• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

7 PEMBAHASAN UMUM

Gugus Pulau Sapeken sebagai kumpulan dari sejumlah pulau – pulau kecil, memiliki sejumlah ekosistem laut yang berpotensi untuk dikembangkan. Keberadaan ekosistem terumbu karang, lamun, mangrove dan potensi perairan memungkinkan gugus Pulau Sapeken untuk dikembangkan kegiatan wisata. Kegiatan wisata yang dimaksud adalah kegiatan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada dengan tetap memperhatikan karakteristik gugus Pulau Sapeken dengan tetap mengedepankan keberlanjutan.

Wisata secara berkelanjutan didefiniskan sebagai wisata yang secara ekologi ramah, layak secara ekonomi dan secara sosial dapat diterima. Hal tersebut mengindikasikan wisata secara berkelanjutan harus mampu mengkombinasikan perlindungan ekologi dan nilai – nilai sosial ekonomi lokal (Brown et al. 1997). Lebih lanjut dijelaskan dalam penerapannya, wisata secara berkelanjutan membutuhkan integrasi dari komponen biofisik, sosial dan ekonomi. Tiap komponen memiliki ambang batas, batas alami dimana kegiatan wisata dapat dilaksanakan. Jika melewati batas alami yang dimiliki, pengembangan wisata pasti akan mengarah pada kerusakan lingkungan atau konflik sosial (Wong 1998).

Pengembangan wisata secara berkelanjutan tentunya sangat tepat bagi pengembangan gugus Pulau Sapeken terkait dengan karakteristik dan keterbatasan yang dimiliki. Lebih lanjut, gugus Pulau Sapeken merupakan sebuah sistem kompleks, disusun dari sistem ekologi, sistem sosial dan sistem ekonomi sehingga dalam pemanfaatan segenap potensi, akan saling terkait dan mempengaruhi. Berangkat dari pemahaman tersebut, dalam pengembangan wisata berkelanjutan di gugus Pulau Sapeken pemahaman kondisi sistem ekologi dan sistem sosial ekonomi diperlukan.

7.1 Kondisi Sistem Ekologi Sosial Gugus Pulau Sapeken

Sistem ekologi sosial (SES) merupakan sebuah sistem yang didalamnya tidak hanya melihat keterkaitan manusia yang melekat pada suatu sistem ekologi ataupun ekosistem yang melekat dalam sistem manusia, melainkan sebuah sistem yang menilai keduanya sebagai sesuatu yang berbeda secara bersama (Walker et al. 2006). Lebih lanjut djelaskan SES menampilkan kapasitas ketahanan (resilience) untuk mengukur kerentanan (vulnerability) yang dimiliki

146

terhadap gangguan tidak diharapkan atau tidak terduga (Holling, 2001).

Gugus Pulau Sapeken memiliki kondisi sistem ekologi sosial yang berbeda di tiap pulau. Perbedaan kondisi ini banyak dipengaruhi tingkat pemanfaatan, ketersediaan dan kondisi sumberdaya yang ada. Mengacu pada hasil penilaian SES di tiap pulau (Tabel 27 – Tabel 33), menunjukkan Pulau Sepanjang dan Pulau Paliat memiliki kondisi SES yang paling baik. Dikaitkan dengan pendapat Holling diatas, dapat dikatakan Pulau Sepanjang dan Pulau Paliat memiliki tingkat ketahanan yang baik dalam pengembangan wisata dibandingkan pulau kecil lainnya. Tingkat ketahanan yang lebih baik, menjadikan Pulau Sepanjang dan Pulau Paliat dapat dikembangkan sebagai tempat sejumlah fasilitas penunjang wisata seperti penginapan dan lainnya.

Kegiatan wisata atau ekowisata merupakan kegiatan yang sangat tergantung pada ketersediaan jasa – jasa ekosistem. Terkait dengan hal tersebut terpeliharanya ekosistem yang ada di gugus Pulau Sapeken mutlak diperlukan. Tuntutan untuk melestarikan kondisi ekosistem secara tidak langsung pula akan mendorong masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada secara ramah dan lestari, dengan harapan mendapatkan manfaat lebih besar dari kegiatan wisata. Lebih lanjut, terpeliharanya kondisi ekosistem yang lebih baik yang di dorong oleh pengembangan wisata akan meningkatkan ketahanan (Ballesteros 2011). Berdasarkan hal tersebut pengembangan wisata secara berkelanjutan di gugus Pulau Sapeken, selain memberikan manfaat terhadap masyarakat lokal, juga merupakan upaya dalam pelestarian segenap ekosistem yang ada didalamnya.

7.2 Kesesuaian Kawasan untuk Pengembangan Wisata di Gugus Pulau Sapeken

Pembangunan berkelanjutan adalah jenis pembangunan yang menyesuaikan kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan pembangunan berkelanjutan berupa upaya meningkatkan integrasi tiga dimensi perkembangan yaitu: ekonomi, sosial dan lingkungan. Perencanaan tata ruang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkoordinasikan pembangunan sosio – ekonomi melalui pencegahan masalah lingkungan dan sekaligus melindungi alam dan budaya lingkungan. Tantangan untuk perencanaan adalah untuk memastikan efisiensi penggunaan sumber daya yang terbatas lahan dan

147

menjamin pengembangan bisnis regional seimbang dan penggunaan seimbang sumber daya, termasuk sumber daya alam dan sumber daya lanskap, tanah, air dan udara.

Pelaksanaan perencanaan kawasan (spatial plan) didasarkan atas hasil penilaian kesesuaian kondisi lingkungan untuk kegiatan wisata. Kondisi lingkungan yang dimaksud meliputi sejumlah parameter terkait dengan peruntukan sejumlah jenis wisata. Pemanfaatan sumberdaya dan kawasan di gugus Pulau Sapeken untuk kegiatan wisata, dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan kondisi atau karakter wilayah beserta keterbatasan yang melekat. Perencanaan kawasan melalui penilaian kesesuaian untuk kegiatan wisata, menunjukkan kesesuaian untuk pengembangan wisata selam, wisata snorkeling dan wisata mangrove, serta berpotensi untuk dikembangkan wisata pancing dan wisata selam (Tabel 41 – Tabel 50). Faktor keberadaaan ekosistem berupa terumbu karang dan mangrove memiliki peran penting dalam pengembangan wisata di gugus Pulau Sapeken.

Pentingnya faktor keberadaan ekosistem di gugus Pulau Sapeken bagi pengembangan wisata, terkait dengan fungsi ekosistem sebagai penyedia jasa jasa ekosistem (ecosystem services), sehingga perlu terjaga kelestariaannya. Bentuk pelestarian yang dapat dilakukan dengan meminimalkan pemanfaatan yang mengancam keberadaan ekosistem. Langkah yang dapat dilakukan berupa pengaturan kawasan wisata dengan kawasan pemanfaatan lainnya. Langkah ini perlu ditempuh untuk meminimalkan konflik pemanfaatan sehingga tujuan wisata dalam melestarikan lingkungan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat lokal dapat terwujud.

7.3 Daya Dukung Pemanfaatan Wisata di Gugus Pulau Sapeken

Perencanaan kegiatan ekowisata di kawasan gugus Pulau Sapeken dilakukan melalui penilaian terhadap kemampuan dari ekosistem yang ada di gugus Pulau Sapeken untuk menyediakan ruang dan segenap aspek yang diperlukan guna mengimplementasikan kegiatan wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism).

Penilaian terhadap daya dukung pemanfaatan kegiatan ekowisata di gugus Pulau Sapeken dilakukan dengan menilai seberapa besar ruang tersedia bagi kegiatan wisata. Besaran ruang yang dapat disediakan tergantung pada besaran ekosistem, kondisi ekosisitem serta status kesesuaian ekosistem yang ada bagi

148

pemanfaatan ekowisata. Berdasarkan hal tersebut penilaian terhadap daya dukung pemanfaatan gugus Pulau Sapeken bagi kegiatan ekowisata menunjukkan nilai yang berbeda untuk tiap jenis wisata (Tabel 54 – Tabel 58). Lebih lanjut, penilaian terhadap daya dukung gugus Pulau Sapeken bagi wisata dilakukan dengan menilai ketersediaan sumberdaya dalam mendukung segenap kebutuhan yang diperlukan bagi kegiatan wisata (Tabel 65). Nilai tersebut merupakan batasan maksimum pengguna (wisatawan) yang dapat ditampung pada kawasan gugus Pulau Sapeken untuk tetap memberikan kenyamanan (leisure) tanpa mempengaruhi atau menyebabkan penurunan kualitas sumberdaya.

Keterkaitan kegiatan ekowisata dengan jasa ekosistem menjadikan upaya pengelolaan terhadap pemanfaatan ekosistem di pulau kecil diperlukan. Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil menjadikan kegiatan ekowisata sebagai bentuk pemanfaatan yang akan dilakukan harus didasarkan atas keterbatasan yang ada. Bentuk pengelolaan tersebut berupa penyesesuaian kegiatan ekowisata dengan daya dukung kawasan pulau kecil, dengan mengatur jumlah wisatawan. Pengaturan jumlah wisatawan ini dimaksudkan untuk mengatur konsumsi sumberdaya dan ruang yang keberadaannya sangat terbatas di pulau kecil dalam memberikan kenyamanan atau kepuasan bagi wisatawan.

Kegiatan wisata pulau-pulau kecil (small island tourism) merupakan kegiatan wisata yang dilakukan dengan mempertimbangkan batasan dari pulau kecil. Untuk berkelanjutan, pengembangan kegiatan wisata di pulau kecil harus mampu mempertemukan segenap kebutuhan yang ada. Lebih lanjut, harmonisasi antara kegiatan pemanfaatan dan kualitas lingkungan merupakan kondisi penting untuk diciptakan, agar terjamin keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi. Batasan dari pengembangan kegiatan ekowisata di gugus Pulau Sapeken berupa kemampuan tampung (loading capacity) maksimum dari sejumlah ekosistem yang ada. Pemanfaatan yang melebihi loading capacity maksimum, akan berdampak terhadap penurunan kualitas ekosistem dalam menyediakan sejumlah ecosystem service.