Perkembangan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit secara umum sangat tergantung dari dua sumber, yaitu sumber pembiayaan dalam negeri dan sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri. Perkembangan sumber pembiayaan dalam negeri antara lain dipengaruhi oleh penggunaan saldo dana pada rekening pemerintah di Bank Indonesia, penerimaan dari hasil privatisasi BUMN, penerimaan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan (PT PPA), dan SUN (neto).
Sementara itu, perkembangan pembiayaan anggaran yang bersumber dari luar negeri sangat dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri (bruto), baik pinjaman program maupun pinjaman proyek, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Penarikan pinjaman luar negeri yang berbentuk pinjaman program sangat dipengaruhi
oleh penyelesaian persyaratan policy matrix,
sedangkan pencairan pinjaman proyek dipengaruhi oleh kemampuan dalam penyerapan atau kinerja pelaksanaan masing-masing proyek yang dibiayai dari pinjaman proyek bersangkutan. Dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap sumber pembiayaan luar negeri, maka pemenuhan kebutuhan pembiayaan defisit anggaran lebih diprioritaskan pada penggunaan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri. Oleh
karena itu, dalam tiga tahun terakhir, proporsi
sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri terhadap total pembiayaan anggaran lebih rendah dari proporsi pembiayaan dalam negeri. Bahkan, pembiayaan luar negeri neto dalam tiga tahun terakhir ini menjadi negatif, dalam arti jumlah pinjaman luar negeri yang dilakukan lebih kecil dari pembayaran kewajiban cicilan pokok utang yang jatuh tempo.
Apabila dalam tahun 2004, proporsi pembiayaan dalam negeri mencapai 69,3 persen terhadap total pembiayaan, maka pada tahun anggaran 2005 proporsi pembiayaan dalam negeri tersebut menurun menjadi 52,7 persen. Sementara itu, dalam APBN-P tahun 2006 proporsi pembiayaan dalam negeri terhadap total pembiayaan
diperkirakan meningkat menjadi 60,4 persen. Di lain pihak, proporsi pembiayaan luar negeri terhadap total pembiayaan anggaran dalam tiga tahun terakhir cenderung berfluktuasi, yaitu dari 30,7 persen pada tahun 2004, meningkat menjadi sekitar 47,3 persen pada tahun 2005, dan diperkirakan menurun menjadi 39,6 persen dalam APBN-P 2006.
Sejalan dengan perkembangan defisit anggaran, dalam tiga tahun terakhir perkembangan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran juga
mengalami pasang surut (fluktuasi). Dalam
tahun 2004, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp29,9 triliun atau 1,3 persen terhadap PDB. Jumlah ini terdiri dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp52,9 triliun, dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar minus Rp23,0 triliun. Sumber pembiayaan dalam negeri tersebut berasal dari penggunaan sebagian dana dari saldo rekening pemerintah di Bank Indonesia sebesar Rp26,8 triliun, dan pembiayaan nonperbankan dalam negeri sebesar Rp26,1 triliun. Sementara itu, pembiayaan luar negeri (neto) berasal dari penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp23,5 triliun dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp46,5 triliun.
Dalam tahun 2005, realisasi pembiayaan defisit anggaran mencapai Rp12,4 triliun atau 0,5 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut bersumber dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp23,7 triliun, dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar minus Rp11,3 triliun.
Pembiayaan dalam negeri untuk menutup defisit anggaran tersebut berasal dari pembiayaan perbankan dalam negeri sebesar minus Rp0,3 triliun, dan pembiayaan nonperbankan dalam negeri Rp23,9 triliun (0,9 persen terhadap PDB). Jumlah ini berasal dari hasil penjualan aset restrukturisasi perbankan (PT PPA) sebesar Rp6,6 triliun, dan SUN (neto) sebesar Rp22,6 triliun dikurangi dengan penyertaan modal negara sebesar Rp5,2 triliun (0,2 persen terhadap PDB). Sementara itu, pembiayaan luar negeri (neto) berasal dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp25,9 triliun (0,9 persen terhadap PDB) dikurangi dengan pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri yang jatuh tempo sebesar Rp37,1 triliun (1,4 persen terhadap PDB).
Selanjutnya, dalam APBN-P tahun 2006,
pembiayaan defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp40,0 triliun atau 1,3 persen terhadap PDB. Jumlah ini berasal dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp55,3 triliun (1,8 persen terhadap PDB), dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar minus Rp15,3 triliun (0,5 persen terhadap PDB). Sumber pembiayaan dalam negeri berasal dari perbankan dalam negeri berupa penggunaan sebagian dana dari saldo rekening pemerintah pada Bank Indonesia sebesar Rp17,9 triliun (0,6 persen terhadap PDB), dan pembiayaan nonperbankan dalam negeri sebesar Rp37,4 triliun (1,2 persen terhadap PDB), yang terdiri dari penerimaan hasil privatisasi (neto) Rp1,0 triliun, penerimaan hasil penjualan aset yang dikelola oleh PT PPA sebesar Rp2,6 triliun, dan SUN (neto) sebesar Rp35,8 triliun serta dukungan infrastruktur sebesar minus Rp2,0 triliun. Dalam rangka mencapai target SUN (neto) dalam APBN-P 2006 dan untuk diversifikasi sumber pembiayaan dan mengelola portofolio utang negara serta memperluas basis
investor, pemerintah pada bulan Juli 2006 telah menerbitkan obligasi negara ritel (ORI). Obligasi negara ritel ini memberikan kupon yang lebih rendah dibanding obligasi negara reguler sehingga dapat meringankan beban belanja bunga utang dalam negeri. Sementara itu, pembiayaan luar negeri (neto) berasal dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp37,6 triliun (1,2 persen terhadap PDB), dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang jatuh tempo sebesar Rp52,8 triliun (1,7 persen terhadap PDB).
Perkembangan pada komposisi pembiayaan anggaran tersebut menyebabkan rasio utang pemerintah terhadap PDB mengalami penurunan dari 56,1 persen pada akhir tahun 2004, menjadi 48,0 persen pada akhir tahun 2005, dan diperkirakan sekitar 41,9 persen pada akhir tahun 2006. Perkembangan rasio utang pemerintah terhadap PDB dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2006 dapat diikuti pada Grafik III.5.
Mengenai perkembangan pembiayaan defisit
anggaran secara ringkas dapat diikuti dalam Tabel
III.8 dan Grafik III.5.Grafik III.6.
-10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 P er se n ta se thd P D B 2004 2005 2006 Tahun Anggaran Grafik III.5
RASIO UTANG PEMERINTAH TERHADAP PDB, 2004-2006
Utang Pemerintah Utang Dalam Negeri Utang Luar Negeri
(1,0) (0,5) -0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 Pe rs en ta se t h d PD B 2004 2005 2006 Tahun Anggaran Grafik III.6
PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, 2004-2006
Realisasi % thd PDB Realisasi % thd PDB APBN-P % thd PDB
I. Pembiayaan Dalam Negeri 52,9 2,3 23,7 0,9 55,3 1,8
1. Perbankan dalam negeri 26,8 1,2 -0,3 0,0 17,9 0,6
2. Non-perbankan dalam negeri 26,1 1,1 23,9 0,9 37,4 1,2
a. Privatisasi (neto) 3,5 0,2 0,0 0,0 1,0 0,0
b. Penj aset PT. PPA 15,8 0,7 6,6 0,2 2,6 0,1
c. Surat Utang Negara (neto) 6,9 0,3 22,6 0,8 35,8 1,1
d. PMN/Dukungan Infrastruktur 0,0 0,0 -5,2 -0,2 -2,0 -0,1
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) -23,0 -1,0 -11,3 -0,4 -15,3 -0,5
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 23,5 1,0 25,9 0,9 37,6 1,2
a. Pinjaman Program 5,1 0,2 12,3 0,4 12,1 0,4
b. Pinjaman Proyek 18,4 0,8 13,6 0,5 25,5 0,8
2. Pembyr. Cicilan Pokok Utang LN -46,5 -2,0 -37,1 -1,4 -52,8 -1,7
29,9
1,3 12,4 0,5 40,0 1,3
2) Realisasi 2004 Revisi 2 3) Realisasi 2005 Revisi 1
Sumber: Departemen Keuangan RI
(dalam triliun rupiah)
PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, 2004-2006 1)
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan
Jumlah 2005 3) Tabel III.8 2004 2) Uraian 2006
Pendahuluan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007 merupakan pelaksanaan tahun ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004 – 2009. Oleh karena itu, APBN tahun 2007 disusun mengacu pada sasaran-sasaran, program, dan prioritas pembangunan sebagaimana tertuang dalam RPJM. Sesuai dengan ketentuan pasal 12 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penyusunan APBN tahun 2007 juga berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007.
Penyusunan APBN tahun 2007 dilakukan dengan mempertimbangkan: (i) sasaran program pemerintah yang tertuang dalam RKP tahun 2007 dan penilaian terkini atas kondisi ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri tahun berjalan dan perkiraan perkembangannya pada
tahun mendatang; (ii) faktor-faktor eksternal,
seperti pertumbuhan ekonomi, produksi, harga minyak mentah dan kondisi pasar internasional, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan berbagai indikator ekonomi makro dan besaran pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran;
(iii) proyeksi (outlook) pelaksanaan APBN tahun
2006; dan (iv) berbagai kesepakatan, masukan
dan saran-saran dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) dalam rangka Pembicaraan Pendahuluan APBN Tahun 2007.
Dengan memperhatikan perkembangan
berbagai faktor internal dan eksternal, serta mempertimbangkan langkah-langkah penciptaan stabilitas ekonomi makro, perbaikan pola dan