• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pastoral Bagi Keluarga-Keluarga Katolik

BAB IV PASTORAL BAGI KELUARGA-KELUARGA KATOLIK

4.2 Pastoral Bagi Keluarga-Keluarga Katolik

Sebagai satu dari tujuh sakramen, perkawinan juga merupakan jalan menuju keselamatan. Allah sendiri hadir dan memberkati perkawinan, “Ia bermaksud mengizinkan manusia, untuk secara khusus ikut serta dalam karya penciptaan-Nya sendiri, dan memberkati pria maupun wanita sambil berfirman:

“Beranak-cucu dan bertambah banyaklah” [(Kej 1:28) GS 50]207. Menurut Thomas Aquinas, sakramen-sakramen terkait erat dengan momen-momen kehidupan orang beriman yang bersumber dan bermuara pada Ekaristi.

Peranan Gereja untuk mendampingi keluarga-keluarga Katolik sangat mendesak. Pastoral bagi mereka perlu terus dikembangkan sebab pewartaan Injil di masa mendatang bergantung pada keluarga-keluarga (FC 65). Pastoral bagi keluarga-keluarga Katolik idealnya diberikan baik di tingkat paroki, stasi, wilayah, maupun lingkungan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing tingkat208. Para gembala umat memiliki kewajiban untuk memberikan pendampingan kepada umat beriman kristiani supaya perkawinan mereka senantiasa dipelihara dalam semangat kristiani dan berkembang dalam kesempurnaan (Kan. 1063).

207 Bdk. Augustin, “St. Augustin: Homilies on the Gospel of John”, dalam P. Schaff (ed), Nicene and Post-Nicene Fathers of the Christian Church Vol. VII, Eerdmans, Michigan, 1983, 63:

“For they too, together with the whole Church, attain to a marriage, a marriage in which Christ is the Bridegroom. And for this cause, therefore, did the Lord, on being invited, come to the marriage, to confirm conjugal chastity, and to show forth the sacrament of marriage.”

208 Al. Purwahadiwardaya, “Pendampingan Keluarga di Paroki”, dalam E. Martasudjita (ed), Gereja yang Melayani dengan Rendah Hati, Kanisius, Yogyakarta, 2009, 159.

4.2.1 Persiapan Pernikahan

Dunia yang berubah karena globalisasi dan sekularisasi membuat nilai-nilai luhur perkawinan terancam sehingga sangat mungkin mempengaruhi keluarga-keluarga masa kini209. Hal ini harus ditanggapi dengan upaya yang lebih besar dari komunitas kristiani untuk mempersiapkan mereka yang akan menikah210. Gereja perlu mempersiapkan kaum muda yang mendapat panggilan hidup berkeluarga211.

Demi kekudusan perkawinan, laki-laki dan perempuan yang akan menikah harus mempersiapkan perkawinan mereka dengan baik. Menurut Familiaris Consortio artikel 66, persiapan perkawinan sebaiknya dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Proses persiapan itu mencakup persiapan jauh, persiapan dekat, dan persiapan langsung. Nilai-nilai kebajikan perlu dimasukkan dalam berbagai tahap persiapan tersebut.

4.2.1.1 Persiapan Jauh

Persiapan jauh sebaiknya dimulai sejak masa kanak-kanak. Nilai-nilai kristiani dan kemanusiaan (moral) perlu ditumbuhkan dalam tiap tahap

209 Pope Francis, Lineamenta, Libreria Editrice Vaticana, art.38: “The complex social reality and the changes affecting the family today require a greater effort on the part of the whole Christian community in preparing those who are about to be married. The importance of the virtues needs to be included. Among these, chastity proves invaluable in the genuine growth of love between persons. In this regard, the synod fathers jointly insisted on the need to involve the entire community more extensively by favouring the witness of families themselves and including preparation for marriage in the course of Christian Initiation as well as emphasizing the connection between marriage, Baptism and the other sacraments. Likewise, they felt that specific programmes were needed in preparing couples for marriage, programmes that create a true experience of participation in ecclesial life and thoroughly treat the various aspects of family life.”

210 Pope Francis, Lineamenta, Libreria Editrice Vaticana, art. 38.

211 John Paul II, Familiaris Consortio, art. 1, 66.

pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal itu perlu dilakukan dengan teladan dari orangtua, bersekolah di sekolah katolik, serta katekese atau pembinaan rohani. Mengajak anak-anak untuk dekat dengan Gereja juga sangat penting untuk mengembangkan iman mereka. Peran orangtua dan anggota keluarga yang lain sangat diperlukan pada masa ini. Sekolah katolik biasanya mengajarkan nilai-nilai kekatolikan sekaligus membina pergaulan dengan teman-teman seiman maupun beda agama tanpa terseret . Perkembangan anak-anak dalam nilai-nilai kristiani akan berpengaruh pada sikap dan perilaku mereka di masa mendatang.

4.2.1.2 Persiapan Dekat

Persiapan dekat dilakukan melalui pendampingan remaja dan kaum muda.

Dalam rentang usia ini, mereka mulai berpacaran dan semakin dekat dengan pernikahan. Sakramen-sakramen inisiasi (Baptis, Penguatan, dan Ekaristi) pada umumnya sudah mereka terima dalam masa ini. Katekese dan pembinaan rohani sebaiknya terus diberikan secara periodik, misalnya pembinaan rohani dalam retret, rekoleksi, kegiatan OMK, dan weekend moral. Berbagai bentuk persiapan ini hendaknya mengutamakan pergaulan dengan teman-teman seiman dan menyajikan gambaran tentang perkawinan sebagai panggilan yang luhur dan menguduskan.

Persiapan dekat selanjutnya adalah persiapan hidup berkeluarga dalam bentuk kursus. Kursus persiapan perkawinan ini ditujukan bagi mereka yang sudah bertunangan atau sudah terarah pada pernikahan.

4.2.1.3 Persiapan Langsung

Persiapan langsung atau pendampingan calon pengantin diadakan dalam bulan-bulan terakhir menjelang pernikahan. Persiapan langsung idealnya dilaksanakan dalam waktu sekitar tiga bulan menjelang hari pernikahan. Persiapan ini antara lain penyelidikan kanonik oleh pastor paroki, penerimaan Sakramen Tobat, pengurusan dispensasi (jika perlu), pengumuman pernikahan di gereja, pengurusan administrasi untuk pencatatan sipil, pemantapan oleh pastor paroki atau Seksi Kerasulan Keluarga (SKK), konsultasi dengan imam yang akan memimpin liturgi pernikahan, dan persiapan pesta pernikahan. Patut menjadi perhatian bahwa calon mempelai sebaiknya tidak menghabiskan banyak pikiran, perhatian, dan tenaga hanya untuk pesta nikah. Sebab yang terpenting dari seluruh persiapan adalah kesiapan mental dan spiritual sehingga calon mempelai layak menerima sakramen perkawinan212.

4.2.2 Pastoral Seusai Pernikahan

Tidak ada perkawinan yang bebas dari permasalahan. Tahun-tahun awal perkawinan merupakan periode yang vital dan sensitif213. Pasangan suami-istri harus beradaptasi dan menyelaraskan (tune in) ritme hidup, kebiasaan dan sifat-sifat mereka yang belum tampak saat pacaran. Dalam proses ini, pasangan menghadapi tantangan dalam hidup berkeluarga. Sebab itu pastoral keluarga pasca pernikahan sangat dibutuhkan demi keselamatan perkawinan (FC 69).

212 Al. Purwahadiwardaya, Persiapan dan Penghayatan Perkawinan Katolik, Kanisius, Yogyakarta, 1994, 13.

213 Pope Francis, Lineamenta, Libreria Editrice Vaticana, art. 39.

Berkenaan dengan hal ini, peran suami-istri yang sudah berpengalaman dan teruji kualitas hidup perkawinannya sangat dibutuhkan. Mereka menjadi pasangan yang ideal untuk melayani pasangan muda. Selain itu, pasangan muda perlu terus mengembangkan spiritualitas perkawinan melalui doa dan Ekaristi.

Sementara itu, paroki perlu mengadakan liturgi yang menarik dan bermakna, praktek devosi yang diperuntukkan bagi keluarga, dan Ekaristi yang dirayakan khusus untuk keluarga-keluarga yang berulang tahun perkawinan.

Pastoral bagi keluarga yang dilaksanakan di paroki sebaiknya diatur sebagai berikut:

a) Keluarga dalam kondisi biasa. Mereka adalah keluarga-keluarga yang memiliki masalah tetapi mampu diatasi sendiri. Meski berada dalam

“kondisi biasa” namun mereka tetap perlu didampingi demi adanya kesetiaan dalam perkawinan.

b) Keluarga dalam kondisi sulit/khusus. Keluarga-keluarga yang berada dalam kondisi khusus atau sulit pada umumnya kurang mampu menangani sendiri permasalahan mereka. Ada pula pasangan yang malah “tutup mata”

terhadap permasalahan dalam keluarganya sendiri. Situasi itu dapat memicu terjadinya ketidaksetiaan dalam perkawinan. Keluarga-keluarga yang berada dalam kondisi khusus/sulit, antara lain:

 Keluarga dalam perkawinan belum sah

 Keluarga „single parent‟

 Keluarga cerai sipil

 Keluarga yang sedang pisah (pisah ranjang/pisah rumah)

 Keluarga dengan „harta terpisah‟

 Keluarga yang tidak memperoleh anak

 Keluarga dalam konflik berat karena perselingkuhan / KDRT / kesulitan ekonomi

 Keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus

 Keluarga dari perkawinan beda agama dan campur

 Keluarga dengan perkawinan yang tidak dapat disahkan

4.2.3 Struktur Pastoral Bagi Keluarga

Pastoral bagi keluarga harus dilaksanakan secara bertanggung jawab melalui struktur-struktur Gereja oleh para pekerja pastoralnya. Pastoral di paroki ditangani oleh pastor paroki sebagai penanggung jawab sekaligus pelaksananya.

Ia sebaiknya didampingi oleh kelompok atau Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) yang merupakan bagian dari Dewan Paroki Harian. Tugas SKK adalah membantu pastor paroki untuk mengurus pastoral bagi keluarga. Selanjutnya di lingkungan pengurus lingkungan harus peduli dengan keluarga-keluarga dalam wilayah yang dilayani. Pengurus lingkungan bisa didampingi oleh suami-istri senior yang dipercaya untuk mendampingi keluarga-keluarga bermasalah di lingkungan yang bersangkutan. Lebih baik lagi jika ada Seksi Kerasulan Keluarga di tingkat Lingkungan (SKKL). Dalam lingkup Gereja lokal ada perserikatan keluarga-keluarga yang mau membantu keluarga-keluarga-keluarga-keluarga bermasalah.

4.2.4 Pelaksana Pastoral Bagi Keluarga

Pelaksana pastoral bagi keluarga tentu saja harus terdiri dari orang-orang yang telah dipersiapkan dan mendapatkan pembekalan yang memadai tentang pastoral kerasulan keluarga (FC 70§3). Para pelaksana yang penting adalah:

a) Para Uskup dan para Imam. Sebagai gembala umat di keuskupannya, Uskup beserta para Imam mengemban tanggung jawab utama atas pastoral bagi keluarga. Ia wajib memberikan perhatian istimewa terhadap pastoral bagi keluarga. Di tingkat keuskupan sebaiknya ada Komisi Kerasulan Keluarga.

b) Para religius pria maupun wanita yang bersedia terlibat dalam pastoral bagi keluarga hendaknya diberikan pembekalan tentang pastoral bagi keluarga. Mereka dapat menyediakan karya mereka sendiri untuk membantu keluarga-keluarga, misalnya melalui pendidikan, kesehatan, dan karya-karya sosial-karitatif.

c) Para ahli awam dari berbagai profesi (para dokter, ahli hukum, psikolog/konselor, pekerja-pekerja sosial, para konsultan, dan sebagainya), baik perseorangan maupun berkelompok diharapkan memberikan sumbangan bagi keluarga-keluarga sehingga menghasilkan buah-buah yang berdampak luas bagi Gereja dan masyarakat.

d) Media komunikasi sosial dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi keluarga. Sebab itu media komunikasi sosial hendaknya digunakan secara terkendali, kritis, waspada, bijaksana, dan terpantau demi menjaga nilai-nilai. Orangtua diharap menyaring atau menyeleksi

program-program dan media komunikasi demi tumbuh-kembang anak sekaligus demi dinamika keluarga yang positif. Media diharap menyajikan program-program yang bermanfaat supaya nilai-nilai manusiawi yang mendasar tidak terabaikan atau menghilang. Akhirnya, menjadi kewajiban Gereja pula untuk mendorong dan mendukung orang-orang Katolik yang terjun dalam bidang media agar mereka berada di jalur yang benar dengan memperjuangkan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Gereja, melalui Komisi Komunikasi Sosial, bertugas mendorong dan memfasilitasi terlaksananya pastoral melalui media komunikasi sosial (bdk. Kan. 822; Inter Mirifica no. 13)214.

4.3 Pastoral Bagi Keluarga di Paroki dalam Keuskupan Agung Jakarta