• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PERUBAHAN HAK MILIK ATAS TANAH

C. Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak

Terjadinya Perubahan Hak milik Menjadi hak guna Bangunan pada Yasphendhar disebabkan karena pada saat itu sertipikat Hak Guna Bangunan No.102/ Jati yang telah terdaftar atas nama Yaspendhar semenjak tahun1976, telah berakhir jangka waktu berlakunya yaitu pada tahun 1996. Maka sehubungan dengan telah berkhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan No. 102/Jati tersebut Yaspendhar kemudian memohonkan hak baru yaitu Hak Milik atas tanah. Sebagaimana termuat dalam surat permohonan Yaspendhar kepada Menteri Negara Agraria Kepala BPN,

surat Nomor: 458/E/Y/1997, tanggal 24 Juni 1997. Namun permohonan tersebut tidak hanya berisikan permohonan hak atas bekas Sertipikat Hak Guna Bangunan No.102/Jati, tetapi juga merupakan permohonan untuk penggabungan Seripikat Hak Milik No. 38/Jati dan tanah Negara yang dikuasai yaspendhar sejak tahun 1967 (dalam hal ini tanah tersebut belum terdaftar atas nama Yaspendhar). Berkaitan dengan tanah Negara yang dikuasai oleh Yaspendhar, menurut A.P. Parlindungan: “Terhadap tanah yang dikuasai dan dipergunakan sendiri atas tanah-tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, maka diartikan disini dikuasai artinya tidak harus ada bangunan diatasnya, Bisa saja tanah kosong tetapi untuk pelataran parkir atau halaman terbuka.”87

Surat permohonan Hak Milik atas tanah tersebut juga dilampirkan dengan surat Rekomendasi atau persetujuan dari Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Surat Nomor: 40906/MPK/1997 tanggal 24 April 1997. Isi dari surat tesebut adalah Mengharapkan dukungan dan Partisipasi dari Menteri Negara Agraria Kepala BPN bagi suksesnya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan Yaspendhar Medan.

Permohonan hak milik atas tanah tersebut di dasarkan pada PP No.38/1963 tentang Penunjukan Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Didalam Pasal 1 angka (d) Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial dapat mempunyai Hak Milik atas tanah.

Dalam penjelasan Umum PP No.38/1963 Pasal 1 angka (b) menyatakan:

Badan-badan keagamaan dan Sosial perlu ditunjuk satu demi satu karena di dalam praktek ternyata sering kali timbul keragu-raguan, apakah suatu badan keagamaan/badan sosial atau bukan. Bahwa badan-badan keagamaan dan sosial dapat ditunjuk sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik dapat disimpulkan pada penjelasan pasal 49 ayat 1 UUPA, sungguhpun hak atas tanah yang tepat bagi badan-badan itu adalah hak pakai sebagai yang ditentukan pula pada pasal 49 ayat 2. Pemilikan tanah oleh badan-badan inipun terbatas pada tanah-tanah yang digunakan untuk keperluan-keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan Sosial. Mengenai tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan lain, badan-badan itu dianggap sebagai badan hukum biasa, artinya tanah-tanah itu tidak dapat dipunyai dengan hak milik, tetapi dengan hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai.

Berdasarkan pada PP 38/1963 dan penjelasan umum diatas maka permohonan hak milik atas tanah yang telah diajukan Yaspendhar tersebut tidak dapat dikabulkan oleh Menteri Negara Agraria Kepala BPN dengan alasan Yayasan tidak dapat mempunyai hak milik. Karena hak milik untuk badan hukum sosial sebagai mana disebutkan pada pasal 1 angka (d) PP No 38/1967, Menteri Negara Agraria harus mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial terlebih dahulu. Dengan kata lain untuk memberikan Hak milik atas tanah kepada Yaspendhar, maka Menteri Negara Agraria harus mendengar (mendapat persetujuan/rekomendasi) Menteri Sosial terlebih dahulu.

Pada hakikatnya Yaspendhar adalah badan hukum yang berbentuk yayasan dan bergerak pada bidang pendidikan. Walaupun Yaspendhar bertujuan sosial namun aktifitasnya lebih dititik beratkan bergerak pada bidang pendidikan. Dengan demikian Yaspendhar berada dibawah pengawasan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Kepada Menteri Agraria Kepala

BPN tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar dan alasan diberikannya Hak Milik atas tanah kepada Yaspendhar oleh BPN.

Kemudian Yaspendhar mengajukan permohonan kembali yang dalam permohonan tersebut mengajukan Hak Pakai Selama Digunakan atas tanah seluas 10.616 m2 (merupakan keseluruhan luas tiga bidang tanah yang akan digabungkan haknya). Diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Sumut melalui Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Medan. Surat permohonan tersebut tertanggal 21 Juli 1997, diajukan oleh Prof. Dr. A.P. Parlindungan, Sarjana Hukum selaku Ketua II/Ketua Harian Yaspendhar, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Yayasan Pendidikan Harapan, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di Medan.

Disebabkan karena permohonan tersebut belum mendapat tanggapan dari instansi terkait maka Yaspendhar kembali mengajukan surat Permohonan Hak Milik atau Hak Pakai Selamanya sesuai Surat Yaspendhar Nomor 741/ E/Y/1997 tanggal 10 Oktober 1997. Sehingga terbitlah surat dari Kantor Pertanahan Kotamadya Medan Nomor: 500.1097/10/PKM/98, tanggal 5 Oktober 1998, yang isinya menyatakan sehubungan dengan permohonan Yaspendhar tanggal 21 Juni 1997, permohonan tersebut belum dapat diproses usul pemberian haknya berhubung masih perlu di lengkapi dengan surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m2 88 dan fotocopy SPPT PBB tahun 1998 sehubungan dengan berlakunya UU No.21/1997 dan Permeneg Agraria/KBPN No.4/1998.

Untuk melengkapi surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m2 kemudian Yaspendhar mengajukan surat permohonan keterangan penguasaan tanah kepada Lurah Jati. Kemudian lurah jati mengeluarkan Surat Keterangan Nomor 593/001, tanggal 12 Mei 2000. Surat keterangan tersebut menyatakan bahwa;

1. Yaspendhar telah menguasai tanah seluas 3.900 m2

2. Tanah tersebut adalah tanah Negara, yang telah dikuasai oleh yaspendhar semenjak tahun 1967.

3. Sampai saat ini tanah tersebut tidak ada silang sengketa dengan pihak jiran tetangga atau pihak lain.

Setelah semua data fisik dan data yuridis dilengkapi oleh pemohon barulah kemudian Kantor Pertanahan Kotamadya Medan mengusulkan Permohonan Hak tersebut kepada Kanwil BPN Propinsi Sumut karena luas tanah yang diusulkan hak tersebut diatas luas 10.000 m2 yang dalam hal ini merupakan kewenangan Kanwil BPN SUMUT.

Pada dasarnya prosedur perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) angka (a) Keputusan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 16/1997 menyebutkan:

Hak Milik kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia atau yang dimenangkan oleh badan hukum Indonesia melalui pelelangan umum, atas permohonan pemegang hak atau pihak yang memperolehnya atau kuasanya diubah menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang jangka waktunya masing-masing 30 (tiga puluh) tahun dan 25 (dua puluh lima) tahun.

Dalam keputusan tersebut juga menyebutkan untuk perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai pemohon tidak dikenakan kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara.89Dengan kata lain Hak Milik yang telah dibebaskan atas kepunyaan pemohon sendiri, uang pemasukan bagi pemerintah ditetapkan 0%.90 Kemudian atas permohonan pendaftaran Hak tersebut Kepala Kantor Pertanahan setempat mengeluarkan perintah setor pungutan sesuai ketentuan yang berlaku.91

Prosedur selanjutnya adalah, setelah diterima tanda bukti setor pungutan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar permohonan perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan. Dengan demikian permohonan pendaftaran perubahan hak berlaku sebagai keterangan melepaskan hak atas tanah semula92. Hal itu juga sebagaimana dimaksud Pasal 131 ayat (4) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 antara lain:

Apabila pemegang hak melepaskan haknya dalam rangka pembaharuan/perubahan hak maka permohonan dari pemegang hak untuk memperoleh pembaharuan atau perubahan hak tersebut berlaku sebagai surat keterangan melepaskan hak yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya hak.

Dari penjelasan pasal tersebut maka dapat diartikan bahwa sebenarnya tidak diperlukan lagi akta pelepasan hak atau pernyataan pelepasan hak dari si pemohon karena permohonan untuk pembaharuan atau perubahan hak tersebut dianggap sebagai keterangan bahwa si pemohon telah melepaskan hak semula.

89Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 16/1997 Tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai.

90

Pasal 5 ayat (3) huruf (c) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4/1998 Tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

91Pasal 3 ayat (1) Kepmeneg/ Kep BPN No.16/1997. 92Pasal 3 Kepmeneg Agraria/ KBPN No. 16/1997.

D. Pemberian Hak Atas Tanah Negara Menurut Permeneg Agraria/ Kepala