• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

a. Hubungan Teknologi Informasi Terhadap Demand Pelayanan Kesehatan Kemajuan teknologi informasi telah merambah dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya yaitu pada bidang kesehatan seperti kedokteran.

Kemajuan dalam bidang kesehatan ini sangat berkembang dengan begitu pesat, sehingga banyak temuan yang didapatkan dengan bantuan teknologi informasi baik dalam bidang pengorganisasian rumah sakit, pengobatan, maupun penelitian pengembangan dari ilmu kesehatan itu sendiri. Pelayanan kesehatan berbasis teknologi informasi tengah mendapat banyak perhatian dunia. Terutama disebabkan oleh janji dan peluang bahwa teknologi mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia (Yani 2018).

Demand pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah teknologi informasi. Tingginya demand pelayanan kesehatan membuat elemen tersebut cukup besar pengaruhnya terhadap pengembangan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukan bahwa nilai p-value sebesar 0,000. hal ini menunjukan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara teknologi informasi dengan masalah demand pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa.

Dari tabel 4.10 menunjukkan hasil bahwa responden yang menyatakan teknologi/media informasi tersedia, lebih banyak yang memiliki Demand (permintaan) yang tinggi yaitu sebanyak 167 (86,5% )responden, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan media informasi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan memang sangat dibutuhkan oleh responden. Sebanyak 175 responden menyatakan bahwa media informasi yang mudah didapatkan dan memberikan informasi yang gampang dipahami oleh masyarakat juga sesuai dengan kebutuhan pasien yang berkunjung ke Puskesmas Somba Opu terbukti menjadi sebuah alasan masyarakat kembali untuk menggunakan kembali pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu.

Berdasarkan hasil tabulasi silang, masyarakat yang menyatakan bahwa teknologi informasi tersedia di Puskesmas Somba Opu dan akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu sebanyak 175 (90.7%) responden karena mereka merasa mudah untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan mengenai penyakit ataupun keluhannya, berbeda dengan masyarakat yang menyatakan teknologi informasi tidak tersedia dan memiliki demand yang rendah terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu karena menganggap informasi yang dibutuhkan tidak tersedia sebanyak 18 (9,3%) responden maka untuk memanfaatkan kembali pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu juga rendah.

Sementara itu terdapat juga responden yang menyatakan bahwa media informasi tersedia, namun demand nya terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu rendah, hal ini disebabkan karena terdapat variabel lain yang berpengaruh, sebagai contoh sebanyak 176 (91,2%) responden masih merasa aksesibilitas menuju ke Puskesmas Somba Opu masih sulit dijangkau seperti mahalnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, hal ini tentu dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk memilih

71

kembali Puskesmas Somba Opu sebagai tempat pengobatannya.

Responden yang menyatakan bahwa media informasi tidak tersedia mayoritas juga memiliki demand yang rendah pada pelayanan kesehatan, namun ada juga sebanyak 148 (86,0%) responden yang menyatakan media informasi tidak tersedia tetapi demandnya terhadap pelayanan tinggi, hal ini disebabkan karena mereka merasa lebih percaya dan yakin jika penyakitnya ditangani langsung oleh tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Somba Opu maka akan lebih cepat untuk membantu proses kesembuhannya, dan sebagian responden juga merupakan pasien lama yang sudah rutin berobat di Puskesmas Somba Opu, mereka sudah merasa cocok dengan pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Mereka tidak mempermasalahkan ketersediaan teknologi/media informasi, meskipun media informasi tidak tersedia, mereka lebih memilih berobat di Puskesmas sebab merasa sudah cocok dan sudah ada pengalaman berobat sebelumnya.

Hasil penelitian ini diperoleh nilai P Value = 0,000 yang berarti kurang dari (α

= 0,005). Dari sini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara teknologi informasi terhadap demand pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu kabupaten Gowa.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2017) terkait hubungan kemudahan informasi terhadap pelayanan kesehatan dengan hasil uji chi-square nilai yates correction 66 sebesar (p=0,001) sehingga Ho ditolak berarti secara signifikan ada hubungan kemudahan informasi dengan pemanfaatan pelayanan di rumah sakit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Syahrial (2001) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kemudahan informasi dengan pemilihan tempat persalinan. Begitu pula pada penelitian Irmayati (2013) yang menyatakan bahwa ada

hubungan bermakna antara keterpaparan informasi dengan pemilihan tempat persalinan. Khudori (2012) menyatakan bahwa informasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keputusan pemilihan tempat persalinan. Dengan informasi yang mudah merupakan salah satu faktor yang membuat pasien untuk memilih pelayanan kesehatan (Alamsyah Santander 2017)

Berdasarkan pengamatan peneliti, teknologi informasi yang tersedia di Puskesmas Somba Opu yakni sistem pendaftaran online pasien yang ingin berobat, sistem informasi melalui media cetak baik informasi terkait bagaimana mencegah penularan Covid-19, informasi bagaimana cara mengaktifkan kembali jaminan kesehatan dan tersedianya cara penggunaan teknologi informasi VIKA (Voice Interactive JKN) bagi peserta JKN sehingga pasien lebih mudah mendapatkan informasi tentang status tagihan dan status kepesertaan program JKN-KIS, juga pelayanan konsultasi online bagi ibu hamil yang ingin berkonsultasi langsung dengan bidan.

Penelitian ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Manganello, Jennifer, et al. (2017) dalam Yani (2018) terkait dengan perkembangan teknologi dalam artikelnya yang berjudul "The relationship of health literacy with use of digital technology for health information: implications for public health practice." (Journal of public health management and practice) menyebutkan Pelayanan kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi penggunaan teknologi digital, elektronik maupun cetak, penerapan intervensi kesehatan dalam pengembangan teknlogi digital sangat efektif dalam melayani masyarakat.

Hal yang serupa juga yang disampaikan oleh Moller, Arlen C., et al. (2017) dalam artikelnya yang berjudul "Applying and advancing behavior change theories and

73

techniques in the context of a digital health revolution: proposals for more effectively realizing untapped potential." (Journal of behavioral medicine) bahwa penerapan intervensi kesehatan berbasis teknologi digital dinilai sangat menguntungkan. Pertama, dapat memperlancar akses pelayanan, mempermudah jangkauan Pelayanan terhadap masyarakat. Kedua, dapat memindahkan intervensi kesehatan ke platform digital dan menghadirkan riset dengan peluang baru untuk memajukan teori dan konsep Pelayanan kesehatan (Yani 2018).

Perlu di garis bawahi terkait informasi yang diterima harus diketahui kevalidannya. Ajaran islam menuntut seseorang untuk selektif dan teliti dalam menerima berita, kabar atau informasi serta tidak mudah percaya begitu saja sebelum mengetahui kebenarannya. Hal ini ditegaskan di dalam Q.S Al-Hujurat (49): 6:

اوُحِبْصُتَف ٍةَلاَهَجِب اًم ْوَق اوُبي ِصُت ْنَأ اوُنَّيَبَتَف ٍإَبَنِب ٌقِساَف ْمُكَءاَج ْنِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

ىَلَعاَم ْمُتْلَعَف َنيِمِداَن Terjemahannya:

“ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik

membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan sesuatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang

menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Quraish Shihab menerangkan ada dua hal yang dapat diperhatikan terkait ayat tersebut. Pertama, tabayyun terhadap pembawa berita apakah orang fasiq(orang yang aktivitas diwarnai dengan pelanggaran agama). Kedua menyangkut dengan isis berita bahwa perlu adanya penyelidikan kebenaran suatu berita. Kedua hal ini merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan. Islam tidak membenarkan adanya menyebar berita tanpa melakukan penyelidikan kevalidan secara mendalam.

Keterkaitan ayat diatas dengan teknologi informasi terhadap demand pelayanan kesehatan adalah teknologi yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak positif dan negatif. Dimana dampak positifnya adalah memudahkan kita dalam mendapatkan informasi dan mengakses informasi yang kita butuhkan sedangkan untuk dampak negatifnya jika tidak teliti dalam memilah informasi maka sebaliknya akan memberikan mudharat kepada kita karena mendapatkan informasi yang tidak sesuai dengan faktanya.

b. Hubungan Nilai dan Norma Terhadap Demand Pelayanan Kesehatan Menurut Twoddle, apa yang dirasakan sehat bagi seseorang bisa saja tidak dirasakan sehat bagi orang lain, karena adanya perbedaan persepsi. Selain itu, ada perbedaan konsep dan persepsi sehat-sakit di dalam masyarakat. Secara objektif seseorang terkena penyakit, salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya, namun dia tidak merasa sakit. Atau sebaliknya, seseorang merasa sakit bila merasakan sesuatu di dalam tubuhnya, tetapi dari pemeriksaan klinis tidak diperoleh bukti bahwa ia sakit (Natoadmojo 2007).

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang memiliki nilai dan norma yang tinggi dalam meyakini suatu kejadian penyakit, kebanyakan memiliki demand (permintaan) yang tinggi terhadap pelayanan kesehatan, yaitu 88,9%. Berdasarkan hasil pengamatan, sebagian besar responden yang datang berobat adalah usia 66-75 tahun yang merupakan pasien lanjut usia yang sudah rutin berobat di Puskesmas Somba Opu. Mereka sangat bergantung dengan pengobatan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, mereka yakin bahwa penyakitnya hanya bisa ditangani oleh dokter, selain itu sebagian responden yang lanjut usia ini, juga merupakan peserta PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) yang rutin mengikuti kegiatan pencegahan penyakit kronis yang selalu diadakan oleh pihak Puskesmas sebulan sekali. Kegiatannya berupa

75

senam, pengecekan gula darah, tekanan darah pengukuran berat badan dan juga penyuluhan kesehatan. Responden merasa penyakitnya dapat terkontrol atau terkendali dengan aktif mengikuti kegiatan tersebut.

Hasil penelitian ini berkaitan dengan perceived benefit atau manfaat yang akan dirasakan jika mengadopsi perilaku yang dianjurkan. Dengan kata lain perceived benefit merupakan persepsi seseorang tentang nilai atau kegunaan dari suatu perilaku baru dalam mengurangi risiko terkena penyakit. Orang-orang cenderung mengadopsi perilaku sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan mengurangi risiko mereka untuk berkembangnya suatu penyakit. (Napirah 2016)

Sebanyak 23 (11,1%) responden ada yang memiliki nilai dan norma yang tinggi dalam meyakini penyebab suatu penyakit, namun demandnya terhadap Pelayanan kesehatan rendah. Hal ini terjadi karena persepsi responden tentang kesehatan masih belum sesuai dengan konsep sehat ataupun sakit yang sebenarnya. Dimana sebanyak 105 responden merasa dirinya sakit ketika tubuh mereka tidak dapat lagi menjalankan aktivitas seperti biasanya. Ketika mereka tidak dapat lagi produktif, barulah mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Mereka tetap meyakini tenaga kesehatan merupakan orang yang profesional dalam mengobati penyakit, mereka lebih percaya dengan pengobatan medis, namun permintaan mereka rendah terhadap pelayanan Puskesmas sebab mereka hanya memutuskan untuk datang ke Puskesmas jika kondisinya sudah sangat terpaksa. Jika penyakitnya ringan, mereka kebanyakan hanya membeli obat di Apotek.

Adanya sikap tersebut juga dapat terjadi karena seseorang dipengaruhi oleh isyarat untuk bertindak. Isyarat untuk bertindak dapat menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka dalam mengambil keputusan. Isyarat untuk bertindak ini

dapat berasal dari informasi dari media massa, nasihat dari orang-orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga untuk melakukan kunjungan ke Puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan. (Meliana 2021)

Nilai dan norma responden dengan kategori rendah dan demand (permintaan) Pelayanan kesehatan yang tinggi sebesar 55 (34,8%). Menurut pengamatan peneliti di lapangan, Sebanyak 203 responden tersebut masih kurang dalam memahami konsep sehat-sakit yang sebenarnya, namun mereka merasa tetap membutuhkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Hal ini tergantung pada risiko pribadi atau kerentanan yang merupakan salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang mereka rasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Untuk mengurangi risiko tersebut mereka memanfaatkan pelayanan puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang dipercaya mampu mengatasi masalah kesehatan yang mereka alami.

Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa nilai dan norma responden dengan kategori rendah mayoritas memiliki demand yang rendah pula terhadap pelayanan kesehatan. Sebanyak 105 responden memiliki persepsi atau anggapan yang tidak sesuai dengan konsep sehat-sakit yang sesungguhnya, sehingga mereka juga merasa tidak berkeinginan untuk memanfaatkan kembali Pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu.

Hal tersebut diatas berkaitan dengan perceived barrier (hambatan yang dirasakan) dimana perubahan perilaku bukan sesuatu yang dapat terjadi dengan mudah bagi kebanyakan orang. Beberapa individu lebih memilih melakukan pengobatan sendiri ataupun mencari pengobatan yang dianggap lebih baik daripada harus

77

berkunjung ke Puskesmas.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Chi Square yang dilakukan terhadap nilai dan norma masyarakat tentang demand (permintaan) pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan Pelayanan kesehatan, didapatkan hasil nilai ρ = 0,000 sehingga ρ ≤ 0,05 maka Ho pada penelitian ini ditolak, artinya bahwa ada hubungan antara nilai dan norma masyarakat terhadap Demand (permintaan) pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Somba Opu Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010), rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan, dan sebagainya seringkali kesalahan atau penyebabnya ditudingkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, Pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Kita sering melupakan faktor masyarakat itu sendiri, di antaranya persepsi atau konsep masyarakat tentang sakit (Natoadmojo 2010).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mujahidah dalam penelitian Napirah, Rahman, and Tony (2016) menyatakan bahwa persepsi atau nilai dan norma memiliki hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan karena ρ = 0,042. Pada kenyataanya, di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan. Masyarakat (customer) dan pemberi pelayanan kesehatan (provider) cenderung memiliki perbedaan konsep sehat-sakit. Pada dasarnya terdapat perbedaan

persepsi pada konsep penyakit (disease) dengan rasa sakit (illness), dimana biasanya orang yang sebenarnya terkena penyakit, namun tidak merasa sakit. Masyarakat mengganggap dirinya sakit hanya pada saat mereka terbaring lemah dan tidak dapat menjalankan aktivitas. (Napirah, Rahman, and Tony 2016)

Persepsi adalah fungsi psikis yang penting yang menjadi jendela pemahaman bagi peristiwa dan realitas kehidupan yang dihadapi manusia. Manusia sebagai makhluk yang diberikan amanah kekhalifahan diberikan berbagi macam keistemewaan yang salah satunya adalah proses dan fungsi persepsi yang lebih rumit dan lebih kompleks dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya. Diriwayatkan dari musnad Imam Ahmad dari sahabat Usamah bin Suraik, bahwasanya Nabi bersabda:

اَنَثَّدَح

“Aku pernah berada di samping Rasulullah, Lalu datanglah serombongan Arab Badui. Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?' Beliau menjawab, 'Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab, Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.' Mereka bertanya, 'Penyakit apa itu?' Beliau menjawab, 'Penyakit tua." (HR Ahmad).

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Ath-Thibb an-Nabawi, hadits-hadits tersebut mengandung pengabsahan terhadap adanya sebab musabab dan sanggahan terhadap orang yang menolak kenyataan tersebut. Ungkapan

"setiap penyakit ada obatnya" artinya bisa bersifat umum. Karena itu, yang termasuk

79

di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter karena belum ditemukan obatnya. Hadist tersebut menjelaskan tentang persepsi seseorang dalam menyembuhkan sebuah penyakit, dalam hal ini yaitu persepsi seseorang menggunakan Demand (permintaan) Pelayanan kesehatan atau tidak (Munawar 2017).

c. Hubungan Aksesibilitas Terhadap Demand Pelayanan Kesehatan

Aksesibilitas merupakan salah satu kendala pemanfaatan pelayanan kesehatan pemerintah. Pengertian akses yaitu kemudahan menjangkau secara fisik bukan cuma meter, tapi adanya jalan dan angkutan ke sana. Akses juga dalam pengertian kemudahan untuk memperoleh Pelayanan tersebut. Jarak adalah tempat masyarakat dengan Puskesmas yang diukur dengan indikator waktu. Keterjangkauan pelayanan kesehatan mencakup jarak, waktu dan biaya. Tempat Pelayanan yang lokasinya tidak strategis atau sulit dicapai oleh pasien menyebabkan berkurangnya akses terhadap Pelayanan kesehatan. Walaupun ketersediaan Pelayanan kesehatan sudah memadai, namun penggunaannya tergantung dari aksesibilitas masyarakat terhadap informasi (Munawar 2017).

Penduduk yang tinggal ditempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama.

Permasalahan pemerataan danketerjangkauan pelayanan kesehatan dasar di Indonesia memang masih membutuhkan perhatian dan tindak lanjut. Diperkirakan hanya sekitar 30% penduduk yang memanfaatkan pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.

Dengan keadaan seperti ini tidak mengherankan bila derajat kesehatan masyarakat di

Indonesia belum memuaskan. (Depkes 2015)

Tabel 4.12 menunjukkan hasil bahwa responden yang mudah dalam menjangkau pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu Kab. Gowa mayoritas juga memiliki demand yang tinggi pada pelayanan kesehatan yaitu sebanyak 86,1%, ini artinya keputusan responden dalam memilih pelayanan kesehatan juga melihat dari sisi kemudahan aksesibilitasnya. Selain itu ada juga sebagian kecil responden yang mudah mengakses pelayanan kesehatan namun memiliki demand yang rendah pada pelayanan Puskesmas Somba Opu, yaitu 32 (13,9%), artinya meskipun akses mereka mudah namun mereka kurang memilih Puskesmas Somba Opu sebagai tempat pengobatan.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel lainnya seperti persepsi mereka terhadap konsep sehat-sakit atau dapat juga dipengaruhi oleh kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diterima sehingga demand mereka rendah terhadap pelayanan Puskesmas Somba Opu.

Berdasarkan dari hasil tabulasi silang sebanyak 22 responden menyatakan mudah dalam mengakses pelayanan kesehatan ke Puskesmas Somba Opu akan kembali berobat karena dari segi jarak dan biaya yang dikeluarkan masih terjangkau sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan diakses berulang kali. Berbeda dengan masyarkat yang kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu sebanyak 208 responden maka pemanfaatannya juga kurang karena merasa biaya yang harus dikeluarkan untuk ke Puskesmas cukup mahal, dan lebih memilih untuk ke Puskesmas jika penyakitnya sudah sangat parah.

Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa terdapat 41 (30,4%) yang sulit mengakses pelayanan kesehatan namun demand nya terhadap pelayanan kesehatan tinggi. Hal tersebut terjadi karena sebagian dari mereka yaitu 131 responden mengaku

81

sudah merasa cocok dengan pengobatan di Puskesmas Somba Opu, mereka mengaku sudah rutin berobat dan sudah kenal baik dengan petugasnya sehingga mereka enggan untuk beralih ke tempat yang lain dan lebih memilih melakukan pengobatan maupun konsultasi di Puskesmas Somba Opu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lusyana Aripa (2019) diperoleh hasil bahwa ada hubungan jarak dengan permintan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar, dimana jarak tempat tinggal responden dengan puskesmas cukup jauh namun permintan responden terhadap pelayanan kesehatan tinggi (Lusyana Aripa 2019).

Sebanyak 116 responden lainnya yang menyatakan sulit menjangkau pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu juga memiliki demand yang rendah pada pelayanan kesehatan Puskesmas. Hal tersebut terjadi karena wilayah kerja Puskesmas Somba Opu yang cukup luas sekitar 12,35 km² dan juga kondisi tingkat perekonomian masyarakat yang berbeda-beda sehingga biaya yang digunakan untuk sampai ke Puskesmas juga bervariasi, dan ini tentunya mempengaruhi keputusan responden untuk menggunakan kembali pelayanan Puskesmas.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata biaya transport antara yang tidak pernah dan pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Kesimpulannya, ada hubungan yang signifikan antara besarnya biaya transport ke Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan di Puskesmas. Dan penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara waktu tempuh dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pada kelompok responden dengan waktu tempuh yang tidak lama berpeluang 1,540 kali (95% CI: 1,03 – 2,30) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan

Puskesmas dibandingkan dengan responden yang memerlukan waktu tempuh lama (Wahyuni 2017).

2. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan pada pengalaman langsung peneliti dalam proses penelitian ini, ada beberapa keterbatasan yang dialami dan dapat untuk lebih diperhatikan bagi peneliti-peneliti yang akan datang dalam lebih menyempurnakan peneliti-penelitiannya karna peneliti-penelitian ini sendiri tentu memiliki kekurangan yang perlu terus diperbaiki dalam penelitian-penelitian kedepannya. Beberapa keterbatasan dalam penelitian-penelitian tersebut, antara lain :

1. Dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel independen yang berhubungan dengan Demand masyarakat terhadap Pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu. Masih terdapat banyak variabel lainnya yang dapat mempengaruhi Demand masyarakat.

2. Dalam proses pengambilan data oleh peneliti pada saat pandemi covid-19 berlangsung sehingga mempersempit ruang gerak peneliti dan harus lebih berhati-hati dan tetap menerapkan protokol kehehatan.

83 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 365 responden masyarakat yang berkunjung di Puskesmas Somba Opu , Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa tahun 2021 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara teknologi informasi terhadap Demand pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu dengan nilai p-value sebesar 0,000 (<0.05)

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai dan norma terhadap Demand pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu dengan nilai p-value sebesar 0,000 (<0.05)

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara aksesibilitas terhadap Demand pelayanan kesehatan di Puskesmas Somba Opu dengan nilai p-value sebesar 0,000 (<0.05).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dijalankan ada beberapa saran yang diajukan oleh peneliti, sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya

a) Dalam penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengambil sampel yang lebih banyak, hal ini bertujuan untuk keakuratan data yang lebih baik dalam penelitiannya.

b) Melakukan penelitian yang berkelanjutan, hal ini agar dapat melihat dan menilai setiap perubahan dari waktu ke waktunya.

c) Diharapkan adanya tambahan variabel lain yang mungkin juga mempengaruhi banyak hal dalam penelitian ini.

2. Bagi Puskesmas

Bagi Puskesmas agar lebih meningkatkan lagi Pelayanannya melalui sarana dan prasarana seperti peningkatan sistem informasi agar lebih

Bagi Puskesmas agar lebih meningkatkan lagi Pelayanannya melalui sarana dan prasarana seperti peningkatan sistem informasi agar lebih