menurut Spiritualitas Kongregasi MASF.

3. Bab III Metodologi Penelitian

Bab III ini memuat jenis penelitian, desain penelitian, populasi penelitian, tempat dan waktu penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

(36)

5. Bab V Penutup

(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka dalam bab yang kedua ini akan menguraikan empat hal pokok, yakni pastoral, pastoral keluarga, kunjungan keluarga dan kunjungan keluarga menurut Spiritualitas Kongregasi MASF.

A. Pastoral

1. Pengertian Pastoral

Heuken (2005: 108), dalam Ensiklopedi Gereja jilid 6 menguraikan bahwa pastoral adalah semua yang berhubungan dengan tugas “pastor” atau gembala paroki. Namun, istilah pastoral cenderung digunakan sebagai singkatan untuk pelayanan umat dan untuk teologi pastoral.

(38)

Gereja, meliputi berbagai wadah atau lingkup iman yang berbeda-beda, misalnya: pastoral sekolah, pastoral keluarga, pastoral paroki, pastoral dalam bidang kemasyarakatan, pastoral kelompok basis, dan lain-lain.

2. Dasar Pastoral

Susanto (1986: 5), mengemukakan bahwa dasar pastoral pendampingan keluarga adalah kegiatan untuk melayani iman. Pendampingan pastoral untuk membantu sejauh dibutuhkan agar manusia dapat berkembang secara mandiri. Pastoral adalah gambaran kegiatan pelayanan terhadap manusia yang berusaha untuk menanggapi panggilan Allah.

Menurut Mazmur 23, pastoral bersumber pada gambaran Allah adalah pastoral yang selalu dilihat sebagai tindakan Allah. Menurut Injil (Yoh 10:11), Akulah Sang Gembala Ilahi yang memelihara, membimbing, menuntun, melindungi, dan peduli akan keselamatan umatnya, serta kegembalaan Tuhan yang harus tampak dalam kehidupan menggereja.

3. Tujuan Pastoral

(39)

Pelayanan pastoral bersifat universal, terbuka bagi semua umat beriman yang sesuai dengan tujuan dari pastoral itu sendiri, yakni membimbing manusia menuju kehidupan yang seutuhnya.

4. Tiga Aspek Pelayanan Pastoral

Hooijdonk (1980: 7), mengemukan bahwa tiga aspek pastoral Gereja adalah setiap kegiatan pastoral yang ditentukan oleh isi, sifat, dan tindakan yang berasal dari pastoral itu sendiri. Maka, ketiga aspek pastoral tersebut mengarah pada pastoral sebagai pelayanan kepada perkembangan iman, pastoral adalah kharisma, dan pastoral yang mempunyai ciri-ciri khas yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain.

a. Pastoral sebagai Pelayanan kepada Perkembangan Iman

Hooijdonk (1980: 7-9) menyatakan bahwa pastoral sebagai pelayanan kepada perkembangan iman memiliki hubungan erat dengan isi pastoral, yakni bersumber pada gambaran Allah sebagai Gembala Ilahi yang selalu memelihara, melindungi, menuntun, dan peduli akan keselamatan umat manusia. Karya pastoral Gereja yang selalu mewartakan misteri keselamatan kepada seluruh dunia serta mengajak orang menjawab panggilan Allah dan menyambut keselamatan sejati.

(40)

b. Pastoral adalah Kharisma

Surat Paulus (Rom. 12: 6), menggambarkan bahwa sejak Gereja Perdana, Allah telah mengaruniakan kharisma yang berbeda-beda kepada setiap umat manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Kharisma yang diterima oleh setiap manusia memberi suatu gambaran mengenai tugas perutusan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjalani karya pastoral. Menurut Hooijdonk (1980: 8) menyatakan bahwa karunia kharisma yang ada dalam diri setiap umat beriman, mereka akan semakin merasakan kebangkitan Kristus yang selalu menyertai dan berkarya dalam diri setiap orang.

c. Pastoral Mempunyai Ciri-ciri Khas yang Membedakan dari Ilmu-ilmu Lain. Hooijdonk (1980: 8) menyatakan bahwa pastoral memiliki kekhasan tersendiri dibanding ilmu-ilmu modern. Kekhasan tersebut terletak pada pengabdian kepada umat Allah demi memperkembangkan imannya, melalui kegiatan-kegiatan dalam bidang pastoral, seperti: Liturgia, Diakonia, Koinonia, Kerygma, dan Martyria. Kelima kegiatan tersebut merupakan fungsi dasar Gereja, yang mana mampu memberi kesaksian iman umat serta membimbing umat agar semakin konsisten mempertahankan imannya tengah-tengah masyarakat yang heterogen di mana pun berada.

5. Lima Fungsi Pastoral Gereja

(41)

Tuhan demi terwujudnya Kerajaan Allah, yakni keselamatan. Gaudium et Spes (art. 45), menyatakan bahwa “Sementara Gereja membantu dunia dan menerima banyak

dari dunia, yang dimaksudkan hanyalah: supaya datangnya Kerajaan Allah dan terwujudnya keselamatan segenap bangsa manusia.”

Pelayanan pastoral adalah tugas mengabdi dan mewujudkan rencana Allah untuk menyadarkan umat beriman akan kehadiran Allah dalam diri Yesus Kristus dengan perantaraan Roh Kudus. Mewujudkan rencana Allah, yakni pembebasan dan perkembangan umat manusia secara utuh, sehingga keselamatan dapat dialami oleh setiap manusia.

Tujuan pastoral bersifat universal artinya bahwa pelayanan dimaksudkan untuk semua lapisan manusia dengan berbagai macam latar belakang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pelayanan pastoral bertujuan untuk membawa Kabar Gembira dan mengusahakan perkembangan iman umat yang semakin dewasa.

Menurut Hooijdonk (1980: 9-11), Gereja menghadirkan Kerajaan Allah melalui kelima bidang pastoral Gereja. Kelima bidang pastoral Gereja, seperti yang telah disebutkan di atas sebagai berikut:

a. Liturgia

(42)

Dalam Liturgi Ekaristi, Allah selalu hadir untuk menyapa dan bersatu dengan umatNya melalui Sabda-sabda-Nya. Pelayanan Sabda mempersiapkan dan membimbing kepada liturgi artinya liturgi memuat Ibadat Sabda sebagai sebuah pewartaan. Dengan demikian, liturgi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni Liturgi Ekaristi dan Liturgi Sabda.

b. Diakonia

Diakonia atau pelayanan merupakan ciri utama dalam karya Yesus selama

hidup-Nya. Gereja peduli akan kegembiraan dan penderitaan dunia. Melalui kehadirannya dalam pelayanan, Gereja mewujudkan iman dalam pengabdianya kepada sesama yang miskin. Pelayanan kepada manusia, seutuhnya diresapi oleh nilai-nilai Injili, yakni kebenaran, kesucian, kedamaian, keadilan, dan cinta kasih sebagai usaha Gereja dalam mewujudkan karya keselamatan Allah di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh, membangun sebuah panti asuhan untuk anak-anak yang kurang mampu, sehingga mereka mendapat tempat tinggal dan pendidikan yang layak.

c. Koinonia

Koinonia berarti persekutuan sebagaimana telah digambarkan oleh Paulus

(43)

Paulus dalam suratnya (2 Kor. 5 :10), mengungkapkan bahwa sejak awal mula sejarah penyelamatan, Allah telah memilih manusia bukan semata-mata sebagai orang perorangan, melainkan sebagai anggota persekutuan tertentu. Wujud dan tanda persaudaran tersebut dapat berupa sebuah paguyuban religius, kegiatan-kegiatan religius, dan lain-lain.

d. Kerygma

Kerygma dimaknai sebagai pewartaan yang pertama-tama memberi kesaksian

tentang hal-hal agung yang dikerjakan Allah dalam diri manusia. Semua umat beriman dipanggil untuk ambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Dalam perkataan dan perbuatan PuteraNya, Yesus Kristus, cinta kasih Allah itu menjadi nyata.

Pewartaan Sabda dapat terwujud dalam mendengarkan khotbah dan menghayati serta melaksanakan dan mewartakan Sabda itu sendiri. Dengan demikian, penghayatan akan Sabda membantu seseorang dalam membantu sesamanya menemukan makna hidup dan saling menguatkan dalam iman dengan memberi kesaksian di tengah-tengah hidup menggereja dan bermasyarakat.

e. Martyria

Martyria diartikan sebagai kesaksian melalui perkataan maupun perbuatan.

(44)

Kristus mampu menggugah hati nurani setiap manusia untuk terlibat dalam karya keselamatan.

B. Pastoral Keluarga

1. Pengertian Pastoral Keluarga

Pastoral keluarga adalah kunjungan pribadi yang bersifat sukarela dengan tujuan pendampingan terhadap saudara atau sesama seiman dalam rangka membangun paguyuban iman. Pastoral keluarga yang dijiwai dengan semangat Kristus “Pastor Bonus” Sang Gembala Baik dimengerti sebagai pendampingan kegembalaan (Budyapranata, 1994: 18).

Di dalam masyarakat kita sering mendengar istilah keluarga. Istilah keluarga sendiri sangat beragam. Keluarga diartikan sebagai saudara-saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah siapa saja yang ada di dalam lingkungan rumah tangga.

(45)

Kruyut (1975: 7), menganalogikan keluarga berdasarkan manusia pertama ciptaan Allah. Menurutnya, penciptaan Adam dan Hawa menandai munculnya keluarga. Sebab kepada Adam dan Hawa, rahmat keturunan serta menjaga dan melestarikan alam beserta isinya telah diberikan oleh Allah. Jelaslah bahwa, suatu keluarga bukan terjadi secara kebetulan dan bukan pula di luar tanggung jawab manusia, melainkan oleh rahmat dan kehendak Allah. Oleh karena itu, tuntutannya adalah tanggapan manusia untuk bertanggungjawab atas kebutuhan jasmani dan rohani dalam setiap keluarganya.

2. Dasar Praktik Pastoral Keluarga

Menurut Konferensi Waligereja Indonesia (2011: 71), sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah, setiap keuskupan mempunyai kebebasan dan otonomi dalam melaksanakan pendampingan pastoral keluarga, namun sebagai Gereja universal perlu adanya sebuah pedoman pastoral bersama karena:

a. Keuskupan adalah bagian dari kesatuan Gereja universal.

b. Mobilitas penduduk menjadi semakin tinggi dan sarana komunikasi menjadi canggih.

(46)

Oleh karena itu, dasar pastoral keluarga meliputi seluruh karya yang dilakukan oleh seorang pastor sebagai pelayan imamat Gereja. Dalam Gereja, semua umat beriman mengambil bagian dalam tugas Kristus, sehingga dapat membawa suatu perubahan yang lebih baik bagi dirinya maupun sesamanya.

3. Arah dan Tujuan Pastoral keluarga

Konferensi Waligereja Indonesia (2011: 71-72), menegaskan bahwa pendampingan pastoral keluarga hendaknya realistis, artinya sungguh-sungguh relevan dengan keadaan keluarga yang didampingi dan tidak berdasarkan pada selera pribadi yang mendampingi. Meskipun demikian, dalam proses pendampingan keluarga, pendamping tidak hanya melihat dan mendengar, apalagi menyerah kepada keadaan keluarga yang didampingi terlebih bila realitas itu jauh dari idealisme keluarga Kristiani.

Pastoral keluarga bertujuan mengarahkan keluarga menuju idealisme hidup keluarga Kristiani. Meskipun, idealisme itu tidak pernah dapat dicapai sepenuh-penuhnya. Oleh karena itu, kondisi keluarga yang biasa-biasa saja perlu dikembangkan agar semakin mendekati idealisme hidup Kristiani.

4. Penanggung Jawab Pastoral Keluarga

(47)

dan efektif karya, uskup memberi tugas kepada orang-orang yang mewakilinya, antara lain: vikep, pastor paroki, dan mereka yang bekerja di bidang pastoral keluarga.

Penanggung jawab pendampingan pastoral dalam sebuah paroki adalah pastor paroki. Namun, karena pastor paroki mempunyai tanggung jawab yang luas, maka pendampingan keluarga melibatkan umat yang cakap dan mampu.

5. Pelaksana Pastoral Keluarga

KWI (2011: 73), mengemukakan bahwa komisi keluarga keuskupan bukan hanya menjadi pengemban tanggung jawab pastoral keluarga, melainkan juga menjadi pelaksana dari pelayanan pastoral tersebut. Sebagai pelaksana, komisi keluarga berperan memberi arah, sebagai animator, motivator, dan koordinator. Khusus untuk Tim Kerja atau Seksi Kerasulan Keluarga Paroki, mereka secara langsung melaksanakan pendampingan pastoral bagi keluarga-keluarga di paroki, baik secara individual maupun secara komunal.

Pelaksanaan tugas pastoral keluarga sebaiknya mengikutsertakan kelompok-kelompok kategorial atau profesional yang erat, terkait dengan perkawinan dan hidup berkeluarga, seperti: Marriage Encounter, WKRI, Tim Kerja Pendampingan Keluarga Paroki, Tim Kerja Pendampingan Keluarga Lingkungan, Biarawan, maupun Biarawati.

(48)

Hakikat Gereja sebagai persaudaraan umat beriman adalah mewujudkan tumbuhnya persaudaraan antar-umat beriman. Perwujudan itu diupayakan terus-menerus dari setiap anggota Gereja. Oleh karena itu, kunjungan keluarga merupakan salah satu usaha untuk membantu terwujudnya proses persaudaraan umat beriman. Sedangkan dalam tugas pastoral paroki, kunjungan keluarga sangat penting dilaksanakan. Hal ini karena, saat ini banyak keluarga merasa terasing di tengah lingkungan masyarkat dan dalam hidup menggereja. Sebagian keluarga belum terjangkau oleh pelayanan pastoral paroki. Padahal, keluarga-keluarga tersebut juga memerlukan pendampingan atau kunjungan dan pelayanan Gereja (Budyapranata, 1994: 5).

C. Kunjungan Keluarga

1. Pengertian Kunjungan Keluarga

Kunjungan keluarga merupakan salah satu bentuk perhatian antar-pribadi untuk saling memahami pribadi yang satu dengan yang lain, yang dilandasi oleh adanya kesediaan seseorang (Budyapranata, 1987: 8-10). Dengan demikian dalam kunjungan keluarga, makna yang diungkapkan adalah memperhatikan, mendengarkan, dan memahami kondisi keluarga yang dikunjungi.

(49)

Kehidupan Jemaat Perdana menjadi inspirasi bagi persekutuan umat beriman, pengikut Kristus sebagaimana tetap dan sehati-sejiwa dalam saling menguatkan sesamanya melalui pendampingan keluarga maupun dalam pendampingan yang lain, khususnya mereka yang mengalami penderitaan dan dalam kemerosotan iman.

Kunjungan keluarga muncul karena inisiatif pribadi maupun kelompok secara sukarela. Kunjungan keluarga dimaksudkan sebagai pendampingan terhadap keluarga-keluarga Katolik dalam rangka membantu mereka mengembangkan imannya. Dalam kunjungan, perlu dibedakan antara tugas dengan kepentingan pengunjung, sehingga keluarga yang dikunjungi sungguh merasakan perhatian dan kehadiran pengunjung sebagai saudara, sekaligus merupakan suatu upaya membantu terwujudnya proses pengembangan iman umat.

Santo Paulus (1Kor. 12: 14), “Banyak anggota tetapi satu tubuh”. Melalui perikop tersebut, Santo Paulus menggambarkan Gereja itu laksana tubuh, yakni Kristus, sebagai Kepala atas anggota-anggotaNya, yang adalah umatNya. Gambaran kesatuan manusia dengan Allah menjadi lebih jelas bahwa seperti dalam tubuh manusia sendiri, ada kesatuan organis dan kesatuan hidup. Demikian pula manusia sebagai anggota Gereja, juga memerlukan hubungan satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan kesatuan manusia dengan Allah semakin harmonis, apabila hubungan tersebut terwujud dalam kehidupan antar-manusia. Maka, kunjungan keluarga merupakan suatu kegiatan ditujukan sebagai upaya membantu proses pengembangan iman umat dalam hidup menggereja serta sebagai perwujudan dari suatu kesadaran bahwa Gereja adalah satu tubuh Kristus.

(50)

sesama serta terwujudnya suasana semangat kesatuan yang didasari kesatuan antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus dengan umat-Nya.

Budyapranata (1987: 16), mengatakan bahwa dalam kunjungan, seseorang akan menemukan berbagai permasalahan yang dihadapi keluarga yang dikunjungi, misalnya; tempat tinggal, kedudukan, persoalan yang sedang dihadapi, dan sebagainya. Maka, salah satu syarat untuk bertemu dengan orang lain dalam kunjungan yaitu adanya kesediaan untuk memberi perhatian dengan mencoba mendengarkan dan memahami persoalan mereka.

Kunjungan keluarga merupakan sarana efektif untuk menciptakan komunikasi dan menumbuhkan relasi yang akrab antara sesama umat beriman. Kunjungan itu harus bersifat pastoral, maka dasar rohani dari para pengunjung ini sangat penting yaitu bahwa setiap pertemuan yang tulus merupakan ungkapan iman antara pengunjung dan yang dikunjungi. Dengan demikian kunjungan yang dilakukan akan menciptakan atau menumbuhkan kepekaan sosial bagi sesama.

Peranan kunjungan keluarga menjembatani antara kehidupan sehari-hari dengan kehidupan iman, artinya dalam kunjungan, sedikit demi sedikit membawa kehidupan iman ke dalam masyarakat sehingga dalam hidup sehari-hari, kehidupan beriman dapat dirasakan, khususnya dalam keluarga-keluarga Katolik.

2. Dasar Pastoral Kunjungan Keluarga

(51)

proses persaudaraan umat beriman, dan membangun iklim persaudaraan (Budyapranata, 1994: 22).

Kitab Suci Perjanjian Baru memberi dasar yang sangat kuat mengenai peguyuban dan persaudaran sejati, sebagai berikut:

a. Gereja adalah Tubuh Kristus

Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus 12:12-26, menjelaskan bahwa Gereja itu laksana tubuh yaitu Tubuh Kristus, di mana kita semua adalah anggota-anggotanya. Uraian ini sebagaimana yang telah diungkapkan pada halaman sebelumnya, menegaskan kembali bahwa gambaran Santo Paulus menjadi lebih jelas seperti dalam tubuh manusia merupakan suatu gabungan antara kesatuan organis dan kesatuan hidup, yang telah menunjukkan dirinya sebagai anggota Gereja, juga membangun hubungan yang erat dengan orang lain, sebagai sesama jemaat Kristiani dalam persekutuan dengan Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Kunjungan antar-sesama warga diharapkan membantu proses penyatuan dan pelaksanaan yang muncul dari kesadaraan bahwa, Gereja adalah Satu Tubuh Kristus. Gereja ingin menjadi masyarakat yang hidup, dimana terdapat perkumpulan orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Berdasarkan pengertian itu, maka umat perlu saling bertemu dan saling berkunjung demi menumbuhkan kesegaran rohani antar-umat serta saling menguatkan satu sama lain.

b. Manusia adalah Kawanan Sewarga dan Anggota Keluarga Allah

(52)

Rasul dan para Nabi, dengan Yesus Kristus sebagai Batu Penjuru. Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa manusia tidak boleh melepas tanggung jawab sebagai bagian dari anggota keluarga Allah. Manusia harus menjadi kawanan demi kesejahteraan bersama dan demi keluhuran Allah sendiri. Oleh karena itu, sebagai anggota keluarga Allah, manusia harus tetap tinggal dalam kasih sehingga bersama-sama membangun bangunan rohani yakni Gereja.

Kerukunan dan paguyuban tersebut hanya terjadi, apabila muncul kerelaan dari setiap umat untuk mau bersatu dengan lain serta saling memperhatikan sebagai sesama saudara. Melalui pernyataan tersebut, Santo Paulus ingin menekankan bahwa kehadiran orang lain dirasakan sebagai kawanan sewarga yang saling mendukung, terutama terhadap warga baru dan warga yang terpencil dan yang membutuhkan pertolongan.

c. Ajaran Kristus yang Utama adalah Cinta Kasih

Menurut Injil Yohanes 13: 34-35, menjelaskan bahwa Gereja yang didirikan oleh Kristus bukan suatu lembaga atau organisasi, melainkan suatu paguyuban atau persaudaraan, dimana dasarnya adalah Kasih Kristus. Kasih diwujudkan melalui perhatian, kerelaan, dan keikhlasan seseorang untuk membantu sesamanya.

(53)

d. Gereja adalah Paguyuban Cinta Kasih

Gereja menjadi kesatuan umat beriman atau paguyuban sejati, apabila seluruh warganya mendukung proses terciptanya kerukunan. Salah satu proses terjadinya paguyuban sejati adalah dengan saling mengunjungi sesama warga, karena dengan kunjungan ada proses saling pengenalan secara pribadi dan menciptakan iklim persaudaraan yang kuat (Budyapranata, 1994: 26).

Gereja berperan mempersatukan semua orang dari berbagai golongan, status sosial, dan bangsa, agar mereka benar-benar hidup dalam satu keluarga besar tanpa adanya pemisahan. Dengan adanya persatuan antar-umat dari segala penjuru tanpa ada perbedaan, menunjukkan bahwa peran Gereja semakin nyata dan ikut bertanggungjawab dalam pemeliharaan umat Allah.

e. Ajaran Sosial Gereja

(54)

Sementara, Budyapranata (1994: 29-30), mengungkapkan bahwa Kristus sendiri merupakan teladan yang sempurna karena selalu prihatin dengan orang yang menderita. Yesus berinisiatif hadir di tengah-tengah siapa saja yang membutuhkan pertolongan-Nya, mengunjungi mereka yang membutuhkan kehadiranNya. Inisiatif Yesus menjadi teladan bagi Gereja yang memasyarakat serta terbuka bagi semua lapisan masyarakat.

Dengan demikian, Gereja menjadi kesatuan umat beriman atau paguyuban sejati. Gereja berperan untuk mempersatukan semua orang dari berbagai golongan, status sosial, dan bangsa, agar mereka benar-benar hidup sebagai satu keluarga berdasarkan semangat cinta kasih. Maka jelaslah bahwa tujuan dari kunjungan keluarga adalah untuk membangun komunikasi dan membina solidaritas dalam semangat persaudaraan antar-umat di seluruh penjuru, baik dalam penderitaan maupun dalam satu pengharapan dan kegembiraan.

3. Maksud dan Tujuan Kunjungan Keluarga

Tujuan kunjungan keluarga bukan semata-mata untuk memecahkan persoalan keluarga yang dikunjungi atau menginterogasi mereka dalam kegiatan hidup menggereja, melainkan lebih dari itu, membangun keterbukaan, menumbuhkan suasana persaudaraan, kepercayaan, dan memperhatikan keadaan orang yang dikunjungi (Budyapranata, 1994: 21).

(55)

perhatian dan pengharapan pada mereka untuk membangun komunikasi dalam cinta kasih.

4. Model-model Kunjungan Pastoral Keluarga

Model kunjungan tidak terletak pada siapa yang mengunjungi, tetapi lebih pada maksud dan tujuan yang akan tercapai dalam kunjungan tersebut (Budyapranata, 1994: 16). Berikut ini, ada beberapa tinjauan mengenai kunjungan pastoral keluarga:

a. Ditinjau dari Segi Kepentingannya

Kunjungan pastoral keluarga menurut segi kepentingannya diperuntukan bagi dua pihak, yakni kepentingan si pengunjung dan yang dikunjungi. Bagi si pengunjung, kunjungan dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang erat, mengetahui situasi, serta mendukung yang dikunjungi. Sedangkan bagi yang dikunjungi, kunjungan, selain merupakan kegiatan untuk menjali hubungan yang akrab, juga merupakan suatu rahmat untuk berbagi persoalan yang dialami dengan si pengunjung.

b. Ditinjau dari Segi Person Pengunjung

(56)

c. Ditinjau dari Sifat Kunjungan

Kunjungan pribadi yang bersifat sukarela atas kehendak atau prakarsa si pengunjung, misalnya untuk menjenguk dan memupuk persaudaraan. Kunjungan resmi si pengunjung mewakili kelompok atau organisasi untuk mengunjungi salah satu keluarga, dengan menentukan sebelumnya waktu, target dan person yang akan dikunjungi. Sedangkan kunjungan kerja merupakan pelaksanaan tugas dari lembaga, dengan target dan tujuan yang jelas dan sudah ditentukan.

d. Ditinjau dari Tujuan dan Motivasi

Ditinjau dari tujuan dan motivasinya kunjungan bersifat bisnis atau kunjungan pastoral. Dengan demikian menjadi jelas bahwa ada perbedaan antara kunjungan pastoral yang sukarela, pribadi dengan tujuan pendampingan terhadap sesama saudara seiman dalam rangka pembanguanan iman, atau kunjungan dilakukan karena ada urusan tertentu.

Tujuan dari kunjungan ialah ingin menciptakan iklim di mana antar warga umat dapat saling bertemu dan berkunjung. Kunjungan yang dilakukan karena bertitik tolak dari pada situasi warga yang dikunjungi sehingga paguyuban iman akan lebih terasa dan mantap.

5. Metode Kunjungan Keluarga

(57)

pastor untuk mendampingi umatnya yang bermasalah atau karena mau meninggalkan iman.

Namun sekarang sebuah kunjungan menjadi syarat utama untuk membangun Gereja sebagai paguyuban dalam iman dan cinta kasih. Kunjungan keluarga lebih ditekankan sebagai salah satu usaha dari Gereja dalam mendampingi dan membina keluarga-keluarga Katolik sesuai dengan kondisi dan situasi sebuah paroki berada.

Pendampingan keluarga tidak hanya pastor tetapi diharapkan seluruh umat beriman ikut terlibat dan bertanggungjawab atas keberlangsungan perkembangan iman dan kesejahteraan dari keluarga-keluarga Katolik. Terdapat beberapa metode yang harus digunakan dalam pastoral kunjungan keluarga misalnya; Tanya jawab, wawancara, cerita, sharing dan sebagainya. Namun metode ini bisa disesuaikan dengan keadaan keluarga yang dikunjungi.

6. Hal-hal yang Diperhatikan dalam Melaksanakan Kunjungan Keluarga

Dalam kunjungan keluarga ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pengunjung sehingga pertemuan itu menjadi yang mengenangkan bagi si pengunjung maupun keluarga yang dikunjungi.

Budyapranata (1987: 17-19), mengatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan dalam kunjungan keluarga adalah:

a. Jangan Menawarkan Apa-apa

(58)

ini memang tidak salah, namun kurang tepat sebab kunjungan keluarga pada hakekatnya adalah suatu proses untuk mengenal dan memberikan perhatian bagi orang lain secara pribadi.

Dalam kunjungan keluarga hendaknya kita harus berhati-hati karena terkadang tawaran kita kurang berkenan sehingga pembicaraan mengalami kemacetan, dan mereka melihat bahwa kita datang untuk mempertobatan mereka, dan biarkan semua muncul dari hati mereka sendiri dan tetap memotivasi mereka.

b. Jangan Menggurui

Dalam kunjungan keluarga kita mempunyai kecenderungan untuk lekas-lekas membawakan apa yang baik kepada orang lain. Kecenderungan untuk cepat-cepat memberi nasehat dan kita merasa bahwa keluarga yang dikunjungi membutuhkan nasehat.

Hal ini yang perlu dijaga dalam melakukan kunjungan keluarga karena yang menjadi perhatian dalam kunjungan adalah sebuah tanda solidaritas dan persaudaraan kita untuk memahami kesulitan keluarga yang lebih mendalam.

c. Pertemuan yang Terbuka

(59)

Dalam mengadakan kunjungan kita juga menyampaikan alasan kita berkunjung, dan bertanya apakah kunjungan kita ini tidak mengganggu atau tidak karena terkadang dalam kunjungan kehadiran kita ditolak oleh keluarga yang dikunjungi. Namun ketika kita diterima dengan baik, hendaklah menciptkan suasana yang akrab dan pembicaraan terjadi dua arah. Pertemuan yang terbuka perlu disertai dengan kejujuran dalam komunikasi antara kita dan keluarga yang dikunjungi.

Yang perlu diperhatikan dalam pertemuan terbuka ini adalah bagaimana perhatiaan kita bagi keluarga yang dikunjungi, bukan apa yang akan kita katakan. Terkadang keluarga yang kita kunjungi akan menceritakan banyak hal tentang keluarga dan permasalahan yang lain, hendaknya kita menunjukkan sikap terbuka untuk mendengarkan dengan baik.

d. Menciptakan Suasana yang Kondusif

Dalam kunjungan hal yang paling penting adalah menciptakan suasana yang kondusif dan terbuka untuk memahami dan mengerti situasi keluarga yang kita ajak untuk bicara. Sikap positif dari kita untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengungkapkan keadaan mereka dan mengekspresikan diri mereka secara tepat. Oleh karena itu kita perlu menghindari adanya pandangan-pandangan keingintahuan kita dan merasa sudah kenal sehingga sibuk dengan ide atau rancangan kita.

(60)

berbicara bukan sebuah sandiwara tetapi sebuah sikap yang benar-benar dari hati yang paling dalam karena sebuah belaskasihan untuk membantu keluarga yang dikunjungi.

e. Cara Membangun Sikap Positif yang Terbuka dalam Kunjungan 1) Sikap Empati

Sikap positif yang diekspresikan melalui kesediaannya untuk menempatkan dirinya pada tempat orang yang sedang kita ajak bicara. Artinya kesediaan untuk mendengarkan, merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Sikap belaskasihan yang sungguh-sungguh dari hati untuk membantu dan memahami orang lain.

2) Sikap Penerimaan

Sikap keterbukaan dan kesediaan untuk menerima orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya atau menerima orang lain dengan segala keberadaannya. Penerimaan yang tulus akan memampukan kita untuk mengakui keberadaan orang lain, mendukung dan memberikan peluang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.

(61)

3) Sikap Mendengarkan

Sikap mendengarkan orang atau keluarga yang berbicara itu ibarat orang yang mendengarkan musik dengan secara teliti dengan variasi-variasi iringan-iringannya. Mendengarkan merupakan sebuah unsur dan syarat utama dalam sebuah pertemuan atau pembicaraan dengan orang lain atau keluarga yang dikunjungi.

Mendengarkan dengan efektif adalah mendengarkan secara sungguh-sungguh dengan sebuah perasaan yang mendalam dan memperhatikan ekspresi nada suara, raut muka, gerak-gerik atau mimik dan kata-kata yang diucapkan oleh yang sedang diajak bicara, sehingga kita dapat memahami apa perasaannya dan menangkap apa yang dirasakan dibalik kata-kata yang diucapkan.

4) Sikap Tanggapan yang Membangun

Menanggapi suatu pembicaraan secara efektif adalah sebuah sikap yang sangat positif dalam menciptakan suasana yang nyaman atau kondusif. Untuk menciptakan suasana yang nyaman atau kondusif maka dibutuhkan:

a) Kehangatan

(62)

b) Dukungan

Dalam kunjungan keluarga dalam setiap percakapan akan menimbulkan sebuah perasaan baik itu positif maupun negatif. Terkadang dalam percakapan keluarga yang dikunjungi tidak mampu untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi karena di kuasai dengan perasaan emosional dan kedukaan yang mendalam. Situasi seperti ini keluarga yang dikunjungi sangat mengharapkan bantuan dukungan dari kita untuk memberi kekuatan dan peneguhan dalam menjernihkan permasalahan yang sedang dihadapi.

c) Kemurnian Sikap

Dalam kunjungan satu hal yang penting diperhatikan adalah kemurnian sikap hati. Dari setiap percakapan keluarga atau orang akan melihat sikap dan merasakan apa yang kita bicarakan sungguh memberikan sebuah peneguhan dan kekuatan untuk memperbaiki diri dan memiliki pandangan baru. Maka dalam kunjungan kita diharapkan sungguh memiliki sikap kemurniaan hati untuk membantu dan menolong mereka. Membangun sebuah sikap kemurniaan yang keluar dari hati yang belaskasihan untuk memperkembangkan kehidupan beriman mereka.

7. Manfaat Kunjungan Keluarga

Budyapranata (1994: 20), mengemukakan bahwa manfaat dari kunjungan keluarga adalah:

(63)

b. Pengenalan keluarga lebih dekat dan keadaan keluarga secara nyata saat membantu pengurus pendampingan keluarga dalam membuat program atau perencanaan yang lebih konkret dan lebih sesuai dengan keadaan keluarga atau umat.

c. Kunjungan keluarga membantu untuk saling terbuka dan menciptakan iklim persaudaraan dan menumbuhkan kepekaan sosial bagi para pengunjung.

d. Kunjungan keluarga merupakan awal dari kunjungan pastoral yang sifatnya lebih pribadi, dan terjadi dialog yang terbuka untuk mandapatkan penjelasan yang lebih baik.

e. Kegiatan kunjungan keluarga merupakan sebuah kesempatan untuk mempersiapkan dan membina kader-kader yang bisa menyebar luaskan program kunjungan keluarga ini melalui lokakarya dan seminar-seminar, karena dengan kunjungan biasanya kesempatan untuk melihat.

8. Sasaran Kunjungan Keluarga

Kunjungan keluarga pada dasarnya adalah untuk semua umat dari berbagai macam golongan, kedudukan dan pangkat yang berada dalam lingkup paroki. Kunjungan keluarga harus terarah kepada semua umat manusia, oleh karena itu kunjungan tidak hanya dilakukan bagi keluarga atau orang yang bermasalah baik dalam iman maupun kehidupan sosial tetapi hendaknya semua yang ada dalam lingkup paroki didatangi satu persatu secara efektif dan teratur.

(64)

harapan, duka dan kecemasan mereka menjadi kegembiran, harapan dan kecemasan kita sebagai murid-murid Kristus.

9. Proses Kunjungan Keluarga

Menurut Budyapranata (1994: 40), pengunjung perlu menjadi sejajar dengan yang dikunjungi. Sikap sejajar dalam kunjungan sangat diperlukan karena justru hal ini mendapat tekanan dari Yesus “menjadi sesama bagi saudaranya”. Sejajar berarti

solider dan senasib dengan orang yang dikunjungi, sehingga yang dikunjungi merasa mendapatkan teman, sehingga orang atau keluarga yang dikunjungi berani bangkit dari keadaannya.

Santo Paulus juga memberikan nasehat kepada jemaat di Filipi (Fil. 2 : 6-16), agar rendah hati dan punya semangat seperti Kristus, yang mengosongkan diri dan sejajar dengan manusia. Sikap sejajar merupakan kesaksian yang nyata, bahwa semua pengikut Kristus adalah saudara. Maka beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kunjungan:

a. Memperhatikan Keluarga yang Dikunjungi

(65)

b. Menjadi Pendengar yang Baik

Mendengarkan adalah mendengar apa yang dikatakan orang. Mendengarkan pembicaraan orang lain itu ibarat orang yang sedang mendengarkan musik artinya ketika kita mendengar orang berbicara tidak hanya sambil lalu atau sepintas kilas saja, tetapi harus dengan perhatian khusus sehingga interaksinya dua arah.

Untuk bisa menjadi pendengar dengan baik, kita harus mengindentikkan diri dengan lawan bicara kita, artinya selama orang lain berbicara, kita berpihak pada orang lain itu dan mengikuti jalan pikirannya sehingga kita memberikan reaksi yang tepat dalam pembicaraan itu. Menjadi seorang pendengar yang baik butuh kesediaan dan konsentrasi yang tinggi, hal ini menyangkut kemauan dari dalam hati.

c. Membangun Dialog

Dialog berarti mau menerima pribadi lain sebagaimana adanya, artinya membangun pemahaman dan pengertian terhadap pribadi lain. Dialog yang baik akan terjadi bila kedua belah pihak dapat saling memahami, dan adanya sikap mau mendengarkan dan mau mengerti pihak yang diajak bicara.

Tujuan dari dialog bukan untuk mempermasalahkan atau menghukum, tetapi untuk memperbaiki komunikasi. Dialog menjadi sarana untuk mengatasi salah paham, kecurigaan dan sebagainya.

d. Melibatkan Diri pada yang Dikunjungi

(66)

mereka sendiri, dan mengembalikan iman mereka, Yesus terlibat dengan kedua murid-Nya tetapi dilepaskan setelah kedua murid itu sadar.

Keterlibatan tidak hanya diartikan sebagai suatu keramah-tamahan belaka. Keterlibatan berarti merasa ikut prihatin dengan orang atau keluarga yang dikunjungi, mau membela dan rela berkorban untuk ikut membebaskan orang lain dari keadaanya, tanpa memperhitungkan kepentingan diri sendiri. Itulah idealisme suatu keterlibatan seorang pengunjung, namun bagaimana pelaksanaannya di lapangan sangat tergantung kesadaran sebagai pengunjung akan tugas perutusannya.

e. Terlibat Mengatasi Kesulitan

Kunjungan adalah pelayanan namun tidak jarang si pengunjung menghadapi situasi yang sulit, karena banyak menemukan segala permasalahan setelah mengadakan kunjungan keluarga.

Kunjungan termasuk dalam diakonia sebab kunjungan keluarga itu bermaksud untuk menjaga kesejahteraan orang lain atau keluarga-keluarga yang dikunjungi. Dalam kunjungan selain memperhatikan hidup rohani keluarga yang dikunjungi, para pengunjung diharapkan juga memperhatikan kesejahteraan jasmani.

10. Fungsi Sarana Media dalam Kunjungan Keluarga

(67)

sukarela ini tidak dipandang sebagai gangguan oleh pihak yang dikunjungi, melainkan suatu bantuan.

Media-media yang dipersiapkan secara khusus untuk proyek kunjungan keluarga ini tidak dimaksud sebagai resep jadi, melainkan hanya sebagai sebuah contoh, maka jelas bahwa media tidak banyak membantu secara langsung dalam kunjungan keluarga.

D. Kunjungan Keluarga menurut Spiritualitas Kongregasi MASF

Kunjungan keluarga dalam mewujudkan spiritualitas atau semangat Kongregasi MASF sesuai dengan nama Kongregasi berdasarkan pada tiga tonggak yaitu: Misi atau perutusan, Adorasi atau sembah sujud dan Santa Familia atau Keluarga Kudus.

1. Misi atau Perutusan

Spiritualitas Misi diuraikan dalam Konst., (2008: no. 12, 13, 14, 28, 29, dan 31). Berikut ini penjelasan konstitusi berdasarkan nomor, sebagai berikut:

(68)

Konst., no. 13: kita mengabdikan diri untuk hidup menggereja lokal maupun universal yang berarti kita peka terhadap dambaan umat akan kesatuan dan persaudaraan. Pedomaan kita adalah sikap menghargai, memahami perbedaan dan menciptakan perdamaian. Kita berpangkal pada Yesus Kristus yang melimpahkan Roh-Nya bagi kita. “Ya Bapa yang kudus peliharalah mereka dalam nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku supaya mereka semua menjadi satu sama seperti kita”. (Yoh. 17:11).

Konst., no. 14: perutusan kita berlangsung lewat dialog. Kita berdialog dengan sesama dan menerima mereka sebagai saudara. Ini hanya terlaksana bila kehadiran kita dipenuhi oleh cinta kasih, terlibat bersama demi dunia yang lebih baik, maupun pewartaan kabar gembira yang nyata. Perutusan kita mencakup segalanya, baik injili yang dihayati maupun yang diwartakan.

Konst., no. 28: Dijiwai oleh semangat Injil, kita ambil bagian dalam misi Yesus, dalam gereja-Nya. Kita mempertaruhkan diri tanpa syarat demi pembebasan dan kebahagian sesama, kesejahteraan jasmani dan rohani, maupun hubungan sosial dan budaya yang baik.

Konst., no. 29: terarah kepada misi menandai ciri semangat Kongregasi. Kita terutama ingin mempersembahkan diri untuk kepentingan Gereja lokal, berusaha mewujudkan perjumpaan Gereja dengan agama atau budaya yang lain.

(69)

masyarakat. Dengan demikian, kita mewujudkan lahan subur bagi persekutuan Gerejawi yang sungguh dinamis.

2. Adorasi atau Sembah Sujud

Adorasi diuraikan dalam konst., (2008: no. 15 dan 16). Menurut Konst., no.15: kita percaya bahwa Kristus dengan berbagai cara menyatakan kehadiran-Nya di antara kita dalam sabda dan sakramen, dalam seluruh kehidupan Gereja, dimana manusia dapat mengatasi dirinya. Puncak kehadiran-Nya, kita merayakan dalam Ekaristi, di dalamnya Ia manghantar kita untuk menyerahkan diri secara total “Tubuh -KU, Darah--KU, Hidup-KU untukmu. Maka dari itu, Ekaristi merupakan pusat, puncak dan sumber hidup kita.

Sedangkan, Konst., no.16: Ekaristi merupakan peristiwa, perayaan dan tindakan, dimana Kristus menyatukan kita menjadi satu tubuh dalam diri-Nya. Dalam perayaan itu, Kristus menjamin kehadiran-Nya yang tiada henti di tengah kita “Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Dia”. Kita dapat manghayati dan menyatakan persatuan kita dengan Kristus

melalui berbagai cara, dengan memberikan perhatian khusus pada sakramen. Tanda roti hidup menunjuk pada pusat hidup kita, Kristus mengungkapkan cinta kasih-Nya sampai sehabis-habisnya. Oleh karena itu, kita bersembah sujud dan menanggapi cinta kasih-Nya dengan penyerahan diri.

3. Semangat Santa Familia atau Keluarga Kudus Nazareth

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Deskripsi Kunjungan dalam Bentuk
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Deskripsi Kunjungan Keluarga untuk
Tabel 3. Panduan Studi Dokumen Temuan Khusus
Tabel 6. Deskripsi Statistik Data Keseluruhan
+7

Referensi

Dokumen terkait