• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4. Pembatasan Masalah

Penelitian ini merupakan studi kasus pada petani sayur dan buah yang terkena dampak keberadaan pasar induk “Puspa Agro” di Desa Jemundo Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. Pada penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup yaitu : petani sayur kangkung dan buah jambu biji merah yang hasil panennya didistribusikan ke pasar induk “Puspa Agro” dan memberi dampak jenis pekerjaan dan pendapatan serta dampak sosial adanya pasar induk “Puspa Agro”.

pengembangan bisnis harmoni pada tahun 2003 – 2004, masyarakat Jakarta sebanyak 43,75% konsumen memilih hypermarket sebagai tempat berbelanja, 27,88% memilih minimarket, dan 28,37% memilih pasar tradisional. Selain itu sebanyak 78% pemilik warung merasa terganggu dengan adanya kehadiran mini market dan 60% terganggu dengan kehadiran hypermarket ( data diperoleh dari 100 responden pemilik warung di lima wilayah Jakarta, Depok, dan Tangerang ).

Data lain menyebutkan bahwa di Negara-negara Asia Pasifik (kecuali Jepang), pada tahun 1999-2004 rasio keinginan masyarakat berbelanja di pasar tradisional sebesar 65% (1999), 63% (2000), 60% (2001), 52% (2002), 56% (2003), dan 53% (2004). Sedangkan pasar modern 35% (1999), 37% (2000), 40% (2001), 43% (2002), 44% (2003), dan 47% (2004). Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan keinginan masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisionaal sedikit menurun, diduga masyarakat yang berbelanja di pasar modern sedikit meningkat. Di pasar tradisional menurun dengan tingkat kenaikan atau penurunan rata-rata 2% per tahun (AC Nielson Asia Pasific Retail and Shoper Trend, 2005). Memang tidak dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntunan dan konsenkuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat kita. Tidak hanya di metropolitan tetapi sudah merambah sampai kota kecil di tanah air. Sangat menjumpai Minimarket, Supermarket, bahkan

menjanjikan tempat belanja yang nyaman dengan harga yang tidak kalah menariknya. Namun dibalik kesenangan tersebut ternyata membuat para peritel kelas menengah dari teri mengeluh, ( Esther dan dikdik, 2003 ).

Kendati persaingan antar pasar modern secara teoritis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat Supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu, ( Harmanto, 2007).

Populasi Indonesia diperkirakan akan meningkat sebesar rata-rata 1,3% per tahun dalam kurun waktu 10 tahun yang akan datang dan akan mencapai jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa pada tahun 2015. Hal ini membuat Indonesia menjadi pasar yang besar untuk produk sayuran dan buah-buahan. Mayoritas populasi hidup di Pulau Jawa (58%), dan di Pulau Sumatera (22%). Populasi yang terjadi dikeempat provinsi yang dicakup oleh Program Smallholder Agribusiness Development Initiative (SADI), yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT, dan NTB adalah sebesar 19,1 jiwa (hampir sebesar populasi Australia) yang merupakan 8,7% populasi Indonesia. Urbanisasi menjadi salah satu yang umum di Indonesia, dimana orang berpindah ke wilayah perkotaan untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. Populasi di wilayah adalah sekitar 45% total populasi penduduk Indonesia pada tahun 2005 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 52% dalam kurun waktu 10 tahun yang akan datang. Hal ini menjadi basis populasi yang besar bagi sektor eceran modern dan memiliki dampak positif terhadap para pemasok sayuran lokal. Indonesia

merupakan negara Islam terbesar di dunia.lebih dari 88% populasi di Indonesia menganut agama Islam. Protestan dan katolik merupakan kelompok agama terbesar berikutnya dengan jumlah 9% dari populasi, dan diikuti Hindu 2% dan Budha 1%.oleh karena konsumen muslim hanya mengkonsumsi makanan yang memenuhi persyaratan kehalalan yang ketat. Hal ini membuat Indonesia menjadi pasar makanan halal terbesar di dunia, ( Austin Nick, 2009).

Pasar basah tradisional masih mendominasi perdagangan makanan segar, akan tetapi terdapat trend untuk berbelanja di pasar modern (AC Nielsen, 2003). Pada masa sekarang, jam kerja orang Indonesia menjadi lebih panjanag dari pada masa sebelumnya, dan semakin banyak perempuan yang menikah serta memiliki anak yang bekerja dan menginginkan hidup yang lebih nyaman. Para pembelanja kelas menengah Indonesia (kurang lebih 30 juta jiwa dari total populasi sebesar 220 juta jiwa) telah menjadi semakin sadar dan peka terhadap merk serta trend. Gaya hidup mereka pada saat ini mengalami perubahan, dan bagian dari perubahan tersebut adalah kecenderungan untuk bebbelenja di pasar modern daripada di pasar basah (tradisional). Akan tetapi, terdapat lebih dari 95% pembelanja rumah tangga yang memilih untuk membeli produk pertanian di pasar traisional, sementara 21% pembelanja memilih untuk membeli produk pertanian di pasar modern yag disebabkan oleh sistem penetaan dan penyimpanan yang menarik dan lebih baik serta akses yang leboh baik ke produk buah impor (AC Nielsen, 2003).

Pendapatan dapat juga di uraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik

selama melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan instansi atau pendapatan selama bekerja atau berusaha. Setiap orang yang kerja akan berusahauntuk memperoleh pendapatan dengan jumlah maksimumagar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksud utama para pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah untuk mendapatkan hasil pendapatan yang cukup baginya, sehingga kebutuhan hidupnya ataupun rumah tangganya akan tercapai.

Penduduk perkotaan umumnya dan golongan keluarga berpenghasilan rendah khususnya mempunyai berbagai sumber pendapatan. Pendapatan yang dimaksud dalam hal ini adalah pendapatan uang yang diterima dan diberikan kepda subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan, yang berupa pendapatan dari pekerjaan, pendapatan dari profesi yang diterima sendiri, usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan, serta dari sektor subsisten, yaitu untuk bertahan hidup secara wajar dan didapatkannya suatu jaminan kebutuhan primer, (Mubyarto, 1973;39)

Pertumbuhan pasar modern di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Pada 1999– 2004, terjadi peningkatan pangsa pasar supermarket terhadap total pangsa pasar industri makanan yang cukup tajam dari 11% menjadi 30%. Penjualan supermarket pun tumbuh rata-rata 15% per tahun, sedangkan penjualan pedagang tradisional turun 2% per tahunnya (Natawidjadja 2006). Memprediksi bahwa penjualan supermarket akan meningkat sebesar 50% dari periode 2004 hingga 2007, sedangkan penjualan hipermarket akan meningkat sebesar 70% untuk periode yang sama. Salah satu penyebab meningkatnya jumlah dan penjualan

pasar modern adalah urbanisasi yang mendorong percepatan pertumbuhan penduduk di perkotaan serta meningkatnya pendapatan per kapita. Dari 1998 hingga 2003, hipermarket di seluruh Indonesia tumbuh 27% per tahun, dari delapan menjadi 49 gerai. Meskipun demikian, pertumbuhan hipermarket terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek dengan proporsi 58% dari keseluruhan hipermarket, (Pricewaterhouse Coopers ,2005)

Pada daerah di Jawa Barat, petani hortikultura kecil mulai berpartisipasi dalam penjualan kepada saluran pasar swalayan, terutama melalui pedagang grosir khusus/resmi tetapi ada juga yang melalui beberapa pedagang grosir besar dan beberapa kelompok secara langsung. Namun, jumlah petani yang ada dalam saluran baru ini masih sedikit – bervariasi antara 11 dan 15 persen bergantung pada daerahnya. Petani yang ikut dalam saluran baru ini adalah petani kecil – tetapi mereka adalah golongan atas dari petani kecil dalam hal kepemilikan tahan dan modal seperti bak penampung irigasi dan pendidikan. Tingkat keuntungan mereka juga 10-30 persen lebih tinggi daripada petani-petani pada saluran tradisional. (Temuan ini serupa dengan temuan baru di Amerika Tengah di mana petani kecil menguasai hortikultura (di luar daerah-daerah kantong ekspor), dan golongan atas petani kecil adalah pelaku yang ikut dalam skema penanaman cepat dan pemasok yang lebih diutamakan masuk dalam saluran domestik modern, seperti di Jawa Barat, (Shetty Shobba. 2007).

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pasar

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan lainnya (Peppres RI No. 112, 2007).Wikipedia, 2007

Pasar modern adalah pasar yang dikelola oleh manajemen modern,umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas). Barang yang dijual memiliki variasi jenis yang beragam. Selain menyediakan barang-barang local, pasar modern juga menyediakan barang-barang impor. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan di gudang yang terukur. Pasar modern juga memberikan pelayanan yang baik yaitu berupa suasana yang nyaman dan besih, display barang per kategori mudah dicapai dan relative lengkap (Anonymous, 2005).

Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas). Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping centre, waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya. Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis yang beragam. Selain menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang-barang impor. Barang yang dijual

mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang rijek/tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak).

Perkembangan bisnis ritel di Indonesia berkembang pesat, terutama ditandai masuknya retailer asing berskala besar. Hal ini dipacu oleh Keppres 96/2000 yang kemudian diperbaharui dengan Keppres118/2000 : mengeluarkan bisnisi retail dari negative list bagi PMA. Hal ini sekaligus mendorong perubahan dimensi persaingan retail bisnis. Ada empat kelompok pelaku bisnis retail : (1) kelompok grosir dan hypermarket, (2) kelompok supermarket, (3) kelompok minimarket modern, dan (4) retailer kecil tradisional.

2.2.2. Pengertian Pertanian

Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Usaha pertanian memiliki dua ciri penting: (1) selalu melibatkan barang dalam volume besar dan (2) proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

Terkait dengan pertanian, usaha tani adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budi daya (tumbuhan maupun hewan). Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Khusus untuk pembudidaya hewan ternak disebut sebagai peternak. Ilmuwan serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam perbaikan metode pertanian dan aplikasinya juga dianggap terlibat dalam pertanian.

Usahatani adalah bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga petani atau badan usaha tani lainnya yang bercocok tanam dan berternak. Usahatani pada dasarnya adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang dapat digunakan untuk produksi pertanian (A. T. Mosher, 1984).

2.2.3. Teori Rumah Tangga Tani

Model rumah tangga dibangun berdasarkan model Neo-klasik pada rumahtangga tani yang melihat bahwa keputusan petani kecil dalam melakukan kegiatan produksi dan konsumsi merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan (non-separable). Oleh karena itu, model non-separable merupakan model yang tepat untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga tani pada situasi pasar tidak sempurna. Indikasi ini banyak dijumpai pada negara-negara sedang berkembang yang sebagian besar petaninya merupakan petani subsistenyang kegiatan produksi dan konsumsinya saling bergantung serta tidak dapat dipisahkan. Asumsi ini mengindikasikan bahwa alokasi sumberdaya rumahtangga seperti permintaan tenaga untuk pekerjaan on-farm dan suplai tenaga kerja untuk kegiatan off-farm atau non-farm terbagi secara simultan (Heltberg et.al., 2000).

Tujuan yang ingin dicapai oleh rumahtangga tani adalah memaksimumkan kepuasan melalui alokasi tenaga kerja yang dimilikinya kedalam beberapa aktivitas on-farm, off-farm dan non-farm dengan pembatas teknologi dalam kegiatan produksi, waktu yang tersedia, dan modal (budget) yan dimiliki. Model ini dapat diaplikasikan dalam semua jenis pasar tetapi hasilnya akan berbeda tergantung pada kondisi pasar tenaga kerjanya (Glauben, et.al., 2004).

Peningkatan biaya tersebut diasosiasikan dengan pekerjaan off-farm atau non-farm yang mungkin diakibatkan oleh peningkatan heterogenitas antara pekerjaan on-farm dan off-farm atau non-farm. Dengan bermigrasi maka anggota keluarga akan berpindah pada pekerjaan yang lebih baik yang akan diikuti oleh pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih baik (Kahn dan Low, 1982; Low, 1986). Untuk memaksimumkan kepuasan rumahtangga tani, maka partisipasi rumahtangga dalam pasar tenaga kerja memungkinkan dilakukan dengan pilihan antara mensuplai tenaga kerja keluarga pada pekerjaan on-farm dan off-farm atau non-farm, serta menggunakan tenaga kerja sewa. Terdapat empat kemungkinan dalam keputusan penggunaan tenaga kerja pertanian yang melibatkan tenaga kerja keluarga pada pekerjaan off-farm atau non-farm dan tenaga kerja sewa, yaitu : a. Sepenuhnya menggunakan tenaga kerja sewa.

b. Hanya mensuplai tenaga kerja keluarga pada pekerjaan off-farm atau non-farm.

c. Menggunakan tenaga kerja swa dan mensuplai tenaga kerja keluarga pada pekerjaan off-farm atau non-farm.

d. Tidak menggunakan tenaga kerja sewa dan tidak mensuplai tenaga kerja keluarga pada pekerjaan off-farm atau non-farm.

Model rumah tangga juga dikembangkan oleh Becker (1965) dan Lancaster (1966) yang dasarkan pada hasil observasinya bahwa kepuasan rumah tangga diturunkan dari kegiatan produksi barang dan jasa yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya barang yang dibayar dari pasar dan tenaga kerja rumahtangga yang digunakan. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan rumahtangga tani mempertimbangkan aspek produksi, konsumsi, serta alokasi waktu kerja pada kegiatan masing-masing termasuk alokasi waktu untuk tidak bekerja, misalnya untuk kegiatan social, santai dan istirahat (Adhikari, 2003).

Hal-hal yang menjadikan pertimbangan rumah tangga tani dalam mengambil keputusan, meliputi :

 Keputusan menjual tenaga kerja keluar usahataninya sendiri (on-farm) pada pekerjaan non-farm atau menggunakan tenaga kerja sendiri untuk melakukan produksi.

 Jenis pasar yang dihadapi (pasar persaingan sempurna atau pasar tidak sempurna)

 Penentuan waktu optimum untuk bekerja yang menghasilkan kepuasan yang maksimum.

1. Model Rumahtangga Tani Chayanov

 Tujuan rumahtangga tani adalah dicapainya kepuasan maksimum,

 Menjalankan pasar produk tetapi tidak pada pasar tenaga kerja, sehingga dalam menghitung upah dengan cara :

Implikasi upah = marginal rate of substitution antara pendapatan dan waktu luang.

 Factor demografi mendominasi pendapatan rumahtangga. 2. Model Separasi

Model rumahtangga pertanian merupakan model interaksi antara usaha petani dengan pasar dan sumber implikasi lainnya. Implikasi yang paling penting adalah jika pasar yang dihadapi merupakan pasar persaingan sempurna dan efisien maka harga di pasar menjadi pendukung keputusan rumahtangga tani dalam memisahkan antara kegiatan produksi dan konsumsi (Benjamin, 1992).

Dalam model Neoklasik diabaikan perbedaan antara penawaran dan permintaan yang dalam model rumahtangga pertanian dianalisis secara terpisah (separasi). Dengan memperhatikan variabel harga, maka penawaran tenaga kerja pada rumahtangga pertanian tidak berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja dan sebaliknya.

Dalam model ini dijelaskan dua kegiatan, yaitu kegiatan konsumsi yang digambarkan sebagai fungsi kepuasan dan kegiatan produksi yang digambarkan sebagai fungsi produksi. Fungsi kepuasan rumahtangga ditentukan oleh konsumsi (c) dan leisure (l) yang diformulasikan sebagai:

Uh = u(c, l; a)

Sedangkan a merupakan faktor eksogen yang dalam hal ini adalah karakteristik rumahtangga petani, misalnya jumlah anggota dalam rumahtangga tani per katagori umur dan jenis kelamin.

Fungsi produksi dalam rumahtangga tani diformulasikan sebagai: q = F(L; A)

Keterangan: q = fungsi produksi

L = jumlah tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja sewa (LF + LH)

A = faktor eksogen yang dalam hal ini adalah lahan.

Petani mengalokasikan waktu kerja yang tersedia untuk aktivitas bekerja on-farm (LF), off-farm (LO) dan leisure (l), selain itu petani juga memerlukan tenaga kerja sewa untuk menghasilkan produksi usahataninya.Dengan demikian persoalan rumahtangga tani adalah bagaimana memaksimumkan kepuasan tetapi dengan dibatasi konsumsi, waktu kerja yang tersedia, dan tenaga kerja yang dibutuhkan.

Max u (c, l; a)

Rumah tangga petani dipedesaan pada kenyataan tidak dapat begitu saja lepas dari keadaan wilayah setempat. Terdapat wilayah- wilayah tertentu yang memiliki potensi alam kurang baik seperti lahan- lahan didaerah pegunungan, lahan kering atau lahan marginal lain yang seringkali sulit untuk dikembangkan, sedangkan penduduk di dalamnya hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup berdasarkan sumber daya wilayah tersebut. Keadaan itu akan memburuk apabila tidak ada upaya pembangunan wilayah yang memadai (Hadiwigeno dan Pakpahan, 1993).

Dalam hubungan ini, kegiatan penyuluhan pertanian perlu untuk selalu memperhatiakn ciri-ciri rumah tangga petani sebagai berikut :

a. Usahatani adalah bagian salah satu cabang usaha didala keluarga untuk memperoleh pendapatan, sehingga kegiatan penyuluhanpertanian harus dipusatkan untuk menigkatkan pendapat keluarga dan perluasan kesempatankerja bagi keluarganya.

b. Rumah tangga petani umumnya bersifat demokratis, artinya setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota keluarga harus memperolehkesepakatan dan persetujuan segenap anggota keluarga. Karena itu kegiatan penyuluhan pertanian harus disampiakan kepada segenap anggota keluarga, tidak hanya kepada petani selaku kepala keluarga saja. Petani sebagai manusia umumnya terikat pula oleh ikatan masyarakat lingkungan. Masyarakat merupakan sumber kesentosaan petani yang menolong dalam menghadapi masalah-masalah kritis dan membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan usahatani dan kerumahtanggan yang lain. Untuk itu setiap langkah kegiatan petani diperlukan persetujuan sosial terlebih dahulu, seperti tradisi, adat istiadat, agama, kepercayaan, dan lain-lain. Dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan hal-hal tersebut tidak boleh diabaikan, ( Warsana. 2008).

Eskola (2005) berpendapat bahwa pembangunan fasilitas pasar yang dekat dengan kegiatan pertanian serta kemudahan petani untuk mengakses informasi pasar dapat meningkatkan derajat komersialisasi rumahtangga pertanian. Partisipasi pasar akan terbuka lebar bagi petani, dan dengan cara demikian hambatan penjualan mengecil yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga tani. Argumentasi mereka didasarkan pada analisa empiris yang berbasis pada kerangka kerja ekonomi rumah tangga pertanian.

Kerangka kerja tersebut telah menjadi benchmark atau model dasar dalam menganalisis ekonomi rumah tangga, (Singh et al., (1986), Taylor dan Adelman (2002).

2.2.4. Teori Pendapatan

Menurut pelopor ilmu ekonomi klasik, Adam smith dan David Ricardo distribusi pendapatan dapat digolongkan menjadi tiga (3) kelas social utama yaitu pekerja, pemilik modal dan tuan tanah. Ketiganya menentukan tiga faktor produksi, yaitu tenaga kerja, modal, dan tanah. Penghasilan yang diterima setiap faktor dianggap dianggap sebagai pendapatan masing-masing keluarga terlatih terhadap pendapatan nasional. Teori meeka meramalkan bahwa begitu masyarakat makin maju, para tuan tanah akan relative lebih baik keadaannya dan para kapitalis (pemilik modal) menjadi relative lebih buruk keadaannya. (Sumitro, 1991).

Pendapatan atau income masyarakat adalah hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sector produksi dan sector ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Harga faktor produksi ditentukan oleh tarik-menarik antara penawaran dan permintaan (Kadariah, 1994).

Pendapatan keluarga petani merupakan suatu hal yang sangat menentukan tingkat hidup keluarga tersebut. Pendapatan dalam banyak hal merupakan penentu terhadap tingkat kebutuhan petani (Cahyono, 2005) sebagian rumah tangga di daerah pedesaan umumnya memperoleh pendapatan tidak hanya dari satu sumber melainkan berasal dari berbagai sumber pendapatan sekto

pertanian dan sumber pandapatan yang berasal dari sector non pertanian antara lain :

1. sumber pendapatan di sector pertanian

pandapatan dari sector pertanian adalah seluruh pendapatan baik pendapatan dari usaha ternak maupun pendapatan dari buruh tani yang dihasilkan kepala rumah tangga dan seluruh anggota keluarga buruh tani dalam satu tahun. 2. Sumber pandapatan di luar sector pertanian (non pertanian)

Pendapatan dari sector non pertanian adalah seluruh pendapatan dari usaha di luar sector yang dihasilkan dari seluruh anggota rumah tangga buruh tani selama satu tahun. Pendapatan dari sector ini misalnya : pedagang, buruh industry, buruh angkutan, pengrajin, dan buruh pengolah lahan pertanian. Pendapatan dari kegiatan di luar sector pertanian untuk kelompok buruh tani sangat penting, sebagai tambahan pendapatan yang bersumber dari sector pertanian. Rumah tangga buruh tani yang tidak memiliki lahan usaha bidang dagang, jasa, dan kerajinan mempunyai arti yang sangat penting, dengan kata lain semakin endah tingkat pendapatan makin beraneka ragam nafkahnya (Mintoro, 2003)

Menurut Nurmanaf (2006), pendapatan rumah tangga umumnya tidak berasal dari satu sumber, tapi dapat berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri, tingkat pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja atau berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan. Bagi sebagian rumah tangga upaya tersebut tidak hanya

menambah curahan jam kerja dari kegiatan yang ada tapi juga melakukan kegiatan yamg lain.

Tingkat ekonomi petani sangat ditentukan oleh luas lahan usahatani. Sempitnya pemilikan lahan dan sedikitnya peluang kerja berakibat pada rendahnya investasi yang berakibat pada rendahnya pendapatan tani (Santoso, 2006).

(Syafi’i, 2003), menyatakan bahwa kegaiatan usaha tanidalam memperoleh pendapatan sangat tergantung pada keadaan faktor dektor produktif yang dimiliki petani. Fungsi-fungsi produksi itu meliputi modal, tanah, tanaga kerja dan manajemen. Dari beberapa fungsi produksi tersebut, ternyata tanah mempunyai kedudukan yang terpenting. Hal ditandai dengan besarnya balas jasa oleh tanah dibandingkan dengan fungsi-fungsi produksi lainnya.

Semakin luas usaha tanisemakin besar porsentase penghasilan ruamah