• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELANGGARAN ISRAEL ATAS KESEPAKATAN OLSO DAN MELETUSNYA INTIFADHAH II

Dalam dokumen HAMAS kenapa dibenci Israel.pdf (Halaman 50-55)

HAMAS MENOREHKAN SEJARAH 1. BAGAIMANA HAMAS BERDIRI?

F. Gerakan Seni dan Budaya

6. PELANGGARAN ISRAEL ATAS KESEPAKATAN OLSO DAN MELETUSNYA INTIFADHAH II

Intifadhah pertama kali meletus tahun 1987 dan menjadi titik tolak penting kelahiran Hamas. Intifadhah I ini berlangsung sekitar 5 dari akhir tahun 1987 sampai dengan tahun 1993. Intifadhah I dipicu oleh serangan-serangan Israel yang terus membabi buta terutama terhadap warga sipil Palestina sejak Perang Libanon 1982. Aktivis-aktivis Ikhwanul Muslimin mempelopori gerakan perlawanan ini dan kemudian mereka membentuk Hamas (lihat bagian awal bab ini).

Perlawanan-perlawanan rakyat Palestina yang dimotori oleh Hamas selama lima tahun itu cukup menyita perhatian internasional agar segera dicarikan jalan keluarnya. Di dalam negeri PLO yang dipimpin Yasir Arafat terus bergerak ke arah perdamaian dengan Israel. Beberapa kali perundingan dilakukan antara

PLO dengan pihak Israel. Akhirnya diperoleh kesepakatan akhir berupa sebuah kesepakatan yang ditandatangani Arafat dan Yitsak Rabin di Oslo tanggal 13 September 1993. Kesepakatan itu kemudian dikenal dengan Kesepakatan Oslo (The Oslo Accord) atau dikenal juga dengan nama Perjanjian Gaza-Ariha I.

Pada intinya Kesepakatan Oslo berisi kesepakatan bahwa PLO akan menghentikan kekerasan perlawanan terhadap Israel, demikian juga Israel. Sementara itu, Israel harus menarik mundur semua pasukannya dari Jalur Gaza dan Tepi Barat. Selanjutnya kedua kawasan itu berada di bawah pemerintah Otoritas Palestina yang segera dibentuk.86

Tahun 1994, mengikuti Kesepakatan Oslo, dibentuklah Otoritas Nasional Palestina (Palestinian National Authoritry) atau yang lebih populer disebut Otoritas Palestina (Palestinian Authority). Badan ini dibentuk sebagai lembaga pemerintahan trnasisi Palestina sampai digelar pemilihan umum. Yaser Arafat, sebagai pemimpin PLO dipercaya sebagai pemimpin Otoritas Palestina ini.

Secara internasional, Otoritas Palestina diakui oleh negara-negara lain sebagai wakil resmi negara Palestina. Di beberapa negara Otoritas Palestina menempatkan duta besarnya, termasuk di Indonesia. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Otoritas Palestina statusnya diakui sebagai ―peninjau‖, menggantikan kedudukan PLO sejak tahun 1974. Posisi PLO di PBB sebenarnya sudah diubah nama menjadi ―Palestina‖ semenjak Deklarasi Kemerdekaan Palestina tahun 1988.

Sejak dibentuk, Otoritas Palestina mendapatkan bantuan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, juga dari negara-negara donor yang lain. Bantuan dari Amerika saat Hamas terpilih pada pemilu 2006 diancam akan dicabut mengingat status Hamas yang dianggap teroris oleh Amerika. Amerika bahkan meminta negara-negara sekutunya untuk menghentikan bantuan pada Otoritas Palestina di bawah Hamas. Sebagaimana layaknya pemerintahan lain, Otoritas Palestina pun berhak memiliki pasukan militer resmi.87

Sejak awal, Hamas sudah mencurigai pertemuan-pertemuan Arafat dengan pemerintah Israel sebelum ditandatanganinya Kesepakatan Oslo. Hamas melihat bahwa kesepakatan itu, sekalipun terlihat sepintas menguntung pihak Palestuna karena Jalur Gaza dan Tepi Barat diberikan pada Palestina, namun secara prinsipil Palestina sudah kalah dari Israel. Sebab, secara tidak langsung, Palestina telah mengakui keberadaan negara Israel di bumi Palestina. Kuartet pendukung utama kesepakatan, yaitu Amesrika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB, telah merekayasa kesepakatan itu untuk menggiring Palestina agar mengakui keberadaan Israel.

Pada saat yang sama, sebenarnya bukan hanya Hamas yang menyatakan ketidaksepakatan atas kesepakatan itu. Rakyat Palestina, para ulama dan mufti dari berbagai negara pun menyatakan tidak setuju karena alasan yang hampir sama dengan alasan Hamas. Di antara ulama yang menandatangani pernyataan tersebut adalah ulama kenamaan Saudi Arabia, Syaikh Abdullah Al-Utsaimin. 86 Abu Ridha (ed.). op. cit. hal. 85-90

Selain Utsaimin ulama lain yang ikut menandatangani adalah Syaikh Hamud ibn Abdullah Tuwaijiri, Dr. Abdullah ibn Ibrahim turaiqi, Abdul Muhsin Al-Ubaikan, Salman ibn Fahd Al-Audah, Dr. Aidh Al-Qarni, Dr. Muhammad Sa‘id Al-Qahthani, dan sebagainya.88

Pernyataan penolakan juga disampaikan oleh berbagai organisasi dari luar negeri yang menyokong perjuangan Hamas. Di antara organisasi-organisasi tersbut adalah Ikhwabul muslimin Mesir, Gerakan Dusturiyah isalemiyah Kuawait, Ikhwanul Muslimin Yordania, Jamaat Isalmi Pakista, Front Penyelamat Nasional Palestina (FPNF), putera-puteri Palestina di Kuwait, Persatuan Islam palestina di Amerika Utara, Komite Indonesia Untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Dewan Dakwah isalamiyah Indonesia, Faorum Ukhuwah isalmiyah Indonesia, Jamaah Ishlah Al-Ijtima‘i Kuwait, dan sebagainya.89

Selain karena alasan di atas, ketidaksepakatan atas untuk membuat kesepakatan dengan Israel juga disebabkan Hamas dan berbagai pihak lain yang tidak setuju atas kesepakatan itu melihat ke belakang. Berkali-kali telah dilakukan kesepakatan dengan Israel. Namun, justru Israel-lah yang selalu menjadi biang keladi mentahnya kesepakatan-kesepakatan yang sudah diambilnya sendiri. Saat ditandatangi Kesepakatan Oslo, banyak oiang sudah menduga bahwa Israel pasti akan mencla-mencle. Kesepakatan yang mereka buat hanya akan ada di atas kertas. Tidak lebih dari itu. Seterusnya mereka akan melakukan hal-hal yang menyokong keinginan mereka, yaitu mencaplok seluruh wilayah Palestina dijadikan negeri Israel Raya.

Benar saja apa yang diramalkan banyak orang. Israel kembali menyulut api dalam sekam. Msalah utamanya, Israel tidak pernah serius mau menarik diri dari Jalur Gaza dan Tepi Barat seperti yang tertera dalam perjanjian. Lebih parah lagi, pada tanggal 25 Februari 1994, di pagi hari yang dingin tentara Israel membombardir warga sipil Palestina yang tengah melaksanakan shalat shubuh di sebuah mesjid di kota Hebron. Korban meninggal dan luka-luka bergelimpangan mencapai jumlah yang tidak sedikit. Tercatat 66 meninggal dan 300 orang lebih luka-luka. Peristiwa itu membuat Hamas dan umumnya warga Palestina semakin tidak percaya pada Kesepakatan Oslo. Setelah itu pun berkali-kali terjadi pembantaian biadab yang dilakukan tentara Israel terhadap warga sipil Palestina.

Rakyat Palestina terpaksa bersabar menanti apa yang akan dibuat oleh Otoritas Palestina di bawah Arafat. Tahun 1996 diselengarakan pemilihan umum pertama untuk memilih presiden Otoritas Palestina dan Lembaga Legislatif Palestina (Palestinian Legistive Council). Pada pemilu ini, Hamas menyatakan tidak ikut karena menganggap dibentuknya Otoritas Palestina sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan pembebasan Palestina. Secara otomatis, Fatah, faksi yang paling dominan dalam PLO, tidak memiliki saingan. Ia melenggang menguasai mayoritas kursi Parlamen tanpa saingan yang berarti dan Yaser Arafat dengan mudah terpilih menjadi pemimpin Otoritas Palestina.90

88 Abu Ridha (ed.). op. cit. hal. 4-8 dan 99-111

89 Ibid. hal. 205-218

Hamas sendiri, setelah terpilihnya Yasir Arafat dan terbentuknya PLC, memilih untuk berkonsentrasi menata kembali organisasi yang semenjak dibentuknya Otoritas Palestina di-obok-obok oleh pihak-pihak Otoritas Palestina karena dianggap sebagai penghalang proses perdamaian Palestina-Israel. Selain itu, Hamas pun semakin mengintensifkan penggalangan dukungan dari berbagai negara untuk mendukung sikap Palestina terhadap Kesepakatran Oslo. Hal itu terutama dilakukan setelah Syaikh Ahmad Yasin dikeluarkan dari tahanan Israel tahun 1997.

Dalam situasi yang tidak sungguh-sungguh damai, tahun 2000 terjadi peristiwa yang kembali menyulut perang besar di Palestina. Perdana Mentri Israel, Ariel Sharon yang tahun 1982 memimpin pasukan menyerang aktivis Palestina di Libanon, kembali membuat ulah. Tanggal 28 September tahun 2000, Ariel Sharon melakukan kunjungan ke Mesjid Al-Aqsha bersama puluhan polisi Israel. Tentu saja, kejadian itu sangat melukai perasaan umat Islam di Palestina dan di seluruh dunia. Warga Palestina menganggap peristiwa itu sebagai pelecehan dan provokasi Sharon untuk memancing kemarahan umat Islam 91 Tambahan lagi, sehari setelah kunjungan Sharon beberapa tentara dan polisi Israel menembaki orang-orang yang tengah melaksanakan shalat di mesjid-mesjid di Yerussalem Lama.92

Dalam situasi seperti itu, pada hari yang sama Hamas kembali harus turun ke jalan menyerukan kembali perlawanan bersenjata menghadapi Israel kepada seluruh rakyat Palestina. Rakyat pun menyambut pula dengan semangat yang sama. Akhirnya perlawanan rakyat seperti yang terjadi tahun 1987 tidak bisa dibendung lagi. Inilah kemudian yang dikenal dengan nama Inifadhah II atau Intifadhah Al-Aqsha. Bentrokan bersenjata antara polisi dan tentara Israel dengan warga Palestina di berbagai tempat tidak bisa dihindarkan lagi.93

Lebih dari itu, sayap militer Hamas, Batallion Izzuddin Al-Qassam, mulai melakukan strategi perlwanan baru, yaitu dengan melakukan bom syahid (bom bunuh diri). Di Tel Aviv, tanggal 1 Juni 2001 seorang pengebom syahid Palestina meledakkan dirinya di diksotik Dolphinarium. Sebanyak 21 orang warga Israel yang sebagian besar pelajar SMA meninggal. Peristiwa itu cukup efektif untuk menekan Amerika agar kembali menegosiasikan keadaan itu. Peristiwa pengeboman selalu dibalas dengan pembantaian warga Palestina oleh tentara Israel di berbagai daerah di Tepi Barat , Jalur Gaza, dan pemukiman-pemukiman Palestina lainnya. Pihak Hamas pun kembali membalas serangan itu dengan serangan bom syahid yang lain. Kejadian itu berulang-ulang terjadi sampai tahun 2004.

Kejadian ini memaksa Arafat untuk menunjuk Mahmud Abbas (Abu Mazin) yang dikenal meoderat untuk menjadi perdana menteri Otoritas Palestina. Setelah Mahmud Abbas diangkat menjadi perdana Menteri, Amerika terus melakukan usaha-usaha penghentian konflik antara warga Palestina dengan 91 Harun Yahya. op. cit. hal. 3

92 www.en.wikipwdia.org/wiki/Al-Aqsa_ Intifada 93Ibid.

tentara Israel. Negosiasi antara Mahmud Abbas dengan pemerintah Israel tetap tidak menghjasilkan kesepakatan hingga akhirnya Abbas diganti oleh Ahmad Qurei September 2003. Amerika tetap berharap akan ada kesepakatan antara pemerintah Otoritas Palestina dengan pemerintah Israel. Sementara itu, perintiwa-peristiwa pengeboman dan pembantaian terus terjadi. Hamas melalui Batallion Izzuddin Al-Qassam dan pasukan kelompok Jihad Islam memotori perlawanan terhadap tentara Israel yang semakin membabi buta.

Peristiwa paling tragis terjadi tahun 2004. Setelah sebelumnya Israel membunuh pemimpin-pemimpin Hamas, salah satu yang paling terkenal adalah Yahya Ayyash (2002), pada tanggal 22 Maret 2004 dengan sangat tidak berperikamanusiaan, tentara Israel membombardir Syaikh Ahmad Yassin yang tengah melaksanakan shalat Subuh bersama dengan jamaahnya. Sebulan kemadian Abdul Azizi Al-Rantisi, pemimpin Hamas yang menggantikan posisi Syaikh Ahmad Yasin. Kejadian itu terjadi hanya sebulan setelah Ariel Sharon, perdana menteri Israel, mengumumkan kebijakan barunya yang akan menarik pasukan dan seluruh penduduk Israel dari Jalur Gaza dan Tepi Barat. 94

Ariel Sharon yang diangkat menjadi perdana menteri Israel sejak tahun 2001 sebenarnya memiliki sikap sangat tegas terhadap Palestina: menetang nasionalisme Palestina dan berdirinya negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Ia selalu mengampanyekan pendapatnya bahwa ―perdamaian hanya dapat ditukar dengan perdamaian‖ (bukan dengan tanah). Oleh karena itu, ia aktif menentang proses perdamaian Oslo. Bahkan setelah terpilih menjadi PM tanggal 6 Februari 2001, ia tetap konsisten dengan padangan politiknya itu.

Namaun, melihat kenyataan di lapangan bahwa kebijakan antipati sama sekali terhadap Palestina seperti itu hanya melahirkan lingkaran setan konflik Palestina-Israel tiada henti. Korban terus berjatuhan, baik dari pihak Palestina maupun Israel. Kutukan internasional terhadap berbagai aksi tentara Israel pun semakin keras. Semuanya menentang inkonsistensi Israel atas perjanjian yang sudah ditandatanganinya sendiri.

Tahun 2004 Sharon mulai mengubah garis kebijakan politiknya. Ia memutuskan untuk mengosongkan seluruh pemukiman di Jalur Gaza dan menyerahkannya kepada Palestina. Setelah peristiwa pengeboman Syaikh Yasin dan Rantisi, Sharon pun semakin mantap dengan keputusannya karena tekanan kepada Israel semakin kuat. Hal itu juga didorong dengan keseriusan pihak Palestina yang dalam Pemilu Presiden Januari 2005 memilih Mahmud Abbas sebagai presiden untuk melakukan perundingan damai dengan Israel.95 Hal itu sudah diduga sebelumnya mengingat sejak awal, Mahmud Abbas memang orang yang dikenal moderat terhadap Israel.

Bulan Agustus 2005 pengosongan Jalur Gaza dan Tepi Barat mulai dilakukan oleh Sharon. Namun ternyata kebijakan itu ditentang oleh banyak pihak di Israel, termasuk sejumlah tokoh di Partai Likud sendiri. Menteri Keuangan Benjamin Netanyahu menyatakan mundur sebagai pernyataan penentangan 94 Ibid.

terhadap kebijakan Sharon. Kekisruhan di dalam Partai Likud mendorong Sharon keluar dari Partai Likud dan membentuk partai baru, Kadima. Partai Likud pecah. Keputusan Saharon sendiri mendapat dukungan banyak pihak, termasuk dari Simon Peres dari Partai buruh.96

Sekalipun sudah diupayakan jalan perundingan dan pengosongan Jalur Gaza dan Tepi Barat oleh Sharon, bentrokan dan kekerasan fisik tetap saja belum bisa dihentikan. Berkali-kali terjadi pengeboman oleh kelompok garis keras Palestina seperti pasukan Al-Qassam dan kelompok Jihad Islam. Apa yang mereka lakukan sebenarnya lebih merupakan balsan dan pertahanan atas serangan yang dilancarkan polisi dan tentara Israel yang sampai saat itu belum pernah berniat dihentikan. Bahkan ketika Hamas memutuskan untuk ikut dalam Pemilu Legislatif Palestina tanggal 25 Januari 2006 dan menang dalam pemilu tersebut, kekerasan tetap saja terjadi. Tanggal 4 Februari 2006 Isarel masih melancarkan serangannya pada pasukan Jihad Isalam dan Qassam Barigade Martir Aqsha. Sembilan orang warga Palestina terbunuh, dan roket yang diluncurkan Al-Qassam ke Ashkelon Selatan dan Kibbutz Karmia97 melukai beberapa orang di sana. Belum kelihatan ada titik terang atas konflik fisik Palestina-Isarel sampai saat ini. Entah kapan Intifadhah II ini akan berakhir dengan damai dan menguntungkan semua pihak.

Dalam dokumen HAMAS kenapa dibenci Israel.pdf (Halaman 50-55)