• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pesta Adat

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 59-75)

Bentuk-bentuk hubungan sosial, menurut Simmel dalam Basrowi Sudikin (2002: 113) antara lain mencakup pembagian pekerjaan, pembentukan kelompok, kesatuan keluarga, kesatuan pandangan dan lain-lain yang pada akhirnya berpengaruh pada penggadaan dan penggunaan symbol seperti halnya pesta unjuk pada pernikahan secara adat Batak Toba yang baru dapat dilaksanakan setelah semua unsur pelaksana adat menyamakan visi dan pandangan tentang jenis adat yang akan dilakukan apakah akan melaksanakan alap jual atau taruhon jual yang akan membawa konsekwensi logis terhadap prosesi selanjutnya, dalam hal ini tentu saja disesuaikan dengan konsep awal waktu “marhusip”. Pesta unjuk itu sendiri ada 2 (dua) versi seperti pada kutipan wawancara dengan bapak R. Simatupang dan ibu K br Pakpahan yaitu:

a) Alap jual b) Taruhon jual

Adapun perbedaan diantara keduanya adalah sbb; a) Alap jual

Maksudnya; yang mengadakan pesta adalah keluarga parboru. Untuk acara ini, yang masuk ke lokasi pesta (baik gedung maupun halaman) lebih dahulu adalah keluarga pengantin perempuan & pihak pengantin laki-laki sama-sama masuk ke arena pesta.

b) Taruhon jual

Untuk acara ini, tuan rumah pesta adalah keluarga calon mempelai laki-laki. Nah dengan taruhon jual; keluarga pengantin perempuan & pihak pengantin laki-laki sama-sama masuk ke tempat pelaksanaan pesta, tapi pihak pengantin wanita keluar lagi untuk menyambut kedatangan paranak dan keluarga besarnya.

1) Memanggil hula-hula dari parboru beserta robongannya. Hal ini juga tergantung pesta di tempat siapa. Tuan rumahlah yang lebih dahulu

memanggil hula-hulanya. Kemudian baru dilanjutkan sebaliknya (hula-hula orang tua mempelai laki-laki).

Ketika pihak hula-hula memasuki tempat pelaksanaan pesta adat mereka datang dengan membawa ikan mas dan tandok. Tandok adalah tempat meletakkan beras yang akan dibawa ketempat pelaksanaan pesta. Tandok lazimnya terbuat dari anyaman daun pandan, namun belakangan ini ada yang membuatnya dari kain yang dihias dengan manik-manik.

Makna dari ikan mas adalah bahwa pihak hula-hula ingin memberi lauk pauk untuk makan borunya dan beras didalam tandok sebagai petanda bahwa hula-hula juga turut berpartisipasi dan memberi sumbangan berupa pangan pada pesta yang diadakan oleh borunya.

2) Setelah semua undangan memasuki ruangan atau tempat pelaksanaan pesta, selanjutnya adalah pasangan pengantin memasuki ruangan atau tempat pelaksanaan pesta pernikahan. Dan untuk menyambut pasangan pengantin para hadirin beserta seluruh undangan yang telah terlebih dahulu tiba di tempat penyelenggaraan pesta berdiri.

Ketika pasangan pengantin memasuki tempat pelaksanaan pesta ada beberapa improvisasi yang dilaksanakan sesuai dengan selera pemilik pesta. Diantaranya pasangan pengantin disambut oleh penari-penari latar yang professional yang mempertontonkan tarian tor-tor atau tarian Batak, dan pasangan pengantin didahului oleh pagar ayu serta barisan penabur bunga.

Dihari belakangan ini juga ditemukan beberapa pasangan pengantin yang ketika memasuki tempat pelaksanaan pesta pernikahan

disambut dengan kembang api atau dengan letusan petasan kertas. Hal ini dimungkinkan mengingat ini hanyalah sebagai pemanis dan variasi untuk menghilangkan kemonotonan dan belum termasuk pada prosesi adat. Improvisasi yang demikian tidaklah ditabukan dalam pelaksanaan pernikahan Batak Toba, karena ketika hal itu dilakukan sesungguhnya belum sampai pada prosesi adat Batak Toba.

3) Makan bersama.

Jamuan makan pada pesta pernikahan adat Batak Toba para undangan adat apalagi yang ada kaitanya serta posisinya dalam Dalihan na Tolu, makan dilaksanakan secara bersama-sama (serentak) dengan menenpati posisi atau kursi serta meja yang sudah dipersiapkan bagi masing-masing pihak. Tingkat kekerabatan pada pemilik pesta atau posisi pada Dalihan na Tolu merupakan sesuatu yang menentukan posisi tempat duduk atau yang disebut parhundulan termasuk posisi pada saat makan bersama dalam situasi pelaksanaan adat.

Setelah selesai makan bersama, barulah prosesi adat dilaksanakan.

4) Paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon (pinahan ke keluarga parboru)

Tudu-tudu ni sipanganon menyiratkan; makanan yang disajikan mempunyai makna maksud tertentu dan dengan tujuan yang jelas untuk menghormati keluarga besar calon pengantin wanita. Dilanjutkan dengan ‘parboru’ pasahat dekke kepada orang tua calon mempelai laki-laki. 4) Orang tua mempelai wanita memberi makan pasangan pengantin dengan

Warna kuning menurut pemahaman Batak Toba melambangkan emas yaitu keindahan, kekayaan serta kemakmuran/ hagabeon. Karena ikan mas itu kalau bertelur sekali banyak dan kalau berenang selalu maju secara bersama-sama dan bergerombol. Hal itu melambangkan kesuburan, kebersamaan dan kekompakan (unity) dalam kehidupan. Saat memberikan pada pengantin, orang tua pengantin perempuan memyuapkan ikan mas beberapa kali kepada pasangan pengantin secara bergantian, yang menandakan akan kasih sayang orang tua yang tidak akan pernah putus walaupun mereka sudah “mengarungi bahtera” hidup berumah tangga. Jumlah ikan mas yang berwarna kuning hanya 1 ekor.

Makna simbolis ikan mas yang hanya satu ekor menyimbolkan agar pasangan pengantin selalu bersatu dan seia sekata dalam menjalani kehidupan berumah tangga di kemudian hari.

6) Paranak dan parboru sama-sama marbagi jambar sesuai dengan yang disampaikan pada “tudu-tudu ni sipanganon”.

Pelaksanaannya ; ikan yang dibawa oleh keluarga mempelai wanita diletakkan di piring dan dibagi secara langsung (dengan membawa piring berkeliling dan berbagi dari piring yang sama). Hal ini mengisyaratkan bahwa pemilik pesta sangat menghormati tamu/ undangannya, dan tidak akan memakan sendiri hidangan yang dibawa oleh hula-hulanya, dan sebaliknya.

Disisi yang berbeda, orang tua pengantin wanita juga melakukan hal yang sama, yaitu membagi-bagi kepada hadirin makanan di dalam piring. Hanya saja kalau keluarga mempelai wanita yang dibagi adalah daging yang berasal dari keluarga mempelai laki-laki.

1) Papungu tuppak

Keluarga paranak memanggil undangan dan handaitaulannya untuk datang memberi bantuan yang seiklasnya pada mereka atas pesta yang mereka selenggarakan. Bantuan bisa berupa uang atau barang atau kado/ gift, namun yang umum diberikan adalah uang yang tujuannya untuk membantu pelaksanaan pesta. Tata pelaksanaannya adalah; diambil satu appang (satu wadah beras yang terbuat dari anyaman bambu atau rotan), bentuknya persegi dan biasanya digunakan sebagai tempat membawa ikan mas oleh keluarga parboru.

Di hari belakangan bila appang tidak ditemukan maka digunakan baskom besar yang didalamnya telah diisi sedikit beras yang juga dibawa oleh keluarga parboru. Diwadah inilah para tamu dan undangan dari paranak meletakkan sumbangannya setelah lebih dahulu menyalami pengantin dan orang tuanya.

2) Pengantin perempuan mengambil, uang ala kadarnya dari appang (wadah bantuan para hadirin yang datang ke pesta adat pernikahan).

Hal ini mengisyaratkan bahwa keluarga yang baru terbentuk akan mandiri, dan wanita yang mengambil adalah mengisyaratkan bahwa keluarga yang baru terbentuk ini sudah memiliki system yang jelas dan si mempelai wanitalah yang akan memanagement keuangan mereka.

Yaitu; piring yang digunakan untuk wadah atau sarana dalam bertanya dan menjawab pertanyaan tentang maksud dan tujuan semua acara yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan.

Pertama disampaikan dahulu ke keluarga parboru/ parsinabung dari orang pengantin wanita untuk kemudian diteruskan kepada parsinabung dari keluarga pengantin laki-laki.

10) Mardalan sinamot/ Paranak menyampaikan sinamot ke parboru

Umumnya ‘sinamot’ sebagian besar sudah disampaikan ketika marhusip, yang tujuannya agar bisa membantu segala rangkaian acara yang akan dilaksanakan.

Pembicaraan tentang berapa besarnya sinamot umumnya untuk saat ini dilakukan ketika ‘marhori-hori ding-ding’ yang dikukuhkan secara adat di depan hadirin pada saat ‘marhusip’. Seperti yang termaktub pada hasil petikan wawancara berikut:

Saat pelaksanaan pesta pernikahan, ‘tuhor’ dibagi-bagi kepada DNT dan kerabat yang berhak yaitu; Suhut/ orang tua dari mempelai perempuan, Si jalo Bara / saudara laki-laki ayah dari mempelai perempuan, Sijalo Todoan/ saudara laki-laki mempelai perempuan, Tit-tin marakkup /Upa Tulang kepada saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan, Upa Pariban/ saudara perempuan dari ibu mertua pempelai perempuan, dan semua undangan pihak mempelai perempuan yang hadir, sebagai bukti /tuhor ni boru.

(R. Simatupang, wawancara 15 September 2013)

Menurut aturan adat Batak toba sesungguhnya memang menyampaikan “sinamot” adalah pada saat pesta “unjuk”, karena adat Batak Toba itu memang flexible dan ada unsur ‘si dapot soluk do naro’ “musyawarah untuk mufakat”. Maka dalam hal ini yang dilakukan adalah ‘manggohi’, tetapi dalam hitungan tetap di hitung secara utuh sesuai kesepakatan waktu marhusip (walau sifatnya hanya simbolis). Hal ini

mengisyaratkan kalau pihak pengatin laki-laki telah membayarnya secara lunas dan tuntas.

Pembagian ‘tuhor’ berdasarkan sistem yang sudah ‘baku’ pada adat Batak Toba menyimbolkan kalau masing-masing pihak mempunyai status dan peran pada suatu pesta adat. Sebaliknya mereka juga melaksanakan perannya pada upacara adat perkawinan, sesuai aturan DNT. Pemberian dan penerimaan sinamot dikarenakan keluarga mempelai perempuan yang telah mewariskan marga kepada ‘borunya’, menerima uang sinamot karena si gadis yang akan menikah dan akan melepaskan haknya untuk mengikuti marga suaminya. Keluarga pengantin laki-laki memberikan sinamot karena akan memasukkan mempelai perempuan ke dalam claim keturunan mempelai laki-laki. Harga ‘Tuhor’ yang tinggi/ mahal dapat diartikan secara simbolik sebagai ‘harga diri’ dan status sosial kedua belah pihak ditengah masyarakat. Pemberian uang ‘sinamot’ disaksikan masyarakat yang berperan sebagai kontrol sosial di tengah keluarga yang baru dibentuk.

Terlepas dari itu semua, pemberian uang ‘tuhor’ tidak bisa disamakan dengan ‘menjual’ namun memiliki falsafah yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang terdapat pada DNT, dan lebih kepada makna ‘simbolik’ memberi dan menerima, dari pengantin laki-laki atau sebaliknya sesuai posisi masing-masing.

Umumnya ‘sinamot’ sebagian besar sudah disampaikan ketika marhusip, yang tujuannya agar bisa membantu segala rangkaian acara yang akan dilaksanakan. Walau menurut aturan ‘adat Batak toba’ sesungguhnya memang menyampaikan “sinamot” adalah pada saat pesta “unjuk”, karena adat Batak Toba itu memang flexible dan ada unsur ‘si dapot soluk do naro’ “musyawarah untuk mufakat”. Maka dalam hal ini yang dilakukan adalah ‘manggohi’, tetapi dalam hitungan tetap di hitung secara utuh sesuai kesepakatan waktu marhusip (walau sifatnya hanya simbolis). Hal ini mengisyaratkan kalau pihak pengatin laki-laki telah membayarnya secara lunas dan tuntas.

Makna yang tersirat pada prosesi ini adalah, ucapan terima kasih dari keluarga pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan, karena setelah saat itu cepat atau lambat si wanita yang dinikahkan tersebut akan melahirkan generasi baru yang nantinya akan membawa marga ayahnya (pihak laki-laki), dikarenakan system kekerabatan yang bersifat patrilineal pada adat Batak Toba. Pak R. Simatupang menambahkan bahwa prosesi selanjutnya :

11) Panandaion

Ini merupakan sejumlah uang yang telah disepakati yang harus diberikan oleh keluarga pengantin laki-laki pada keluarga pengantin perempuan.

Tentang jumlah tidak ditentukan, namun biasanya sudah dibahas waktu ‘marhusip’ dan pada dasarnya tentang jumlah sudah tertera pada

buku acara atau semacam proposal yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Jadi tentang hal ini sudah tidak ada tawar menawar tentang jumlah amplop dan besaran isi uang amplop. Secara harfiah artinya adalah sejumlah uang yang diberikan kepada keluarga parboru sebagai sarana dan simbolisasi untuk berkenalan secara adat dan secara resmi.

12)Panandaion tu tulang/ Tit-tin marakkup

Tulang atau saudara ibu atau yang oleh Dalihan na Tolu, disebut sebagai hula-hula, menduduki posisi tertinggi dalam adat Batak Toba, oleh karena itu panandaion khusus untuk tulang diberikan secara terpisah.

Dalam hal ini juga sekaligus diberikan “tit-tin marakkup” maknanya adalah “cincin yang merupakan pertanda kebersamaan”. Praktik pelaksanaannya adalah; paranak & parboru berjalan menghampiri tulangnya pengantin laki-laki yang intinya menyampaikan bahwa orang tua perempuan menyatakan bahwa pengantin wanita adalah boru mereka bersama yang artinya pengantin laki-laki menikahi paribannya.

13) Mangulosi hela

Orang tua pengantin wanita memberikan ulos hela kepada pengantin laki-laki beserta pengantin wanita, menandakan restu dari orang tua pengantin wanita terhadap pasangan dan rumah tangga yang baru terbentuk.

14) Manjou horong ni hula-hula

Tentang ini juga cara masuknya tergantung pesta ditempat laki-laki atau perempuan.

15) Olop-olop

(R. Simatupang, wawancara 15 September 2013)

Makna mangulosi hela adalah bahwa orang tua pengantin wanita menerima dengan tangan pasangan pengantin, dan merelakan borunya untuk hidup bersama helanya

dengan memberi mereka restu dan akan menempatkan mereka seperti layaknya orang yang sudah tua dan memperoleh haknya sebagai bagian dari tatanan Dalihan na Tolu.

Adat Batak Toba di masa sekarang menganggap bahwa ulos hanya sebagai sarana/ alat untuk mendoakan dan tidak disakralkan, tapi hanya sebagai symbol/ perantara untuk meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa akan berkat ‘hagabeon dan hamoraon’. Ulos juga berhubungan dengan kehidupan orang Batak Toba, mulai dari lahir, menikah, saur matua, meninggal. Sedangkan bagi pasangan pengantin ulos memiliki makna seperti yang diungkapkan oleh bapak Parta Sibarani:

Simbol ulos maksudnya bila kedinginan ada ulos sebagai penghangat badan, bersama-sama bagi pasangan pengantin. (Parta Sibarani, wawancara 27 Oktober 2013)

Sebelum muncul dan berkembangknya agama di wilayah tanah Batak Toba, bagi masyarakat Batak Toba secara keseluruhan ulos merupakan sesuatu yang sacral yang berhubungan dengan Pencipta. Namun untuk saat ini lebih kepada tradisi dan symbol. Yang juga dipertegas oleh keluarga bapak A. Siagian:

Ulos hela yang dipakai pengantin, sebagai pengharapan agar membawa rejeki dalam keluarga yang baru terbentuk. (A. Siagian, wawancara 15 Juni 2013)

Juga ditambahkan oleh ibu I boru Siburian ( istri bapak Marchi Gulo)

Supaya mengingat untuk beradat dan mengikuti adat Batak Toba. (I br Siburian, wawancara 2 Agustus 2013)

Juga menyimbolkan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa pasangan yang telah melaksanakan pernikahan telah diberi ‘materai’ secara adat agar

pengantin selalu beroleh kehangatan kasih sayang dari Tuhan Yang Maha Esa, dan mereka diberi keturunan yang laki-laki dan perempuan yang banyak seperti banyaknya ‘rambu’ ulos yang diberi serta usia pernikahan dan usia masing-masing pasangan ‘panjang’ atau mereka berumur panjang, yang disimbolkan dengan panjangnya rambu ulos yang mereka peroleh dari orang tua pengantin wanita atau yang kelak menjadi hula-hula mereka juga. Permohonan yang disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa diharapkan menjadi kenyataan seiring dengan sampainya ulos tersebut untuk menghangatkan tubuh dan roh kedua pengantin yang menjadi satu dalam keluarga.

Dalam prosesi adat, ulos tidak hanya diberikan begitu saja, namun dengan ketentuan-ketentuan khusus yang mengandung makna tertentu. Seperti hasil yang terkuak pada hasil wawancara dengan bapak R. Simatupang berikut:

Waktu menyampaikan ulos hela orang tua pengantin wanita berkata “Dison huleon hami do ulos si ganjang rambu, mangulosi badan maon, jala mangulosi tondi muna”. “bahwa orang tua pengantin wanita membawa ulos yang memiliki rumbai yang panjang, yang tujuanya untuk memberi perlindungan bagi jiwa dan raga”. (R. Simatupang, wawancara 15 September 2013)

Ulos selalu diberi yang memberi rambu atau rumbai, lebih spesifik lagi tingkat kepanjangan rumbai suatu ulos yang diberi juga mengisyaratkan harapan agar keluarga pengantin memiliki usia yang panjang dan diharapkan tidak akan muncul perceraian dari keluarga yang telah diberi ulos tersebut, disamping mengandung harapan agar pasangan tersebut memiliki usia yang panjang yang oleh suku Batak Toba disebut saur matua.

Disisi lain, ulos hela juga merupakan simbolisasi “legalisasi/ mensyahkan secara adat untuk keluarga besar laki-laki dan keluarga perempuan. Berarti sejak saat itu,

pasangan keluarga yang baru terbentuk sudah mendapat hak dan kewajiban sebagai keluarga Batak yang utuh.

Selanjutnya manjou horong ni hula-hula maknanya; agar pihak hula-hula juga memberikan restu dan ucapan selamat pada pasangan pengantin. Pemberian dari pihak hula-hula berupa ulos, yang disesuaikan dengan posisi masing-masing. Yang umum diberikan hula-hula kepada pasangan pengantin sebagai ucapan selamat adalah; ulos sadum atau sirara. Tentang pemberian ulos tersebut ada ketentuan khusus, artinya tidak semua jenis ulos bisa dan lazim diberikan pada pasangan yang baru membina kehidupan berumah tangga/ menikah. Dan juga tidak semua pihak boleh memberikan ulos pada pasangan pengantin, ada aturan tertentu tentang siapa yang memberi ulos dan siapa yang justru tidak boleh memberi ulos. Sesuai dengan parhundulon pada Dalihan na Tolu.

Sedangkan acara olop-olop memiliki makna kalau acara pesta inti pelaksanaan pernikahan secara adat Batak Toba telah selesai dan kedua belah pihak bersuka cita (paranak dan parboru) karena pesta telah usai dan mengucapkan terima kasih pada semua hadirin. Dalam praktik pelaksanaannya sama dengan uang ingot-ingot yang diberikan waktu ‘marhusip’ dan diberikan oleh kedua belah pihak (paranak & parboru) kemudian saling bertukar kedua belah pihak untuk kemudian dibagi-bagi pada hadirin yang masih ada ditempat pelaksanaan pesta pernikahan yang oleh sebagian orang disebut dengan uang “pangusir rongit” atau uang untuk menyenangkan hati hadirin yang telah setia mengikuti acara pesta yang berlangsung seharian.

4.2.2.3. Simbol-simbol Pada Pesta Pernikahan Batak Toba

Prosesi pernikahan Batak Toba sangat banyak menghadirkan symbol dan tiap symbol memiliki makna tertentu.

Berikut adalah bagan jenis-jenis penyimbolan yang digunakan pada pesta pernikahan adat Batak Toba dengan maknanya.

Bagan 4.2.2.3 (1) Simbol yang digunakan pada pesta inti pernikahan

No Simbol Makna

1

Marsibuha-buhai

Pengantin laki-laki dan keluarganya menjemput secara terhormat calon pengantin wanitanya, yang menandakan bahwa untuk selanjutnya setelah hari itu, pengantin laki-laki dan keluarganya bertanggungjawab secara penuh atas pengantin wanita dalam segala hal, termasuk sandang dan pangan.

2

Alap jual Penyelenggara pesta adalah pihak pengantin wanita, dan pengantin wanita bisa ‘diboyong’ kekediaman pengantin laki-laki, setelah pasangan itu diresmikan secara agama dan adat. 3 Tarohun

jual

Penyelenggara pesta adalah pihak pengantin laki-laki. Pengantin wanita pagi-pagi dijemput secara hormat untuk kemudian dinikahkan secara agama dan secara adat dikediaman pengantin laki-laki atau tempat yang disediakan.

4 ikan mas

dan tandok berisi beras

Memberi pemaknaan bahwa, pihak hula-hula turut bertanggungjawab untuk menyumbang terselengaranya pesta dan undangan juga merasa dihormati.

5 Makan bersama

Posisi hadirin pada adat Dalihan na Tolu saling menopang dan saling menghormati, artinya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi sehingga tidak ada yang terlebih dahulu dan tidak ada yang terbelakang.

6 Tudu-tudu ni

sipanganon

Makanan yang diolah dan dipotong dengan bentuk-bentuk tertentu karena memiliki tujuan khusus.

7

Marbagi jambar

Membagi segala sesuatu tepat dengan sasarannya masing-masing, serta tidak memakan sendiri berkat yang ada, apalagi yang diberikan oleh orang lain.

8

Papungu tuppak

Memberi wahana kepada hadirin untuk menyampaikan ‘simpati’ dan do’a restu pada pernikahan yang dilaksanakan dalam bentuk uang atau barang.

panukkunan &pinggan pangalusi

menyimbolkan bahwa acara adat secara terbuka siap dilaksanakan. Dan masing-masing pihak (parboru & paranak) saling bertanya lebih dahulu sebagai bukti bahwa mereka saling menghargai.

10

Sinamot/tuh or

Penghargaan keluarga laki-laki kepada orang tua mempelai wanita, sejak saat itu pengantin wanita menjadi tanggungjawab pegantin laki-laki dan keluarganya.

11 Panandaion Simbolisasi untuk berkenalan secara adat dan dengan resmi. 12 Tit-tin

marakkup

Memiliki pemaknaan, bahwa siapapun yang menjadi istri dari bere itu adalah pariban atau boru tulang.

13 Olop-olop Menandakan bahwa inti pesta adat pernikahan telah berjalan dengan sukses.

Simbol dan makna yang terdapat pada pesta pernikahan pesta unjuk.

Dan symbol yang diberikan pada pasangan pengantin pada pesta inti pernikahan berikut maknanya adalah sebagai berikut:

Bagan 4.2.2.3 (2) Simbol dan makna symbol yang diberikan pada pengantin

No Simbol Makna

1

Pengantin

disambut dengan berdiri

Menyambut pengantin pada kehidupan baru dan kedewasaan secara adat Batak Toba.

2

Boras si pirni Tondi ke atas kepala

Keras & kuat seperti beras, serta menjadi sumber kebahagiaan bagi keluarga besar kedua belah pihak dan lingkungan.

3

Ikan Mas yang berwarna kuning

Agar pasangan pengantin hidup dengan makmur serta rukun dan memiliki keturunan yang banyak seperti halnya ikan mas.

4 Ikan Mas 1 (satu) ekor

Pasangan pengantin telah resmi secara adat ‘bersatu’ dan hendaknya mereka seia- sekata dan saling berbagi dalam suka dan duka.

5 Pengantin perempuan

mengambil, uang dari tuppak hadirin

Pasangan pengantin sudah resmi membuka keluarga kecil yang baru. Dan pengatin wanita adalah bendahara baru yang siap memanagement keuangan keluarga yang baru terbentuk.

6 Ulos hela Ulos hela adalah simbolisasi “legalisasi/ mensyahkan secara adat untuk keluarga besar laki-laki dan keluarga

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 59-75)