• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II AJARAN TENTANG PERKAWINAN DALAM GEREJA

2.4 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil beberapa poin penting berkaitan dengan ajaran Gereja Katolik tentang perkawinan. Perkawinan merupakan konsekuensi dari adanya seksualitas yang diciptakan Tuhan.

Perkawinan adalah lembaga yang didirikan dan diatur oleh Allah Pencipta, seperti terungkap dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci.

Kisah penciptaan manusia dalam Kej 1 dan Kej 2 menjadi dasar teologi perkawinan. Di sana ditegaskan bahwa Allah menciptakan perempuan bagi laki-laki sebagai penolong yang sepadan kemudian Ia memberkati dan mempersatukan mereka. Sementara itu, menurut kitab Hosea, kesetiaan perkawinan merupakan lambang kesetiaan Allah kepada Israel.

165 C. Groenen, Perkawinan Sakramental, 386; Gaudium et Spes no. 48.

166 C. Groenen, Perkawinan Sakramental, 386.

Menurut Injil Markus, Yesus dengan otoritas-Nya menegakkan kembali keluhuran martabat perkawinan sesuai yang dikehendaki Allah sejak semula167. Yesus mengajarkan bahwa perkawinan bersifat unitas dan indissolubilitas. Yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia. Allah menghendaki perkawinan yang utuh dan eksklusif.

Rasul Paulus menyampaikan ajaran tentang perkawinan dalam Efesus 5:22-33. Di dalamnya, Paulus menyajikan norma bagi suami-istri. Suami-istri harus saling mengasihi seperti Kristus mengasihi Gereja-Nya. Misteri itu menjadi dasar sifat perkawinan sakramen yaitu unitas dan indissolubilitas.

Gereja meneruskan ajaran Kitab Suci itu. Ajaran Paus Leo XIII yang dituangkan dalam ensiklik Arcanum masih menyebut perkawinan sebagai kontrak.

Kemudian Paus Pius XI melanjutkan ajaran Paus Leo XIII dengan mengeluarkan ensiklik Casti Connubii pada peringatan 50 tahun ensiklik Arcanum. Isi ensiklik Casti Connubii hampir sama dengan Arcanum. Dua ensiklik di atas berusaha mempertahankan keluhuran martabat perkawinan di tengah arus modernisasi, antara lain dengan menentang perceraian, penggunaan alat pengendali kelahiran dan aborsi. Sejak Konsili Ekumenis Vatikan II, Gereja lebih membuka diri terhadap dunia modern. Konsili Vatikan II menggunakan kata perjanjian (foedus) dalam mendefinisikan perkawinan, karena kata perjanjian lebih bersifat biblis daripada kata kontrak.

Tak lama setelah terbitnya Dokumen Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI mengeluarkan ensiklik Humanae Vitae. Ensiklik ini terkenal akan isinya yang

167 Kej 1:27; 2:24.

mengecam dan melarang penggunaan alat pengendali kelahiran (kontrasepsi).

Ensiklik ini mengundang banyak sekali pro-kontra baik di dalam maupun di luar Gereja Katolik. Pada tahun 1987 Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan Seruan Apostolik Familiaris Consortio yang ditujukan kepada keluarga-keluarga, khususnya mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk menikah, serta semua suami–istri dan orangtua di dunia ini. Familiaris Consortio memang belum menyelesaikan semua persoalan perkawinan, namun ajaran ini memberikan sumbangan besar bagi teologi perkawinan.

Perkawinan dalam Gereja Katolik juga diatur dalam KHK 1983, yang tentu saja didasarkan pada Kitab Suci dan Magisterium. Hukum ini mengatur perkawinan orang-orang katolik dan orang-orang non-katolik yang hendak menikah dengan orang katolik. Hukum perkawinan kanonik memuat intisari teologi perkawinan yang berisi hakikat, tujuan, dan sifat perkawinan katolik.

Perkawinan dua orang terbaptis diangkat ke martabat sakramen oleh Kristus168. Sakramen memberikan rahmat pengudus, rahmat istimewa yang menyempurnakan cinta kodrati suami-istri, serta hak atas rahmat yang diperlukan untuk melaksanakan tugas sebagai suami-istri169. Ikatan perkawinan sakramen diperkuat dengan rahmat istimewa yang berasal dari Kristus170. Sakramen perkawinan itu melambangkan kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya yang tak terceraikan. Suami-istri terbaptis menghadirkan kesatuan Kristus-Gereja. Mereka

168 KHK 1983 kan. 1055 §2; Ef 5:22-33.

169 Al. Purwahadiwardaya, Perkawinan dalam Tradisi Katolik, 57.

170 CCC, no. 1642.

mendapat tugas untuk saling menguduskan. “Perkawinan” Kristus-Gereja harus menjadi teladan bagi perkawinan kristiani.

BAB III

PENELITIAN TERHADAP PARA PASANGAN SUAMI-ISTRI PAROKI SANTO ANTONIUS PADUA DI BIDARACINA

3.1 Pengantar

Penulis melakukan penelitian dalam rangka mengetahui kesesuaian antara ajaran Gereja tentang sakramen perkawinan dan kondisi faktual umat di lapangan.

Topik penelitian lapangan adalah pemahaman dan penghayatan para suami-istri katolik atas nilai-nilai sakramen perkawinan. Bab ini memaparkan hasil penelitian penulis terhadap para pasangan suami-istri di Paroki Santo Antonius Padua Bidaracina.

Penulis membahas prosedur penelitian terlebih dulu, kemudian membuat analisa terhadap hasil penelitian. Pembahasan mengenai prosedur penelitian memberikan gambaran tentang proses penelitian di lapangan, sedangkan analisa atas hasil penelitian adalah interpretasi penulis terhadap hasil penelitian. Penulis akan menggunakan analisa atas hasil penelitian sebagai landasan refleksi teologis tentang pemahaman dan penghayatan sakramen perkawinan.

3.2 Prosedur Penelitian

Hal-hal mengenai sakramen perkawinan pada bab II menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian lapangan. Penulis mencari kesesuaian antara ajaran Gereja tentang sakramen perkawinan dan realita hidup perkawinan dua orang

katolik. Langkah pertama, penulis melakukan observasi terhadap beberapa pasangan suami-istri yang terlibat aktif di paroki St. Antonius Padua, Bidaracina.

Langkah kedua, penulis mengadakan penelitian untuk mengukur tingkat pemahaman dan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan pada pasangan-pasangan suami-istri katolik di paroki tersebut.

3.2.1 Metode dan Tipe Penelitian

Penulis melakukan penelitian dalam dua tahap. Tahap pertama, penelitian kuantitatif. Tahap kedua, penelitian kualitatif. Analisa atas penelitian kuantitatif dan kualitatif itu lalu dipadukan dan dibandingkan dengan ajaran Gereja tentang sakramen perkawinan. Metode ini disebut metode kombinasi (mixed method171).

Metode kombinasi menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif secara berkesinambungan atau secara gabungan. Dalam proses penelitian ini, penulis melakukan penelitian kuantitatif berbarengan dengan penelitian kualitatif. Data kualitatif digunakan untuk memperdalam beberapa variabel dari data kuantitatif.

Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami dan menganalisa fenomena sosial172.

Penulis meneliti di Paroki St. Antonius Padua Bidaracina sebab respon umat untuk menjadi responden dalam penelitian ini cukup baik dan terbuka.

Paroki ini juga merupakan paroki tempat penulis berasal sehingga memudahkan

171 J.W. Creswell, Research Design: Qualitative, quantitative, and mixed method approaches, 2003, USA, Sage Publications, 15-17.

172 H. Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, 2010, Jakarta, Salemba Humanika, 29.

pengumpulan data. Sasaran subjek penelitian (sample) adalah pasangan-pasangan suami-istri katolik dengan usia perkawinan antara 20-30 tahun yang hidup perkawinannya “berhasil”. Kematangan suami-istri pada usia perkawinan tersebut sudah cukup, namun para suami-istri masih menghadapi banyak tantangan.

Dalam penelitian ini, penulis memilih model Concurrent Triangulation173 (triangulasi serentak). Model ini merupakan metode kombinasi yang paling familiar bagi para peneliti. Pendekatan ini dipilih karena peneliti memakai dua metode berbeda (kuantitatif dan kualitatif) dalam rangka mengonfirmasi, cross-validitas, atau kolaborasi temuan dalam sekali jalan. Model ini dimaksudkan untuk memadukan data kuantitatif dan data kualitatif, sehingga metode yang satu dapat melengkapi atau memperkuat metode yang lain. Dalam pendekatan ini, pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif dilakukan serentak kemudian hasilnya dipadukan. Proses pemaduan ini dilakukan dalam satu fase penelitian.

Strategi ini mengintegrasikan hasil dari dua metode selama fase interpretasi.

Model mixed method tradisional ini memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan hasil yang tervalidasi dengan baik melalui penemuan yang mendasar (substansial).

Waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan data pun lebih singkat daripada model berkesinambungan (sekuensial).

Metode ini dilakukan secara bertahap untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Para suami-istri katolik di paroki adalah populasi sedangkan responden yang usia perkawinan antara 20-30 tahun adalah sampel. Pengumpulan data kuantitatif menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Analisa data

173 J.W. Creswell, Research Design: Qualitative, quantitative, and mixed method approaches, 2003, USA, Sage Publications, 217.

kuantitatif bersifat statistik dan deduktif. Tujuannya untuk menguji hipotesa.

Pengumpulan data kualitatif menggunakan teknik wawancara mendalam (depth interview). Analisa data kualitatif bersifat deskriptif dan induktif. Tujuannya untuk mendukung atau mengembangkan hipotesa atau malah menemukan teori baru. Selain itu, data kualitatif berguna untuk mengkaji lebih dalam dan menguatkan data numerik. Perpaduan data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif sehingga memperoleh kesimpulan apakah hipotesa terbukti atau tidak.

Ciri khas penelitian kuantitatif dan kualitatif akan dijelaskan sebagai berikut:

a) Kuantitatif

Ciri khas pendekatan kuantitatif adalah deskripsi objektif atas suatu data lapangan yang memperjelas suatu fenomena tertentu. Data yang dikumpulkan berupa data-data numerik. Data yang terkumpul kemudian dianalisa untuk mengetahui sejauh mana para suami-istri katolik di paroki memahami dan menghayati nilai-nilai sakramen perkawinan.

Pendekatan kuantitatif berpijak pada hal-hal yang bersifat konkret, dapat diuji, dan menghasilkan data faktual. Tujuan pendekatan ini adalah menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar variabel, memberikan deskripsi statistik, dan menginterpretasikan data174. Pendekatan kuantitatif memerlukan variabel-variabel sebagai objek penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penulis menyebarkan kuesioner kepada seratus pasang

174 J. Sarwono, Mixed Methods: Cara menggabung riset kuantitatif dan riset kualitatif secara benar,2011, Jakarta, Elex Media Komputindo, 19.

responden. Pemilihan responden menggunakan teknik random sampling.

Pendekatan ini menghasilkan data berupa angka-angka statistik. Oleh sebab itu, pendekatan ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang lebih tinggi. Setelah itu penulis menginterpretasi data untuk melihat pemahaman nilai, pengaruh iman dalam penghayatan sakramen perkawinan dan membuat kesimpulan akhir (setelah dipadukan dengan data kualitatif).

b) Kualitatif

Ciri khas pendekatan kualitatif adalah kajian secara mendalam terhadap suatu fenomena tertentu dengan melibatkan sedikit responden sebagai sasaran riset. Data yang dikumpulkan berupa data-data verbal. Data yang terkumpul dianalisa dalam bentuk verbatim untuk memperdalam beberapa pertanyaan terkait dengan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan. Penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap dua puluh pasang responden sebagai sampel.

Berdasarkan tipenya, penelitian terhadap para suami-istri di Paroki St.

Antonius Padua Bidaracina digolongkan sebagai penelitian eksplanatif (explanatory research). Penelitian ini menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian untuk menguji rumusan hipotesa. Penelitian ini dapat dikatakan penelitian evaluasi sebab penulis berusaha mencocokkan antara ajaran Gereja tentang sakramen perkawinan dan realita di lapangan. Hal yang diteliti adalah sejauh mana pemahaman dan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan para suami-istri mempengaruhi ketercapaian ciri-ciri hakiki perkawinan.

Teknik-teknik yang dipakai penulis dalam penelitian adalah observasi, wawancara, kuesioner, pengujian dalam persentase dan penelitan dokumen.

Proses interpretasi gabungan data didasarkan pada Kitab Suci, magisterium, dan hukum perkawinan kanonik. Setelah interpretasi akan diperoleh kesimpulan akhir dalam melihat pengaruh pemahaman dan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan terhadap keutuhan dan kesetiaan perkawinan.

3.2.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Paroki Santo Antonius Padua, Bidaracina. Paroki ini terletak di Dekenat Jakarta Timur, Keuskupan Agung Jakarta. Paroki ini memiliki 67 lingkungan yang terkoordinasi dalam 14 wilayah. Wilayah-wilayah paroki memiliki kondisi sosio-kultural yang berbeda-beda. Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 28 Agustus hingga 21 September 2014.

3.2.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman dan penghayatan para pasangan suami-istri katolik di Paroki Santo Antonius Padua, Bidaracina mengenai nilai-nilai sakramen perkawinan sekaligus kesulitan-kesulitan yang dialami dalam hidup berkeluarga. Kedua hal itu kemudian dihubungkan untuk melihat pengaruh antara pemahaman nilai-nilai sakramen perkawinan dengan kesetiaan perkawinan para pasangan suami-istri katolik dalam hidup berkeluarga.

3.2.4 Variabel Penelitian

Penelitian terhadap para suami-istri katolik di Paroki Santo Antonius Padua Bidaracina memiliki tiga variabel, yaitu:

a. Pemahaman para pasangan suami-istri terhadap nilai-nilai sakramen perkawinan

b. Pengaruh iman para pasangan suami-istri terhadap penghayatan sakramen perkawinan

c. Penghayatan kesetiaan perkawinan para pasangan suami-istri

Penelitian ini bermaksud melihat pengaruh antara ketiga variabel tersebut. Dua variabel pertama adalah variabel utama berkaitan dengan pemahaman responden mengenai nilai-nilai sakramen perkawinan. Sedangkan variabel ketiga adalah variabel pendukung berkaitan dengan kesetiaan perkawinan seumur hidup.

Ketiga variabel tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan tertutup, pertanyaan terbuka, dan pertanyaan semi terbuka. Hubungan-hubungan di antara variabel-variabel tersebut juga akan terlihat melalui proses penelitian ini.

Hubungan yang mungkin timbul antara variabel-variabel tersebut adalah hubungan sebab-akibat dan hubungan timbal-balik. Peneliti dapat menemukan jawaban atas rumusan masalah penelitian dengan memahami hubungan yang ada antara variabel-variabel tersebut.

3.2.5 Rumusan Masalah

Idealnya para pasangan suami-istri katolik membina hidup berkeluarga dengan berpedoman pada nilai-nilai sakramen perkawinan yang terdapat dalam

Kitab Suci, Magisterium dan Kitab Hukum Kanonik (KHK). Tetapi penulis ingin melakukan pengecekan di lapangan, apakah para pasangan suami-istri katolik sungguh memahami dan menghayati ajaran Gereja Katolik tentang perkawinan?

Bagaimanakah peran iman dalam hidup berkeluarga? Bagaimana nilai-nilai sakramen perkawinan menjiwai para pasangan suami-istri katolik di Paroki St.

Antonius Padua, Bidaracina?

Sebab itu, penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman pasangan-pasangan suami-istri katolik Paroki Santo Antonius Padua Bidaracina tentang nilai-nilai sakramen perkawinan?

2. Bagaimana pengaruh iman terhadap penghayatan sakramen perkawinan pasangan-pasangan suami-istri katolik Paroki Santo Antonius Padua Bidaracina?

3. Apakah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan pasangan-pasangan suami-istri katolik Paroki Santo Antonius Padua Bidaracina berdampak pada kesetiaan dalam perkawinan?

3.2.6 Hipotesa

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penulis coba merumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut: “Pemahaman yang baik atas nilai-nilai sakramen perkawinan dan iman pasangan suami-istri katolik mempengaruhi kesetiaan dalam perkawinan mereka”

3.2.7 Pengumpulan Data

Penulis memakai instrumen kuesioner untuk mengumpulkan data kuantitatif. Prosedur pengumpulan data yaitu: penulis mendatangi beberapa lingkungan dalam wilayah-wilayah paroki kemudian membagikan kuesioner kepada para responden secara langsung. Penulis menunggui responden menjawab semua pertanyaan yang terdapat dalam lembar kuesioner. Penulis memanfaatkan pertemuan pendalaman Kitab Suci pada Bulan Kitab Suci Nasional untuk berjumpa dengan para responden di masing-masing wilayah yang didatangi.

Dalam pengumpulan data kualitatif, penulis bekerja sama dengan koordinator wilayah tempat penulis tinggal untuk mengadakan pertemuan dengan para pasangan suami-istri yang dikenal memiliki hidup berkeluarga yang sehat di kalangan umat lingkungan. Penulis melakukan wawancara mendalam secara bergantian kepada para pasangan suami-istri responden wawancara. Wawancara direkam dengan tape recorder kemudian disalin dalam bentuk verbatim.

3.3 Analisa Hasil Penelitian

Proses analisa data hasil penelitian dilakukan dengan dua tahap. Pertama, deskripsi responden penelitian yaitu para pasangan suami-istri di Paroki S.

Antonius Padua Bidaracina. Kedua, pengelompokan data hasil penelitian berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu pemahaman, pengaruh iman, penghayatan kesetiaan perkawinan.

Proses analisa data kualitatif meliputi dua tahap. Pertama, mentransfer rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk verbatim. Kedua, pengelompokan

data berdasarkan variabel dalam bentuk coding, yaitu pernyataan responden yang mendukung hipotesa dan frekuensi pernyataan pendukung yang paling sering muncul.

Dalam menganalisa hasil penelitian, penulis menggunakan kriteria tingkat pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui pemahaman para pasangan suami-istri katolik akan nilai-nilai sakramen perkawinan.

Perbedaan tingkat pendidikan kiranya mempengaruhi tingkat pemahaman para suami-istri katolik terhadap nilai-nilai sakramen perkawinan.

3.3.1 Kuantitatif

3.3.1.1 Deskripsi Responden

Responden dalam tahap penelitian kuantitatif adalah para pasangan suami-istri katolik yang terdapat di Paroki Santo Antonius Padua Bidaracina, dengan usia perkawinan antara 20-30 tahun. Jumlah pasangan yang menjadi responden sebanyak 100 pasang. Setiap pasang suami-istri mengisi satu kuesioner secara bersama-sama. Sebaran responden dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Tabel Jumlah Responden

Wilayah Jumlah Lingkungan Jumlah Responden

I 4 6

II 7 12

III 5 6

IV 4 5

V 4 9

VI 6 14

VII 4 6

VIII 4 7

IX 4 6

X 7 5

XI 4 5

XII 4 5

XIII 5 6

XIV 5 8

Jumlah: 14 Wilayah 67 Lingkungan 100 Pasang @ 1 Kuesioner

Penulis mencoba melihat hubungan antara tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap nilai-nilai sakramen perkawinan. Informasi tentang sebaran jenjang pendidikan responden dapat dilihat dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2 Jenjang Pendidikan Responden Usia

Pernikahan

Pendidikan

SMP SMA Diploma Sarjana N 20-30 th 3.0 (3) 41.0

(41)

12.0 (12)

44.0

(44) 100

Berdasarkan tingkat pendidikannya, empat puluh empat persen responden mengenyam pendidikan hingga sarjana. Empat puluh satu persen berpendidikan SMA/SMK. Dua belas persen berpendidikan diploma dan tiga persen berpendidikan SMP. Paling banyak responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi yaitu sarjana. Hal ini menunjukkan bahwa para pasangan suami-istri pada umumnya telah memperoleh pendidikan yang baik.

Secara linear apabila tingkat pendidikan semakin tinggi maka pemahaman tentang nilai-nilai sakramen perkawinan semakin tinggi pula. Harapannya pemahaman tersebut dapat diterapkan dan dihayati dalam hidup perkawinan.

Dengan mengecap pendidikan yang baik, terbuka kemungkinan bagi seseorang untuk memahami dan menghayati nilai-nilai sakramen perkawinan secara benar.

Ada pula kemungkinan para responden dengan tingkat pendidikan rendah malah lebih memahami dan menghayati nilai-nilai sakramen perkawinan dengan baik dikarenakan kesederhanaan intelektual mereka. Hal ini menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dan penghayatan nilai-nilai sakramen perkawinan yang berbanding terbalik.

3.3.1.2 Pemahaman Nilai-Nilai Sakramen Perkawinan

Beberapa hal penting yang hendak dibahas pada bagian ini yaitu perihal pemahaman para pasangan suami-istri katolik tentang nilai-nilai dasar sakramen perkawinan secara teologis dan yuridis. Di dalam pembahasan ini dimasukkan pula hal-hal teknis, seperti persiapan perkawinan dan tata peneguhan kanonik (forma canonica).

a) Analisa Pemahaman Nilai-Nilai Sakramen Perkawinan

Sebagai tahap awal analisa, perlu diketahui dari mana para responden mendapatkan sumber pengetahuan tentang nilai-nilai sakramen perkawinan.

Kesadaran yang ingin ditumbuhkan berkaitan dengan hal ini adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan iman khususnya pendidikan tentang panggilan hidup berkeluarga.

Tabel 3.3 Sumber Pengajaran tentang Sakramen Perkawinan

Pertanyaan: Dari mana Anda pertama kali mendapatkan pemahaman tentang sakramen perkawinan ?

Pendidikan

Sumber Pengajaran Sakramen Perkawinan

N orangtua sekolah

katolik

pelajaran

katekumen KPP

SMP 0 0 0 3 3

SMA 5 7 14 15 41

D3 2 4 2 4 12

S1 5 10 6 23 44

12 21 22 45 100

Hampir separuh (45%) responden mendapatkan pengetahuan tentang sakramen perkawinan dari Kursus Persiapan Perkawinan (KPP). Dua puluh dua persen mendapatkan pengetahuan melalui pelajaran katekumen. Dua puluh satu persen mendapatkan di bangku sekolah katolik. dua belas persen mendapatkan pengetahuan hidup berkeluarga secara khusus dari orangtua. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.3.

Ada beberapa penjelasan yang disampaikan para responden berkaitan dengan sumber pengetahuan tentang sakramen perkawinan. Hampir separuh (45%) responden baru sungguh-sungguh mempelajari tentang nilai-nilai sakramen perkawinan saat mengikuti KPP. Hanya sedikit (12%) yang menyadari bahwa orangtua telah menyiapkan bekal jangka panjang untuk membangun hidup berkeluarga. Sedikit dari total responden ini mengungkapkan bahwa orangtua yang telah memberi teladan dan menanamkan iman serta ajaran Gereja Katolik yang kuat. Orangtua cenderung mengarahkan anak-anak mereka untuk memilih

pasangan yang sama-sama beriman katolik dengan kepribadian baik supaya perkawinan hanya berlangsung satu kali seumur hidup.

Esensi perkawinan dalam Gereja Katolik terletak pada perjanjian. Sebab itu, penting bagi mereka yang menikah secara katolik, memahami betul arti perjanjian perkawinan. Berdasarkan data yang diperoleh, para responden memahami dengan cukup baik paham perjanjian perkawinan. Hal ini terlihat pada tabel 3.4 dan 3.5

Tabel 3.4 Pemahaman tentang Perjanjian Perkawinan

Pertanyaan: Apa yang Anda pahami tentang perjanjian perkawinan?

Pendidikan

Hampir semua (99%) responden memahami perjanjian perkawinan sebagai ikatan suci seumur hidup yang dibentuk oleh seorang lelaki dan seorang perempuan.

Tabel 3.5 Pemahaman tentang Makna Perjanjian Perkawinan

Pertanyaan: Ketika menikah, Anda mengikrarkan janji nikah. Apa makna perjanjian nikah yang Anda hidupi?

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai makna dari perjanjian perkawinan, jumlah responden yang sebelumnya hampir semua (Tabel 3.4; 99%) menjawab sebagai ikatan seumur hidup, berkurang menjadi 83% yang sungguh paham bahwa makna perjanjian nikah adalah saling memberikan diri secara total kepada pasangannya.

Sedikit (15%) responden memaknai perjanjian perkawinan sebagai ikatan sipil dan sisanya (2%) memaknainya sebagai janji keterikatan biologis yang mantap (tidak berganti-ganti partner seksual).

Konsekuensi dari perjanjian perkawinan itu adalah tercapainya tujuan utama perkawinan. Tujuan utama perkawinan adalah kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta terarah pada kelahiran dan kesejahteraan anak-anak (bonum prolis). Bagaimana para responden memahami tujuan perkawinan? Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6 Pemahaman tentang Tujuan Utama Perkawinan Pertanyaan: Apakah tujuan utama Anda menikah?

Pendidikan

Tujuan Utama Kesejahteraan N

suami-istri dan anak-anak

Kewajiban orang dewasa

Penyaluran nafsu

SMP 1 2 0 3

SMA 34 6 1 41

D3 9 3 0 12

S1 32 11 1 44

76 22 2 100

Mayoritas (76%) responden memahami tujuan utama perkawinan. Dua puluh dua persen menyatakan bahwa menikah adalah tujuan utama orang yang sudah dewasa

(kewajiban). Sangat sedikit (2%) responden yang memandang tujuan utama menikah adalah wadah penyaluran nafsu biologis.

Tabel 3.7 Pemahaman tentang makna kelahiran anak-anak

Pertanyaan: Bagaimana Anda memaknai kelahiran anak-anak dalam perkawinan Anda?

Pendidikan

Makna Kelahiran Anak-anak

N buah cinta

yang menyem-purnakan

satu-satunya tujuan kawin

hak suami-istri

alasan perkawinan

SMP 2 0 1 0 3

SMA 39 1 0 1 41

D3 12 0 0 0 12

S1 41 0 2 1 44

94 1 3 2 100

Berkaitan dengan tujuan perkawinan tersebut, perlu diketahui pandangan responden tentang keterarahan pada kelahiran anak (prokreasi). Hampir semua (94%) responden memaknai kelahiran anak-anak sebagai buah kasih yang menyempurnakan cinta suami-istri. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 3.7 di atas.

Tabel 3.8 Pemahaman tentang Sakramen Perkawinan

Pertanyaan: Perkawinan dua orang dibaptis adalah sakramen. Apa yang Anda pahami tentang perkawinan sebagai sakramen?

Pendidikan

Paham Sakramen Perkawinan tanda&sarana N

rahmat dalam realitas

dirayakan dalam ekaristi

Gereja meneguhkan

Gereja meneguhkan