• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 Berdasarkan Lima

DAN TEORI COMMUNITY EMPOWERMENT

5.2. Analisis Kesesuaian Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja.

5.2.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 Berdasarkan Lima

Kategori Bidang Perhatian: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja.

Pada bagian sub bab ini, Rerata pemanfaatan dana APP berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 akan ditinjau ulang dengan menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, data mengenai hal tersebut mengarah pada fakta bahwa prosentase terbesar pemanfaatan dana APP digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan, yaitu sebesar 34,71%. Prosentase terbesar kedua dipergunakan untuk kategori pengembangan sosial ekonomi sebesar 28,49%. Berturut-turut kemudian kategori motivasi dan animasi sebesar 18,64%, kategori pendidikan 16,84% dan kategori bencana alam dan musibah 1.32%.

Selanjutnya, pemahaman bahwa “Allah tidak membedakan orang” karena semua orang memiliki martabat yang sama sebagai makhluk ciptaan yang dibentuk seturut gambar dan rupa Allah, mensyaratkan adanya suatu jenis pertumbuhan bersama dan pribadi setiap orang. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut diperlukan jenis bantuan yang efektif untuk mereka yang miskin agar memiliki peluang yang setara dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan tidak hanya berbicara tentang kepastian adanya makanan bagi semua orang tetapi juga kesejahteraan dalam segala aspeknya. Hal ini berarti pendidikan, akses pelayanan kesehatan dan terutama pekerjaan, karena melalui kerja yang bebas, kreatif dan partisipatif dan saling mendukung manusia dapat mengungkapkan dan meningkatkan martabat hidup mereka (Paus Fransiscus: no.192, 111).

Terkait dengan pemahaman di atas dan prinsip kesejahteraan umum dalam Ajaran Sosial Gereja, deskripsi pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 yang dominan diwarnai karya-karya karitatif8 tersebut penting untuk dicermati kembali. Hal tersebut menjadi semakin mendesak jika dihubungkan dengan cita-cita Keuskupan Agung Semarang yang tertuang dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016 - 2035 yang menetapkan aspek sejahtera sebagai pintu masuk pertama menuju

8

Berdasarkan ciri-ciri karya kasih yang bercorak karitatif maka kategori pendidikan dan kategori musibah bencana alam termasuk dalam kelompok karya karitatif. Terkait dengan hal ini maka besaran prosentase dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode yang dimanfaatkan untuk kelompok karitatif kemanusiaan adalah 82.87%.

140

terwujudnya peradapan kasih dalam masyarakat Indonesia (Dewan Karya Pastoral 2016:15). Kesejahteraan umum merujuk pada keseluruhan kondisi hidup kemasyarakatan yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri (Second Vatican Council: no.26, 174). Pencapaian ‘kesempurnaan diri’ diinterpretasikan sebagai kondisi tidak tergantung pada bantuan orang lain tetapi mampu mengusahakan kehidupannya sendiri (Dewan Karya Pastoral 2016: no.34, 43). ‘Kesempurnaan diri’ kurang memungkinkan dicapai dengan karya karitatif. Karya ini perlu dipertimbangkan hanya sebagai jawaban sementara dari kebutuhan-kebutuhan yang mendesak untuk ditangani (Paus Fransiscus: no.202, 117).

Dewan Karya pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku “Gereja yang Signifikan dan Relevan: Pendalaman Ardas 2011 - 2015” menegaskan bahwa berdasarkan ciri-cirinya9 karya-karya karitatif tidaklah cukup sebagai upaya solidaritas dengan mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Gereja perlu mengembangkan karya yang bersifat memberdayakan (2011:60-61). Argumentasinya, Karya pemberdayaan merupakan karya kasih yang mendorong orang lain menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Pemberdayaan merupakan perubahan yang

9

Tindakan karitatif adalah karya kasih yang memiliki ciri: pertama, karya kasih dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan analisis sosial-politik tentang penyebab terjadinya suatu situasi yang memprihatinkan, misalnya kemiskinan. Kedua, bantuan yang diberikan langsung dapat dirasakan. Ketiga, hanya cocok untuk membantu korban-korban bencana alam saja.

141

terjadi pada habitus yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan hidup baik secara individu maupun secara sosial-kelompok (Dewan Karya Pastoral, 2011:61). Pemberdayaan yang memerdekakan bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel seharusnya lebih diutamakan daripada kegiatan-kegiatan lain yang menciptakan ketergantungan (Dewan Karya Pastoral: no 3.2, 27) .

Berkaitan dengan tingginya pemanfaatan dana APP untuk karya-karya karitatif, data lapangan mengidentifikasikan bahwa dana-dana sosial Gereja10 belum dikelola secara efektif dan efisien berdasarkan intensio dantis-nya oleh Paroki. Misalnya, Dana Papa Miskin dan 25 % Dana APP yang ditinggal di Paroki. Di sebagian besar Paroki di Keuskupan Agung Semarang, kedua dana tersebut dikelola dengan tidak berdasarkan intensio dantis-nya. Menjadi suatu fenomena yang umum terjadi dimana kedua dana tersebut di Paroki-Paroki dipakai untuk pembangunan fisik gereja dan bahkan di beberapa kasus dijadikan sebagai dana abadi Paroki dalam bentuk tabungan atau deposito. Kondisi ini dapat menjadi salah satu argumentasi mengapa proposal-proposal yang ditujukan pada Panitia Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun

10

Di setiap Paroki minimal ada tiga jenis dana sosial yang bisa diakses oleh umat, yaitu: Dana Papa Miskin yang berasal dari 15% dari hasil kolekte umum dan amplop persembahan pada setiap hari Minggu, Dana APP yang ditinggal di Paroki berasal dari 25% dari keseluruhan dana yang diperoleh dari kolekte Minggu Palma serta kotak APP dan dana Tim Kerja PSE yang berasal baik dari dana program yang dianggarkan di RAPB Paroki maupun dana yang diperoleh dari permohonan kepada Panitia APP Kevikepan/Keuskupan/Nasional

142

anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 dominan diwarnai karya-karya karitatif. Ketika kebutuhan akan dana-dana yang bersifat pertolongan pertama tidak dapat diakses di Paroki, sangatlah beralasan apabila kemudian kebutuhan akan dana tersebut diusulkan kepada Panitia Pemanfaatan Dana APP baik di tingkat kevikepan maupun tingkat Keuskupan.

Pengelolaan dana-dana sosial Gereja yang belum diatur secara tegas berdasarkan intensio dantis-nya tersebut menyebabkan terjadinya overlapping baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatannya. Untuk itu, sangatlah mendesak adanya sebuah pedoman yang integral mengenai pengelolaan dan pemanfaatan dana-dana sosial gereja -yang memuat kriteria yang jelas, persyaratan penerima manfaat dan mekanisme tim kerjanya-. Kebutuhan akan pedoman ini menjadi semakin penting karena data di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa dana sosial Gereja di luar Dana APP dan Danpamis. Di Keuskupan Agung Semarang, untuk kepentingan pengembangan Pelayan Pastoral dikenal dana KPG (Kolekte Pelayan Gereja), untuk situasi bencana ada dana Karitas Indonesia dan di lapangan dikenal juga dana Tim Peduli Pendidikan (TPP). Dengan adanya sebuah pedoman yang integral mengenai dana-dana sosial Gereja ini sangatlah memungkinkan terjadinya sinergi dalam pengelolaan dan pemanfaatan masing-masing dana tersebut dan dengan demikian peluang untuk tercapainya wajah Gereja yang semakin signifikan dan relevan bagi umat dan masyarakat semakin besar. Melalui

pedoman ini pula karya-karya sosial Gereja terhindar dari dominasi warna karitatif yang cenderung tidak berkelanjutan.

Berkenaan dengan pedoman pengelolaan dana sosial gereja, 26 paroki dari 33 Paroki di Kevikepan Yogyakarta telah memiliki pedoman tersebut. 2 paroki dalam proses penyusunan dan 5 paroki belum memiliki. Kepemilikan pedoman itupun dapat dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu: mempunyai pedoman tetapi belum dilaksanakan dan mempunyai pedoman sekaligus sudah dilaksanakan. Tabel 5.1 berikut ini mengilustrasikan kepemilikan pedoman pengelolaan dana sosial gereja di Kevikepan Yogyakarta.

TABEL 5.1

KEPEMILIKAN PEDOMAN PENGELOLAAN DANA SOSIAL GEREJA