• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENGERTIAN KELUARGA KRISTIANI DAN

B. Komunikasi Antara Suami-Istri

5. Sikap-sikap dalam Berkomunikasi

Komunikasi menjadi sangat penting bagi suami-istri karena komunikasi yang baik adalah kunci kebahagiaan suami-istri. Oleh karena itu diperlukan sikap mampu memahami apa yang menjadi keinginan pasangan dan menangkap maksud yang diungkapkan suami-istri baik melalui perkataan maupun pekerjaan yang dilakukan bersama. Apabila komunikasi terjadi dengan baik maka akan semakin

meningkatkan kualitas hubungan pribadi antar suami-istri dan semakin mempererat hubungan mereka sehingga menumbuhkan kebahagiaan (Wignyasumarta, 2000 : 71).

a. Komunikasi yang mengena

Agar komunikasi dapat menjadi lebih baik pentinglah suami-istri mengetahui dan memahami dasar komunikasi itu sendiri. Dengan memahami dasar-dasar dalam berkomunikasi diharapkan komunikasi yang dilakukan orang yang bersangkutan akan bisa terjalin dengan baik dan penuh keakraban.

Menurut Wignyasumarta (2000: 72) komunikasi yang berhasil ditentukan oleh empat faktor yaitu:

1) Asas Kesamaan

“Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” (Flp 2 : 1-2 ).

Hendaknya suami-istri sehati dan sepikiran yang berarti mempunyai kesamaan maksud dan sependapat dalam menghadapi segala macam masalah sedangkan“dalam satu kasih” berarti bersama-sama menghayati kasih yang sama tidak saling marah, ada kesabaran, tidak semaunya, bertindak adil, tidak cemburu, sama-sama mencari kebenaran. ”Dalam satu jiwa” berarti bersama-sama menyetujui mencari kesamaan semangat, mampu melihat perbedaan yang ada sebagai sesuatu yang memperkuat rasa saling membutuhkan satu sama lain.

2) Asas kesatuam

Komunikasi bisa terlaksana jika suami-istri memiliki kesamaan pengertian, kesatuan pikiran, perasaan, kemauan, cita-cita dan hati sebagaimana yang dilakukan oleh manusia pada kitab Kejadian 11 : 1-6 berikut:

Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya. Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah Sinear, lalu menetaplah mereka di sana.Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan tér gala-gala sebagai tanah liat. Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu,dan Ia berfirman: "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.

Teks ini memberi insfirasi bahwa dalam kehidupan berkeluarga pasangan suami-istri perlu mengupayakan tiga hal yakni : Kesatuan bahasa, kesatuan tempat tinggal, kesatuan tindakan. Dari kesatuan bahasa pasangan suami-istri bisa mewujudkan apa yang mereka cita-citakan dalam hidup bersama, dari kesatuan tempat tinggal pasangan suami-istri dapat semakin akrab karena suka duka yang mereka alami dan jalani bersama dalam hidup. Sedangkan dari kesatuan tindakan pasangan suami-istri dapat saling mendukung, saling melengkapi dan saling membutuhkan satu dengan yang lain.

3) Asas Keterbukaan

Salah satu hal yang ikut menentukan keberhasilan komunikasi suami-istri adalah ”keterbukaan keterbukaan berasal dari sikap yang tulus dan jujur yang membebaskan dari rasa curiga dan prasangka.

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. ( Flp 2:5-8).

Nasihat Santo Paulus ini mendorong suami-istri untuk menyatu dan mengambil sikap terbuka sepenuhnya dan memahami kepentingan pasangannya sebagai manusia dan mengambil sikap rendah hati, mau mengangkat pasangan lebih tinggi dari pada dirinya. Dengan memiliki prinsip keterbukaan maka mereka mampu mendengarkan, menerima saran, koreksi, kesediaan mendengarkan bisikan Roh Kudus, dorongan untuk minta maaf karena telah menyakiti perasaan suami atau istri, mampu menerima kritikan dari pasangan tentang apa yang belum diketahui diri sendiri (Wignyasumarta, 2000: 74).

4) Asas Mengutamakan Pasangan

”jangan kamu didorong oleh cemburu dan gila hormat, melainkan hendaknya kamu dengan rendah hati memandang sesamamu lebih tinggi dari dirimu” ( Flp 2:3).

Dalam surat kepada jemaat di Filipi ini, Paulus menekankan agar setiap orang memiliki sikap mengutamakan orang lain (pasangan) dengan

menomorsatukan kepentingan pasangan, karena yang menjadi pusat adalah pasangannya. Maka, melalui sikap tersebut akan memampukan pasangan suami-istri memiliki cita rasa, kemauan, dan pikiran pasangan sehingga apapun yang diungkapkan dan yang dilakukan oleh pasangan dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga komunikasi dapat berjalan dengan mulus karena tidak mencari kepentingan diri sendiri.

Di dalam mengembangkan komunikasi yang baik, peran dan tangung jawab suami-istri hendaknya selalu seimbang tidak ada yang saling mendominasi, keduanya saling terlibat dalam membicarakan hal yang mendukung dalam proses komunikasi dengan berusaha memperhatikan dasar-dasar dalam berkomunikasi tersebut sehingga menghasilkan komunikasi yang penuh makna dan membuahkan kegembiraan bagi suami-istri (Wignyasumarta, 2000: 75).

b. Hambatan komunikasi mengena

Di dalam berkomunikasi antara suami-istri seringkali mengalami berbagai macam hambatan namun hambatan itu penting untuk diperhatikan agar suami istri dapat melihatnya secara positif dan tidak lari dari hambatan, sehingga berani menghadapi dan mengatasi hambatan tersebut. Berbagai hambatan yang sering muncul dalam melaksanakan komunikasi yang mengena yaitu: sikap tertutup, egois, sombong, suka mempertahankan kedudukan, tujuan yang tidak searah, perbedaan bahasa, pengetahuan, pengalaman (Wignyasumarta, 2000 : 76).

“Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol 3:12).

Teks ini mengajarkan kepada pasangan suami-istri untuk belajar rendah hati terhadap pasangannya dalam berkomunikasi.

Ada begitu banyak cara yang dipakai oleh suami-istri dalam berkomunikasi yang dapat membatasi kemungkinan terjalinnya keterbukaan dan keintiman di dalam kehidupan berkeluarga, di mana suami-istri tidak bisa mengkomunikasikan banyak hal di antara mereka. Semua itu disebabkan antara lain karena baik istri maupun suami tidak pernah belajar, bagaimana seharusnya berkomunikasi, atau bisa jadi masing-masing pasangan tidak pernah memberi kesempatan kepada pasangannya untuk sungguh-sungguh berkomunikasi, bahkan cenderung menguasai pembicaraan. Sikap yang demikian sering menjadi penghalang komunikasi yang sehat antar suami-istri (Norman Wright, 2007: 125).

Cara mengatasi penghalang komunikasi menurut (Norman Wright, 2004: 126-127)

1) Berusahalah tetap pada topik pembicaraan semula dan menunjukkan sikap bersedia membicarakan topik tersebut pada kesempatan lain. ”Baiklah kita bahas masalah itu dua hari lagi, karena sebentar ini saya sudah ada janjian.

2) Jangan mengiyakan usahanya untuk mengalihkan pembicaraan tetapi temanilah dia berbicara bersama untuk mencari jalan keluar atas situasi yang sedang dia hadapi.

3) Tanggapilah sejenak topik pembicaraan yang tiba-tiba dimunculkannya, tetapi kembalilah segera ke topik semula.

Dengan melakukan hal tersebut di atas menunjukan sikap memperhatikan lawan bicara dan usaha untuk mengerti perasaannya dengan tidak mengabaikan hal yang sebenarnya ingin dibicarakan, sehingga orang yang mengungkapkan masalah di muka merasa dihargai.

Gilarso (1996: 44) mengatakan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik dalam hidup berkeluarga, maka diperlukan suatu suasana yang mendukung antara lain:

1) Relasi dengan suami dan istri dinomorsatukan di atas segala-galanya. hal ini terutama soal sikap mau mendengarkan, memperhatikan, menerima, mendengarkan, menyediakan waktu untuk pasangan.

2) Masalah-masalah yang menyangkut kepentingan keluarga mesti dirundingkan bersama, sampai tercapai mufakat, atau paling tidak saling pengertian. Misalnya tentang ekonomi keluarga, hubungan dengan orang tua atau keluarga, pekerjaan, pendidikkan anak, kegiatan dalam masyarakat.

3) Kunci dan syarat mutlak komunikasi adalah kerelaan dan kemampuan untuk mendengarkan, yang berarti tidak hanya membuka telinga untuk apa yang dikatakan, tetapi lebih dari itu yakni membuka hati untuk siapa ia berbicara.

Menurut Norman Wright (2004: 146) agar komunikasi antar pribadi dalam keluarga berjalan baik, diperlukan beberapa pedoman dalam berkomunikasi antara lain:

1. Sapalah pasangan anda setelah berpisah (meski beberapa jam) dengan senyum, kata-kata yang menyenangkan, kata-kata pujian, humor, menceritakan pengalaman yang menarik atau keberhasilan yang dicapai dalam sehari itu.

2. Sisihkan waktu untuk beristirahat, setelah lelah bekerja atau setelah mengadakan kegiatan yang menimbulkan stres.

3. Jangan sekali-kali mendiskusikan masalah penting atau serius yang bisa menimbulkan ketidak setujuan saat pasangan suami atau istri dalam keadaan sangat lelah, sedang emosi, tertekan, terluka, atau sakit.

Semua pedoman komunikasi diatas jika dipahami dan dilaksanakan dalam hidup sehari-hari akan membantu pasangan suami-istri dalam melestarikan keharmonisan keluarga dan mencapai kebahagiaan.

Dokumen terkait