UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI DALAM KELUARGA KRISTIANI ATAS DASAR IMAN
DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL,
PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh : Ana Rosnani NIM: 051124003
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur dan pujian skripsi ini kupersembahkan kepada
v MOTTO
“ Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
viii
Judul skripsi ini adalah UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI DALAM KELUARGA KRISTIANI ATAS DASAR IMAN DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL, PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA.
Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap banyaknya persoalan yang dihadapi oleh pasangan suami-istri di Lingkungan Andreas Rasul seperti: meningkatnya kebutuhan ekonomi, relasi suami-istri yang kurang baik, biaya pendidikan anak yang meningkat, anak harus menghadapi pergaulan jaman sekarang yang serba mencemaskan, komunikasi dengan anak yang kurang baik, tidak memiliki pekerjaan tetap dan maraknya perselingkuhan. Persoalan yang dihadapi oleh suami-istri tersebut adakalanya dapat diselesaikan dengan mudah namun tidak jarang membutuhkan proses yang panjang untuk menyelesaikannya. Persoalan yang mereka hadapi kadangkala bahkan membuat komunikasi antara pribadi suami-istri menjadi tidak efektif dan relasi menjadi tidak baik. Bertitik tolak dari kenyataan ini maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para pendamping keluarga dalam merancang suatu kegiatan pendampingan bagi pasangan suami-istri Katolik guna meningkatkan komunikasi pribadi suami-istri dalam keluarga mereka.
Persoalan mendasar yang dibahas dalam skripsi ini adalah, bagaimana dapat membantu para suami-istri dalam meningkatkan komunikasi pribadi mereka sebagai pasangan suami-istri, di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta sehingga persoalan komunikasi yang ada dapat diselesaikan dengan membuka hati dan bersedia saling mendengarkan. Untuk memperoleh gambaran tentang komunikasi yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta penulis mengadakan wawancara dengan pasangan suami-istri di lingkungan ini. Penulis juga memanfaatkan studi pustaka untuk menambah pengetahuan tentang komunikasi pribadi suami-istri yang seharusnya terjadi dalam keluarga kristiani.
ix
The title of this study is THE EFFORT TO IMPROVE THE COUPLE
COMMUNICATION IN CHRISTIAN FAMILY ON THE BASIS OF
CHRISTIAN FAITH AG ANDREAS RASUL AREA IN THE PARISH OF KRISTUS RAJA BACHIRO, YOGYAKARTA.
The writer chose this topic as her study because she concerned on the issue and problem faced by a couple in Andreas Rasul area, the Parish of Kristus Raja Baciro, Yogyakarta such as: the increasing of economic needs, the bad relation of a couple, the increasing of education cost, the interaction of their children in this new era that disturb them, the bad communication between a parent and their children, impermanent job, and dishonest couple. The problem faced by a couple sometimes could be solved easily. However, sometime there were problems faced by a couple could be solved through a long process. Sometime the communication of a couple become ineffective their relation is not going well. Based on this fact, the purpose of this study was to help and assist the family consultant to design the assistance activity for catholic couple in order to improve their private communication in their family.
The issue discussed in this study was what method that could help the wives and husbands to improve their private communication as a couple in Andreas Rasul area, the Parish of Kristus Raja Baciro, Yogyakarta, so the communication problem faced by the couple could be solved by opening their heart and willing to listen and sharing each other. To find out the picture of communication that occurred in the family’s life in Andreas Rasul area, the Parish of Kristus Raja Baciro, Yogyakarta, the writer conducted the interview with those couples in that area. The writer also used the literature data to increase the knowledge about couple private communication which was supposed to be occurred in a Christian family.
x
Puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rahmat kasih-Nya dan
bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA
MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI DALAM
KELUARGA KRISTIANI ATAS DASAR IMAN DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL, PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA
Penulisan skripsi ini didorong oleh semakin banyaknya persoalan yang dihadapi
oleh pasangan suami-istri dalam kehidupan berkeluarga dewasa ini. Tidak semua
pasangan suami-istri dapat mengikuti pendampingan yang diselenggarakan oleh pihak
paroki. Berangkat dari situasi tersebut maka penulis menyusun skripsi ini dengan
maksud membantu para pendamping keluarga menyiapkan pendampingan iman yang
sederhana bagi pasangan suami istri, namun menarik dan berkesan, serta bisa
bermanfaat untuk mengembangkan komunikasi pribadi pasangan suami-istri.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pendamping suami-istri
maupun mereka yang mempunyai hati, minat dan perhatian terhadap pasangan
suami-istri katolik, khususnya di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro,
Yogyakarta. Dengan pendampingan iman sehari diharapkan para suami-istri semakin
mampu untuk membuka hati mengungkapkan perasaannya kepada pasangan dan
xi
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J., selaku dosen pembimbing utama dan ketua Prodi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik (IPPAK) Universitas Sanata
Dharma, yang dengan penuh kesabaran dan keterbukaan hati mendukung,
mendampingi, dan memberikan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
2. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., selaku dosen penguji kedua dan
pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dalam proses penulisan
skripsi dan selama menjalani kuliah di Prodi IPPAK.
3. Y. Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing kedua dan penguji ketiga,
yang telah berkenan membantu dalam proses penelitian dan memberikan motivasi
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK, yang telah mendampingi dan
membimbing serta membekali pengetahuan dan ketrampilan kepada penulis selama
studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Dewan pimpinan Kongregasi SMFA beserta anggotanya yang telah memberi
dukungan, perhatian, dorongan dan doa.
6. Orangtua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat doa, cinta dan
perhatiannya selama ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang selama ini
telah memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis sejak awal studi di
xiii
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penulisan... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 4
C. Tujuan Penulisan... 4
D. Manfaat Penulisan ... 5
E. Metode Penulisan ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II. PENGERTIAN KELUARGA KRISTIANI DAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI ... 7
A. Keluarga Kristiani ... 7
1. Keluarga Inti... 8
2. Pengertian Keluarga Kristiani ... 8
3. Peranan Keluarga Kristiani ... 9
a. Membentuk Persekutuan Pribadi ... 9
b. Mengabdi kepada kehidupan ... 10
c. Ikut serta dalam pengembagan masyarakat... 10
xiv
a. Tantangan dari keluarga besar ... 12
b. Tantangan dari dalam keluarga inti ... 13
5. Kunci Menghadapi Keluarga Kristiani ... 14
B. Komunikasi Antara Suami-Istri ... 16
1. Komunikasi Secara Umum ... 16
2. Pengertian Komunikasi antar Pribadi ... 17
3. Komunikasi antara Suami-Istri ... 29
4. Bahasa Komunikasi ... 21
a. Komunikasi verbal ... 21
b. Komunikasi non verbal ... 22
5. Sikap-sikap dalam Berkomunikasi ... 23
a. Komunikasi yang mengena………... 24
b. Hambatan komunikasi ... 27
6. Peranan Komunikasi antara suami-istri ... 30
BAB III. GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI DALAM KEHIDUPAN BERKELUARGA DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL, PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA ... 31
A. Metodologi Penelitian ... 32
1. Permasalahan Penelitian ... 32
2. Tujuan Penelitian ... 33
3. Variabel Penelitian ... 33
4. Pertanyaan Wawancara ... 33
5. Manfaat Penelitian ... 34
6. Pendekatan Penelitian ... 34
7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
8. Responden Penelitian ... 35
9. Teknik Pengumpulan Data... 35
10. Teknik Analisa Data ... 36
xv
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 37
2. Temuan Khusus Hasil Wawancara ... 42
C. Pembahasan Penelitian ... 51
D. Kesimpulan Penelitian ... 54
BAB IV. PENDAMPINGAN KELUARGA KRISTIANI GUNA MENINGKATKAN KOMUNIKASI DAN RELASI PRIBADI PARA SUAMI-ISTRI KATOLIK DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL, PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA………... 56
A. Pendampingan Keluarga Kristiani ... 56
1. Pengertian Pendampingan ... 56
2. Pendampingan Keluarga Kristiani ... 57
B. Program Pendampingan Keluarga Kristiani... 58
1. Pengertian Program ... 58
2. Pemikiran Dasar Program PendampingaKeluarga Kristiani ... 58
3. Tujuan Program Pendampingan Keluarga Kristiani ... 60
4. Tema dan Judul yang Mendukung Tujuan Program Pendampingan Keluarga Kristiani ... 60
C. Penjabaran Program ... 62
1. Catatan atas Program Pendampingan ... 65
2. Persiapan Pendampingan Pertama ... 66
3. Persiapan Pendampingan Kedua ... 73
4. Persiapan Pendampingan Ketiga ... 80
5. Persiapan Pendampingan Keempat ... 88
BAB V. PENUTUP ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 99
LAMPIRAN ... 101
Lampiran 1: Data Mentah Hasil Wawancara dengan Responden ... (1)
xvi
xvii A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang
diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia,jakarta,1994.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada para Uskup, Imam-imam dan seluruh Umat Beriman
seluruh Gereja Katolik tentang Peranan Keluarga Kristen dalam
Dunia Modern, 22 November 1981.
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
CD : Compact Disc
D : Data
IPPAK : Ilmu Pendidikan Dengan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik KK : Kepala Keluarga
KAS : Keuskupan Agung Semarang
xviii PIA : Pendidikan Iman Anak Pr : Projo (Imam Diocesan) P1 : Pertanyaan Satu
P2 : Pertanyaan Dua P3 : Pertanyaan Tiga P4 : Pertanyaan Empat P5 : Pertanyaan Lima P6 : Pertanyaan Enam P7 : Pertanyaan Tujuh P8 : Pertanyaan Delapan P9 : Pertanyaan Sembilan
R : Responden
R1 : RespondenSatu
R2 : RespondenDua
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak keluarga mengalami berbagai macam persoalan dalam hidup
mereka. Perkembangan jaman merubah perilaku dan cara hidup dalam keluarga
seperti cara berkomunikasi, cara beraktivitas, ditambah lagi dengan bertambah
banyaknya persoalan hidup yang mereka hadapi di jaman ini. Persoalan hidup
yang mereka hadapi seperti kesulitan ekonomi, relasi suami-istri yang kurang
baik, biaya pendidikan anak yang meningkat, anak harus menghadapi pergaulan
jaman sekarang yang serba mencemaskan, komunikasi dengan anak yang kurang
baik, tidak memiliki pekerjaan tetap, persaingan hidup yang makin ketat,
pergaulan dengan masyarakat di sekitar atau tetangga yang sering konflik,
ditambah lagi dengan maraknya perselingkuhan suami atau istri, atau bahkan
dua-duanya. Persoalan tersebut ada kalanya dapat diselesaikan dengan mudah namun
tidak jarang persoalan tersebut membutuhkan proses yang panjang untuk
menyelesaikannya dan seringkali membuat komunikasi antara suami-istri dalam
kehidupan berkeluarga menjadi kurang lancar. Situasi hidup yang mereka alami
bahkan membuat anggota keluarga amat jarang bisa duduk bersama berbicara dari
hati ke hati secara jujur dan terbuka, baik untuk berbagi pengalaman maupun
untuk menyelesaikan persoalan hidup.
Masalah-masalah seperti ini memang mudah membuat hubungan dengan
sesama menjadi tidak harmonis, muncul perasaan minder dan malu (akan
yang tidak dapat dipecahkan atau diselesaikan karena sulit mengungkapkan
masalah yang dialami. Hal semacam ini mudah berakibat stress yang
berkepanjangan dan sering juga berpengaruh besar terhadap relasi pribadi dalam
keluarga.
Sementara itu kebahagiaan dalam hidup berkeluarga merupakan cita-cita dan
harapan keluarga kristiani yang perlu selalu diperjuangkan. Adanya keakraban
dan keharmonisan adalah berkat dari komunikasi yang baik antara pribadi
suami-istri, yang menghasilkan rasa damai, rasa dicintai yang memberi kebahagiaan dan
menghidupkan kesetiaan. Namun untuk mewujudkan hal tersebut di jaman ini
sungguhlah tidak mudah karena berbagai kesibukan orang jaman sekarang pada
umumnya. Keluarga kristiani pada jaman ini dihadapkan pada tawaran-tawaran
yang menggiurkan, bahkan cenderung merusak kebahagiaan kehidupan
berkeluarga, jika tidak hati-hati dalam menanggapi tawaran-tawaran jaman
dewasa ini. Yang mengagumkan, dalam kenyataannya banyak pula keluarga
kristiani yang tetap setia meskipun mengalami berbagai pergumulan dalam hidup
mereka.
Persoalan yang banyak dialami oleh keluarga jaman sekarang ini pantas
mendapat perhatian agar mereka dapat dibantu untuk membangun bahtera rumah
tangga yang kokoh dan membahagiakan, sehingga mereka mampu pula mengatasi
persoalan mereka berkat terang iman. Hal yang semacam ini bukanlah urusan
keluarga saja tetapi perlu mendapat perhatian pula dari Gereja. Gereja perlu lebih
memperhatikan dan mengetahui apa yang dialami oleh keluarga-keluarga katolik.
Khususnya, pihak paroki perlu memahami yang ada di Lingkungan berkaitan
memperhatikan jemaatnya termasuk juga yang berkaitan dengan pengalaman
hidup sehari-hari dari keluarga-keluarga kristiani. Dalam keluarga yang ada di
lingkungan Andreas Rasul tak jarang kegiatan-kegiatan harian yang harus mereka
lakukan membuat mereka sulit untuk menjalin relasi dan komunikasi antar pribadi
jika kebetulan mereka mengalami pesoalan, entah yang dihadapi orangtua atau
anak. Pentinglah dengan demikian keluarga-keluarga kristiani ikut serta dalam
kegiatan pendampingan yang diselengarakan oleh paroki. Dengan mengikuti
kegiatan atau program kegiatan yang dibuat paroki atau lingkungan, keluarga di
Lingkungan Andreas Rasul akan dapat terbantu untuk semakin menghayati
imanya dan diharapkan mereka akan semakin terbantu dalam meningkatkan
komunikasi mereka dalam keluarga. Dengan adanya komunikasi yang baik,
masalah kehidupan yang timbul dalam keluarga akan jauh lebih mudah
dipecahkan.
Beberapa bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh paroki demi
meningkatkan komunikasi dalam keluarga adalah misa bagi pasangan suami-istri,
baik yang tua maupun yang masih muda, pendampingan bagi keluarga yang
bermasalah, dan rekoleksi suami-istri. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak semua
dapat diikuti oleh pasangan suami-istri semua itu karena waktu yang kurang cocok
dengan kesibukan harian mereka.
Mengingat situasi yang dialami oleh keluarga kristiani di lingkungan dewasa
ini, khususnya di Lingkungan Andreas Rasul, perlulah diupayakan pendampingan
bagi suami-istri di Lingkungan Andreas Rasul, untuk membantu mereka semakin
berkembang dalam imanya, dapat saling mengungkapkan isi hati kepada pasangan
mereka ,oleh karena itu penulis mengambil judul UPAYA MENINGKATKAN
KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI DALAM KELUARGA
KRISTIANI ATAS DASAR IMAN DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL, PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA.
B. Rumusan Permasalahan
1. Komunikasi macam apakah yang dapat mendukung suami-istri dalam
melestarikan kehidupan berkeluarga?
2. Sikap- sikap komunikasi macam apa yang dapat membantu suami-istri
dalam meningkatkan komunikasi yang efektif?
3. Kondisi komunikasi dalam keluarga kristiani macam apakah yang dapat
membantu menciptakan keharmonisan keluarga?
4. ”Bahasa” komunikasi macam apakah yang dapat membantu meningkatkan
komunikasi antara suami-istri?
5. Pendampingan iman macam apakah yang dapat membantu meningkatkan
komunikasi antara suami-istri di lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus
Raja Baciro, Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui komunikasi macam apakah yang dapat mendukung suami-istri
dalam melestarikan kehidupan berkeluarga.
2. Mengetahui Sikap-sikap komunikasi macam apa yang dapat membantu
suami-istri dalam meningkatkan komunikasi yang efektif.
3. Mengetahui kondisi komunikasi dalam keluarga kristiani macam apakah
4. Mengetahui ”Bahasa” komunikasi macam apakah yang dapat membantu
meningkatkan komunikasi antara suami-istri.
5. Terasedianya pendampingan iman yang dapat membantu meningkatkan
komunikasi antara suami-istri di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus
Raja Baciro, Yogyakarta.
6. Memenuhi salah satu tugas persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana SI
Program Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan masukan kepada para (pendamping) keluarga kristiani di
Lingkungan, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta, akan pentingnya
mengusahakan komunikasi yang baik antar mereka dalam membangun
hidup berkeluarga.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dalam rangka mengenal
dan memahami keluarga serta permasalahannya.
3. Memberikan Sumbangan bagi Gereja terutama, Paroki Kristus Raja Baciro,
Yogyakarta, dalam hal pendampingan iman keluarga kristiani.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipakai adalah deskripstif analitis berdasarkan studi
pustaka yang dilengkapi dengan penelitian yang datanya diperoleh melalui
F. Sistematika Penulisan
Judul skripsi yang dipilih ini adalah UPAYA MENINGKATKAN
KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA
KRISTIANI ATAS DASAR IMAN DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL, PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA.
Bab I, merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan
pemasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, serta
sistematika penulisan.
Bab II, berbicara tentang keluarga keluarga kristiani, keluarga inti,
pengertian keluarga kristiani, peranan keluarga kristiani, tantangan keluarga
kristiani, kunci menghadapi tantangan keluarga kristiani, pengertian komunikasi
secara umum, pengertian komunikasi antar pribadi, komunikasi antara suami-istri,
bahasa komunikasi, hambatan komunikasi, sikap-sikap dalam berkomunikasi,
peranan komunikasi peranan komunikasi antara suami-istri.
Bab III, berbicara tentang situasi komunikasi antar suami istri di Lingkungan
Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta, persiapan penelitian,
meliputi: Pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden, teknik
dan pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan data, hasil penelitian, serta
kesimpulan penelitian.
Bab IV, merupakan sumbangan pendampingan keluarga dalam
meningkatkan komunikasi antar suami-istri di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki
Kristus Raja Baciro, Yogyakarta.
Bab V, merupakan bagian terakhir dari penulisan yang terdiri dari
BAB II
PENGERTIAN KELUARGA KRISTIANI DAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI
Bab II ini berupa kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam dua
bagian. Bagian pertama bicara tentang pengertian keluarga, pengertian keluarga
kristiani, keluarga inti, peranan keluarga kristiani, tantangan keluarga kristiani,
Kunci menghadapi tantangan keluarga kristiani. Bagian kedua bicara tentang
pengertian komunikasi secara umum, pengertian komunikasi antar pribadi,
komuniasi antara suami-istri, peranan komunikasi antara suami-istri, bahasa
komunikasi, peranan komunikasi antara suami-istri, serta sikap-sikap dalam
berkomunikasi.
A. Keluarga Kristiani
Dalam kehidupan bermasyarakat ada berbagai macam pengertian tentang
keluarga atau berbagai pengertian keluarga. Menurut Poerwadarminta (1988: 552)
“Keluarga diartikan sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah.” Dengan
kata lain keluarga adalah siapa saja yang tinggal di dalam lingkungan rumah
tangga. Keluarga merupakan suatu unit masyarakat kecil, yang merupakan
kelompok orang sebagai suatu kesatuan, yang berkumpul dan hidup bersama
untuk waktu yang relatif panjang, yang terikat oleh pernikahan. Keluarga juga
merupakan kelompok sosial yang tidak dapat hidup menyendiri dalam suatu
kevakuman, melainkan berada di tengah atau setidak-tidaknya berurusan dengan
1. Keluarga Inti
Ada dua pengertian keluarga menurut Soelaeman, (1994: 6) yaitu:
“keluarga inti dan keluarga besar”. Keluarga inti merupakan persekutuan hidup
mereka yang tinggal dan hidup bersama dalam rumah, yang memiliki hubungan
darah dan terdiri dari, ayah, ibu, dan anak. Hubungan ini tidak terjadi secara
kebetulan belaka tetapi terjadi karena adanya ikatan perkawinan, sedangkan
keluarga besar meliputi semua pihak yang ada hubungan darah, yang terdiri dari
ayah, ibu, anak, paman, bibi, kakek, nenek, cucu, mertua, ipar, keponakan. Jadi
keluarga besar terdiri dari sekelompok orang yang memiliki hubungan darah dan
atas dasar keturunan.
2. Pengertian Keluarga Kristiani
Keluarga kristiani ada karena panggilan Allah, dibentuk karena kesatuan
bebas antara pria dan wanita atas dasar cinta yang melibatkan Allah. Kesatuan
antara pria dan wanita bukan terjadi secara kebetulan atau melulu tindakan
manusia saja melainkan juga merupakan karya Allah, maka dari itu keluarga
kristiani diharapkan mampu mewujudkan cinta kasih dalam hidup berkeluarga
sebagaimana cinta kasih yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia lewat
Yesus PutraNya. Manusia dalam kehidupan berkeluargapun diharapkan mampu
meneladan cinta kasih Allah sendiri (Purwa Hadiwardoyo, 1988: 13).
Keluarga kristiani ada karena persatuan pribadi-pribadi dalam perkawinan
sehingga dalam keluarga terjalinlah hubungan antar pribadi yang hidup sebagai
suami-istri, yakni hidup sebagai ayah dan sebagai ibu, hidup sebagai anak dan
Allah, yaitu Gereja maka dari itu keluarga kristiani sebenarnya turut membangun
Gereja dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari (Familiaris Consortio, 1994:
29. art. 15).
3. Peranan Keluarga Kristiani
Sinode para uskup di Roma pada tanggal 26 september sampai dengan
tanggal 25 Oktober 1980 menyampaikan “pesan kepada keluarga-keluarga
kristiani sedunia” bahwa penting bagi keluarga untuk memperhatikan 4 tugas
umum keluarga yakni:
a. Membentuk persekutuan pribadi
Keluarga yang dibentuk dan didasarkan pada cinta kasih dan menghidupi
cinta kasih merupakan persekutuan pribadi suami-istri, orang tua dan anak, serta
sanak saudara. Tugas utama keluarga ialah berusaha mengembangkan,
menghayati dan mewujudkan terus menerus kehidupan antar pribadi mereka yang
rukun secara tulus (Familiaris Consortio, 1994: 41. art. 18). Maka pentinglah di
dalam keluarga ada rasa cinta kasih. Tanpa ada perasaan cinta kasih, keluarga
tidak akan dapat hidup dan berkembang sebagai persekutuan pribadi.
Persekutuan suami-istri secara alamiah mempunyai sifat saling melengkapi,
dan dikukuhkan oleh kerelaan pribadi suami-istri untuk bersama-sama
mewujudkan rencana hidup mereka, sehingga mampu berbagi dalam hidup yang
mereka alami, maka persekutuan suami-istri sebagai tanda kebutuhan manusiawi
yang diteguhkan dalam sakramen perkawinan. Lewat sakramen perkawinan Roh
suami-istri karunia persatuan cinta kasih yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup
mereka (Familiaris Consortio: 42. art. 19).
b. Mengabdi kepada kehidupan
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
"Beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi” (Kej 1:28). Allah menciptakan manusia laki-laki dan
perempuan agar mereka bersatu dan memanggil mereka untuk bekerjasama secara
bebas dan dan bertanggung jawab untuk memelihara kehidupan. Dengan
beranak-cucu dan memelihara ciptaan maka manusia yang diciptakan memenuhi panggilan
Allah dan menunjukkan cinta kasih persekutuan suami-istri dengan memberikan
keturunan melalui kelahiran anak.
Kesuburan merupakan buah tanda cinta kasih suami-istri yang sejati maka
diharapkan bahwa suami-istri mampu memelihara keutuhan cinta kasih itu dengan
kasih yang tiada terbatas, membina kasih yang mesra dan menimba kekuatan
rohani dan moral yang ditugaskan kepada suami-istri sehingga mereka mampu
mengemban tugas sebagai ayah dan ibu dan kemudian diteruskan kepada anak dan
melalui anak diteruskan kepada Gereja (Familiaris Consortio. art. 28).
c. Ikut serta dalam pengembangan masyarakat.
Pada dasarnya keluarga mempunyai ikatan yang sangat erat dengan
masyarakat, maka untuk menjalankan peran sosial mereka tidak dapat menutup
berdampingan dengan mereka sambil saling berbagi dan memperhatikan maka ada
keterkaitan antara keluarga dan masyarakat karena keluarga tidak dapat hidup
sendiri.
“Karena pencipta alam semesta telah menjadikan persekutuan nikah sebagai awal dan dasar masyarakat manusia keluarga merupakan sel masyarakat yang pertama dan amat penting bagi masyarakat” (Familiaris Consortio. art. 42).
Kutipan ini mau mengatakan, bagaimana keluarga mempunyai ikatan yang
kuat lewat persekutuan suami-istri dan sekaligus merupakan unit terkecil dari
masyarakat.
d. Berperan serta dalam kehidupan menggereja.
“Keluarga diabdikan untuk membangun Kerajaan Allah dalamsejarah dengan
mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Gereja” (Familiaris Consortio. art.
49).
Atas dasar ini hendaknya suami-istri sebagai pasangan orang tua, beserta
anak-anak selaku keluarga, menghayati pelayanan mereka sebagai Gereja dengan
memberikan diri dan meluangkan waktu untuk terlibat dalam kegiatan yang ada di
sekitar mereka dengan semangat merasul dengan memberikan pelayanan kasih
kepada sesama dalam hidup sehari-hari, dan dengan demikian mereka bersaksi
akan imannya.
Keempat tugas keluarga di atas menyadarkan kembali kepada suami-istri
akan panggilan Allah sendiri bahwa kehadiran pasangan suami-istri adalah
kehendak Allah yang disatukan dalam ikatan cinta kasih yang tidak terpisahkan,
melaksanakan keempat tugas keluarga tersebut suami dan istri diajak untuk
menyadari kembali nilai-nilai perkawinan dalam hidup sehari-hari sehingga dalam
menjalani kehidupan berumahtangga mereka mengalami kebahagiaan yang
dicita-citakan bersama dan melalui keempat tugas pastoral Gereja mereka bisa diutus
untuk menghadirkan cintakasih Allah dalam hidup sehari-hari.
4. Tantangan Keluarga Kristiani
Hidup berkeluarga tidak selamanya berjalan mulus tetapi tentu mengalami
berbagai macam tantangan dan tantangan itu tidak hanya dari masyarakat di
sekitar tetapi juga berasal dari keluarga inti maupun tantangan dari keluarga besar
yang sering mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
a. Tantangan dari keluarga besar
Dalam nota patoral KAS (2007: 14) dikatakan bahwa: “keluarga besar
sebenarnya merupakan suatu sumber dukungan dan kesejahteraan bagi keluarga
inti.” Maka seluruh keluarga besar dapat memberikan dukungan kepada
anggotanya yang sedang berada dalam kondisi lemah secara psikis, maupun
finansial dan membutuhkan penguatan dan peneguhan. Namun apa yang menjadi
tanggung jawab keluarga besar ini tidaklah selalu dapat terlaksana dengan baik
karena kepedulian keluarga besar dalam memberikan perhatian dapat
menimbulkan salah pengertian yaitu bahwa keluarga besar dianggap terlalu
mencampuri urusan keluarga inti, dan membuat keluarga inti menjadi tidak bebas
untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Ini semua menjadi tantangan bagi
b. Tantangan dari dalam keluarga inti
Berdasarkan angket Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2006 nota
patoral KAS (2007:15-16) terdapat tantangan dalam keluarga inti yaitu:
a. Tantangan dalam relasi antara suami dan istri *Kurangnya transparansi antara suami dan istri *Kurangnya komunikasi antara suami dan istri
*Kurangnya kesetiaan suami-istri terhadap pasangannya *Adanya kecemburuan dari suami-istri terhadap pasangannya *Adanya dominasi suami-istri atas pasangan
*Adanya tindak kekerasan suami-istri terhadap pasangannya b. Tantangan dalam hal penghayatan iman
*Kurang kuatnya iman semua/sebagian anggota keluarga
*Kurangnya kemampuan orang tua dalam mengembangkan iman anak-anak mereka
*Kurangnya kemampuan keluarga meghadapi kemajuan tekhnologi maju c. Tantangan dalam hal relasi antara orang tua dan anak-anak
*Kurangnya keakraban antara orang tua dan anak-anak mereka
*Ketidakpuasan anak-anak terhadap sikap atau kondisi orang tua mereka *Ketidakpuasan orangtua terhadap sikap atau kondisi anak-anak mereka.
Berdasarkan tantangan keluarga inti ini maka dapat dilihat bahwa
komunikasi suami-istri memegang peran penting dalam menjalin relasi dan
membina keluarga yang bahagia. Dengan komunikasi yang baik maka akan
tercipta keakraban antara suami-istri dan seluruh anggota keluarga, karena
keakraban antara pribadi dalam keluarga turut menentukan juga kebahagiaan
keluarga dimana masing-masing pribadi berusaha untuk memiliki kehendak yang
kuat dan mencintai dengan tulus segenap anggota keluarga.
Setiap tantangan dan pergulatan hidup dalam membangun sebuah keluarga
yang harmonis pasti dialami oleh setiap orang dan menjadi pengalaman yang
menarik karena melalui pengalaman jatuh bangun menyadarkan setiap pribadi
merefleksikan hidupnya untuk berkembang kearah yang lebih baik demi
membangun sebuah keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Dalam mengarungi hidup berkeluarga suami-istri sering mengalami
pengalaman yang pahit, pengalaman tidak setia, bosan, kekerasan yang dilakukan
oleh istri atau suami, perselisihan karena kekurangan ekonomi, pendidikan anak
tumpukan pengalaman ini membuat suami istri menjadi sulit untuk berkomunikasi
bahkan persoalan dibiarkan menjadi berlarut tanpa ada penyelesaian dan dapat
berakhir dengan perceraian. Maka pentinglah bagi suami-istri untuk memupuk
sikap saling percaya, saling terbuka, saling melayani, saling setia dan saling
meneguhkan dalam menghadapi berbagai macam tantangan hidup.
“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah memberi kesempatan kepada Iblis” (Ef 4:26-27).
Teks ini dapat menjadi inspirasi bagi suami-istri jika berselisih paham
hendaknya jangan membiarkan persoalan sampai berlarut-larut melainkan
segeralah berdamai sebelum malam hari tiba. Dalam perjalanan hidup sehari-hari
pasti keluarga akan mengalami perselisihan karena setiap pribadi dapat saling
menyakiti perasaan namun juga perlu dapat saling menyembuhkan atau saling
memaafkan.
5. Kunci Menghadapi Tantangan Keluarga Kristiani
Untuk menghadapi tantangan dalam hidup berkeluarga diperlukan tiga
keutamaan kristiani yakni: iman, harapan dan kasih. Ketiga keutamaan ini
keutamaan kristen ini bersumber pada penderitaan, wafat dan kebangkitan Kristus
yang menjadi kekuatan dan penghiburan bagi keluarga dalam menghadapi
tantangan hidup. Dengan berpusat pada Kristus maka keluarga kristiani akan
mampu menghidupi ketiga keutamaan kristiani ini dalam hidup sehari-hari,
sehingga dapat menjadikan Kristus sebagai landasan dalam menghadapi
tantangan.
Suatu keluarga yang kokoh beriman kristiani hidupnya berpusat pada
Kristus, maka mereka menyadari tanggung jawabnya sebagai orang kristen.
Berkaitan dengan ini keluarga diharapkan bertindak dan hidup seturut nilai
kristiani, yang diperoleh dan diperdalamnya lewat bacaan Kitab Suci dan
diamalkannya dalam hidup sehari-hari.
Pengharapan juga merupakan tanda dari orang yang beriman. Mereka berani
berharap sekalipun mengalami berbagai pengalaman yang pahit. Semua itu dapat
dilakukan karena kedekatan hati mereka kepada Kristus. Pengharapan akan
mampu membuat seseorang bertahan dalam penderitaan, tekanan dan segala
rintangan hidup. Dengan kata lain orang beriman mampu bersikap terbuka
terhadap kenyataan dan pengalaman hidup yang dialaminya. Orang beriman tidak
terlalu mencemaskan hari ini atau hari esok, sebab mereka merasa yakin, bahwa
yang berjalan bersama Yesus senantiasa berada dalam naungan kasihNya.
Pribadi orang beriman akan diubah dengan iman dan harapannya untuk
semakin serupa dengan pribadi Kristus Sang Putera Allah. Mereka akan mampu
bertindak dengan kasih terhadap sesama dan membagikan kasih itu kepada
Ketiga keutamaan kristiani ini perlu menjadi dasar utama bagi
keluarga-keluarga dewasa ini dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan ketiga
keutamaan kristiani tersebut saling berhubungan karena mempunyai sumber yang
sama, yaitu Kristus sendiri. Ketiga keutamaan ini dapat berkembang apabila hidup
keluarga kristiani berpusat pada Kristus, melalui hidup doa, pendalaman iman
dan pengamalan warta kitab suci, yang merupakan tanggung jawab orang kristen,
dengan peduli kepada orang lain yang berkesusahan, sehingga seluruh hidupnya
menampakkan tindakan yang penuh kasih. Hanya dengan demikian keluarga
kristiani akan dapat menjadi terang dan garam bagi masyarakat karena telah
mewujudkannya dalam hidup sehari-hari (Komkel, 1995 : 15-17).
B. Komunikasi Antara Suami-Istri 1. Komunikasi Secara Umum
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin “communicare,” yang berarti
“membagi sesuatu dengan seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu
dengan seseorang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap,
bertukar pikiran, berhubungan, berteman”(Hardjana, 2003: 10). Dengan demikian
komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang kemudian gagasan itu
diolah menjadi pesan dan dikirim melalui media tertentu kepada orang lain
sebagai penerima. Kemudian yang menerima pesan menanggapinya dan
menyampaikannya kepada si pengirim.
Menurut Gilarso (1996: 44) komunikasi adalah“suatu proses timbal balik
menerima informasi.” Maka ada keterbukaan hati untuk mengungkapkan dan
mendengarkan informasi.
Lunandi (1989:47) mengatakan bahwakomunikasi adalah: “usaha manusia
dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya dan untuk
memahami isi pikiran dan hati orang lain.”
Semua pengertian komunikasi di atas mempunyai kesamaan makna
yakni, suatu hal yang berhubungan dengan pesan yang dikirim, melalui media
tertentu dan ada relasi timbal balik antara dua orang atau lebih. Dalam hal ini
komunikasi menjadi sarana yang tepat untuk membangun relasi seseorang dengan
orang lain .
Melalui komunikasi, seseorang dapat mengenal orang lain dan juga
dikenal oleh orang lain. Dengan berkomunikasi, seseorang dapat mengungkapkan
pikiran-pikiran, isi hati, ide atau pendapat dan keinginannya kepada orang lain
(Harjana, 2003:21)
Adapun fungsi komunikasi bagi hidup pribadi adalah untuk
mengungkapkan perasaan, menuangkan pikiran, mengoreksi orang lain, meminta
maaf dan mengungkapkan keinginan seseorang pada orang lain. Dalam kaitan
dengan orang lain, melalui komunikasi seseorang dapat mengenal orang lain
dengan lebih baik, memiliki banyak teman, membangun kerja sama, membantu
orang lain dan membagikan kasih kepada orang lain (Hardjana, 2003: 20).
2. Pengertian Komunikasi antar Pribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan interaksi tatap muka antara dua orang
menanggapinya secara langsung pula seluruh proses komunikasi antarpribadi ini
selalu memperhatikan keadaan lawan bicara maka dibutuhkan kerjasama yang
baik dalam mengungkapkan isi hati yang satu mengungkapkan dan yang lain
mendengarkan (Hardjana, 2003: 85).
Menurut Mulyana (2001: 73) Komunikasi antar pribadi adalah “komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain baik secara verbal maupun nonverbal.”
Komunikasi antar pribadi terjadi secara langsung antara dua orang atau lebih
secara tatap muka dan ditangkap oleh peserta dengan mengunakan ungkapan
langsung maupun dengan bahasa tubuh yang menunjukan reaksi mereka terhadap
apa yang diungkapkan. Dan keberhasilan dari komunikasi tersebut di tentukan
oleh peserta itu sendiri dimana ada kedekatan dan hubungan yang akrab antara
peserta itu sendiri.
Komunikasi antar pribadi terjadi antara dua orang atau lebih dan terjadi
secara langsung dari komunikasi pribadi ini orang dapat saling mengenal lebih
dalam dan ada keakraban antara dua orang atau lebih dan diharapkan dalam
proses komunikasi antar pribadi setiap pribadi mampu untuk saling mendengarkan
dan ada reaksi entah dengan bahasa tubuh atau dengan kata-kata sehingga terjadi
hubungan yang timbal-balik. Komunikasi antar pribadi ini melibatkan seluruh
perhatian termasuk gerakan tubuh yang semuanya mengandung makna yang dapat
ditangkap oleh yang mendengarkan maupun yang berbicara. Karena keberhasilan
dalam komunikasi antar pribadi ini membutuhkan keterbukaan hati untuk berani
3. Komunikasi antara Suami-Istri
Suami-istri dalam berkomunikasi tidak pernah terlepas dari kesulitan atau
kekacauan komunikasi dengan pasangan semua ini dapat terjadi karena kurang
mendapat pendampingan bagaimana berkomunikasi dengan benar dan mendapat
cara membangun komunikasi yang sehat. Maka, penting untuk memperhatikan
prinsip-prinsip di dalam berkomunikasi yang turut menentukan keberhasilan
sebuah komunikasi itu sendiri.
Budi Abdipatra (2007: 24) mengemukakan bahwa “setiap pasangan penting
memperhatikan prinsip dasar berkomunikasi” seperti:
a. Prinsip dua arah merupakan komunikasi yang sehat yang seharusnya
dilakukan dua pribadi yang seorang menyampaikan suatu masalah kepada
lawan bicaranya dan lawan bicaranya mengerti maksud yang disampaikan
oleh pribadi yang menyampaikan masalah maka komunikasi tersebut dapat
dikatakan tidak mengalami kekacauan.
b. Prinsip sejajar berarti masing-masing pribadi yang berkomunikasi tidak
merasa dirinya lebih hebat. Maka dalam komunikasi diperlukan sikap
kerendahan hati sebagai kunci keberhasilan komunikasi.
c. Prinsip mau mendengarkan dan tidak memberikan argumentasi ataupun
kuliah singkat, berarti masing-masing pribadi mau memberikan telinganya
untuk mendengarkan pendapat lawan bicara.
Kemampuan dalam menempatkan diri dalam situasi dan kondisi, penting
diperhatikan dalam hal ini seseorang diajak untuk tidak bertanya pada diri sendiri
tentang cara terbaik untuk berbicara melainkan seseorang dapat melihat
sampaikan, dan penghargaan penting dilakukan agar orang lain merasakan bahwa
setiap apa yang dikatakan atau diungkapkan tidak berlalu begitu saja (Donald
walters, 2002:11).
Prinsip-prinsip komunikasi tersebut membantu suami istri bisa
berkomunikasi dengan baik karena setiap pribadi diharapkan mampu memberikan
diri untuk rela berbagi dan memperhatikan pasangan dalam mengungkapkan isi
hatinya dan kerelaan untuk mendengarkan sangat dibutuhkan ketika pasangan
mengungkapkan masalah yang dialaminya. Maka, agar mampu melaksanakannya
diharapkan setiap pribadi memiliki sikap rendah hati dan kesetiaan untuk
mendengarkan pribadi yang berbicara dan tidak terjadi kekacauan dalam
berkomunikasi.
Santo Yakobus mengatakan bahwa: “setiap orang hendaklah cepat untuk
mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yak
1:19).
Nasehat ini mengajak orang cepat tanggap dan lebih banyak
mendengarkan tidak cepat untuk berbicara dan tidak cepat marah. Jadi dalam
mendengarkan orang lain yang mengungkapkan isi hatinya perlu memiliki sikap
yang tulus dan memberikan perhatian yang sungguh mendengarkan dengan
sepenuh hati, tidak memberikan komentar atau memotong pembicaraan ketika
lawan bicara sedang berbicara, yang dapat menambah sakit hati atau membakar
kemarahan sehingga semakin mempersulit orang yang sedang berbicara.
Dalam hidup sehari-hari sering orang mendengarkan hanya untuk
memberikan argumentasi, sanggahan, atau kuliah singkat terlebih jika lawan
diungkapkan tanpa disengaja dapat membakar hati, padahal yang dibutuhkan
orang saat itu adalah telinga yang bersedia mendengarkan dengan tulus, karena
mendengarkan dengan tulus mampu melepaskan orang yang mengalami masalah
dari rasa tertekan Budi Abdipatra (2007: 26). Jadi dalam mendengarkan lawan
bicara mengungkapkan masalah yang dialaminya kehadiran orang yang
mendengarkan sangat penting dengan sepenuh hati tanpa harus memberikan
tanggapan yang dapat mengakibatkan orang sakit hati apa lagi kalau komentar
atau tanggapanya keliru. Dengan mampu mendengarkan sepenuh hati maka
seseorang atau lawan bicara dapat menolong orang yang sedang dalam kesulitan
dan dapat menghibur orang lain melalui kehadirannya.
4. Bahasa Komunikasi
Komunikasi antara suami-istri bisa terjalin dengan baik jika mereka mampu
memahami bahasa komunikasi dan melaksanakanya dalam hidup berkeluarga.
Bahasa komunikasi membantu pasangan suami-istri semakin peka terhadap
maksud pasangannya dan memampukan mereka untuk menjalin relasi yang intim
dengan pasangannya.
Bahasa komuniksi Menurut Gilarso (1996: 47) ada empat dan dari empat
bahasa tubuh dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu komunikasi verbal dan non
verbal.
a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan dengan cara
hal yang dibicarakan dalam bahasa komunikasi verbal ialah: tentang pengalaman
kekecewaan, soal pekerjaan, soal anak, merencanakan sesuatu dan menyelesaikan
masalah yang perlu dibahas suami dan istri dengan kata lain saling bertukar
pikiran (Gilarso, 1996: 47). Jadi apa yang dibicarakan dalam komunikasi tersebut
adalah semua pengalaman yang dialami baik yang menggembirakan, kesulitan
yang dialami atau rencana-rancana yang hendak dilakukan serta persoalan yang
harus diselesaikan. Maka suami-istri perlu mengambil waktu untuk membicarakan
dan mengambil waktu untuk duduk bersama membicarakannya.
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan bahasa badan, bertujuan
untuk mengungkapkan cinta, perhatian, dan kasih sayang, melalui: pandangan
mata, senyuman, belaian tangan, duduk berdampingan, gandengan tangan,
pijit-pijitan, pegang-pegangan, rangkulan, ciuman, termasuk sopan santun biasa.
Bahasa badan ini menjadi bagian yang sangat penting untuk membangun suasana
yang akrab dan mesra lepas dari hubungan seks. Bahasa badan dapat memberikan
rasa aman, terlindung, dan menimbulkan rasa akrab (Gilarso, 1996: 50).
Komunikasi dengan menggunakan bahasa badan lebih mengungkapkan ekspresi
dan mengandung makna sekaligus sebagai ungkapan cinta kasih untuk
membangun keakraban antara suami- istri.
Sedangkan hubungan seks adalah komunikasi yang paling intim dan paling
menyeluruh dalam relasi suami-istri, sebagai perwujudan bersatu-padu dengan
jiwa-raga. Seks bukanlah satu-satunya “kegiatan yang dilakukan” untuk mencari
mempersatukan suami-istri dalam kasih mesra. Seks bukanlah sesuatu yang
biologis yang dilakukan dengan alat kelamin, melainkan juga psikologis, emosi,
semangat, dan menyangkut seluruh kepribadian yang tak dapat dipisahkan dari
seluruh keadaan relasi suami-istri.
Hubungan seks bukan hanya masalah tempat tidur melainkan masalah
hubungan sepanjang hari bila hati dekat, hubungan seks juga akan memuaskan,
sebaliknya jika hati tidak merasa dekat maka segala macam cara tidak akan
membantu untuk mendekatkannya. Maka relasi yang baik antara suami dan istri
akan membuat seks menjadi pengalaman yang indah dan membahagiakan
(Gilarso, 1996: 51).
Kedua bagian bahasa komunikasi tersebut sangat membantu suami-istri
untuk menjalin relasi antara pribadi mereka dimana mereka dapat saling
memahami dan berbagi pangalaman untuk mengungkap pengalaman yang mereka
jumpai setiap hari dalam setiap peristiwa hidup mereka dengan ekspresi mereka
masing-masing yang mendorong mereka untuk saling menciptakan suasana yang
akrab dan menggembirakan maka dapat dikatakan bahwa bahasa komunikasi
sangat membantu suami istri dalam berkomunikasi yang baik dan benar.
5. Sikap-sikap dalam Berkomunikasi
Komunikasi menjadi sangat penting bagi suami-istri karena komunikasi
yang baik adalah kunci kebahagiaan suami-istri. Oleh karena itu diperlukan sikap
mampu memahami apa yang menjadi keinginan pasangan dan menangkap maksud
yang diungkapkan suami-istri baik melalui perkataan maupun pekerjaan yang
meningkatkan kualitas hubungan pribadi antar suami-istri dan semakin
mempererat hubungan mereka sehingga menumbuhkan kebahagiaan
(Wignyasumarta, 2000 : 71).
a. Komunikasi yang mengena
Agar komunikasi dapat menjadi lebih baik pentinglah suami-istri
mengetahui dan memahami dasar komunikasi itu sendiri. Dengan memahami
dasar-dasar dalam berkomunikasi diharapkan komunikasi yang dilakukan orang
yang bersangkutan akan bisa terjalin dengan baik dan penuh keakraban.
Menurut Wignyasumarta (2000: 72) komunikasi yang berhasil ditentukan
oleh empat faktor yaitu:
1) Asas Kesamaan
“Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” (Flp 2 : 1-2 ).
Hendaknya suami-istri sehati dan sepikiran yang berarti mempunyai
kesamaan maksud dan sependapat dalam menghadapi segala macam masalah
sedangkan“dalam satu kasih” berarti bersama-sama menghayati kasih yang sama
tidak saling marah, ada kesabaran, tidak semaunya, bertindak adil, tidak cemburu,
sama-sama mencari kebenaran. ”Dalam satu jiwa” berarti bersama-sama
menyetujui mencari kesamaan semangat, mampu melihat perbedaan yang ada
2) Asas kesatuam
Komunikasi bisa terlaksana jika suami-istri memiliki kesamaan pengertian,
kesatuan pikiran, perasaan, kemauan, cita-cita dan hati sebagaimana yang
dilakukan oleh manusia pada kitab Kejadian 11 : 1-6 berikut:
Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya. Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah Sinear, lalu menetaplah mereka di sana.Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan tér gala-gala sebagai tanah liat. Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu,dan Ia berfirman: "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.
Teks ini memberi insfirasi bahwa dalam kehidupan berkeluarga pasangan
suami-istri perlu mengupayakan tiga hal yakni : Kesatuan bahasa, kesatuan tempat
tinggal, kesatuan tindakan. Dari kesatuan bahasa pasangan suami-istri bisa
mewujudkan apa yang mereka cita-citakan dalam hidup bersama, dari kesatuan
tempat tinggal pasangan suami-istri dapat semakin akrab karena suka duka yang
mereka alami dan jalani bersama dalam hidup. Sedangkan dari kesatuan tindakan
pasangan suami-istri dapat saling mendukung, saling melengkapi dan saling
3) Asas Keterbukaan
Salah satu hal yang ikut menentukan keberhasilan komunikasi suami-istri
adalah ”keterbukaan” keterbukaan berasal dari sikap yang tulus dan jujur yang
membebaskan dari rasa curiga dan prasangka.
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. ( Flp 2:5-8).
Nasihat Santo Paulus ini mendorong suami-istri untuk menyatu dan
mengambil sikap terbuka sepenuhnya dan memahami kepentingan pasangannya
sebagai manusia dan mengambil sikap rendah hati, mau mengangkat pasangan
lebih tinggi dari pada dirinya. Dengan memiliki prinsip keterbukaan maka mereka
mampu mendengarkan, menerima saran, koreksi, kesediaan mendengarkan
bisikan Roh Kudus, dorongan untuk minta maaf karena telah menyakiti perasaan
suami atau istri, mampu menerima kritikan dari pasangan tentang apa yang belum
diketahui diri sendiri (Wignyasumarta, 2000: 74).
4) Asas Mengutamakan Pasangan
”jangan kamu didorong oleh cemburu dan gila hormat, melainkan
hendaknya kamu dengan rendah hati memandang sesamamu lebih tinggi dari
dirimu” ( Flp 2:3).
Dalam surat kepada jemaat di Filipi ini, Paulus menekankan agar setiap
menomorsatukan kepentingan pasangan, karena yang menjadi pusat adalah
pasangannya. Maka, melalui sikap tersebut akan memampukan pasangan
suami-istri memiliki cita rasa, kemauan, dan pikiran pasangan sehingga apapun yang
diungkapkan dan yang dilakukan oleh pasangan dapat diterima dan dipahami
dengan baik sehingga komunikasi dapat berjalan dengan mulus karena tidak
mencari kepentingan diri sendiri.
Di dalam mengembangkan komunikasi yang baik, peran dan tangung jawab
suami-istri hendaknya selalu seimbang tidak ada yang saling mendominasi,
keduanya saling terlibat dalam membicarakan hal yang mendukung dalam proses
komunikasi dengan berusaha memperhatikan dasar-dasar dalam berkomunikasi
tersebut sehingga menghasilkan komunikasi yang penuh makna dan membuahkan
kegembiraan bagi suami-istri (Wignyasumarta, 2000: 75).
b. Hambatan komunikasi mengena
Di dalam berkomunikasi antara suami-istri seringkali mengalami berbagai
macam hambatan namun hambatan itu penting untuk diperhatikan agar suami istri
dapat melihatnya secara positif dan tidak lari dari hambatan, sehingga berani
menghadapi dan mengatasi hambatan tersebut. Berbagai hambatan yang sering
muncul dalam melaksanakan komunikasi yang mengena yaitu: sikap tertutup,
egois, sombong, suka mempertahankan kedudukan, tujuan yang tidak searah,
perbedaan bahasa, pengetahuan, pengalaman (Wignyasumarta, 2000 : 76).
“Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan
dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati,
Teks ini mengajarkan kepada pasangan suami-istri untuk belajar rendah
hati terhadap pasangannya dalam berkomunikasi.
Ada begitu banyak cara yang dipakai oleh suami-istri dalam berkomunikasi
yang dapat membatasi kemungkinan terjalinnya keterbukaan dan keintiman di
dalam kehidupan berkeluarga, di mana suami-istri tidak bisa mengkomunikasikan
banyak hal di antara mereka. Semua itu disebabkan antara lain karena baik istri
maupun suami tidak pernah belajar, bagaimana seharusnya berkomunikasi, atau
bisa jadi masing-masing pasangan tidak pernah memberi kesempatan kepada
pasangannya untuk sungguh-sungguh berkomunikasi, bahkan cenderung
menguasai pembicaraan. Sikap yang demikian sering menjadi penghalang
komunikasi yang sehat antar suami-istri (Norman Wright, 2007: 125).
Cara mengatasi penghalang komunikasi menurut (Norman Wright, 2004:
126-127)
1) Berusahalah tetap pada topik pembicaraan semula dan menunjukkan sikap bersedia membicarakan topik tersebut pada kesempatan lain. ”Baiklah kita bahas masalah itu dua hari lagi, karena sebentar ini saya sudah ada janjian.
2) Jangan mengiyakan usahanya untuk mengalihkan pembicaraan tetapi temanilah dia berbicara bersama untuk mencari jalan keluar atas situasi yang sedang dia hadapi.
3) Tanggapilah sejenak topik pembicaraan yang tiba-tiba dimunculkannya, tetapi kembalilah segera ke topik semula.
Dengan melakukan hal tersebut di atas menunjukan sikap memperhatikan
lawan bicara dan usaha untuk mengerti perasaannya dengan tidak mengabaikan
hal yang sebenarnya ingin dibicarakan, sehingga orang yang mengungkapkan
Gilarso (1996: 44) mengatakan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung
dengan baik dalam hidup berkeluarga, maka diperlukan suatu suasana yang
mendukung antara lain:
1) Relasi dengan suami dan istri dinomorsatukan di atas segala-galanya. hal ini terutama soal sikap mau mendengarkan, memperhatikan, menerima, mendengarkan, menyediakan waktu untuk pasangan.
2) Masalah-masalah yang menyangkut kepentingan keluarga mesti dirundingkan bersama, sampai tercapai mufakat, atau paling tidak saling pengertian. Misalnya tentang ekonomi keluarga, hubungan dengan orang tua atau keluarga, pekerjaan, pendidikkan anak, kegiatan dalam masyarakat.
3) Kunci dan syarat mutlak komunikasi adalah kerelaan dan kemampuan untuk mendengarkan, yang berarti tidak hanya membuka telinga untuk apa yang dikatakan, tetapi lebih dari itu yakni membuka hati untuk siapa ia berbicara.
Menurut Norman Wright (2004: 146) agar komunikasi antar pribadi dalam
keluarga berjalan baik, diperlukan beberapa pedoman dalam berkomunikasi antara
lain:
1. Sapalah pasangan anda setelah berpisah (meski beberapa jam) dengan senyum, kata-kata yang menyenangkan, kata-kata pujian, humor, menceritakan pengalaman yang menarik atau keberhasilan yang dicapai dalam sehari itu.
2. Sisihkan waktu untuk beristirahat, setelah lelah bekerja atau setelah mengadakan kegiatan yang menimbulkan stres.
3. Jangan sekali-kali mendiskusikan masalah penting atau serius yang bisa menimbulkan ketidak setujuan saat pasangan suami atau istri dalam keadaan sangat lelah, sedang emosi, tertekan, terluka, atau sakit.
Semua pedoman komunikasi diatas jika dipahami dan dilaksanakan dalam
hidup sehari-hari akan membantu pasangan suami-istri dalam melestarikan
6. Peranan Komunikasi antara Suami-Istri
Peranan komunikasi antara suami-istri membantu menjalin hubungan
yang lebih akrab dalam membangun hidup berkeluarga, membantu untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dan mencari jalan keluar yang
terbaik sehingga persoalan menjadi lebih ringan (Gilarso, 1996: 43).
Komunikasi dapat membantu suami-istri bersikap terbuka, jujur, dan berani
saling mengoreksi kesalahan, sehingga mereka dapat menjalin relasi yang lebih
mendalam. Selain itu komunikasi membantu suami-istri untuk meningkatkan
keharmonisan keluarga, mendorong mereka untuk peka terhadap pasangan,
membantu menata kehidupan menjadi lebih baik (NormanWright, 2004: 238).
Komunikasi membantu pasangan suami-istri, untuk tetap setia memelihara
cinta kasih dan mempertahankan keutuhan perkawinan sehingga mereka mampu
melewati berbagai macam tantangan dalam hidupnya (Tim Publikasi Pastoral
BAB III
GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTARA SUAMI-ISTRI DALAM KEHIDUPAN BERKELUARGA DI LINGKUNGAN ANDREAS RASUL,
PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO, YOGYAKARTA
Komunikasi antara suami-istri merupakan hal yang sangat penting
diperhatikan dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Lewat komunikasi
suami-istri akan memberikan tempat untuk saling berbagi pengalaman suka dan duka
dalam hidup berkeluarga maupun pengalaman rohaninya, yang kesemuanya itu
demi membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Komunikasi yang terjadi
perlu dilandasi sikap saling terbuka, saling menghormati, mau mendengarkan
antar satu dengan yang lainnya.
Menyadari pentingnya komunikasi antara suami-istri, dalam hidup
berkeluarga khususnya, dalam rangka membangun keluarga yang bahagia, maka
dalam bab III ini penulis akan melakukan penelitian tentang situasi keluarga
dalam menciptakan komunikasi suami-istri. Uraian ini dibagi dalam tiga bagian,
pertama mengenai persiapan penelitian, yang meliputi permasalahan penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan pertanyaan penelitian. Kedua mengenai
metodologi penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, tempat dan waktu
penelitian, responden penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data,
A. Metodologi Penelitian 1. Permasalahan Penelitian
a. Bagaimana pemahaman suami-istri tentang komunikasi antar pribadi dalam
keluarga kristiani di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro,
Yogyakarta?
b. Bagaimana situasi komunikasi suami-istri dalam kehidupan berkeluarga di
Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta?
c. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam menjalin komunikasi antara
suami-istri di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro,
Yogyakarta?
d. Bagaimana suami-istri kristiani mengatasi persoalan komunikasi antar
mereka?
e. Apa usaha suami-istri kristiani dalam membangun dan melestarikan hidup
berkeluarga di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro,
Yogyakarta?
2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pemahaman suami-istri tentang komunikasi dalam
keluarga kristiani
b. Mengetahui situasi komunikasi suami-istri kristiani dalam keluarga di
Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam menjalin
komunikasi antar suami-istri dalam keluarga di Lingkungan Andreas Rasul,
d. Untuk mengetahui bagaimana cara suami-istri kristiani mengatasi persoalan
komunikasi antar mereka.
e. Untuk mengetahui cara suami-istri kristiani membangun dan melestarikan
hidup berkeluarga di Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro,
Yogyakarta.
3. Variabel Penelitian
a. Pemahaman suami-istri tentang komunikasi
b. Makna pentingnya komunikasi suami-istri dalam keluarga
c. Bentuk komunikasi suami-istri
d. Factor pendukung dan penghambat dalam berkomunikasi
e. Usaha suami-istri mengatasi komunikasi
f. Bentuk Pandampingan suami-istri
4. Pertanyaan Wawancara
a. Menurut pemahaman anda apa yang dimaksud komunikasi pribadi antara
suami-istri?
b. Mengapa komunikasi antara suami-istri menjadi sangat penting dalam
membangun hidup berkeluarga? Apa peranannya?
c. Komunikasi macam apa yang diperlukan dalam menciptakan keharmonisan
keluarga?
d. Bagaimana pengalaman komunikasi suami-istri yang terjadi selama ini
e. Menurut pengalaman anda, apakah faktor pendukung dan penghambat dalam
menjalin komunikasi antara suami-istri?
f. Bagaimana pengalaman anda mengatasi persoalan komunikasi yang terjadi
antara suami-istri selama ini?
g. Apa Usaha anda sebagai suami-istri kristiani dalam membangun dan
melestarikan hidup berkeluarga?
h. Bentuk pendampingan suami-istri macam apakah yang pernah anda ikuti
selama ini?
i. Pendampingan suami-istri macam apakah yang anda inginkan atau yang anda
butuhkan dalam rangka meningkatkan keharmonisan dan kebahagiaan hidup
berkeluarga?
5. Manfaat Penelitian
Memperoleh masukan guna merancang suatu program pendampingan iman untuk
meningkatkan komunikasi antar suami-istri dalam hidup berkeluarga.
6. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif yang datanya diperoleh dengan wawancara langsung dengan responden.
Pendekatan kualitatif membantu untuk memahami perasaan orang lain, dan untuk
memperoleh data dengan melaksanakan observasi serta wawancara yang
7. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal, 26 September -28 Oktober 2010 di
Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta.
8. Responden penelitian
Responden penelitian adalah suami-istri muda yang masih produktif di
Lingkungan Andreas Rasul, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta yang
berjumlah 10 pasang. Alasan memilih pasangan ini adalah karena sepuluh
pasangan suami-istri tersebut masih tergolong muda, yakni sekitar usia
perkawinan 3, 5, 10, 13, 15, tahun yang belum banyak pengalaman dalam
kehidupan berkeluarga dan rentan terhadap masalah dalam komunikasi
suami-istri serta perlu mendapat pendampingan.
9. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah
dengan studi dokumen, observasi, dan wawancara. Studi dokumen yaitu suatu
cara untuk memperoleh informasi bukan dari orang sebagai nara sumber tetapi
dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan
dalam bentuk budaya, karya seni dan karya pikir ( Djam’an Satori, 2009: 148).
Observasi ialah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti
(Gorys Keraf, 1980: 162). Wawancara ialah suatu cara untuk mengumpulkan data
dengan cara menanyakan langsung kepada orang yang akan memberikan data
(Gorys Keraf, 1980: 161). Instrumen utama dalam penelitian kualitatif ialah
wawancara, dan yang berkontak langsung dengan responden atau pemberi data
(Nasution, 2003: 9).
10. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk uraian kemudian dianalisa atau
dibuat dalam laporan yang tertulis. Namun dalam membuat laporan tersebut
penulis akan merangkumnya, menulis hal-hal yang penting untuk memberi
gambaran yang lebih tajam agar penulis semakin memahami masalah yang sedang
diteliti (Nasution, 1988: 129).
11. Keabsahan Data
Penelitian dinyatakan absah apabila memiliki derajat kepercayaan
(credibility), maka penulis menggunakan validitas dan memberchek. Validitas
adalah ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2008: 267). Penulis mengusahakan
agar data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh responden.
Memberchek adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh
sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data kepada penulis. Setelah
disepakati bersama para pemberi data dapat diminta untuk menandatangani
sebagai bukti, bahwa peneliti telah melakukan memberchek. Apabila data yang
diperoleh disetujui oleh para pemberi data, berarti data itu valid sehingga semakin
B. Laporan Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
a. Sejarah Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta
Berdasarkan Buku Rencana Induk Strategik Pengembangan Paroki Gereja
Kristus Raja Baciro, Yogyakarta (2004: 4-6), dapat digambarkan sejarah Paroki
Kristus Raja Baciro sebagai berikut:
Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta merupakan salah satu paroki yang
berada di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang. Pada tahun 1953 Paroki
Kristus Raja Baciro, Yogyakarta merupakan salah satu kring bagian dari Paroki
Santo Antonius Kota Baru, Yogyakarta. Sehubungan dengan bertambahnya
jumlah umat, dan gedung gereja sudah tidak memadai lagi untuk menampung
umat yang datang merayakan Ekaristi, maka kring Baciro berusaha mencari dan
memiliki tempat ibadat sendiri. Kring Baciro akhirnya mendapatkan tempat di
Pabrik Cerutu Taru Martani, dan diijinkan untuk merayakan Ekaristi setiap hari
Minggu dan hari Raya, umat yang hadir pada saat itu sebanyak 3000 orang. Mulai
saat itu kring Baciro berkembang menjadi stasi, dan yang menjadi Romo Stasi
adalah Rm. De Quay, SJ.
Pada tahun 1956 jumlah umat stasi Baciro semakin bertambah maka Rm.
De Quay, SJ berinisiatif mendirikan bangunan gereja untuk menampung umat dan
menjadikan Stasi Baciro sebagai paroki, dibentuklah panitia pembangunan
gedung gereja dan umat mulai mengumpulkan dana. Panitia inipun disyahkan
oleh uskup Agung Mgr. Albertus Soegiyopranoto,SJ. Usaha penggalangan dana
dilakukan dengan berbagai cara antara lain: sumbangan sukarela dari umat katolik
penyelenggaraan sumbangan berhadiah, pertunjukan wayang orang
“Tjiptokawedar”. Dari penggalangan dana tersebut panitia memperoleh dana
untuk membeli sebidang tanah di daerah Gendeng Cantel, namun karena lokasi
dinilai kurang strategis, akhirnya tanah di Gendeng Cantel dijual. Pada tahun
1961 diputuskan untuk membeli tanah persawahan di Jl. Melati Wetan No.9, dan
membangun gedung gereja dengan ukuran 16 x 28 m². Pada 1962 bangunan
gereja tersebut selesai dibangun, dan tahun tersebut oleh beberapa tokoh pendiri
disepakati sebagai tahun berdirinya paroki Baciro. Sejak saat itulah perayaan
Ekaristi yang semula dilaksanakan di aula Taru Martani, pindah ke gereja Baciro
dengan jumlah umat 2500 jiwa, berdasarkan data kartu paroki Desember 1962.
Pastor Paroki Kristus Raja Baciro yang pertama ialah: Rm. JG. Stormmesand.SJ.
Pada tanggal 27 Oktober 1963, Paroki Kristus Raja Baciro diresmikan
bersamaan dengan selesainya pembangunan panti paroki. Paroki Kristus Raja
Baciro berupaya memperhatikan masyarakat sekitarnya sebagai bentuk
pengabdian bagi masyarakat, maka pada tahun 1964 didirikanlah sekolah Dasar
Katolik Sorowajan dan di Kolombo. Setelah menjadi paroki, Paroki Kristus Raja
Baciro Yogyakarta mengalami banyak perubahan dan perkembangan, seperti:
bertambahnya jumlah kring,komunitas biara, kelompok minat bakat, dan adanya
pertemuan kelompok “purnaman” di kring-kring. Tidak lama kemudian nama
kring diganti menjadi “lingkungan” berdasarkan pedoman keuskupan Agung
Semarang (KAS) 1987. Pada tahun 2004 jumlah lingkungan paroki induk 37
lingkungan, gereja induk berjumlah 24 lingkungan, di gereja pangkalan udara 5