• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3. KONDISI SISTEM EKOLOGI SOSIAL GUGUS PULAU SAPEKEN

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.5 Status Ketersediaan ( Budget ) Jasa Ekosistem

Status ketersediaan jasa ekosistem dinilai dengan membandingkan antara suplai ekosistem dan permintaan jasa ekosistem. Hasil penilaian menggambarkan dinamika keseimbangan jasa ekosistem di wilayah gugus Pulau Sapeken. Adapun status ketersediaan (budget) jasa ekosistem yang dihasilkan di tiap pulau – pulau kecil pada wilayah gugus Pulau Sapeken.

Tabel 27 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Pagerungan Besar

Natural Capital Asset a Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecilb c d e f g h

1 Terumbu Karang 2 2 0 2 0 2 2 0 2 Mangrove 1 2 0 0 0 2 2 0 3 Tegalam 0 0 -1 0 0 0 0 0 4 Pemukiman -1 0 -1 0 0 0 0 0 5 Tanah Terbuka 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Vegetasi 0 1 -1 0 0 0 1 0 7 Laut 2 2 0 1 1 1 0 0 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran

c. Budaya g. Rekreasi

59

Tabel 28 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Pagerungan Kecil

Natural Capital Asset Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecil

a b c d e f g h 1 Terumbu Karang 2 2 0 2 0 2 2 0 2 Tegalan 0 1 -1 0 0 0 0 0 3 Pemukiman -1 0 -1 0 0 -1 0 0 4 Tanah Terbuka 0 0 0 0 0 0 1 0 5 Vegetasi 0 1 -1 0 0 0 1 -2 6 Laut 2 2 1 1 1 1 0 0 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran

c. Budaya g. Rekreasi

d. Ekonomi h. Spiritual

Tabel 29 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Paliat

Natural Capital Asset a Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecilb c d e f g h

1 Terumbu Karang 0 1 0 0 0 0 0 1 2 Mangrove 2 2 2 1 2 2 2 0 3 Tegalam 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Pemukiman 0 0 0 0 0 0 0 0 5 Tanah Terbuka 0 0 0 0 0 0 1 0 6 Vegetasi 1 1 0 0 0 0 0 0 7 Laut 2 1 1 1 1 1 0 0 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran

c. Budaya g. Rekreasi

d. Ekonomi h. Spiritual

Tabel 30 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Sapangkur

Natural Capital Asset Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecil

a b c d e f g h 1 Terumbu Karang 1 2 0 1 0 0 0 0 2 Mangrove 0 2 0 1 0 1 0 1 3 Tegalam 0 1 0 0 0 0 0 0 4 Pemukiman 0 0 0 -1 0 0 0 0 5 Tanah Terbuka 0 1 0 0 0 0 0 0 6 Vegetasi 0 0 0 0 0 1 0 0 7 Laut 2 2 0 1 1 1 1 1 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran c. Budaya g. Rekreasi d. Ekonomi h. Spiritual 3 2 1 0 KeseimbanganKeseimbangan - 3 - 2 - 1 Kapasitas melebihi Penggunaan Kapasitas melebihi Penggunaan Penggunaan melebihi kapasitas Penggunaan melebihi kapasitas 3 2 1 0 KeseimbanganKeseimbangan - 3 - 2 - 1 Kapasitas melebihi Penggunaan Kapasitas melebihi Penggunaan Penggunaan melebihi kapasitas Penggunaan melebihi kapasitas 3 2 1 0 KeseimbanganKeseimbangan - 3 - 2 - 1 Kapasitas melebihi Penggunaan Kapasitas melebihi Penggunaan Penggunaan melebihi kapasitas Penggunaan melebihi kapasitas

60

Tabel 31 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Sapeken

Natural Capital Asset Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecil

a b c d e f g h 1 Terumbu Karang 0 0 0 -1 0 0 0 1 2 Tegalam -1 0 0 1 0 0 0 0 3 Pemukiman -2 0 0 -2 0 0 0 0 4 Tanah Terbuka -1 0 0 -1 0 0 1 0 5 Vegetasi 0 0 0 -1 -1 0 -1 0 6 Laut 1 1 0 1 0 -1 -1 0 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran

c. Budaya g. Rekreasi

d. Ekonomi h. Spiritual

Tabel 32 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Saor

Natural Capital Asset a Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecilb c d e f g h

1 Terumbu Karang 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Tegalan 1 0 0 1 0 0 0 1 3 Pemukiman 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Tanah Terbuka 0 0 0 0 0 0 0 0 5 Vegetasi 0 1 0 0 0 0 -1 0 6 Laut 0 0 0 1 0 0 -1 0 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran

c. Budaya g. Rekreasi

d. Ekonomi h. Spiritual

Tabel 33 Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Sepanjang

Natural Capital Asset Jasa Ekosistem Pulau - Pulau Kecil

a b c d e f g h 1 Terumbu Karang 1 1 0 1 0 0 1 2 2 Mangrove 1 1 1 1 0 0 0 1 3 Tegalan 0 1 0 0 0 0 0 0 4 Pemukiman 0 1 0 0 0 0 1 0 5 Tanah Terbuka 0 0 1 0 0 0 0 0 6 Vegetasi 2 0 1 1 1 0 2 0 7 Laut 1 1 1 0 0 0 1 1 Keterangan

a. Estetik e. Keberlanjutan Hidup

b. Biodiversitas f. Pembelajaran

c. Budaya g. Rekreasi

d. Ekonomi h. Spiritual

Status ketersediaan jasa ekosistem di wilayah gugus Pulau Sapeken (Tabel 27 – Tabel 33) menunjukkan umumnya permintaan permintaan (demand) jasa ekosistem jasa masih dibawah Suplai jasa ekosistem terutama pada Pulau Paliat, Pulau Sapangkur, Pulau Saor dan Pulau Sepanjang (nilai antara 1 sampai 3).Status ketersediaan tersebut menunjukkan jasa ekosistem berupa estetika, biodiversitas, budaya, ekonomi, keberlanjutan hidup, pembelajaran, rekreasi dan spiritual masih dapat dipenuhi dalam natural capital asset berupa tipe tutupan

3 2 1 0 KeseimbanganKeseimbangan - 3 - 2 - 1 Kapasitas melebihi Penggunaan Kapasitas melebihi Penggunaan Penggunaan melebihi kapasitas Penggunaan melebihi kapasitas 3 2 1 0 KeseimbanganKeseimbangan - 3 - 2 - 1 Kapasitas melebihi Penggunaan Kapasitas melebihi Penggunaan Penggunaan melebihi kapasitas Penggunaan melebihi kapasitas 3 2 1 0 KeseimbanganKeseimbangan - 3 - 2 - 1 Kapasitas melebihi Penggunaan Kapasitas melebihi Penggunaan Penggunaan melebihi kapasitas Penggunaan melebihi kapasitas

61

berupa terumbu karang, mangrove, tegalan, pemukiman, tanah terbuka, vegetasi dan laut. Kondisi ini menunjukkan selain potensi pemanfaatan yang masih tinggi, di wilayah gugus Pulau Sapeken (utamanya di Pulau Paliat, Pulau Sapangkur, Pulau Saor dan Pulau Sepanjang), status natural capital asset yang ada masih terpelihara dengan baik sehingga masih tetap dapat menyediakan jasa dan barang (goods and service) untuk mendukung kehidupan manusia. Terpeliharanya natural capital asset yang ada di wilayah gugus Pulau Sapeken juga mengindikasikan adanya keterkaitan yang baik antara kondisi sosial (societal) dan kondisi ekologi yang ada pada kawasan Pulau Paliat, Pulau Sapangkur, Pulau Saor dan Pulau Sepanjang.

Terpeliharanya natural capital asset di wilayah gugus Pulau Sapeken sebagai bentuk terjalinnya kondisi sistem ekologi sosial ditunjukkan dengan biodiversitas terumbu karang dan mangrove yang ada pada. Tercatat 36 genera karang dengan genera karang terbanyak dari famili Faviidae (11 genera) dan Fungiidae (9 genera). Umumnya kondisi terumbu karang masih dalam keadaan baik terutama pada kedalaman dangkal 2 –3 meter, serta tidak ditemukan adanya koloni karang yang mengalami bleaching. Selanjutnya keanekaragaman ikan karang tergolong cukup tinggi dengan tersensusnya 342 spesies ikan karang dari 33 famili dan 96 genera (FDC - INNR 2006). Untuk mangrove, populasi terbesar terdapat di Pulau Sepanjang. Suhardjono dan Rugayah (2007) mencatat luas mangrove di Pulau Sepanjang bagian utara diperkirakan mencapai ± 3.000 ha denganlebar bervariasi antara 250 – 1.500 m dan dalam kondisimasih cukup baik.Hasil inventarisasi menunjukkan terdapatsebanyak 36 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 22 sukudan 27 marga. Jenis-jenis mangrove yang hampir ditemukan diseluruh Pulau Sepanjang adalah Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, C. decandra, Bruguiera gymnorrhiza, Excoecaria agallocha, Xylocarpus moluccensis, Xylocarpus granatum dan Lumnitzera racemosa. Sedangkan beberapa jenis hanya ditemukan di lokasitertentu seperti Calophyllum inophyllum, Caesalpinia bundoc, Scaevola taccada dan Wedelia biflora, dan Bruguiera sexangula.

Kondisi natural capital asset di wilayah gugus Pulau Sapeken terutama di Pulau Paliat, Pulau Sapangkur, Pulau Saor dan Pulau Sepanjang memungkinkan keberlangsungan jasa ekosistem selain biodiversitas seperti budaya, ekonomi, keberlanjutan hidup, pembelajaran, rekreasi dan spiritual. Jasa ekosistem mengacu pada manfaat tak berwujud (intangible benefits) yang diterima dari

62

ekosistem dalam bentuk pengalaman spiritual non-materi, religius, inspiratif dan pendidikan. Gee and Burkhard (2010) membedakan antara manfaat dan sesuatu yang memiliki nilai bagi manusia. Manusia memiliki moral, spiritual, pendidikan, estetika, rasa memiliki tempat, dan nilai-nilai lainnya terhadap lingkungan yang semuanya dapat mempengaruhi sikap dan tindakan manusia terhadap ekosistem dan jasa yang berikan (MEA 2003). Nilai-nilai ini mencerminkan emosi, pandangan efektif, dan simbolis ang melekat pada alam yang dalam banyak kasus tidak dapat secara memadai ditangkap oleh metafora komoditas atau metrik moneter (Chiesura 2004). Nilai-nilai sosial dan budaya yang paling langsung berhubungan dengan kategori jasa ekosistem adalah budaya, dan mungkin termasuk nilai tempat, rasa masyarakat dan identitas, kesehatan fisik dan mental, kohesi sosial, dan nilai-nilai pendidikan (Chan et al. 2012).

Berangkat dari keterkaitan kondisi sosial dan ekologi yang ada semakin menjelaskan pulau-pulau kecil yang terdiri dari banyak sub-sistem seperti ekonomi, masyarakat, demografi, budaya, lingkungan, dan ekologi. Sub-sistem yang ada saling interaktif dan saling tergantung. Interaksi sub-sistem menurut Bass and Dalal-Clayton (1995) mendefinisikan perilaku dan keberlanjutan dari sebuah pulau dalam menghadapi pengaruh eksternal dan penyesuaian internal. Sebuah keseimbangan yang berkelanjutan dicapai ketika setiap sub-sistem mampu menerima pengaruh yang ada (acceptably), berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan, kesehatan, budaya, otonomi pulau, keanekaragaman hayati dan pendukung kehidupan ekologi. Namun jika terjadi tekanan dari luar terhadap ekosistem, ekonomi, atau masyarakat, yang melebihi suplai pulau akan menyebabkan sub sistem akan terganggu. Keseimbangan antara sub-sistem yang terganggu akan mempengaruhi pembangunan berkelanjutan dan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem pulau.

Potensi kerusakan akibat tekanan terhadap ekosistem yang melebihi suplai pulau akan berakibat pada terganggunya penyediaan barang dan jasa oleh ekosistem. Potensi kerusakan tertinggi dapat dilihat pada nilai status ketersediaan (budget) jasa ekosistem dalam natural capital asset berupa tipe tutupan tegalan, pemukiman, tanah terbuka dan vegetasi di Pulau Pagerungan Besar, Pulau Pagerungan Kecil dan Pulau Sapeken (Tabel 27, Tabel 28 dan Tabel 31). Tingginya potensi kerusakan di tiga pulau tersebut disebabkan oleh beberapa faktor populasi penduduk yang tinggi.

63

Potensi kerusakan di Pulau Sapeken banyak dipengaruhi oleh tingginya populasi penduduk. Populasi penduduk di wilayah gugus Pulau Sapeken berdasarkan data yang diperoleh, berjumlah 43.782 jiwa tersebar di sembilan desa (Tabel 34). Jumlah penduduk terbesar terkonsentrasi di Pulau Sapeken, Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil. Terkonsentrasinya penduduk di tiga pulau kecil tersebut dipengaruhi keberadaan aktifitas yang ada didalamnya. Pulau Sapeken merupakan sentra dari kegiatan perekonomian dan pemerintahan bagi wilayah pulau kecil sekitarnya. Masyarakat pulau disekitar Pulau Sapeken banyak mendapatkan barang kebutuhan sehari hari dari pasar yang ada di Pulau Sapeken. Terkonsentrasi aktifitas perekonomian dan pemerintahan menjadikan wilayah ini menjadi aglomerasi sejumlah kegiatan pendukung. Dibandingkan pulau–pulau kecil disekitarnya, Pulau Sapeken memiliki kelengkapan sarana prasarana berupa sarana komunikasi, listrik, pendidikan dan kesehatan yang lebih memadai. Kondisi inilah yang menjadikan Pulau Sapeken memiliki jumlah penduduk terbesar.

Tabel 34 Jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata penduduk per rumah tangga

No Desa Rumah Tangga Penduduk Rata-rata

1 Sabunten 968 3,113 3.22 2 Paliat 691 2,305 3.34 3 Sapeken 4,050 14,055 3.47 4 Sasiil 1,016 3,303 3.25 5 Sepanjang 1,470 4,940 3.36 6 Tanjungkiaok 882 2,985 3.38 7 Pagerungan Kecil 1,509 5,500 3.64 8 Pagerungan Besar 1,625 5,628 3.46 9 Sakala 588 1,953 3.32 Jumlah 12,799 43,782 30.45

Sumber : Kecamatan Sapeken Dalam Angka 2010

Tingginya populasi di Pulau Sapeken berimplikasi terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga. Implikasi tersebut menurut Mimura (2007) akan meluas kemasalah permintaan lahan, pengelolaan air, pengelolaan limbah dan polusi. Kondisi tersebut jelas akan mengancam terhadap kondisi natural capital asset (terumbu karang, tegalan, pemukiman, tanah terbuka, vegetasi dan laut) sekaligus keberlanjutan jasa ekosistem (ecosystem service) di Pulau Sapeken (Tabel 31). Jasa ekosistem yang mengalami gangguan di Pulau Sapeken rmeliputi jasa ekosistem sebagai nilai budaya, ekonomi, penyedia jasa keberlanjutan hidup, jasa pembelajaran dan rekreasi. Gangguan penyediaan sejumlah jasa ekosistem menjadikan masyarakat yang tinggal di Pulau Sapeken untuk memiliki lingkungan yang tidak nyaman.

64

Pulau Pagerungan Besar dan Pulau Pagerungan Kecil mengalami permasalahan yang sama dengan Pulau Sapeken berupa tingginya populasi penduduk. Berbeda dengan Pulau Sapeken, tingginya populasi penduduk disebabkan oleh adanya kegiatan penambangan yang dilakukan Kangean Energy Indonesia (KEI) sebagai salah satu perusahaan minyak dan gas bumi yang memiliki wilayah kuasa pertambangan di Pulau Pagerungan Besar. Kontribusi keberadaan KEI di wilayah tersebut dapat dilihat dengan adanya adanya sejumlah fasilitas umum yang ada berupa : pelabuhan rakyat, penyediaan listrik, sarana kesehatan, jalan dan sekolah yang pengoperasian dibantu melalui program CSR (corporate social response). Keberadaan fasilitas tersebut menjadi salah satu hal yang menarik bagi masyarakat untuk bermukim di Pulau Pagerungan Besar dan Pulau Pagerungan.

Populasi penduduk yang besar pada kedua pulau kecil tersebut berpengaruh terhadap meningkatnya pemenuhan kebutuhan hidup. Tekanan tersebut berpengaruh terhadap keberlangsungan jasa ekosistem yang ada. Pengaruh dari tersebut dapat terlihat dari keberadaan beberapa natural capital asset (pemukiman, tegalan, dan vegetasi) dalam menyediakan sejumlah jasa ekosistem (estetika, budaya, mediapembelajaran dan spiritual) yang berada dibawah kondisi keseimbangan (Tabel 27 dan 28). Status ketersediaan jasa ekosistem di Pulau Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil yang dipengaruhi oleh populasi penduduk ini menunjukkan adanya keterkaitan antara jasa ekosistem dan kondisi sosial. Sistem sosial dan ekologi terkait erat, dimana sistem sosial dapat berpengaruh terhadap sistem ekologi khususnya terhadap penyediaan barang dan jasa ekosistem. Lebih lanjut Berkes et al. (2000) menjelaskan keterkaitan antara sistem sosial dan sistem ekologi diperlukan untuk memastikan ekosistem dapat terus menyediakan barang dan jasa ekosistem berupa makanan, air bersih, udara dan banyak barang-barang penting lainnya serta jasa untuk generasi sekarang dan masa depan.

Berdasarkan penjelasan diatas, menunjukkan penduduk memiliki persepsi tinggi terhadap jasa ekosistem yang disediakan natural capital asset di wilayah gugus Pulau Sapeken. Hal ini ditunjukkan dalam memberikan penilaian terhadap status ketersediaan jasa ekosistem di wilayah gugus Pulau Sapeken, banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial (populasi manusia). Gugus Pulau Sapeken sebagai himpunan pulau – pulau kecil yang saling berinteraksi, sangat rentan terhadap aktifitas pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia. Untuk menciptakan

65

keberlanjutan jasa ekosistem, penduduk di wilayah gugus Pulau Sapeken, harus memastikan hidup dalam batas-batas ekologis yang ada. Kontribusi jasa ekosistem untuk kesejahteraan manusia sangat besar (Costanza et al. 1997), tetapi banyak jasa ekosistem tidak dapat dinilai. Hal ini telah menyebabkan kurangnya apresiasi terhadap peran penting jasa ekosistem dalam mempertahankan mata pencaharian dan kesejahteraan di wilayah gugus Pulau Sapeken. Dengan demikian, keberlanjutan sistem ekologi sosial tergantung pada kesehatan dan fungsi ekosistem. Kegiatan manusia membawa pengaruh besar pada ekosistem yang dikenal sebagai anthropocene dan merusak kemampuannya dalam menyediakan jasa ekosistem (Kochtcheeva and Singh 2000). Dalam skala lebih luas, aktivitas manusia mempengaruhi jasa ekosistem dengan mengubah pola permintaan lahan, dan siklus biogeokimia hidrologi (Foley et al. 2005).

Mengacu dari kondisi tersebut, keberlanjutan di wilayah akan tercapai, jika dampak dari aktifitas penduduk, tidak melebihi suplai ekologi yang ada, termasuk yang erjadi di luar wilayah yang dapat berdampak pada wilayah gugus Pulau Sapeken. Pada saat yang sama, aktifitas penduduk juga harus tetap dalam suatu takaran sosialdan ekonomi tertentu untuk tetap adanya mata pencaharian guna pemenuhan kebutuhan hidup lainnya seperti pelayanan kesehatan yang memadai, pendidikan, kesejahteraan dan semua layanan lain yang diperlukan. Lebih lanjut dijelaskan bahwasanya sistem ekologi menyediakan modal alam dan jasa penting (mendukung kehidupan), yang membentuk dasar untuk pembangunan berkelanjutan ekonomi dan masyarakat manusia (Deutsch and Folke 2003). Biosfer dan keberlanjutan sosial bergantung pada kemampuan kolektif kita untuk melindungi lingkungan dari dampak negatif dari kegiatan ekonomi. Kesejahteraan generasi berikutnya tergantung pada persediaan aset produktif integer yang mampu diwariskan (Ruggeri 2009).

Terkait dengan perencanaan kegiatan ekowisata (ecotourism) di wilayah gugus Pulau Sapeken dengan melihat status ketersediaan jasa ekosistem, sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Kondisi beberapa natural capital asset yang ada masih mampu menyediakan sejumlah jasa ekosistem yang dapat dijadikan sebagai daya tarik ekowisata. Meskipun ekowisata merupakan bentuk wisata yang sangat tergantung pada kualitas lingkungan, ekowisata juga memberikan dampak terhadap lingkungan, masyarakat, dan ekonomi yang kompleks. Hal juga tersebut menjelaskan perencanaan kegiatan ekowisata

66

(ecotourism) di wilayah gugus Pulau Sapeken memerlukan pengelolaan dan kontrol seperti aktivitas eksploitasi sumber daya lainnya. Upaya ini diperlukan mengingat jumlah sumber daya yang dieksploitasi adalah parameter penting ekowisata yang harus memenuhi untuk mempertahankan kualitas ekologi dan integritas sumber daya, sehingga tetap menarik untuk wisatawan serta penduduk (islander). Lebih lanjut untuk mempertahankan kualitas pengalaman rekreasi yang tidak hanya didasarkan pada kualitas ekologi, interaksi wisatawan (kelompok pengguna) dan penduduk harus tetap juga dijaga (Mihalic 2000).

Upaya untuk mewujudkan hal tersebut dalam perencanaan ekowisata di wilayah gugus Pulau Sapeken, diperlukan pengelolaan adaptif dalam berbasis sistem ekologi sosial. Penerapan perencanaan ekowisata berbasis sistem ekologi sosial menurut Gunderson and Holling (2002). bertujuan untuk menciptakan ketahanan dan suplai adaptif melalui pembelajaran dan memberikan pengalaman baru terhadap pengguna sumberdaya cara terbaik untuk menggunakan dan mengelola sumber daya.

3.4 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Kondisi sistem ekologi sosial gugus Pulau Sapeken melalui status ketersediaan (budget) jasa ekosistem menunjukkan hasil yang berbeda pada Suplai jasa ekosistem dan permintaan (demand) jasa ekosistem. Status ketersediaan (budget) jasa ekosistem tertinggi terdapat pada Pulau Sepanjang dan Pulau Paliat dan terendah terdapat di Pulau Sapeken. Semaikin tinggi nilai status ketersediaan (budget) jasa ekosistem menunjukkan natural capital asset berupa tipe tutupan berupa terumbu karang, mangrove, tegalan, pemukiman, tanah terbuka, vegetasi dan laut yang ada masih terpelihara dengan baik sehingga masih tetap dapat menyediakan jasa dan barang (goods and service) berupa estetika, biodiversitas, budaya, ekonomi, keberlanjutan hidup, pembelajaran, rekreasi dan spiritual untuk kehidupan masyarakat yang ada pada gugus Pulau Sapeken.

2. Status ketersediaan (budget) jasa ekosistem memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan eksosistem oleh masyarakat. Hal tersebut terlihat dari karakteristik dalam aktifitas manusia untuk mengelola dan memanfaatkan

67

sumberdaya di tiap pulau kecil yang berbeda, disesuaikan dengan ketersediaan (budget) jasa ekosistem di wilayah gugus Pulau Sapeken.

3. Terkait dengan perencanaan kegiatan ekowisata (ecotourism) di wilayah gugus Pulau Sapeken dengan melihat status ketersediaan (budgets) jasa ekosistem, sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Kondisi beberapa natural capital asset yang ada masih mampu menyediakan sejumlah jasa ekosistem yang dapat dijadikan sebagai daya tarik ekowisata

4 KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PENGEMBANGAN